Keperawatan anak

39
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS I. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi a. Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186). b. Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871). c. Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92). d. Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 1998 hal 979). e. Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik. 2. Etiologi

description

asuhan keperawatan pada anak dengan sepsis dan hiv/aids

Transcript of Keperawatan anak

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN SEPSIS

I. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

a. Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya

terjadi pada bulan pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal

186).

b. Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis

dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah

septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).

c. Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat

bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92).

d. Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah.

(Dorland, 1998 hal 979).

e. Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa sepsis adalah

infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada

bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.

2. Etiologi

a. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap

bakteri mampu menyebabkan sepsis.

b. Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti

dengan Echerichia coli, malaria, sifilis, dan toksoplasma.

Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya

gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan

organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,

parotitis.

c. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.

d. Perawatan antenatal yang tidak memadai.

e. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.

f. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus

dengan tindakan.

g. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.

h. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada

neonatus.

3. Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus

melalui beberapa cara yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman

dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam

tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi

adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus

rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.

Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan

toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan

terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik

mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan

korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh

bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah

terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus

dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada

lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin

dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi

melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes

genitalis, candida albican dan gonorrea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi

sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari

lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir,

selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau

dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat

2

menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat

terjadi melalui luka umbilikus.

4. Patways

infasi bakteri dan kontaminasi sistemik

antenatal intranatal pascanatal factor predisposisi

pelepasan endotoksin oleh bakteri

perubahan fungsi miokardium hipotalamus

gg proses pernapasan perubahan pusat termoregulator regulasi temperature

kekacauan metabolic yg progresifhipertermia

kerusakan dan kematian sel

gg transmisi inpuls penurunan perfusi jaringan hipovolemiapeningkatan suhu tubuh

kejang asidosis metabolic resiko tinggi perubahan perfusi

jaringan

kelemahan neuroligis syok septic insufisiensi disseminated intravaskuler

coagulationimmobilisasi

kematian hipoksemia terganggunya permeabilitas dilakukan tindakan

kapiler prosedur infasif hipoventilasi

gg pola nafas kebocoran cairan ke dlm intersisial resiko infeksi

resiko kekurangan vol cairan

3

5. Manifestasi Klinis

a. Tanda dan Gejala Umum

- Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan

normal.

- Aktivitas lemah atau tidak ada

- Tampak sakit

- Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.

b. Sistem Pernafasan

- Dispenu

- Takipneu

- Apneu

- Tampak tarikan

otot pernafasan

- Merintik

- Mengorok

- Pernapasan cuping

hidung

- Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler

- Hipotensi

- Kulit lembab dan

dingin

- Pucat

- Takikardi

- Bradikardi

- Edema

- Henti jantung

d. Sistem Pencernaan

- Distensi abdomen

- Anoreksia

- Muntah

- Diare

- Menyusu buruk

- Peningkatan residu

lambung setelah

menyusu

- Darah samar pada

feces

- Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat

- Refleks moro

abnormal

- Intabilitas

- Kejang

- Hiporefleksi

- Fontanel anterior

menonjol

- Tremor

- Koma

4

- Pernafasan tidak

teratur

- High-pitched cry

f. Hematologi

- Ikterus

- Petekie

- Purpura

- Prdarahan

- Splenomegali

- Pucat

- Ekimosis

6. Pencegahan dan Pengobatan

a. Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan

kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap

penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai,

penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan

kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang

memadai bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan perawatan ibu selama persalinan dilakukan

secara aseptik dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan

operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin

dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu

dan janin yang baik selama proses persalinan melakukan rujukkan

secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan

selaput lendir.

c. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir mleiputi menerapkan

rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya,

mengupayakan lingkungan dan perlatan tetap bersih, setiap bayi

menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara

steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan

prinsip-prinsip aspetik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan

kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan

sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan

bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar

dan baik semua personel yang menangani atau bertugas di kamar

5

bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi.

Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui

pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah

mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum

dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut

Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pembreian antibiotik hendaknya

memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi,

murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah

otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah

ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin

atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.

Dosis antibiotik untuk sepsus neonatorum.

- Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.

- Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.

- Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.

- Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali

pemberian.

- Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Berikan lingkungan dengan temperatur netral.

- Pertahankan kepatenen jalan napas

- Observasi tanda-tanda syok septik

- Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia

7. Temuan Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium

a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.

b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal

fungsi dapat mendeteksi organisme.

c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan

peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.

d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat

menandakan adanya infalamasi.

6

II. Asuhan Keperawatan Pasien Anak dengan Penyakit Infeksius Sepsis

1. Pengkajian

a. Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data

yang perlu dikaji adalah :

Sosial ekonomi

Riwayat perawatan antenatal

Ada/tidaknya ketuban pecah dini

Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)

Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat

lain

Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia,

gonorea, dll)

Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita

penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia

gravidarum dan amnionitis)

b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :

Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)

Tidak mau minum/reflek menghisap lemah

Regurgitasi

Peka rangsang

Pucat

Hipotoni

Hiporefleksi

Gerakan putar mata

BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis

Sianosis

Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau

diare)

Hipotermi

Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau

Kulit lembab dan dingin

7

Pucat

Pengisian kembali kapiler lambar

Hipotensi

Dehidrasi

Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.

c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :

Bilirubin

Kadar gular darah serum

Protein aktif C

Imunogloblin IgM

Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung,

umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine.

Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan

darah tepi dan jumlah leukosit.

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi

sebelum, selama dan sesudah kelahiran.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum

sedikit atau intoleran terhadap minuman.

c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.

d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan

infeksi pada bayi oleh petugas.

e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan

kecemasan-kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang

serius dari infeksi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran

ifneksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.

Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko

menderita infeksi.

Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.

8

Intervensi :

a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :

Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan,

prematur.

Nilai apgar dibawah normal

Bayi mengalami tindakan operasi

Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli

Streptokokus

Bayi yang megalami prosedur invasif

Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban

pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.

b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil,

apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi

abdomen, letargi atau iritablitas.

c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea,

takipena, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni,

hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.

d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium

e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.

Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya

intercensi keperawatan.

a. Berikan suhu lingkungan yang netral

b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena

sesuai berat badan, usia dan kondisi.

c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan

d. Berikan antibiotik sesuai pesanan

e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan

f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas

indikasi sepsis.

9

Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang

berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.

Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak

tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan.

Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji intoleran terhadap minuman

b. Hitung kebutuhan minum bayi

c. Ukur masukan dan keluaran

d. Timbang berat badan setiap hari

e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat

f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan

g. Ukur berat jenis urine

h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai

kondisi

i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)

Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan

dengan apnea.

Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan

oksigen.

Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping

hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari

10 detik.

b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui

takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.

c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang

rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.

d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik

10

e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati

f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah

sesuai kebutuhan.

g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang

berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.

Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial

Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan :

a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan

keberhasilan kamar bayi.

b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil

kultur dinyatakan negatif.

c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya

menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.

d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat

merawat bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau

gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.

e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air

humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan

rumah sakit.

f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta

peralatannya dengan larutan anti septik tiap minggu atau sesudah

digunakan.

g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta

peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah

digunakan.

h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan

perawatan.

11

i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan

setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi.

j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan

banyak bahan lain yang terkontaminasi diruang perawatan.

k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat

mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang

berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada

bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.

Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan

koping saat krisis.

Kriteria hasil : koping individu adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan

mekanisme koping

b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit

bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang

mungkin terjadi.

c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang

dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.

d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan

untuk merawat bayi.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

12

Konsep Dasar

I. Pengertian

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat

menyebabkan AIDS. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuan

Prancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang

penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan

Lymfadenophaty Associated Virus (LAV) (Tjokronegoro, 2003). HIV

termasuk keluarga retro virus, yaitu virus yang memasukkan materi

genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan infeksi dengan cara

yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu

dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro-virus dan kemudian melakukan

replikasi (Riono, 1999).

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala

penyakit akibatt menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut

HIV. Dalam bahasa Indonesia AIDS disebut sindrom cacat kekebalan tubuh

(Depkes, 1997).

