kegawatdaruratan tht rian.doc

45
EPISTAKSIS Epistaksis adalah perdarahan yang berasal dari hidung dan dapat timbul spontan tanpadapat ditelusuri sebabnya. Epistaksis bukanlah suatu penyakit melainkan suatu tanda atau gejala. Walau pada umumnya epistaksis dapat diatasi dengan mudah, namun perdarahanhidung merupakan masalah yang sangat lazim, sehingga tiap dokter harus siap menanganikasus demikian. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagianposterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteriathmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatinadan arteri ethmoid posterior. Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui : Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melaluiforamen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dandinding lateral hidung. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalanmelalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septumnasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoidanterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.

Transcript of kegawatdaruratan tht rian.doc

Page 1: kegawatdaruratan tht rian.doc

EPISTAKSIS

Epistaksis adalah perdarahan yang berasal dari hidung dan dapat timbul spontan

tanpadapat ditelusuri sebabnya. Epistaksis bukanlah suatu penyakit melainkan suatu

tanda atau gejala. Walau pada umumnya epistaksis dapat diatasi dengan mudah,

namun perdarahanhidung merupakan masalah yang sangat lazim, sehingga tiap

dokter harus siap menanganikasus demikian.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan

bagianposterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

arteriathmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri

sphenopalatinadan arteri ethmoid posterior.

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis

interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi

melalui :

Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan

melaluiforamen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior

dandinding lateral hidung.

Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang

berjalanmelalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior

septumnasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri

ethmoidanterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.

DEFINISI

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhanbukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang

sangatmenjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor

etiologi harusdicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.

ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

mukosahidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah

Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian

anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya

anastomosis.

Page 2: kegawatdaruratan tht rian.doc

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan

sistemik

Lokal

Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan

sekretdengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan

sebagainya.Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan

dapat juga menyebabkan epistaksis.

Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti

lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten,kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

Hemongioma,karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah

perdarahantelangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's

disease). Pasienini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di

traktusgastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisiperdarahan

hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atauperforasi, akan

terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan

Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jarimenimbulkan

trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosimembrana mukosa

septum dan kemudian perdarahan.

Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan

udaranya sangat kering

Page 3: kegawatdaruratan tht rian.doc

sistemik

Kelainan darah

misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP, diskrasiadarah, obat-obatan

seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pulamempredisposisi

epistaksis berulang.

Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis

kronik,sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.

Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak

baik.

infeksi akut

biasanya pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-

kadangbeberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai

fase menstruasi

Defisiensi Vitamin C dan K

Alkoholisme

Penyakit von Willebrand

LOKASI EPISTAKSIS

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang

sukarditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari

bagian anterior danposterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan

sumberperdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri

ethmoidanterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan

dengantindakan sederhana

Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.

Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga

dapatmenyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien

denganpenyakit kardiovaskular

Page 4: kegawatdaruratan tht rian.doc

GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

belakanghidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

perdarahan atau padabagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh

mengorekhidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat

pengeringan mukosahidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma

terperinci. Riwayat pengobatan ataupenyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari.

Banyak pasien minum aspirin secara teraturuntuk banyak alasan. Aspirin merupakan

penghambat fungsi trombosit dan dapatmenyebabkan pemanjangan atau perdarahan.

Penting mengenal bahwa efek ini berlangsungbeberapa waktu dan bahwa aspirin

ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyakproduk. Alkohol merupakan

senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsipembekuan secara

bermakna.Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,

speculum hidung dan alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa 

\Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

mengobservasiatau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung

dibuka dan dengan alatpengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,

sekret maupun darah yangsudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan

dalam hidung diobservasi untukmencari tempat dan faktor-faktor penyebab

perdarahan. Setelah hidung dibersihkan,dimasukkan kapas yang dibasahi dengan

larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2%atau larutan lidokain 2% yang

ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untukmenghilangkan rasa sakit dan

membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahandapat berhenti untuk

sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidungdikeluarkan dan

dilakukan evaluasi

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

yangbersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

dengan perdarahanhidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan. Pemeriksaan yangdiperlukan berupa

Rinoskopi anterior

Page 5: kegawatdaruratan tht rian.doc

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke

posterior.Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.

Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya

Skrining terhadap koagulopati

1. Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin

parsial,jumlah platelet dan waktu perdarahan.

