KEGAWATDARURATAN KULIT

29
PENDAHULUAN Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan penderita. Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh.Pertolongan selanjutnya diberikan setelah penderita tiba di rumah sakit, dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis yang mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan pada kasus tersebut. Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kecacatan sampai kematian. MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Toxic Epidermal Nekrolisis

Transcript of KEGAWATDARURATAN KULIT

Page 1: KEGAWATDARURATAN KULIT

PENDAHULUAN

Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap

saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana

alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada

pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk

menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan penderita.

Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Pertolongan ini harus

diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat

tubuh.Pertolongan selanjutnya diberikan setelah penderita tiba di rumah sakit, dilakukan oleh dokter

umum atau dokter spesialis yang mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan pada kasus tersebut.

Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat

daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak

menimbulkan kecacatan sampai kematian.

MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT

Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan

tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:

1. Toxic Epidermal Nekrolisis

2. Steven Johnson Syndrome

3. Erythema Multiforme

4. Erythroderma

5. Angioedema

6. Reversal reaction

7. Erythema Nodosum Leprosum

8. Pemfigus Vulgaris

9. Purpura-Vaskulitis

10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome

Page 2: KEGAWATDARURATAN KULIT

ERITEMA MULTIFORME

DEFINISI

Eritema multiforme merupakan reaksi pembuluh darah pada dermis dengan perubahan sekunder

pada epidermis yang manifestasi klinisnya berupa gambaran kkhas berbentuk popular eritematus

berbentuk iris dan lesi vesikobulosa dengan predileksi pada ekstrimitas (terutama telapak tangan

dan telapak kaki) dan membran mukosa.

SINONIM

Herpes iris, dermatostomatitis, eritema eksudativum multiforme

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Onset 50% pada usia 20 tahun

ETIOLOGI

Penyebab eritema multiforme adalah reaksi kulit terhadap berbagai macam stimulus

antigen, diantaranya obat-obatan seperti sulfonamide, fenitoin, barbiturate, fenilbutazon,

penisilin dan alopurinol. Selain itu, peradangan oleh bakteri dan virus tertentu juga bisa menjadi

pencetus reaksi, misalnya setelah infeksi herpes simplex dan mycoplasma. Rangsangan fisik

misalnya sinar matahari dan hawa dingin, faktor endokrin seperti kehamilan dan menstruasi, dan

penyakit keganasan juga bisa menimbulkan reaksi. Namun, Lebih dari 50% etiologi penyakit ini

adalah idiopatik.

Pada anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disebabkan oleh infeksi, sedangkan

pada orang dewasa, erupasi disebabkan oleh obat-obatan dan keganasan.

Page 3: KEGAWATDARURATAN KULIT

GEJALA KLINIS

Lesi Kulit

Lesi kulit dapat berkembnag sampai lebih dari 10 hari. Macula terjadi dalam 48 jam

pertama, yang kemudian diikuti oleh pembentukan papula (1 – 2 cm) dengan vesikel atau bula di

tengahnya, sehingga membentuk gambaran lesi target/iris.

Predileksi di tangan bagian dorsal, telapak tangan dan telapak kaki, lengan bawah, kaki,

wajah, siku, lutut, panis (50%) dan vulva. Lesi bisa terlokalisasi atau generalisasi, bilateral dan

sering simetris.

Membran mukosa

Berupa erosi dengan pembentukan membran fibrin, kadang-kadang disertai ulkus.

Predileksi di konjungtiva, nasal, bibis, orofaring, vulva dan anus.

Organ lain

Sering terjadi pada mata, berupa ulserasi kornea dan uveitis anterior.

Gejala klinis berupa spectrum yang bervariasi dari erupsi lokal kulit dan mukosa sampai

bentuk berat berupa kelainan multisistem yang dapat menyebabkan kematian. Perjalanan

penyakit dibagi menjadi tiga, yaitu bentuk ringan (EM Minor), bentuk berat (EM Major).

EM Minor mengenai kulit dengan sedikit atau tidak ada lesi pada membran mukosa. Lesi

berupa eritema dan vesikel yang membentuk gambaran lesi target/iris, tanpa bula dan gejala

sistemik. Lokasi pada ekstrimitas dan wajah. EM minor berulang biasanya disebabkan adanya

infeksi herpes simpleks beberapa hari sebelumnya.

