ASKEP KEGAWATDARURATAN
-
Upload
novita-fajriyah -
Category
Documents
-
view
68 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of ASKEP KEGAWATDARURATAN

Asuhan Keperawatan Pada Luka Bakar
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif
diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain,
sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.
1. Aktivitas istirahat
Tanda :
a. Penurunan kekuatan, tahann
b. Keterbatasan rentang gerak
c. Gangguan massa otot, perubahan
2. Sirkulasi
Tanda : (dengan cedar luka bakar dari 20% APTT)
a. Hipotensi (syok)
b. Penurunan nadi perifer distal pada yang cedera; vasokonstriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik)
c. Takikardia (syok/ ansietas/ nyeri)
d. Disritmia (syok listrik)
e. Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar)
3. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
4. Makanan/ cairan
Tanda :
a. Edema jaringan umum
b. Anoreksia, mual/ muntah
5. Eliminasi
Tanda :

a. Haluran urine menurun/ tak ada selam fase darurat. Warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam.
b. Dieresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalm
sirkulasi)
c. Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stress penurunan motilitas/ peristaltik
6. Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda :
a. Perubahan orientasi, afek, perilaku.
b. Penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas
c. Aktivitas kejang (syok listrik)
d. Laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik)
e. Rupture membrane timpanik (syok listrik)
f. Paralisi (cedera listrik pada aliran saraf)
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertaama secara
ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan perubahan suhu;
luka bakar ketebakan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respons
pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf;
luka bakar derajat tiga tidak nyeri
8. Pernapasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, trerpajan lama (kemungkinan cedera)
Tanda :
a. Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedar
inhalasi)
b. Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidak mampuan
menelan sekresi oral, dan sianosi, indikasi cedar inhalasi

c. Pengembangn toraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada.
d. Jaln napas atas stridor/ mengi (obstruksi sehubungan denagan
laringospasme, edema laryngeal)
e. Bunyi napas : gemericik edema paru, stridor (edema meningkat, secret
jalan napas dalm (ronki)
9. Keamanan
Tanda :
a. Kulit : umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-
5 hari sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
b. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/ lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/ status syok
c. Cedera Api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilakan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering, merah; lepuh pada faring
posterior; edema lingkar mulut dan/ atau lingkar nasal
d. Cedera kima: tampak lika bervariasi sesuai agen pentebab.
Kulit mungkin ncoklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak
halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara
umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dann kerusakan
jarinngan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera
e. Cedera listrik: cedera kutaneus ekstrenal biasanya lebih sedikit dari
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapt meliputi luka aliran
masuk keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup, dan luka bakar teramal sehubunga dengan pakaian
terbakar.
f. Adanya fraktur/ dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor; kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik)

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan
oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
2. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
3. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah
arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan
PaCO2.
4. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat
meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
5. Serum elektrolit :
a. Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal;
hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin
mengalami penurunan.
b. Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air
dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
6. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
7. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.
8. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
9. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi
renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.

10. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna
urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
11. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
12. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat
ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas
bagian atas
13. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar
karena elektrik.
14. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan
penyembuhan luka bakar.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar
paru akibat injuri inhalasi
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an
respon imune, adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan
intravenous cateter), dan prosedur invasif (pengambilan sampel darah baik
arteri maupun vena dan bronchoscopy) .
5. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan
kecemasan.
6. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan
kontraktur luka.
D. Interverensi
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
a. Tujuan dan Kriteria hasil :

Klien akan memperlihatkan perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai
oleh:
1) Tidak kehausan
2) Mukosa mulut/bibir lembab
3) Output urine : 30-50 cc/jam
4) Sensori baik
b. Interverensi
1) Kaji terjadinya hipovolemia tiap 1 jam selama 36 jam
2) Ukur/timbang berat badan setiap hari.
3) Monitor dan doku-mentasikan intake dan output setiap jam
4) Berikan replacement cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai
program.
5) Monitor serum elektrolit dan hematokrit.
c. Rasional
1) Perpindahan cairan dapat menyebabkan hipovolemia
2) Berat badan merupakan indek yg akurat keseimbangan cairan.
3) Output urine merupakan pengukuran yg efektif terhadap keberhasilan
resusitasi cairan.
4) Cairan intravena dipergunakan un tuk memperbaiki volume cairan.
5) Hiperkalemia dan peningkatan hematokrit merupakan hal yang sering
terjadi.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar
paru akibat injuri inhalasi
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Bersihan jalan nafas klien akan efektif, yang ditandai oleh:
1) Suara nafas bersih
2) Sekresi pulmoner bersih sampai putih
3) Monbilisasi sekreai pulmoner efektif
4) Respirasi tanpa upaya
5) Respirasi rate:16-24 kali/mnt