2. Riwayat penyakit

3. Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan

yangmendasari epistaksis.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Perlu dicari, :

1. riwayat perdarahan sebelumnya

2. Lokasi perdarahan

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari

hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belim lama

Page 6: kegawatdaruratan tht rian.doc

11. Penggunaan obat-obatan

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan

perdarahan,mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada

syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali

bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

1. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikandengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping

hidung ditekan kearah septum selama beberapa menit (metode Trotter).

2. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah

dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat

penghisap untuk membersihkan bekuan darah.

3. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukankaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat

10% atau denganelektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal

terlebih dahulu.

4. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan

pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin

yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol

yang dibuat darikasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm,

diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung.

Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat

dipertahankan selama 1-2 hari

Page 7: kegawatdaruratan tht rian.doc

5. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau

tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan

mempunyai 3buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi

yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).

Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior

sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung

kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon

Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar

melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu

mendorong tamponini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu

denganpemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang

diletakkandi tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai

benang lagipada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh

terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik

tampon keluarmelalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq

harus dirawat.

Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon

diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air

Page 8: kegawatdaruratan tht rian.doc

Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi

ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi

dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.

KOMPLIKASI

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha

penanggulangannya.

Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus

tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara

retrograd melalui duktusnasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon

posterior dapat timbul otitismedia, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan

sudut bibit bila benang yangdikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah

yangturun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan

infark miokarddan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau

transfusi darah

DIAGNOSIS BANDING

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir

keluardari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di

basis craniiyang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba

eustachius.

Page 9: kegawatdaruratan tht rian.doc

PENCEGAHAN

1. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya

epistaksis antara lain,:

2. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat

dibeli,pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat

tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir

gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.

3. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

4. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan

masukkan

5. cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

6. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.

7. Bersin melalui mulut.

8. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

9. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti

aspirin atau ibuprofen.

10. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi

biasa.

11. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

menyebabkan iritas

Page 10: kegawatdaruratan tht rian.doc

ABSES LEHER DALAM

ABSES PERITONSIL (QUINSY)

Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi

pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang

menurun sistem imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang

signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki

dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel

penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang

untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang

berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus

setiap tahun.

Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai

akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,mulut, tenggorok,

sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang manayang terlibat. Gejala

dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.Abses peritonsiler (Quinsy)

merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam

dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses submanidibula dan angina

ludovici (Ludwig Angina).

Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi padabagian

kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah peritonsilar.

Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerahpillar tonsil

anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior.

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri penginfeksi

tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitarfaring menyebabkan

pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsultonsil tetapi tetap dalam

batas otot konstriktor faring.

ETIOLOGI

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atauinfeksi yang

bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanyakuman

penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateraldan lebih

sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda. Proses initerjadi karena

komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjarmukus weber di

Page 11: kegawatdaruratan tht rian.doc

kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat

ditemukan kuman aerob dan anaerob.

Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler

adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob

yang berperan adalahFusobacterium. Prevotella, Porphyromonas,

Fusobacterium,dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler

diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik.

PATOLOGI

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak

diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi

peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank

abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh

karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah

ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Absesperitonsil juga dapat

terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga

permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunakdan

berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula

bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan

iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Absesdapat pecah spontan,

sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

Page 12: kegawatdaruratan tht rian.doc

Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitiskronis atau

berulang (recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran

(presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis)

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyerumenelan) yang

hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga(otalgia), muntah

(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah(hipersalivasi), suara sengau

(rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan

kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher(limitation in

neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy danperadangan otot tengkuk

(cervical muscle inflammation).

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).Tempat

aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrinedan jarum

besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran10cc. Aspirasi

material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, danmaterial dapat dikirim

untuk dibiakkan.

DIAGNOSIS BANDING

Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri karotis

interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan

adenitis tonsil.

Page 13: kegawatdaruratan tht rian.doc

TERAPI

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga

perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik

yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4

x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi

untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan

lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan

geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris

mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatansupratonsillar. Drainase atau

aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segeragejala-gejala pasien.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bilatonsilektomi

dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a”tiede, dan bila

tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada

umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah

drainase abses.

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderitaabses

peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses

peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.Sampai saat ini belum ada

kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis

menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi

perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera.

Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yangdilakukan Ozbek

mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenousdexamethasone pada

antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikanmengurangi waktu opname di

rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan

trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanyadiberi antibiotik parenteral.

Page 14: kegawatdaruratan tht rian.doc

PROGNOSIS

Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.,

maka difunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebutperadangan telah

mereda, biasanya terdapat jeringan fibrosa dan granulasi padasaat operasi.

ABSES PARAFARING

ETIOLOGI

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :1)Langsung,yaitu akibat

tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia.Peradangan terjadi

karena ujung jarum suntik yamg telah terkomtaminasi kuman menembus lapisa otot

tipis (m. Konstriktor faring superior) yangmemisahkan ruang parafaring dari fossa

tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring,

hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber

infeksi untuk terjadinya absesruang parafaring. 3) Penjalaran infeksi dari ruang

peritonsil, retrofaring atausubmandibula.

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar

angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga

menonjol ke arah medial.

Page 15: kegawatdaruratan tht rian.doc

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila

meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan

lunak AP atau CT scan.

KOMPLIKASI

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan

perdangan intrakranial,ke bawah menyusuri selubung karotismencapai mediastinum.

Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh

karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat,

bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbultromboflebitis dan septikemia.

TERAPI

Untuk terapi diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob

dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak adaperbaikan dengan

antibiotika dalam 28-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis melalui insisi dari

luar dan intra oral.

Insisi dari luar dilakukan dua setengah jari di bawah dan sejajar mandibula. Secara

tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.pterigoidinterna mencapai ruang

parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bilananah terdapat di selubung karotis,

insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahaninsisi horozontal ke bawah di depan

m.sternokleidomastoideus (cara Mosher).

Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri

eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faringsuperior ke dalam ruang

parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan

terhadap insisi eksternal.

ABSES RETROFARING

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada

daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi padaleher bagian dalam

( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada

ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dansinus

paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Penyakit inibiasanya

Page 16: kegawatdaruratan tht rian.doc

ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadikarena pada usia

tersebut ruang retrofaring masih berisi kelnjar limfe, masing-masing 2-5 buah pada

sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfedari hidung, sinus paranasal,

nasofaring, tuba Eustachius dan telinga tengah.Pada usia diatas 6 tahun kelenjar

eakan mengalami atrofi.

Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Halini disebabkan

penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafasatas. Pemeriksaan

mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kumansangat membantu dalam

pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian,angka mortalitas dari komplikasi

yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan

penanganan yang cepat dan tepat sangatdibutuhkan. Penatalaksanaan abses

retrofaring dilakukan secaramedikamentosa dan operatif . Insisi abses retrofaring

dapat dilakukan secaraintra oral atau pendekatan eksternal bergantung dari luasnya

abses. Padaumumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik

apabiladidiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga

komplikasi tidak terjadi.

ETIOLOGI

Keadaan yang dapatmenyebabkan terjadinya abses retrofaring ialah : (1)infeksi

saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring. (2)Trauma dinding

belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakanmedis, seperti

adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi. (3)tuberkulosis vertebra servikalis

bagian atas (abses dingin).

Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah

1.Kuman aerob : Streptococcus beta –hemolyticus group A (paling sering),

Streptococcus

pneumoniae, Streptococcus non–hemolyticus, Staphylococcus aureu , Haemophilus

sp

2.Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria

Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara

bersamaan

KLASIFIKASI

Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :

1. Akut.

Page 17: kegawatdaruratan tht rian.doc

Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 – 5 tahun. Keadaan ini terjadi

akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid, nasofaring, rongga

hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas kekelenjar limfe retrofaring

(limfadenitis) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut. Sedangkan pada

orang dewasa terjadi akibat infeksilangsung oleh karena trauma akibat penggunaan

instrumen (intubasiendotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi) atau benda asing.

2. Kronis.

Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan ini

terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus secara

langsung menyebar melalui ligamentum longitudinalanterior. Selain itu abses dapat

terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari

kelenjar limfe servikal.

GEJALA DAN TANDA

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.

Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :

1. demam

2. sukar dan nyeri menelan

3. suara sengau

4. dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu sisi.

pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan

pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).

5. Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa

dijumpai adanya : kekakuan otot leher ( neck stiffness ) disertai nyeri pada

pergerakan obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea.

Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila

dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda

asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopiatau adanya riwayat

batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :

1. demam

2. sukar dan nyeri menelan

3. rasa sakit di leher ( neck pain )

4. keterbatasan gerak leher

5. dispnea

Page 18: kegawatdaruratan tht rian.doc

6. Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai

terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagianatas

atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang fotorontgen

jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaranruang

retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaranretrotrakeal lebih

dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orangdewasa. Selain itu juga dapat

terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal.

DIAGNOSIS BANDING

1. Adenoiditis

2. Tumor

3. Abses peritonsil

4. Abses parafaring

TERAPI

Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

1. posisi pasiens upine dengan leher ekstensi

2. pemberian O2 dan intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung /

intubasi fiber optik

3. trakeostomi / krikotirotomi

Medikamentosa

Antibiotik ( parenteral )

Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnyatanpa

menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harusmencakup terhadap

kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gramnegatif. Dahulu diberikan

kombinasi Penisilin G dan Metronidazolesebagai terapi utama, tetapi sejak

dijumpainya peningkatan kuman yangmenghasilkan B – laktamase kombinasi obat ini

sudah banyakditinggalkan. Pilihan utama adalahclindamycin yang dapat

diberikantersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi

kedua(seperticefur oxim e) atau beta – lactamase – resistant penicillin seperti

ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin /

Page 19: kegawatdaruratan tht rian.doc

sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih

kurang 10 hari.

Simtomatis

Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan

elektrolit.

Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

Operatif

Aspirasi pus ( needle aspiration )

Insisi dan drainase :

Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil danterlokalisir. Pasien

diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimanaleher dalam keadaan hiperekstensi

dan kepala lebih rendah dari bahu.Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling

berfluktuasi danselanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat

penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Laluinsisi diperlebar dengan forsep atau

klem arteri untuk memudahkanevakuasi pus.

Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterioratau posterior : untuk

abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.Pendekatan anterior dilakukan

dengan membuat insisi secara horizontalmengikuti garis kulit setingkat krikoid atau

pertengahan antara tulanghioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk

memperluaspandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan

insisipada batas anterior m. sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem

erteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotisdisisihkan ke arah

lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpulabses dibuka dan pus

dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluasdan selanjutnya dipasang drain

( Penrose drain ). Pendekatan posteriordibuat dengan melakukan insisi pada batas

posterior m.sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan

dariabses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses

dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakangselubung karotis.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah (1) penjalaran ke ruang parafaring,ruang

vaskuler visera, (2) mediastinitis, (3) obstruksi jalan napas sampaiasfiksia, (4) bila

pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi danabses paru.

Page 20: kegawatdaruratan tht rian.doc

ABSES SUBMANDIBULA

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang

sublingual dipisahkan dari rung submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila

selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot

digastrikus anterior.

Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula

danmembagi ruang submandibulla atas ruang submental dan ruang submaksila

saja.Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu

komponennyasebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

ETIOLOGI

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelanjar limfe submandibula.

Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Kuman penyebab

biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

GEJALA DAN TANDA

Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau

di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.

Trismus sering ditemukan

TERAPI

Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan

secara parenteral.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkaldan

terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.Insisi

dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,tergantung letak

dan luas abses.

Paien dirawat inap 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.

Page 21: kegawatdaruratan tht rian.doc

ANGINA LUDOVICI

Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas

berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses,

sehingga keras pada perabaan submandibula.

ETIOLOGI

Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan

anaerob.

GEJALA DAN TANDA

Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibula

yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat

mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas, karena

sumbatan jalan napas

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala

dan tanda klinik. Pada “Pseudo Angina Ludovici” dapat terjadi fluktuasi.

TERAPI

Sebagai terapi dapat diberikan antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob,

dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasiyang dilakukan untuk

tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) danevakuasi pus (pada angina Ludovici

jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis.Insisi dilakukan di garis tengah secara

horizontal setinggi os hioid (3-4 jari dibawah mandibula). Perlu dilakukan

Page 22: kegawatdaruratan tht rian.doc

pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi)untuk mencegah kekambuhan.Pasien

dirawat inap sampai infeksi reda.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadiialah :(1) sumbatan jalan napas, (2) penjalaran

abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, dan (3) sepsis

Page 23: kegawatdaruratan tht rian.doc

SUMBATAN LARING

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan

dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi .sumbatan laring dapat disebebkan oleh radabg akut, dan radang kronis,