II. Etiologi

Sebagian besar penularan HIV pada anak dan remaja adalah melalui ibu

kepada anaknya selama kehamilan, persalinan, kelahiran dan menyusui.

Namun berkat upaya pencegahan dan pengobatan kejadian penularan dari ibu

kepada anak menurun. Penyebab lain penularan HIV pada anak dan remaja

adalah :

Transfusi darah : transfuse darah menggunakan darah yang terinfeksi atau

penggunaan alat suntik dengan needle yang steril dapat menyebabkan

infeksi HIV dan AIDS pada anak. Di Amerika Serikan dan negara maju

lainnya, masalah tersebut sudah teratasi, tetapi di negara miskin masih

sering terjadi.

Penyalah gunaan obat bius : di Eropa tengah dan timur, penggunaan

narkoba suntik masih menjadi penyebab penyebaran HIV di kalangan

13

muda yang hidup di jalanan. Satu studi di negara Ukraina di daerah

beresiko tinggi termasuk penggunaan jarum suntik bersama lazim

dilakukan oleh remaja berumur 10 tahun.

Penularan secara seksual : meskipun penularan melalui seksual bukan

penyebab utama penyebaran HIV.AIDS di kalangan anak dan remaja,

namun ternyata banyak di negara-negara aktif secara seksual di usia muda.

Anak dan remaja juga dapat terinfeksi melalui kekerasan seksual dan

pemerkosaan.

III. Gejala HIV/AIDS pada anak

Banyak bayi dan anak yang hidup dengan HIV diketahui atau diduga

mendapatkan penularan karena ibunya yang juga tertular. Namun terkadang

penularan tidak diketahui sampai muncul gejala pada sang anak. Gejala

tertular HIV berbeda tergantung usia dan pribadi sang anak. Namun berikut ini

adalah gejala yang sering terjadi :

Berat badan kurang : yang berarti tidak mencapai berat badan normal

diusianya atau tumbuh menurut standar pertumbuhan anak yang digunakan

oleh dokter anak.

Tidak tercapainya pertumbuhan anak : seharusnya anak dapat tumbuh

berdasarkan standar yang telah ditentukan menurut waktunya.

Masalah pada sistem syaraf : ditandai dengan kejang, kesulitan berjalan

dan buruknya prestasi di sekolah.

Terkadang muncul penyakit lain seperti infeksi telinga, pilek, sakit perut

bagian atas dan diare.

Jika infeksi HIV semakin parah anak mulai mengalami infeksi

opportunistik, yaitu infeksi yang sebenarnya biasa saja bagi kebanyakan

orang, namun dapat mematikan bagi orang yang memiliki sistem peratahanan

tubuhnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Infeksi opportunistik yang

biasanya dialami oleh penderita HIV adalah :

Pneumoscystis pneumonia-infeksi jamur pada paru-paru.

14

Infeksi serius akibat cytomegalovirus (CMV).

Sebuah kondisi jaringan paru-paru yang disebut lymphocytic interstitial

pneumonitis (LIP).

Sariawan atau ruam popok parah acibat candida, (infeksi jamur) treatmens for

child HIV/AIDS

IV. Pengobatan utuk anak HIV dan AIDS

Pengobatan pada anak HIV dan AIDS pada dasarnya sama untuk anak dan

dewasa. Suatu kombinasi pengbatan antiviral untuk menjaga virus resisten

terhadap salah satu jenis obat. Namun ada hal yang harus diperhatikan ketika

mengobati anak, beberapa jenis obat HIV tidak tersedia dalam kemasan cair

yang dapat dengan mudah ditelan anak dan bayi.

Meskipun anak atau bayi menunjukkan tanda terinfeksi HIV, dokter mungkin

memilih untuk memulai pengobatan dengan meningkatkan kesehatan tubuh

dan meningkatkan daya tahan tubuh secara jangka panjang. Dokter selalu

memutuskan berdasarkan tes laboratorium untuk konsumsi obat viral (jumlah

virus dan cairan tubuh) dan jumlah sel darah putih yang dinamakan CD4 T sel

yang terkena infeksi HIV.