EM Major biasanya terjadi akibat reaksi alergi terhadap obat. Lesi kulit berat, luas

dengan kecenderungan menjadi konfluens dan membentuk bula, serta didapatkan Nikolsky Sign

Positif pada lesi eritema. Keterlibatan membran mukosa selalu terjadi, terutama pada

Page 4: KEGAWATDARURATAN KULIT

konjungtiva (keratitis dan ulserasi), faring, laring, trachea, dan vulva. Gejala sistemik berupa

demam, chellitis dan stomatitis yang mengganggu makan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat terlihat reaksi inflamasi berupa infiltrasi

mononuclear sel di daerah perivascular, edema epidermis atas, apoptosis keratinosit dengan

nekrosis fokal epidermal dan pembentukan bula subepidermal. Pada kasus berat bisa terjadi

nekrosis total epidermis seperti pada nekrolisis epidermal toksik.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis berdasarkan penemuan klinis berupa lesi target yang bilateral dan simetris.

Diagnosis banding yaitu alergi obat, psoriasis, sifilis sekunder, urtikaria, sindrom Sweet general.

Keterlibatan mukosa dapat menyerupai penyakit bulosa, fixed drugs eruption, akut lupus

eritematus, primary herpetic gingivostomatitis.

MANAJEMEN

Pencegahan

Control herpes simpleks dengan menggunakan valacyclovir atau penciclovir oral dapat

mencegah perkembangan rekuren EM minor.

Glukokortikoid

Pada kasus-kasus berat diberikan glukokortikoid sistemik berupa prednisone 50 – 80

mg/d, devided dose, tetapi efektivitas nya belum dibuktikan pada penelitian.

Page 5: KEGAWATDARURATAN KULIT

STEVENS-JOHNSON SYNDROME

DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS (SJS-TEN)

DEFINISI

SJS-TEN merupakan kumpulan reaksi mukokutaneus akut yang desebabkan oleh obat-

obatan dan kadang-kadang infeksi. Keduanya ditandai dengan perluasan lesi yang cepat, macula

yang berbentuk irregular (atypical target lesion), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (oral,

konjunctival dan anogenital).

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

SJS-TEN terjadi di seluruh dunia dan wanita terkena lebih banyak daripada pria. Penyakit

ini lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan anak-anak. Keterlibatan HLA-A29, HLA-B12

dan DR-7 telah dibuktikan.

ETIOLOGI

Etiologi SJS-TEN adalah multifaktorial dengan obat-obatan merupakan penyebab utama

(80-90% pada TEN dan lebih dari 50% pada SJS), dan hanya sedikit kasus yang disebabkan oleh

infeksi (yang paling sering adalah Mycoplasma pneumonia). Selain itu, SJS-TEN dapat terjadi

pada penerima vaksinasi dan graf-versus-host-disease, terutama pada penerima sumsum tulang

alogenik. Kurang dari 5% kasus tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga SJS-TEN

idiopatik.

Faktor fisikal seperti cahaya ultraviolet dan sinar X dapat memperburuk SJS-TEN yang

disebabkan oleh obat, dengan lesi yang lebih parah pada kulit yang terpapar sinar tersebut.

Hormone, toksin dan allergen baik yang disebarkan melalui udara maupun kontak, dan jamu-

jamuan juga dapat menjadi pemicu timbulnya SJS-TEN.

PATOGENESIS

Pathogenesis SJS-TEN belum jelas diketahui. Sering dihubungkan dengan reaksi

hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks solubel dari

Page 6: KEGAWATDARURATAN KULIT

antigen atau metabolitnya dengan antibody IgM dan IgG, serta hipersensitivitas tipe IV yang

merupakan reaksi yang dimediasi oleh limfosit T spesifik.

Obat-obatan yang sering menjadi penyebab: Sulfadoxine, Sulfadiazine, Sulfasalazine,

Co-Piroxicam, Hydantoin, Carbamazepin, Barbiturat, Phenylbutazone, Isoxicam, Piroxicam,

Chlormezanone, Allopurinol, Aminopenicillin, Cephalosporin, Floroquinolone, Vancomycin,

Rifampicin, Ethambutol, Ibuprofen, Ketoprofen, Thiabendazole.