6) Tidak ada ronchi, whezing, stridor
7) Tidak ada dispnea
8) Tidak ada sianosis.
b. Interverensi
1) Ajarkan klien untuk batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24
jam, kemudian se-tiap 2-4 jam, saat terjaga.
2) Letakan peralatan suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan
sendiri oleh klien.
3) Lakukan endotracheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-
mentasikan karak-teristik sputumnya.
c. Rasional
1) Mempermudah dalam membersihkan saluran nafas bagian atas.
2) Mendorong klien untuk membersihkan sendiri sekresi oral dan sputum.
3) Menghilangkan sekresi dari saluran nafas bagian atas. Warna, konsistensi,
bau dan banyaknya dapat mengindikasikan adanya infeksi.
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar.
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Perfusi perifer klien akan menjadi adekuat, yang ditandai oleh:
1) Denyut nadai dapat diraba melalui palpasi/Dopler
2) Capilari refill pada kulit yang tidak terbakar
3) Tidak ada kebal
4) Tidak terjadi peningkatan rasa nyeri pada waktu melakukan latihan ROM
b. Interverensi
1) Lepaskan semua perhiasan & pakaian yg kencang/ sempit
2) Batasi penggunaan cuff tekanan darah yang dapat menyebabkan
konstriksi pada ekstremitas.
3) Monitor denyut arteri melalui palpasi atau dengan Dopler setiap jam
selama 27 jam.
4) Kaji Capilary refill pada kulit yang tak terbakar pada bagian ekstremitas
yang terkena.

c. Rasional
1) Dapat membahayakan sirkulasi sebagai akibat terjadinya edema.
2) Dapat menurunkan aliran arteri dan venous return.
3) Menurunkan/ menghilangkan hipoksemia
4) Capilary refil menjadi memanjang & gangguan sirkulasi.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an
respon imune, adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan
intravenous cateter), dan prosedur invasif (pengambilan sampel darah baik
arteri maupun vena dan bronchoscopy) .
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Klien tak akan mengalami invasi mikroba pada luka, yg ditandai oleh :
1) Hasil kultur luka
2) Suhu : 36-37°C.
3) Tidak ada pembengkakan, kemerahan, atau sekret purulen pada tempat-
tempatm penusukan (kateter, vena)
4) Kultur darah, urine dan sputum negatif.
b. Interverensi
1) Berikan propilaksis tetanus jika perlu.
2) Pertahankan tehnik untuk mengontrol infeksi
3) Instruksikan keluarga atau lainya tentang tindakan-tindakan mengontrol
infeksi.
4) Lakukan cuci tangan dengan baik
5) Kaji tanda-tanda klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau,
penyembuhan yang lama; nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual;
perubahan tanda-tanda vital; hiperglikemia dan glikosuria; paralitic ileus,
bingung, gelisah, halusinasi.
6) Sebelum diberikan obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih
dahulu.
7) Buang jaringan yg telah mati.
8) Potong rambut badan di sekitar tepian luka (kecuali bulu dan alis mata)

c. Rasional
1) Lingkungan eschar yang anaerobic memungkinkan pertumbuhan
organisme penyebab tetanus.
2) Mencegah kontaminasi silang
3) Meningkatkan kesadaran/kepatuhan.
4) Menurunkan insiden kontaminasi silang
5) Luka terbuka dan klien imunokompromi sehingga infeksi luka baik lokal
maupun sistemik adalah suatu resiko.
6) Untuk membuang kotoran.
7) Jaringan tersebut medium yg baik bagi pertumbuhan bakteri
8) Rambut dapat terkontaminasi & menganggu menempelnya krim.
5. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan
kecemasan.
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Klien akan lebih nyaman ditandai oleh:
1) Menyatakan rasa nyeri/tak nyaman berkurang.
2) Klien dapat menge-nali faktor-faktor yg mempengaruhi nyeri
b. Interverensi
1) Kaji respon klien terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
2) Berikan obat penghilang nyeri:
a) 45 menit sebe-lumnya jika me-lalui mulut.
b) 30 menit sebelumnya jika melalui intra muskular
c) 5-10 menit sebelumnya jika melalui intravena
3) Jangan diberikan melalui intramuskular pada klien dengan luka bakar
berat fase emergent
4) Ajarkan tehnik re-laksasi , terapi mu-sik, guided imagery, distraksi dan
hypnosis
5) Jelaskan semua prosedur pada klien & sediakan waktu utk persiapan.
6) Bicaralah dengan klien ketika melakukan perawatan dan melakukan
prosedur.

7) Kaji kemungkinan kebutuhan untuk pemberian anxiolitik
8) Catat respon klien terhadap medikasi dan pengobatan nonfarmakologi
c. Rasional
1) Sebagai data dasar
2) Waktu yang adekuat bagi onset analgetik.
3) Injeksi IM tidak dianjurkan karena keterbatasan sirkulasi mengganggu
absorpsi
5) Merupakan analgetik nonfarmakologik
6) Untuk menurunkan kecemasan
7) Meningkatkan rasa percaya klien
8) Kecemasan menurunkan ambang nyeri.
9) Menilai efektivitas intervensi.
6. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan
kontraktur luka.
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Klien akan mengalami peningkatan mobilits fisik ditandai dengan kembali
secara maksimal melakukan aktivitas sehari-hari dengan kecacatan dan
gangguan figur yang minimal.
b. Intervensi
1) Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka yg mungkin mengalami
kontraktur setiap hari atau jika diperlukan.
2) Pertahankan area luka dalam posisi fungsi fisiologis.
3) Jelaskan alasan perlunya aktivitas dan pengaturan posisi klien dan
keluarga.
c. Rasional
1) Sebagai data dasar
2) Mencegah/menurunkan terjadinya kontraktur.
3) Meningkatkan kepatuhan.