V. Penanggulangan HIV dan AIDS

Mengetahui bahwa anak anda terinfeksi virus HIV adalah menakutkan. Salah satu

cara untuk mengatasi takut yang tidak diketahui ini adalah dengan belajar

sebanyak mungkin tentang HIV/AIDS. Semakin banyak anda tahu maka

semakin lebih baik anda melindungi si buah hati.

Untuk menghilangkan ketakutan pada anak anda, bahaslah penyakit sesuai dengan

usia perkembangannya. Biarkan anak anda tahu itu adalah penting

mengkonsumsi obat (mungkin selama sisa hidupnya) untuk menjaganya agar

tidak sakit.

Ketika komplikasi berkembang, anda harus tahu bagaimana memperlakukan

mereka dan menjaga mereka tetap nyaman.

15

I. Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human

immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983

sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan

lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus

kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan

keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak

ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu

likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak

ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat

malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi

mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama

kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada

berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria

maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak

terinfeksi.

2. Orang yang ketagian obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

II. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISA

16

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

- Hematokrit.

- LED

- CD4 limfosit

- Rasio CD4/CD limfosit

- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobulin

17

III. Patofisiologi :

Virus HIV Immunocompromise

Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit BMerusak seluler

Flora normal patogen

Organ target

Manifestasi oral Respiratori

Invasi kuman patogen

Manifestasi saraf Gastrointestinal

Lesi mulut

Dermatologi

Nut

risi

inad

ekua

t

Sensori

Penyakit anorektal

HepatitisEnsepalopati akut Gangguan penglihatan

dan pendengaran

Disfungsi biliari

Diare Gatal, sepsis, nyeri

Infeksi

Kompleks demensia

Cai

ran

berk

uran

g

Gan

ggua

n m

obil

isas

i

Akt

ivit

as in

tole

rans

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an

: nye

ri

hipe

rter

mi

Cai

ran

berk

uran

g

Nut

risi

inad

ekua

t

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an

: nye

ri

Gan

ggua

n po

la B

AB

Tid

ak e

fekt

fi b

ersi

han

jala

n na

pas

Tid

ak e

fekt

if p

ol n

apas

Gan

ggua

n bo

dy im

agea

pas

Gan

ggua

n se

nsor

i

HIV- positif ?

Reaksi psikologis

18

IV. Penatalaksanaan

Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian.

1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan

obat-obat.

2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat

malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri,

sulit tidur.

4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,

ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.

5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,

withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses

piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan

delusi.

6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,

ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia,

epsitaksis.

7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,

ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.

8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan

ADL.

9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu

pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,

diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,

13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

19

II. Diagnosa keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan

pola hidup yang beresiko.

2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,

adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,

malnutrisi, kelelahan.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya

absorbsi zat gizi.

5. Diare berhubungan dengan infeksi GI

6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan

yang orang dicintai.

20

III. Perencanaan keperawatan.

Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan

criteria hasil

Intervensi Rasional

Resiko tinggi

infeksi

berhubungan

dengan

imunosupresi,

malnutrisi dan

pola hidup yang

beresiko.

Pasien akan

bebas infeksi

oportunistik dan

komplikasinya

dengan kriteria

tak ada tanda-

tanda infeksi

baru, lab tidak

ada infeksi

oportunis, tanda

vital dalam batas

normal, tidak ada

luka atau

eksudat.

1. Monitor tanda-

tanda infeksi

baru.

2. gunakan teknik

aseptik pada

setiap tindakan

invasif. Cuci

tangan sebelum

meberikan

tindakan.

3. Anjurkan

pasien metoda

mencegah

terpapar

terhadap

lingkungan

yang patogen.

4. Kumpulkan

spesimen untuk

tes lab sesuai

order.

5. Atur

pemberian

antiinfeksi

sesuai order

Untuk pengobatan

dini

Mencegah pasien

terpapar oleh

kuman patogen

yang diperoleh di

rumah sakit.