benda asing, trauma, tumor laring, kelumpuhan nervus rekuren bilateral

Gejala dan tanda sumbatan laring

1. Suara serak sampai afoni

2. Sesak napas

3. Stridor yang terdengar waktu inspirasi

4. Gelisah karena pasien haus udara

5. Pucat dan sianosis

6. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula dan interkostal

Jackson membagi sumbatan laring dalam 4 stadium

1. Stadium 1, cekungan tampak pada suprasternal pada saat inspirasi, stridor

pada saat inspirasi dan pasien masih tenang

2. Stadium 2, cekungan pada inspirasi makin dalam, muncul cekungan didaerah

epigastrium, pasien sudah mulai gelisah dan stridor terdengar saat inspirasi

3. Stadium 3, terdapat tambahan cekungan di sela-sela iga dan di infraklavikula,

pasien sangat gelisah dan dispnea, stridor terdengar saat inspirasi dan

ekspirasi

4. Stadium 4, cekungan bertambah menjadi sangat jelas, pasien sangat gelisah,

tampak ketakutan dan sianosis. Pasien bisa mengalami asfiksia

Penanggulangan sumbatan laring

Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan agar jalan napas

lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian natiinflamasi, antialergi dan

antibiotika serta oksigen diberikan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan

Page 24: kegawatdaruratan tht rian.doc

oleh peradangan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah intubasi endotrakea,

krikotirotomi dan trakeostomi

Trakeostomi merupakan membuat lubang pada dinding depan trakea untuk bernapas.

Menurut letak stoma, tarkeostomi dibedakan menjadi letak tinggi dan letak rendah

yang mana didasarkan atas cincin trakea ketiga

Indikasi trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi saluran napas

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus

4. Untuk memasang respirator

5. Untuk mengambil benda asing

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat

napas dengan cara mebelah membran krikotiroid, tindakan ini harus dikerjakan cepat

walau persiapannya darurat

Page 25: kegawatdaruratan tht rian.doc

BENDA ASING DALAM SALURAN NAPAS

Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari

dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas

antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat

tinggal), kegagalan mekanisme proteksi yang normal, faktor fisik,proses menelan

yang belum sempurna pada anak, dan faktor medikal.

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis benda asing di saluran napas ditegakkan berdasarkan anamnesis

adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa tercekik, gejala dan tanda

pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai

pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing dalam saluran napas ditegakan

setelah dilakukan tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi

GEJALA DAN TANDA

Gejala sumabtan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda

asing, derajat sum batan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing.

Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut dui hidung, nasofaring,

laring trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat terhenti di

orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus, dan dapat juga

tersedak dan masuk ke laring

Aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 stadium

Stadium 1

merupakan gejala permulaan berupa batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa

tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, bicara gagap, dan obstruksi jalan napas segera.

Stadium 2

Interval asimtomatik karena refleks-refleks melemah dan gejala rangsangan akut

menghilang. Berbahaya karena sering menyebabkan diagnosis aspirasi diabaikan atau

terlambat.

Page 26: kegawatdaruratan tht rian.doc

Stadium 3

Telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi, atau infeksi, sehingga timbul

batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru.

Benda asing di laring dapat menimbulkan kegawatan bila menyumbat total, sehingga

bisa terjadi kematian mendadak akibat asfiksia karena spasme laring, dengan gejala

disfonia sampai afonia, apnea, dan sianosis. Sumbatan tidak total dapat menimbulkan

suara parau, disfonia sampai afonia, batuk dengan sesak, odinofagia, mengi, sianosis,

hemoptisis, dispnea dengan derajat bervariasi, dan rasa subyektif dari benda asing.

Pasien gelisah dan memegang lehernya (V sign). Pada sumbatan parsial laring yang

lama akan timbul gejala tambahan berupa stridor, selain batuk tiba-tiba, serak, dan

sesak napas. 

Benda asing di trakea memberikan gejala batuk tiba-tiba yang berulang-ulang dengan

rasa tercekik, serak, dispnea, sianosis, rasa tersumbat di tenggorok, gejala

patognomonik yaitu audible snap, palpatory thud, dan asthmatoid wheeze. Jika

tersangkut di karina, dapat terjadi atelektasis di satu sisi paru dan emfisema di sisi

yang lain.