Asuhan Keperawatan Pasien dengan Trakeostomi
A. Pengkajian
1. Anamnnesa
a. Data Demografi : Identitas pada klien yang harus diketahui
diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
b. Data Subyektif : sesak napas, nyeri
c. Data obyektif : RR meningkat, Saturasi O2 menurun
d. Pemeriksaan Fisik: B1 : Ronchi, RR meningkat, Saturasi O2 menurun
e. Pengkajian Psikososial: Ansietas terjadi pada pasien dengan
trakeostomi.
2. Pengkajian Teoritis Lengkap
a. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya yang
meliputi : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah batuk berdahak, nyeri dada, sesak napas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita obstruksi jalan napas menampakkan gejala nyeri dada,
batuk berdahak , dan disertai sesak napas dan adanya edema pada
laring.
d. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah
sakit, kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya
seperti: adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.

e. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit obstruksi jalan napas pada anggota
keluarga yang lain seperti: penyakit Asma.
f. Data Dasar Pengkajian Pasien
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, keletihan, napas pendek.
Tanda : Frekuensi pernapasan meningkat, perubahan irama
pernapasan, takipnea.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya hipertensi.
Tanda : Kenaikan tekanan darah meningkat, penampilan
kemerahan, atau pucat.
3) Integritas ego
a) Gejala : Perasaan takut aka kehilangan suara, mati,
terjadinya / berulangnya kanker.
b) Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan
keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.
Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak,
menyangkal.
4) Eliminasi
Gejala : gangguan saat ini atau yang lalu / obstruksi riwayat
penyakit paru
5) Makanan/cairan
Gejala : Kesulitan menelan.
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, bengkak,
luka (malnutrisi)
6) Neurosensori
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda, ketulian.
Tanda : Parau menetap atau kehilangan suara, kesulitan
menelan, ketulian konduksi, kerusakan membrane mukosa.

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk) .
Tanda : Melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
8) Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat merokok/mengunyah tembakau,
bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik/serbuk, logam
berat, riwayat penggunaan berlebihan suara, riwayat penyakit
paru kronis, batuk dengan/tanpa sputum, drainase darah pada
nasal.
Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, dispnea.
9) Keamanan
Gejala : Terpajan sinar matahari berlebihan selama periode
bertahun-tahun atau radiasi.
10) Perubahan penglihatan/pendengaran.
Tanda : Massa/pembesaran nodul.
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :Penggunaan alcohol berulang/riwayat penyalahgunaan
alkohol.
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :7,4 hari.
3. Rencana pemulangan : Bantuan dengan perawatan luka, pengobatan,
pengiriman :transpormasi, belanja, penyiapan makanan, perawatan diri,
perawatan / pemeliharaan rumah.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk
meneruskan. dapat dihubungkan dengan depresi pusat pernafasan,
paralisis otot pernafasan. Intevensi :
1) Selidiki etiologi gagal pernafasan
R/ penting untuk perawatan, contoh keputusan tentang kemampuan
pasien yang akan datang dan dukungan tepat ventilator

2) Observasi pola nafas. Catat frekuensi , jarak antara pernafasan
spontan dan nafas ventilator.
R/ pasien dengan ventilator dapat mengalami hiperventilasi/
hipoventilasi
3) Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pada kursi ortopedik
bila memungkinkan
R/ peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur sementara
masih pada ventilator secara fisik dan psikologik menguntungkan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif. Dapat dihubungkan dengan Benda
asing (jalan nafas buatan) pada trachea, ketidakmampuan batuk efektif..
Intervensi :
1) Kaji kepatenan jalan nafas
R/ obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret, perlengketan
mukosa, perdarahan, spasme bronkus dan atau masalah dengan
posisi trakeostomi/selang endotrakeal.
2) Evaluasi gerakan dada dan asukultasi bunyi nafas bilateral
R/ gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area paru
menunjukkan letak selang tepat/tak menutup jalan nafas.
3) Anjurkan pasien untuk melakukan teknik batuk selama penghisapan
contoh menekan, nafas pada waktunya dan batuk segi empat sesuai
indikasi.
R/ meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan secret.
4) Ubah posisi/berikan cairan dalam kemampuan individu
R/ meningkatkan drainage sekret dan ventilasi pada semua segmen
paru, menurunkan resiko atelektasis.
5) Dorong/berikan cairan dalam kemampuan pasien
R/ membantu mengencerkan secret, meningkatkan pengeluaran.
6) Berikan fisioterapi dada sesuai indikasi, misal postural drainage,
perkusi

R/ meningkatkan ventilasi pada semua degmen paru dan alat
drainage secret.
7) Berikan bronkodilator IV dan aerosol sesuai indikasi, misal
aminophilin, idiotharine hidroklorida
R/ meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan relaksasi
otot halus/spasme bronkus.
8) Bantu bronkoskopi serat optic bila diindikasikan.
R/ dapat dilakukan untuk membuang secret/perlengketan mukosa.
3. Komunikasi verbal, kerusakan. Dapat dihubungkan dengan :Hambatan
fisik, contoh selang trakeostomi, paralisis neuromuscular. Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi dengan pilihan arti
R/ alasan untuk dukungan ventilator jangkan panjang bermacam-
macam ; pasien dapat sadar dan beradaptasi pada penulisan. Metode
komunikasi dengan pasien sangat individual.
2) Dorong keluarga terdekat bicara dengan pasien, berikan informasi
tentang keluarga dan kejadian sehari-hari.
R/ orang terdekat dapat sadar diri dalam perbincangan satu arah,
tetapi pengetahuan bahwa ia mampu membantu pasien untuk
meningkatkan kontak dengan realita sehingga memungkinkan
pasien manjadi bagian dari keluarga dapat menurunkan perasaan
kaku.
4. Resiko tinggi infeksi. Dapat dihubungkan dengan :
Tidak adekuat pertahanan tubuh (penurunan kerja silia, statis cairan
tubuh), tidak adekuat pertahanan sekunder (tekanan imun), prosedur
invasive. Intervensi :
1) Catat factor resiko terjadinya infeksi
R/ intubasi, ventilasi mekanik lama, ketidakmampuan umum,
malnutris, prosedur invasif, perawatan trakeostomi inadekuat adalah
factor dimana pasien potensial mengalami infeksi dan lama sembuh.