Mencegah

bertambahnya

infeksi

Meyakinkan

diagnosis akurat

dan pengobatan

Mempertahankan

kadar darah yang

terapeutik

Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan Pasien dan

21

infeksi (kontak

pasien)

berhubungan

dengan infeksi

HIV, adanya

infeksi

nonopportunisitik

yang dapat

ditransmisikan.

ditransmisikan,

tim kesehatan

memperhatikan

universal

precautions

dengan kriteriaa

kontak pasien

dan tim

kesehatan tidak

terpapar HIV,

tidak terinfeksi

patogen lain

seperti TBC.

pasien atau

orang penting

lainnya metode

mencegah

transmisi HIV

dan kuman

patogen

lainnya.

2. Gunakan darah

dan cairan

tubuh

precaution bial

merawat

pasien.

Gunakan

masker bila

perlu.

keluarga mau dan

memerlukan

informasikan ini

Mencegah

transimisi infeksi

HIV ke orang lain

Intolerans

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan,

pertukaran

oksigen,

malnutrisi,

kelelahan.

Pasien

berpartisipasi

dalam kegiatan,

dengan kriteria

bebas dyspnea

dan takikardi

selama aktivitas.

1. Monitor

respon

fisiologis

terhadap

aktivitas

2. Berikan

bantuan

perawatan

yang pasien

sendiri tidak

mampu

3. Jadwalkan

perawatan

Respon bervariasi

dari hari ke hari

Mengurangi

kebutuhan energi

Ekstra istirahat

perlu jika karena

meningkatkan

kebutuhan

metabolik

22

pasien

sehingga tidak

mengganggu

isitirahat.

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan intake

yang kurang,

meningkatnya

kebutuhan

metabolic, dan

menurunnya

absorbsi zat gizi.

Pasien

mempunyai

intake kalori dan

protein yang

adekuat untuk

memenuhi

kebutuhan

metaboliknya

dengan kriteria

mual dan muntah

dikontrol, pasien

makan TKTP,

serum albumin

dan protein

dalam batas n

ormal, BB

mendekati seperti

sebelum sakit.

1. Monitor

kemampuan

mengunyah

dan menelan.

2. Monitor BB,

intake dan

ouput

3. Atur

antiemetik

sesuai order

4. Rencanakan

diet dengan

pasien dan

orang penting

lainnya.

Intake menurun

dihubungkan

dengan nyeri

tenggorokan dan

mulut

Menentukan data

dasar

Mengurangi

muntah

Meyakinkan bahwa

makanan sesuai

dengan keinginan

pasien

Diare

berhubungan

dengan infeksi

GI

Pasien merasa

nyaman dan

mengnontrol

diare, komplikasi

minimal dengan

kriteria perut

lunak, tidak

tegang, feses

1. Kaji

konsistensi

dan frekuensi

feses dan

adanya darah.

2. Auskultasi

bunyi usus

3. Atur agen

Mendeteksi adanya

darah dalam feses

Hipermotiliti

mumnya dengan

diare

Mengurangi

motilitas usus,

23

lunak dan warna

normal, kram

perut hilang,

antimotilitas

dan psilium

(Metamucil)

sesuai order

4. Berikan

ointment A

dan D, vaselin

atau zinc

oside

yang pelan,

emperburuk

perforasi pada

intestinal

Untuk

menghilangkan

distensi

Tidak efektif

koping keluarga

berhubungan

dengan cemas

tentang keadaan

yang orang

dicintai.

Keluarga atau

orang penting

lain

mempertahankan

suport sistem dan

adaptasi terhadap

perubahan akan

kebutuhannya

dengan kriteria

pasien dan

keluarga

berinteraksi

dengan cara yang

konstruktif

1. Kaji koping

keluarga

terhadap sakit

pasein dan

perawatannya

2. Biarkan

keluarga

mengungkapka

na perasaan

secara verbal

3. Ajarkan kepada

keluaraga

tentang

penyakit dan

transmisinya.

Memulai suatu

hubungan dalam

bekerja secara

konstruktif dengan

keluarga.

Mereka tak

menyadari bahwa

mereka berbicara

secara bebas

Menghilangkan

kecemasan tentang

transmisi melalui

kontak sederhana.

24

25

26