Pasien dengan benda asing di bronkus umumnya datang pada fase asimtomatik.

Kemudian benda asing bergerak ke perifer, sehingga udara yang masuk terganggu

dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang dengan mengi. Dapat timbul

emfisema, atelektasis, drowned lung, dan abses paru. Gejala fisik dapat bervariasi

karena perubahan posisi benda asing. Keluhan batuk kronik dan sesak napas

menyerupai gejala pasien asma atau bronkopneumonia.

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut di tonsil, dasar lidah,

valekula, sinus piriformis menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan. Benda asing

di sinus piriformis menunjukkan tanda Jackson, yaitu akumulasi ludah di sinus

piriformis tempat benda asing tersangkut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan foto leher dalam posisi tegak untuk menilai jaringan lunak leher serta

toraks postero anterior dan lateral. Benda yang bersifat radioopak difoto segera

setelah kejadian, sedangkan benda yang radiolusen dibuatkan setelah 24 jam

kejadian, biasanya baru tampak tanda atelektasis atau emfisema. Endoskopi dilakukan

Page 27: kegawatdaruratan tht rian.doc

atas indikasi diagnostik dan terapi. Bronkogram dipakai untuk benda asing radiolusen

di perifer pada pandangan endoskopi serta menilai bronkiektasis. Pemeriksaan

laboratorium darah berguna untuk mengetahui gangguan keseimbangan asam basa

dan tanda infeksi traktus trakeobronkial. Cara terbaik untuk melihat saluran napas

secara keseluruhan adalah video fluoroskopi. Gambaran emfisema obstruktif tampak

sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat saat ekspirasi dan pelebaran

interkostal.

KOMPLIKASI

Bila lama berada di bronkus, dapat timbul penyakit paru kronik supuratif,

bronkiektasis,abses paru, dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing.

Sumbatan total laring yang berlangsung lebih dari 5 menit pada dewasa atau 8 menit

akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan henti jantung.

PENATALAKSANAAN

Yang terbaik adalah pengangkatan segera dengan endoskopi dalam kondisi paling

aman dan trauma yang minimum. Pasien dengan benda asing di laring harus ditolong

segera karena dapat terjadi asfiksia segera. Pada anak dengan sumbatan total laring,

anak dipegang dengan posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah

punggung/tengkuk dipukul, sehingga benda asing dapat dibatukkan ke luar. Cara lain

dengan perasat Heimlich. Bila sumbatan tidak total, perasat ini tidak dapat digunakan.

Pasien dirujuk ke rumah sakit untuk ditolong mengeluarkan dengan cunam dan

laringoskop atau bronkoskop. Bila perlu dilakukan trakeostomi dulu.

Pasien dengan benda asing di trakea harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas

bronskoskopi. Benda dikeluarkan dengan bronkoskopi secara segera pada pasien tidur

telentang dalam posisi Trendelenburg, supaya tidak lebih turun ke bronkus. Benda

asing dipegang dengan cunam yang sesuai dan dikeluarkan melalui laring, diusahakan

sumbu panjang benda asing segaris trakea agar mudah. Bila bronkoskopi tidak ada,

dilakukan trakeostomi dan benda asing dikeluarkan memakai cunam/alat penghisap

melalui stoma tersebut. Bila tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas

endoskopi.

Benda asing di bronkus dikeluarkan dengan bronkoskop kaku atau serat optik dan

cunam yang sesuai. Tindakan ini harus segera dilakukan, apalagi bila benda asing

bersifat organik. Bila tidak dapat dikeluarkan, misalnya tajam, tidak rata, dan

tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau torakotomi. Antibiotik

Page 28: kegawatdaruratan tht rian.doc

dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah endoskopi. Dilakukan fisioterapi dada

pada kasus pneumonia, bronkitis purulenta, dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24

jam setelah tindakan bila paru bersih dan tidak demam. Pasca bronkoskopi dibuat foto

toraks hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang. Pada keadaan tersebut perlu

diselidiki lebih lanjut dan diobati secara tepat dan adekuat.

Benda asing di dasar lidah dilihat dengan kaca tenggorok yang besar. Pasien diminta

menarik lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorok dengan tangan

kiri, cunam dengan tangan kanan untuk mengambil benda tersebut. Bila perlu, dapat

disemprotkan silokain atau pantokain. Untuk mengeluarkan benda asing di valekula

dan sinus piriformis dilakukan laringoskopi langsung.