MANIFESTASI KLINIS

SJS-TEN memiliki gejala prodormal non spesifik seperti demam, rhinitis, batuk, radang

tenggorokan, pegal otot, nyeri sendi, nyeri dada, muntah, dan diare selama 1 hingga 14 hari.

Onset reaksi tiba-tiba berupa macula-makula berbentuk morbili yang awalnya muncul pada

wajah, leher, dagu dan daerah tengah tubuh dan selanjutnya akan menyebar ke ekstrimitas dan

seluruh tubuh. Lesi-lesi tersebut lebih besar dari lesi target, permukaanya rata dan lunak, dan

memiliki Nikolsky Sign positif. Lsi tersebut akan bertambah besar dan banyak dan mencapai

maksimal biasanya dalam 4 – 5 hari.

Kelainan kulit yang konfluens pada SJS hanya terdapat pada lokasi predileksi seperti

wajah, leher dan dada. Namun kelainan kulit akan menyebar ke seluruh tubuh pada TEN.

Kelainan kulit tersebut memiliki struktur epidermis yang mudah lepas walaupun hanya dengan

trauma yang minimal.

Kelainan pada mukosa 40% terjadi pada mukosa oral, konjunctiva bulbar, dan mukosa

anogenital. Kelainan nya dapat berupa sensasi terbakar pada konjunctiva, bibir dan mukosa

bukal, eritema, serta edema. Selain itu juga terdapat blister yang dapat pecah dan berubah

menjadi erosi yang dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan atau shallow apthous-

like ulcers.

Lesi di oral terasa sangat nyeri dan dapat menyebar dari gusi dan lidah ke faring, rongga

hidung, bahkan dapat mencapai laring esophagus dan saluran napas, sehingga menyebabkan

kesulitan makan, hipersalivasi, dan kesulitan bernapas. Keterlibatan konjunctiva dapat

menyebabkan inflamasi dan kemosis, vesikulasi dan erosi yang sangat nyeri serta lakrimasi

bilateral. Selain itu dapat juga menyebabkan komjunctivitis purulenta dengan fotofobia dan/atau

pseudomembran, ulkus kornea, uveitis anterior dan panoftalmitis.

Page 7: KEGAWATDARURATAN KULIT

Kelainan mukosa anogenital meliputi bulla-erosi hemorrhagic yang sangat nyeri atau lesi

purulen pada fosa navicularis dan glans penis yang menyebabkan retensi urin dan phimosis.

Tanda konstitusi dari SJS-TEN berupa demam, nyeri sendi, lemah otot dan prostration.

Keterlibatan organ internal pada SJS sukup jarang, namun pada TEN dapat melibatkan organ

gastrointestinal dan respirasi.

Stevens-Johnson Syndrome

Tabel 1. Perbedaan SJS, SJS-TEN, TEN

SJS SJS-TEN TEN

Primary Lesion Atypical target, dusky, red lesion

Atypical target, dusky, red lesion

Poorly delineates erythematous plaque, epidermal detachment (spontan/by friction), Atypical target, dusky, red lesion

Distribution Isolated lesionConfluence (+)On face, trunk

Isolated lesionConfluence (++)On face, trunk

Isolated lesionConfluence (+++)On face, trunk

Mucosal Involvement

Yes Yes Yes

Systemic Symptoms Usually Always AlwaysDetachment(%BSA)

< 10 10 – 30 >30

Skin Histology Interfce dermatitis (++), Necrolysis (+)

Interfce dermatitis (++), Necrolysis (++)

Interfce dermatitis (+), Necrolysis (+++)

Page 8: KEGAWATDARURATAN KULIT

Toxic Epidermal Necrolysis

PATOLOGI

Kerusakan epidermis pada SJS ditandai dengan nekrosis sel satelit pada stadium awal dan

akan berkembang menjadi nekrosis eosinofil yang meluas pada lapisan basal dan suprabasal

sehingga dapat terlihatnya pemisahan epidermal. Pada TEN, terdapat nekrosis total dan

terlepasnya epidermis, terdapat infiltrate sel mononuclear pada dermis papilar dengan eksositosis

ke epidermis. Nekrosis fobrinoid di beberapa organ internal dapat terjadi pada SJS-TEN yang

parah.

LABORATORIUM

Dapat ditemukan peningkatan laju endap darah, leukositosis sedang, ketidakseimbangan

cairan tubuh, hipoproteinemia, peningkatan transaminase hepar, anemia, eosinofilia, proteinuria,

dan peningkatan BUN.