Kesadaran akan factor resiko memberikan kesempatan untuk
membatasi efeknya.
2) Observasi warna/bau/karakteristik sputum. Catat drainase sekitar
selang trakeostomi.
R/ kuning/hijau, sputum berbau purulen menujukkan infeksi,
sputum kental, lengket diduga dehidrasi.
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, teknik
penghisapan steril.
R/ sederhana tapi penting mencegah infeksi nosokomial.
4) Batasi pengunjung
R/ individual telah berada pada resiko tinggi infeksi.
5) Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi.
R/ membantu memperbaiki tahanan umum untuk penyakit dan
menurunkan resiko infeksi dari statis secret.
6) Ambil kultur sputum sesuai indikasi
R/ mengidentifikasi pathogen dan antimikrobial yang tepat
7) Berikan antibiotic sesuai indikasi
R/ satu atau lebih agen dapat digunakan tergantung pada identifikasi
pathogen bila infeksi terjadi.

Asuhan Keperawatan Head Injury
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,
2001).
1. Identitas Pasien
Identitas ini bertujuan untuk mengenal pasien dan mempermudah
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang perlu
ditanyakan yaitu : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk (Hidayat, 2006).
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status
kesehatan pasien yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan
aktual maupun potensial. Riwayat kesehatan merupakan penuntun
pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi tentang keadaan
fisiologis, psikologis, budaya, dan psikososial, ini juga berkaitan dengan
status kesehatan pasien, dan faktor-faktor seperti gaya hidup,
hubungan/pola dalam keluarga, dan pengaruh budaya (Priharjo, R, 2006).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi
dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan
status fisik. Mulai melakukan inspeksi pada saat pertama kali bertemu
dengan klien, amati secara cermat mengenai tingkah laku dan keadaan
tubuh pasien. Amatilah hal-hal yang umum kemudian hal-hal yang
khusus. Pengetahuan dan pengalaman sangat diperlukan dalam
melakukan inspeksi (Priharjo, R, 2006).
b. Palpasi

Suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari
adalah suatu instrument yang sensitive dan digunakan untuk
mengumpulkan tentang temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi,
dan ukuran (Nursalam, 2001).
c. Perkusi
Suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk untuk membandingkan
kiri kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan
menghasilkan suara. Perkuasi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi,
ukuran, bentuk dan konsintensi jaringan. Perawat menggunakan kedua
tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara (Nursalam, 2001).
Selama perkusi perawat menggunakan tepukan yang cepat dan
tajam dengan jari atau tangan pada permukaan tubuh (biasanya dada atau
abdomen) untuk menghasilkan suara, mendapatkan (mendeteksi) nyeri
tekan, atau untuk mengkaji refleks, melakukan perkusi untuk
mendapatkan suara bertujuan untuk membantu menentukan apakah organ
tersebut padat atau berisi cairan dan/atau gas (Morton, PG, 2003).
d. Auskultasi
Merupakan metode pengkajian yang menggunakan Stetoskop untuk
memperjelas pendengaran. Perawat menggunakan stetoskop untuk
mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bising usus, serta untuk
mengukur tekanan darah dan denyut nadi (Priharjo, R, 2006).
4. Validasi Data
Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada
data yang dikumpulkan dengan melakukan perbandingn data subjektif
dan data objektif yang didapatkan dari berbagai sumber dengan
berdasarkan standar nilai normal, untuk diketahui kemungkinan tambahan
atau pengkajian ulang tentang data yang ada (Hidayat, AA, 2004).
Menurut Nursalam (2001), data subjektif adalah data yang
didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan

kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara
independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi, data subjektif
sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, dan
ide tentang status kesehatannya. Sedangkan data objektif adalah data yang
dapat diobservasi dan di ukur, informasi tersebut dapat diperoleh selama
pemeriksaan fisik.
Dasar data pengkajian pasien cedera kepala (Head Injury) menurut
Doenges (1999), tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan
mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
2) Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemipareses,
Quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam
keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehi-langan tonus otot, otot
spastik
b. Sirkulasi
1) Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (Bradikardia), takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
2) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi, dan impulsif.
d. Eliminasi
1) Gejala :Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan / Cairan
1) Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.

2) Tanda : Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
1) Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling,
baal pada ekstremitas, perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
fotopobia, gangguan pengecepan/penciuman.
2) Tanda : Perubahan kesadaran sampai bisa koma, perubahan
status mental (orentasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi tingkah laku/memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya dan simetri), deviasi pada
mata, ketidakmampuan mengikuti, kehilangan pengindraan, wajah
tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon
dalam tidak ada dan lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia,
postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitive terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri / Kenyamanan
1) Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
bebeda, biasanya lama.
2) Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
h. Pernafasan
1) Gejala : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hi-
2) perventilasi) nafas berbunyi stridor, tersedak, ronchi, mengi positif,
(kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
1) Gejala : Trauma baru / trauma karena kecelakaan

2) Tanda : Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan,
kulit, laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda battle di belakang
telinga (tanda adanya trauma) adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi sosial
1) Tanda : afasia sensorik atau motorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.
2) Gejala : Penggunaan alkohol / obat lain
3) Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 12 hari
4) Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan pada perawatan diri,
ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan,
pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang atau
penempatan fasilitas lainnya di rumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses, struktur diagnosa
keperawatan komponennya tergantung pada tipenya, aktual, resiko,
kemungkinan, sehat atau sindrom.Diagnosa keperawatan menurut Gordon
(1976), dalam Nursalam, (2001), yaitu masalah kesehatan aktual dan potensial
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman, dia mampu dan mempunyai
kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan. Menurut Doenges
(1999), diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien cedera kepala adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL (Hemoragic, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol), penurunan
tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
2. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusa-kan kognitif,
obstruksi trakeobronkial.