Page 29: kegawatdaruratan tht rian.doc

TRAUMA LARING

ETIOLOGI

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi

atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan endoskopi, intubasi

endotrakea atau pemasangan pipa nasogaster).

2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan panas) dan kimia (cairan

alkohol, amoniak, natrium hipoklorit dan lisol) yang terhirup.

3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.

4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vocal abuse) misalnya

akibat menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.

GEJALA KLINIK

Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam pertama.

Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul

mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan nafas. Suara

serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita suara akibat

trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara.

Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau frakt

ur tulang-tulang laring hingga mengakibatkan udara pernafasan akan keluar dan

masuk ke jaringan subkutis di leher. Emfisema leher dapat meluas sampai ke daerah

muka, dada, dan abdomen, dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi kulit.

Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan nafas dan bila jumlahnya banyak

dapat menyumbat jalan nafas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka

sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (kesulitan menelan) juga dapat

timbul akibat trauma laring.

DIAGNOSIS

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi laring, misalnya

oleh pisau, clurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka terbuka pada laring

meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena terjadinya asfiksia. Diagnosis

luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara

pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea.(2)

Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih sulit.

Page 30: kegawatdaruratan tht rian.doc

Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu segera

dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan observasi saja.

Kebanyakan pasien trauma laring juga mengalami trauma pada kepala dan dada,

sehingga pasien biasanya dirawat di ruang perawatan intensif dalam keadaan tidak

sadar dan sesak nafas.(2)

Gejalanya tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringan gejalanya

dapat berupa nyeri pada waktu menelan, batuk, atau bicara. Di samping itu mungkin

terdapat suara parau, tetapi belum terdapat sesak nafas. Pada trauma berat dapat

terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring, sehingga

menyebabkan gejala sumbatan jalan nafas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia,

hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang ditemukan di

daerah muka, dada, leher, dan mediastinum.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan luka terbagi atas luka terbuka dan luka tertutup.

Luka terbuka

Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran

nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan segera yang harus dilakukan

adalah trakeotomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon, sehingga

tidak terjadi aspirasi darah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi untuk

mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta menjahit mukosa dan tulang

rawan yang robek. Untuk mencegah infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika

dan serum anti-tetanus.

Luka tertutup (closed injury)

Tindakan trakeostomi untuk mengatasi sumbatan jalan nafas tanpa memikirkan

penatalaksanaan selanjutnya akan menimbulkan masalah di kemudian hari, yaitu

kesukaran dekanulasi. Olson berpendapat bahwa eksplorasi harus dilakukan dalam

waktu paling lama 1 minggu setelah trauma. Eksplorasi yang dilakukan setelah lewat

seminggu akan memberikan hasil yang kurang baik dan menimbulkan komplikasi di

kemudian hari.

Keputusan untuk menentukan sikap, apakah akan melakukan eksplorasi atau

konservatif, tergantung pada hasil pemeriksaan laringoskopi langsung atau tidak

langsung, foto jaringan lunak leher, foto toraks, dan CT scan. Pada umumnya

pengobatan konservatif dengan istirahat suara, humidifikasi dan pemberian

Page 31: kegawatdaruratan tht rian.doc

kortikosteroid diberikan pada keadaan mukosa laring yang edem, hematoma, atau

laserasi ringan, tanpa adanya gejala sumbatan laring.

Indikasi untuk melakukan eksplorasi adalah:

1. Sumbatan jalan nafas yang memerlukan trakeostomi.

2. Emfisema subkutis yang progresif.

3. Laserasi mukosa yang luas.

4. Tulang rawan krikoid yang terbuka.

5. Paralisis bilateral pita suara.

Eksplorasi laring dapat dicapai dengan membuat insisi kulit horizontal. Tujuannya

ialah untuk melakukan reposisi pada tulang rawan atau sendi yang mengalami fraktur

atau dislokasi, menjahit mukosa yang robek dan menutup tulang rawan yang terbuka

dengan gelambir (flap) atau tandur alih (graft) kulit. Untuk menyanggah lumen laring

dapat digunakan stent atau mold dari silastik, porteks atau silicon, yang dipertahankan

selama 4 atau 6 minggu.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada luka terbuka adalah aspirasi darah, paralisis pita

suara, dan stenosis laring.