DIAGNOSIS BANDING

1. Generalized Bullous Fixed Drugs Eruption

Karakteristik:

- Eritema yang besar dan terdistribusi secara tidak teratur

- Jarang terjadi keterlibatan mukosa

- Lebih menunjukan tanda-tanda inflamasi dan terdapat edema pada dermis papilar

pada pemeriksaan histopatologi

- Penyembuhan yang cepat dan tanpa sequale

2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Karakteristik:

Page 9: KEGAWATDARURATAN KULIT

- Disebabkan oleh toksisemia epidermolisin stafilokokus

- Terdapat akantolisis subkorneal

- Tidak terdapat kelainan mukosa dan keterlibatan organ internal

3. Physical and chemical Injury

Karakteristik:

- Disebabkan oleh kebakaran/terpapar bahan kimia seperti kerosin dan paraffin

- Jarang terdapat keterlibatan mukosa

- Tidak terdapat bercak macula

- Jika terjadi nekrosis, akan melibatkan lapisan yang lebih dalam (SJS-TEN hanya

terbatas pada epidermis)

KOMPLIKASI

Kelainan kulit dapat sembuh dengan hiper/hipopigmentasi sementara. Bekas luka tidak

selalu timbul kecuali terjadi infeksi sekunder, dimana kontraktur, alopecia dan anonchia dapat

terjadi. Namun pada TEN, timbulnya bekas luka terjadi pada 30% kasusu dimana keterlibatan

pada mata merupakan komplikasi yang berbahaya karena dapat menimbulkan kebutaan. Lesi

pada bibir dan mukosa oral dapat sembuh tanpa sequale.

Sequale:

- Kulit: luka, pigmentasi irregular, nevus nevomelanosit eruptif, pertumbuhan kembali

kuku yang abnormal

- Mata: Umum, seperti Sjorgen-like sicca syndrome dengan kekurangan mucin pada air

mata, entropion, trichiasis, metaplasia sel gepeng, neovaskularisasi konjungtiva dan

kornea, symblepharone, punctuate keratitis, corneal scaring, persistent photophobia,

kebutaan

- Anogenitalia: phimosis, vaginal synechiae

PENATALAKSANAAN

1. Menghentikan penggunaan obat yang dicurigai

Obat yang menyebabkan timbulnya SJS-TEN harus segera diidentifikasi dan dihentikan,

hal ini dapat mengurangi risiko kematian sebanyak 30%.

Page 10: KEGAWATDARURATAN KULIT

2. Supresi perkembangan secara aktif

Dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut:

a. Glukokortikoid: Prednisone, 5 – 50 mg/hari /anak 0.05 – 2 mg/kg 2 – 4 dosis

30 – 120 mg/hari bid 3 – 4 minggu

Metilprednisolone, 1 – 2 mg/kg/hari po tap off

b. Immunoglobulin

c. Plasmapharesis dan hemodialisis

d. Cyclophosphamid

e. Cyclosporine

f. N-Acetylcysteine

g. Thalidomid

3. Penatalaksanaan suportif

- Monitor tekanan darah, hematokrit, analisis gas darah, elektrolit dan serum protein

- Kultur bakteri dan jamur dari erosi kulit dan mukosa 2 hingga 3 kali setiap minggu

- Pemberian antibiotic profilaksis (sodium penicillic 2 x 10 juta unit.hari)

- Kulit: epidermis yang mengelupas harus dilepaskan secara hati-hati. Erosi kulit

ditutup dengan menggunakan kasa.

- Mata: lubrikan, steroid dan antibiotic tetes diberikan beberapa kali sehari pada lesi

konjuntiva.

- Traktus respiratorius: Drainase postural dan jika diperlukan suction secara hati-hati

- Alimentation: anestesi local sebagai pembersih mulut sebelum makan. Diet tinggi

kalori dan tinggi protein secara intravena, namun risiko sepsis akibat pemasangan

infuse juga harus diperhatikan.

PENCEGAHAN

Pasien harus berhati-hati terhadap obat yang menyebabkan SJS-TEN dan obat lain yang

berada dalam kelas yang sama. Obat-obatn tersebut tidak boleh dikonsumsi lagi.