3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis konflik
psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif, penurunan kekuatan/tahanan.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif, penurunan kerja silia, stastis cairan tubuh, kurang
nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS).
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
8. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi/inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional,
ketidakpastian tentang hasil/harapan.
10. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi /sumber-sumber, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
C. PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan merupakan aktivitas berorientasi tujuan dan
sistematik dimana rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana
keperawatan (Basford, & Slevin, 2006). Menurut Doenges (1999), perencanaan
keperawatan yang di lakukan pada pasien cedera kepala (Head Injury) adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau

umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol),
penurunan tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
a. Kemungkinan dibuktikan :
1) Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, respon motorik/sensorik,
gelisah, perubahan tanda vital.
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognitif dan
2) Fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada
tanda-tanda peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang
ber-hubungan dengan
keadaan ter-tentu atau yang
menyebabkan
koma/penurunan perfusi
jaringan otak dan potensi
peningkatan TIK.
2. Pantau dan catat status neu-
rologis secara teratur dan
ban-dingkan dengan nilai
standar (misalnya skala
koma Glasgow).
3. Evaluasi kemampuan
membuka mata seperti
spontan (sadar penuh),
membuka jika di beri
rangsangan nyeri, atau tetap
tertutup koma.
4. Kaji respon verbal, catat
apakah pasien sadar,
1. Menentukan pilihan inter-vensi, penurunan
tanda /gejala neurologis atau ke-gagalan
dalam pemilihan-nya setelah serangan awal
mungkin menunjukan ba-hwa pasien itu perlu
di-pindahkan keperawatan in-tensif untuk
memantau te-kanan TIK dan atau pem-
bedahan.
2. Mengkaji adanya kecen-derungan pada
tingkat ke-sadaran dan potensial peni-ngkatan
TIK dan berman-faat dalam menentukan lo-
kasi, perluasan dan per-kembangan kerusakan
SSP.
3. Menentukan tingkat kesadaran
4. Mengukur kesesuaian da-lam berbicara dan
menu-njukan tingkat kesadaran. Jika
kerusakan yang terjadi sangat kecil pada
korteks serebral, pasien akan mu-ngkin
bereaksi dengan baik terhadap rangsangan
verbal yang diberikan tetapi juga
memperlihatkan seperti ngantuk berat atau

orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu baik atau
malah bingung.
5. Pantau TD, catat adanya
hiper-tensi sistolik secara
terus me-nerus dan tekanan
nadi yang semakin berat.
6. Frekuensi jantung, catat
ada-nya bradikardia,
takikardia, atau bentuk
disritmia lainnya.
7. Pantau pernafasan, meliputi
iramanya, seperti adanya
periode apnea setelah
hiperventilasi yang disebut
pernafasan Cheyne-stokes.
8. Tinggikan kepala pasien 14-
45 derajat sesuai dengan
indikasi / yang dapat
ditoleransi.
9. 9. Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi.
tidak kooperatif.
5. Normalnya, autoregulasi - mempertahankan
aliran da-rah otak yang konstan pada saaat
ada fluktasi tekanan darah sistemik.
Kehilangan autoregulasi dapat meng-ikuti
kerusakan vaskularasi serebral lokal atau me-
nyebar (menyeluruh).
6. Perubahan pada ritme (paling sering
bradikardia), dan disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya depresi/trauma pada
batang otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jan-tung lainnya.
7. Nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan
lokasi adanya gangguan serebral/ peningkatan
TIK dan me-merlukan intervensi yang lebih
lanjut termasuk ke-mungkinan nafas buatan.
8. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,
sehingga akan mengurangi kongesti atau
edema atau resiko terjadinya peningkatan
TIK.
10. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
mening-katkan vasodilatasi dan vo-lume
daerah serebral yang meningkatkan TIK.
2. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan kognitif.
a. Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda
yang membuat diagnosaaktual
b. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : Mempertahankan pola
pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi irama, ke-
dalaman pernafasan, catat
tidak ketidakteraturan
pernafasan.
2. Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi
miring sesuai indikasi.
3. Anjurkan pasien untuk me-
lakukan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.
4. Auskultasi suara nafas,
perha-tikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan ya-ng
tidak normal (seperti krekels,
ronchi, mengi).
5. Pantau dari penggunaan obat-
obatan depresan pernafasan,
seperti sedatif.
6. Pantau atau gambarkan
AGDA, tekanan oksimetri.
7. Berikan oksigen
1. Perubahan dapat menanda-kan awitan
komplikasi pul-monal (umumnya mengi-kuti
cedera otak) atau me-nandakan lokasi /
luasnya keterlibatan otak, pernafa-san lambat,
periode apnea dapat menandakan perlunya
ventilasi mekanis.
2. Untuk memudahkan eks-pansi paru/ventilasi
paru dan menurunkan adanya ke-mungkinan
lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3. Mencegah dan menurun-kan atelektasis.
4. Untuk mengidentifikasi adanya masalah
seperti ate-lektasis, kongesti, atau ob-struksi
jalan nafas yang membahayakan oksigen se-
rebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi
paru (um-umnya komplikasi dari cedera
kepala).
5. Dapat meningkatkan gangguan/komplikasi
pernafasan.
6. Menentukan kecukupan pe-rnafasan,
keseimbangan as-am basa dan kebutuhan
akan terapi.
7. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri
dan membantu dalam pencegahan hipoksia
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
a. Kemungkinan dibuktikan oleh :

Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan respon terhadap
rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidak
mampuan dalam memberitahu posisi bagian tubuh, perubahan pola
komunikasi, distorsi auditorius dan visual, konsentrasi buruk, perubahan
proses pikir/berpikir kacau, respon emosional berlebihan, perubahan
dalam pola prilaku.
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan
fungsi persepsi, mengakui perubahan dalam kemampuan adanya
keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup
untuk mengkompensasi / defisit hasil.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi/pantau secara
teratur perubahan orientasi,
kemampuan berbicara, alam
perasaan / afektif, sensorik,
dan proses pikir.
2. Kaji kesadaran sensorik
seperti respon sentuhan,
panas / dingin, benda
tajam / tumpul, dan kesa-
daran terhadap gerakan dan
letak tubuh.
3. Observasi respon prilkau
seperti rasa bermusuhan,
menangis, afektif yang
tidak sesuai, agitasi,
halusinasi.
4. Bicara dengan suara yang
1. Fungsi serebral bagian atas biasanya
terpengaruh lebih dahulu oleh adanya gang-
guan sirkulasi, oksigenasi, kerusakan dapat
terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang
berkembang sete-lahnya akibat dari pembe-
ngkakan atau perdarahan.
2. Informasi penting untuk ke-amanan pasien,
semua sis-tem sensorik dapat terpe-ngaruh
dengan adanya per-ubahan yang melibatkan
pe-ningkatan atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk
menerima berespons secara sesuai pada
suatu stimulasi.
3. Respon individu mungkin berubah-rubah
namun umu-mnya seperti emosi yang labil,
frustasi, apatis, dan muncul tingkah laku im-
pulsif selama proses pe-nyembuhan dari
trauma ke-pala.

lembut dan pelan, gunakan
kalimat yang penek dan
sederhana, dan per-
tahankan kontak mata.
5. Berikan stimulasi yang
berman-faat verbal
(berbincang-bincang
dengan pasien), penciuman
(ter-hadap kopi dan minyak
tertentu), taktil (memegang
tangan pasien dan
sentuhan).
6. Berikan lingkungan
terstruktur termasuk terapi,
aktivitas.
7. Buat jadwal istirahat yang
adekuat/periode tidur tanpa
ada gangguan.
8. Gunakan penerangan
siang/ma-lam hari.
4. Pasien mungkin meng-ala-mi keterbatasan
perhatian/ pemahaman selama fase akut dan
penyembuhan dan tindakan ini dapat mem-
bantu pasien untuk memun-culkan
komunikasi.
5. Pilihan masukan sensorik secara cermat
bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma
dengan baik selama melatih kembali fungsi
kog-nitifnya
6. Meningkatkan konsistensi dan keyakinan
yang dapat menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan keti-daktahuan pasien
tersebut.
7. Menguragi kelelahan, me-ncegah
kejenuhan, membe-rikan kesempatan untuk
ti-dur.
8. Memberikan perasaan nor-mal tentang pola
peruba-han waktu dan pola tidur/ bangun.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
ruasak, prosedur invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang
nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS).
a. Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang
membuat diagnosa aktual).
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi, mencapai
penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptik,
pertahankan teknik cuci
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang
me-ngalami kerusakan,
(seperti luka, garis jahitan),
daerah yang terpa-sang alat
invasi (terpasang infuse dan
sebagainya) catat karakteri-
stik dari draenase dan
adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara
teratur.
4. Anjurkan untuk melakukan
nafas dalam, latihan
pengeluaran sekret paru
secara terus menerus.
5. Berikan perawatan perineal.
6. Berikan antibiotik sesuai
indikasi.
1. Cara pertama untuk meng-hindari
terjadinya infeksi nosokomial.
2. Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan un-tuk melakukan
tindakan de-ngan segera dan pencega-
han terhadap komplikasi selanjutnya.
3. Dapat mengidentifikasi per-kembagan
sepsis yang se-lanjut memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan se-gera.
4. Peningkatan mobilisasi dan pembersihan
sekresi paru untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia, ate-lektasis.
5. Menurunkan kemungkinan terjadinya
pertumbuhan ba-kteri atau infeksi yang
me-rambah naik.
6. Terapi profilaktik dapat di-gunakan pada
pasien yang mengalami trauma (perlu-
kaan), kebocoran CSS un-tuk
menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
a. Kemungkinan dibuktikan oleh :