PROGNOSIS

Page 11: KEGAWATDARURATAN KULIT

SJS-TEN akan berkembang selama 4 – 5 hari dan akan mencapai fase plateu selama

beberapa hari hingga 2 minggu, tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan keadaan umum

pasien. Reepitelisasi kulit akan berlangsung selama beberapa minggu.

7 faktor risiko yang dapat memperburuk prognosis:

a. Umur > 40 tahun

b. Keganasan

c. Tachycardia > 120/m

d. Pelepasan epidermis > 10 %

e. Serum urea > 10mmol/L

f. Serum glukosa > 10mmol.L

g. Bikarbonat < 20 mmol/L

Keadaan yang fatal disebabkan oleh sepsis, perdarahan gastrointestinal, pneumonia,

infark miokardium, gangguan jantung, gangguan ginjal dan syok hemodinamik. Penyembuhan

penyakit ini tergolong lambat, tergantung dari adanya komplikasi. Bekas luka dan striktur akan

timbul pada lesi mukosa.

PEMFIGUS VULGARIS

DEFINISI

Pemfigus vulgaris merupakan suatu penyakit autoimun pada kulit dan membaran

mukosa, bisa akut maupun kronik, biasanya berupa bula yang biasanya berakibat fatal kecuali

diobati dengan obat imunosupresif. Penyakit ini merupakan prototype dari golongan penyakit

pemfigus, yaitu penyakit-penyakit autoimun yang bersifat akantolitik dan berbentuk lepuhan

(vesikel/bula).

Page 12: KEGAWATDARURATAN KULIT

KLASIFIKASI PEMFIGUS

Tipe Bentuk

Pemfigus vulgarisPemfigus vegetans : localized

Drug-induced

Pemfigus foliaceus

Pemfigus eritematous : localized

Fogo selvage : endemic

Drug-induced

Paraneoplastic pemfigus

IgA pemfigusSubcorneal pustular dermatosis

Intradermal neutrophilic IgA dermatosis

EPIDEMIOLOGI

- Lebih umum pada orang keturunan mediteranian

- Usia 40 – 60 tahun

- Pria = wanita

- Fogo selvagen, atau disebut juga pemfigus foliaceus endemic, adalah suatu penyakit

yang sama secra klinis, histologist dan immunologis dengan penyakit pemfigus

foliaceus biasa, namun hanya terdapat di daerah rural di brazil terutama di daerah

sepanjang sungai. Berdasarkan distribusi geografis dan suati studi mengenai faktor

risiko lingkungan, dicurigai bahwa lalat hitam (Simulium nigrimanum) merupakan

vector dari penyakit ini.

-

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Merupakan pennyakit autoimun

Berdasarkan mikroskop electron:

- Studi ultrastruktural pada lesi pemfigus berpusat pada desmosom, yang merupakan

organel sel yang berperan penting dalam perlekatan antarsel pada sel-sel epitel

berlapis gepeng. Pada lesi pemfigus ditemukan adanya retratksi tonofilamen dari

desmososom, dan kemudian lebih lanjut lagi terdapat penurunan bahkan hilangnya

desmosom.

- Terjadi destruksi desmosom pada proses akantolisis.

Page 13: KEGAWATDARURATAN KULIT

Berdasarkan imunopatologis:

a. Imunofluorosensi

- Ciri khas dari pemfigus yaitu ditemukannya autoantibody IgG yang menyerang

permukaan sel keratinosit

- Gambaran yang didapatkan untuk pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus sama,

sehingga pemeriksaan ini tidak dapapt membedakan kedua jenis pemfigus tersebut

- Aktivitas penyakit tidak memiliki korelasi dengan jumlah titer antibody

b. ELISA

- Lebih sensitive dan spesifik dibandingkan imunofluoresensi

- Dapat membedakan pemfigus vulgaris dengan pemfigus foliaceus

c. Antigen pemfigus

- Antigen pemfigus adalaah desmoglein, yaitu suatu glikoprotein transmembran di

desmosom. Desmosom merupakan organel sel yang berperan penting dalam

perlekatan antarsel.