(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang
membuat diagnosa aktual).
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan
sesuai tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai
laboratorium dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien
untuk mengunyah, menelan,
batuk, dan mengatasi sekresi.
2. Auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan/hilangnya
atau suara yang hiperaktif.
3. Timbang berat badan sesuai
indi-kasi.
4. Jaga keamanan saat
memberikan makan pada
pasien, seperti tinggikan
kepala tempat tidur selama
makan.
5. Berikan makan dalam jumlah
kecil dan dalam waktu sering
dengan teratur.
6. Kaji feces, cairan lambung,
mun-tah darah dan
sebagainya
7. Konsultasi dengan ahli gizi.
1. Faktor ini menentukan pe-milihan terhadap
jenis ma-kanan sehingga pasien ha-rus
terlindung dari aspirasi.
2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap
baik pada kasus trauma kepala, jadi bising
usus membantu da-lam menentukan respon
un-tuk makan dan berkemba-ngnya
komplikasi, seperti paralitik ileus.
3. Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi.
4. Menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
5. Meningkatkan proses pencernaan dan
tingkat tolera-nsi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat meningkatkan
kerjasama pasien saat makan.
6. Perdarahan subakut dan ak-ut dapat terjadi
ulkus cushing dan perlu intervensi dan
metode alternative pemberian makan.
7. Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan kalori/ nu-trisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran
tubuh, keadaan peyakit sekarang.

6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional,
ketiadakpastian tentang hasil/harapan.
a. Kemungkinan dibuktikan oleh :
Kesulitan beradaptasi terhadap perubahan atau menghadapi pengalaman
traumatik, keluarga tidak memenuhi kebutuhan keluarganya, kesulitan
menerima atau mendapatkan bantuan dengan tepat.
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat,
mengidentifikasi sumber-sumber internal dan eksternal, untuk
menghadapi situasi, mendorong dan memungkinkan anggota yang cedera
untuk maju kearah kemandirian.
Intervensi Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit
keluarga, keberadaan/keterlibatan
sistem pendukung.
2. Anjurkan keluarga untuk meng-
emukakan hal-hal menjadi perha-
tiannya tentang keseriusan kon-disi,
kemungkinan untuk meni-nggal,
atau kecacatan (ketidak-mampuan).
3. Anjurkan untuk mengakui pe-
rasaannya, jangan menyangkal atau
meyakinkan bahwa segala
sesuatunya akan beres / baik-baik
saja.
4. Demonstrasikan dan anjurkan pe-
nggunaan keterampilan penanga-nan
stress, seperti teknik relak-sasi,
latihan bernafas, visualisasi
1. Menentukan adanya sum-ber
keuarga dan mengiden-tifikasi hal-
hal yang diper-lukan.
2. Pengungkapan tentang rasa takut
secara terbuka dapat menurunkan
anisetas dan meningkatkan koping
terha-dap realitas.
3. Karena hal tersebut tidak mungkin
diperkirankan ha-silnya, hal tersebut
lebih bermanfaat untuk memba-ntu
seseorang untuk meng-atakan
perasaannya tentang apa yang
sedang terjadi sebagai akibat dari
pem-berian keyakinan yang ku-rang
tepat/salah.
4. Membantu mengarahkan- perhatian
terhadap vitalitas sendiri untuk

5. Libatkan keluarga dalam perte-muan
tim rehabilitasi dan peren-canaan
perawatan / pengambilan keputusan.
6. Identifikasi sumber-sumber ko-
munikasi yang ada seperti pera-
watan dirumah, konselor, me-ngenai
hukum/finansial.
meningkatkan kemampuan koping
sese-orang.
5. Memfasilitasi komunikasi,
memungkinkan keluarga- untuk
menjadai bagian in-tegral dari
rehabilitasi dan memberikan rasa
kontrol.
6. Memberikan bantuan deng-an
masalah yang mungkin meningkat
sebagai akibat dari gangguan fungsi
peran.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi/ sumber-sumber, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
a. Kemungkinan dibuktikan oleh :
Meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidakakuratan
mengikuti instruksi.
b. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi, aturan pengobatan, potensi komplikasi, memulai perubahan gaya
hidup baru, keterlibatan dalam program rehabilitasi, melakukan prosedur
yang diperlukan dengan benar.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesia-pan
untuk belajar dari pasien juga
keluarganya.
2. Berikan kembali informasi yang
berhubungan dengan proses trau-ma
dan pengaruh sesudahnya.
1. Memungkinkan untuk me-
nyampaikan bahan yang didasarkan
atas kebutuhan se-cara individual.
2. Membantu dalam mencipta-kan
harapan yang realistis, dan
meningkatkan pemaha-man pada

3. Diskusikan rencana untuk me-menuhi
kebutuhan perawatan diri.
4. Berikan instruksi dalam bentuk tulisan
dan jadwal mengenai akti-vitas, obat-
obatan dan faktor pen-ting lainnya.
5. Identifikasi tanda/gejala adanya faktor
resiko secara individual, seperti
kebocoran CSS yang lama, kejang
pasca trauma.
6. Identifikasi sumber-sumber yang
berada dimasyarakat, seperti seke-
lompok penyokong cedera kepala,
pelayanan sosial, fasilitas reha-bilitasi,
program pasien diluar ru-mah sakit.
keadaan saat ini dan kebutuhannya.
3. Berbagai tingkat bantuan mungkin
perlu direncana-kan yang didasarkan
atas kebutuhan yang bersifat
individual.
4. Memberikan penguatan vi-sual dan
rujukan setelah sembuh.
5. Mengenai berkembangnya masalah
memberikan kesempatan untuk
mengeva-luasi dan intervensi lebih
awal untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang serius.
6. Diperlukan untuk membe-rikan
bantuan perawatan secara fisik,
penanganan gaya hidup baik secara
emosional maupun secara finansial