- Terdapat dua buah isoform dari desmoglein, yaitu desmoglein 1 dan 2

- Pada penderita pemfigus vulgaris yang dominan menyerang membran mukosa,

terdapat anti-desmoglein 3 antibodi (anti Ds3 antibodi), sedangkan pada jenis yang

dominan menyerang mukokutaneus, terdapat anti-desmoglein 3 antibodi dan anti-

desmoglein 1 antibodi (anti-Dsg 1 antibodi)

- Pada penderita pemfigus foliaceus terdapat anti-desmoglein 1 antibodi

Patofisiologi akantolisis

Adanya antibody IgG pada sirkulasi yang berikatan pada desmoglein 1 dan 3 di lapisan

epidermis akan menginaktivasi desmosom, selain itu juga akan mengganggu proses inkorporasi

desmoglein ke dalam desmosom sehingga pada akhirnya akan terjadi deplesi pada desmosom,

menginduksi terjadinya akantolisis.

Selain itu, terdapat system kompemsasi desmoglein, yang menyebabkan gambaran klinis

lesi pemfigus vulgaris dan pemfigus foliceus berbeda. Pada pemfigus foliaceus, anti-Dsg 1

antibodi menyebabkan akantolisis hanya pada lapisan superficial epidermis. Proses yang sama

juga terjadi pada pemfigus vulgaris yang menyerang membran mukosa dan mukokutaneus.

Sedangkan pada kasus pemfigus neonatal, disebabkan maternal IgG yang melewati

plasenta secara transfer pasif dan menybabkan gejala pada bayi.

Page 14: KEGAWATDARURATAN KULIT

PEMERIKSAAN FISIK

Perjalanan penyakit:

- Biasanyha dimulai di mukosa oral, dan dibutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum

muncul lesi pada kulit.

- Dapat terjadi erupsi generalis dan akut dari bula sejak awal

- Tidak terdapat gatal, namun ada rasa terbakar dan nyeri

- Lesi yang nyeri timbul pada mulut dan menyebabkan asupan makanan yang tidak

adekuat

- Dapat muncul epistaksis, suara serak, disfagia, kelemahan otot dan penurunan berat

badan

- Pada kebnyakan kasus, penyakit ini akan berakhir denggan kematian kecuali diobati

secara agresif dengan pengobatan imunosupresif

Lesi Kulit

- Jarang terasa gatal, lebih sering terasa nyeri

- Vesikel bulat atau oval dan bula berisi cairan serous yang datar (flaccid), mudah

rupture, basah, diskret, muncul pada kulit normal dan lokasi nya acak

- Pada penderita lebih sering ditemukan erosi karena sifat bula yang mudah rupture.

Erosi terasa sangat nyeri

- Pada beberapa penderita yang memiliki lesi yang terlokalisir, erosi memiliki

kecenderugan untuk menumbuhkan jaringan granulasi yang berlebihan seta krusta.

Jenis lesi ini biasanya muncul pada daerah intertriginosa, kulit kepala atau wajah.

- Lesi terlokalisasi atau generalis dengan pola acak

- Erosi luas yang mudah berdarah, krusta terutama pada kulit kepala

- Nikolsky sign: pelepasan epidermis oleh tekanan jari pada daerah sekitar lesi, yang

menyebabkan terjadinya erosi. Penekana pada bula menyebabkan erosi lateral.

Predileksi: kulit kepala, wajah, aksil, kemaluan, umbilicus. Terdapat keterlibatan yang ekstensif

di punggung pada penderita yang melakukan bedrest.

Membran Mukosa

Page 15: KEGAWATDARURATAN KULIT

- Erosi pada membran mukosa yang terasa sangat nyeri, biasanya muncul 5 bulan

sebelum lesi kulit muncul dan merupakan satu-satu nya tanda munculnya pemfigus

vulgaris.

- Membran mukosa yang sering terkena yaitu mukosa oral yang dapat menyebar

hingga ke faring dan laring. Selian itu dapat juga mengenai konjuctiva, anis, penis,

vagina dan labia.