Asuhan Keperawatan Gangguan Asam Basa
A. Asidosis Metabolik
1. Independen
Monitor tekanan darah, frekwensi nadi / ritme
Kaji tingkat kesadaran dan catat perubahan progresif, kondisi
neuromuskuler misalnya : kekuatan, tonus otot, pergerakan.
Bila terjadi koma, lakukan : tempat tidur direndahkan, gunakan
penghalang tempat tidur, observasi yang sering.
Observasi respirasi mengenai jumlah dan kedalamannya.
Kaji temperatur kulit : warna dan perfusi jaringan
Auskultasi bunyi bising usus
Monitor intake dan out put serta berat badan setiap hari
Tes atau monitor PH urine
Jaga kebersihan mulut dengan kumur cairan sodium bikarbona, lemon
atau boraks gliserin
2. Kolaborasi
Bantu dengan mengidentifikasi / mengobati sesuai penyebabnya
Monitor analisa gas darah
Monitor serum elektrolit dan potasium
Berikan cairan sesuai indikasi, tergantung pada etiologi antara lain Dekst.
5 %/saline solution
Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi antara lain :
Sodium bikarbonat/laktat atau saline melalui intra vena
(mengoreksi defisit bikarbonat/mengoreksi asidosis dengan PH ,
7,2)
Potasium clorida (defisit serum)
Phospat (kronik asidosis dengan hipophopatemia)

Calsium (fungsi neuro muskuler)
Modifikasi diet sesuai dengan indikasi, contohnya : Diet rendah protein,
tinggi karbohidrat bila terdapat gagal ginjal atau diabetes.
Laksanakan terapi dralisil bila diindikasikan
B. Alkalosis Metabolik
1. Independen
Monitor jumlah pernafasan, ritme dan kedalamannya
Monitor jumlah nadi dan ritmenya
Monitor intake dan out put serta berat badan tiap hari
Batasi intake oral dan kurangi stimulus lingkungan, lakukan suction secara
intermiten bila terpasang NGT, irigasi/bilas lambung dengan cairan
isotonik
Anjurkan intak cairan dan makanan tinggi potasium dan kalsium sedapat
mungkin (tergantung pada tingkat kalsium dan potasium dalam darah),
contohnya : buah anggur dan buah apel, pisang, Cauli flower (kembang
kol), buah kering (manisan), kolang-kaling, biji gandum.
Lanjutkan pemberian terapi diuretik secara teratur, contoh lasik, etherynic
acid.
Instruksikan pasien untuk mencegah hilangnya, sejumlah bikarbonat
(anjurkan pasien untuk minum susu)
2. Kolaborasi
Bantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
Analisa gas darah, serum elektrolit, BUN
Berikan obat-obatan
Sodium clorida/cairan ringer laktat secara intra vena jika tidak ada
kontra indikasi.
Amonium clorida atau arginin hidroklorida untuk mencegah
penurunan PH
Potasium clorida untuk mengatsi hipokalemia

Diamox
Spironolakton
Cugah atau batasi pengguanan sedatif/penenang
Anjurkan/laksanakan pemberian cairan secara intra vena
Berikan oksigen sesuai indikasi dan obat-obatan respiratori untuk
mengatasi kondisi ventilasi
Bantu dengan dralisis jika diperlukan
Asidosis Respiratori
1. Independen
Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan kesulitan pasien bernafas
(cuping hidung)
Auskultasi suara nafas
Kaji penurunan tingkat kesadaran
Monitor denyut nadi dan ritmenya
Catat warna kulit dan kelembabannya
Anurkan pasien untuk batuk dan nafas dalam, tempatkan pada posisi
semifowler, lakukan suction jika perlu, berikan nafas tambahan/oksigen
sesuai indikasi
2. Kolaborasi
Bantu dengan mengidntifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
Monitor analisa gas darah dan kadar serum elektrolit
Berikan oksigen sesuai indikasi melalui masker, kanule atau ventrilasi
mekanik/ventilator
Tingkatkan jumlah pernafasan atau tidal volume
Berikan obat sesuai indikasi antara lain :
Naloxane hidroclorida (narcan) untuk menstimulasi fungsi
pernafasan dalam pasien menggunakan obat sedatif
Sodium bikarbonat
Cairan IV seperti RL atau 0,6 M cairan Na lactal

Potasium clorida
Batasi pengguanan obat penenang atau tranquillizer
Jaga kelembaban dengan menggunakan humidikasi
Berikan chist terapi dada termasuk didalamnya postural drainage
Bantu dengan alat bantu ventilator jika perlu
D. Alkalosis Respiratori
1. Independen
Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan usahanya/kesulitan pasien
bernafas (cuping hidung dll)
Pastikan penyebab hiperventilasi jika mungkin seperti kecemasan, nyeri
kaji tingkat kesadaran dan catat status neuromuskuler
Ajarkan pasien cara bernafas yang benar dan bantu pasien jika
mengguanakan alat bantu pernafasan, misalnya masker
Bantu Pasien untuk bersikap tenang
Berikan pengaman bila perlu, misal tempat tidur direndahkan, penghalang
tempat tidur dan observasi yang sering
2. Kolaborasi
Bantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai dengan penyebab
Monitor analisa gas darah
Monitor serum potasium
Berikan sedativ jika ada indikasi
Gunakan alat bantu pernafasan masker untuk
mempertahankan/mengembalikan CO2. Kurangi frekwensi nafas/tidal
volume dengan alat bantu ventilator