- Jarang terdapat vesikel atau bula yang intak

Pemfigus Vegetans

- Terdapat pada area intertrginose, perioral, leher dan kulit kepala

- Berupa plak granuloma dan purulen yang menyebar secara sentrifugal

Pemfigus foliaceus

Lesi Kulit

- Karakteristik lesi berupa erosi yang bersisik dan berkrusta, sering disertai dasar yang

eritematous, berbatas tegas dan tersebar dalam distribusi seboroik, yaitu pada wajah ,

kulit kepala dan batang tubuh bagian atas

- Teredapat nyeri dan rasa terbakar pada lesi

- Paparan sinar matahari dan/atau panas dapat mencetuskan timbulnya gejala

- Jarang terdapat keterlibatan mukosa

- Fogo Selvagen: - perasaan terbakar pada kulit

- Eksaserbasi penyakit oleh sinar matahari

- Lesi berkrusta

Pemfigus Eritematosa

- Dikenal juga sebagai sindrom Senear-Usher

Page 16: KEGAWATDARURATAN KULIT

- Merupakan bentuk terlokalisir dari pemfigus foliaceus

- Lesi muncul pada bagian malar wajah dan pada area seboroik lainnya

- Karakteristik: ditemukan antibody ppemfigus disertai deposit immunoglobulin dan

komplemen pada daerah perbatasan dermal-epidermal

Paraneoplastic pemfigus

- Menyrang membran mukosa

- Lesi merupakan kombinasi pemfigus vulgaris dan eritema multiforme

Neonatal Pemfigus

- Bayi dari ibu yang menderita pemfigus vulgaris dapat menimbulkan gejala klinis,

histologist dan immunopatologis dari pemfigus

- Derajat keterlibatan kulit bervariasi dari tidak ada sama sekali hingga sangat parah

dan menyebabkan aborsi spontan

Drug-Induced Pemfigus

- Penyebab yang paling signifikan: penicillamine dan captopril

- Pemfiigus foliaceus lebih sering ditemukan dibanding pemfigus vulgaris

- Kebanyakan penderita sembuh segera setelah penggunaan obat penyebab dihentikan

Penyakit lain yang berhubungan dengan pemfigus

- Myastheni gravis / thymoma

- Perjalanan penyakit pemfigus dan myasthenia gravis bersifat independen satu sama

lain

- Abnormalitas timus dapat muncul sebelum dan sesudah munculnya pemfigus

PATOLOGI

Pemfigus Vulgaris

- Suprabasilar blister dengan akantolisis

- Sel basal tetap menempel dengan membran basalis, namun dapat kehilangan kontak

dengan sel disebelahnya dan menimbulkan gambaran jajaran batu nisan atau ‘roe of

tombstone’

- Pada lesi awal dapat terlihat eosinofilik spongiosis

Page 17: KEGAWATDARURATAN KULIT

Pemfigus foliaceus

- Akantolisis yang terjadi diantara stratum korneum dan lapisan granular

- Sering terdapat pustule subkorneal

- Pada lesi awal dapat terlihat eosinofil spongiosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dermatopatologi

Pemeriksaan pada bula pada tahap awal atau batas dari bula atau erosi dengan mikroskop

cahaya memperlihatkan adanya pemisahan keratinosit suprabasal, sehingga tampak celah di

antara stratum basalis dan lapisan diatasnya. Vesikel mengandung keratinosit yang saling

terpisah dan terkelompok (akantolitik).

pewarnaan imunofluoresensi direk dan indirek memperlihatkan deposit IgG dan C3 pada

lesi dan daerah pralesi di substansi interselular epidermis

Serum

Pemeriksaan ELISA mendeteksi adanya autoantibody (IgG) yang menyerang

glikoprotein desmoglein 3 dan berlokasi di idesmosom

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis, dapat menyulitkan jika hanya terdapat lesi pada mulut, dapat dilakukan biopsy kulit

dan membran mukosa, pewarnaan immunofluoresensi direk, dan deteksi autoantibody dalam

sirkulasi untuk meningkatkan kecurigaan akan penyakit ini.

Diagnosis Banding, termasuk semua penyakit kulit bula.

PENATALAKSANAAN

- Glukokortikoid, Prednison 2 – 3 mg/Kg hingga tidak ada lesi baru yang terbentik dan

hilangnya Nikolsky Sign. Setelah itu dosis direduksi ke setengah lesi awal sehingga

lesi hampir menghilang. Lalu tapering off hingga dosis minimal.

- Terapi immunosupresif:

1. Azathioprine, 2 – 3 mg/Kg hingga lesi bersih, lalu tapering off hingga 1

mg/Kg. MOA: menghentikan metabolism asam nukleatpurin yang diperlukan

Page 18: KEGAWATDARURATAN KULIT

dalam proliferasi sel limfoid setelah terjadi stimulasi antigen. Karena itu

bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang teraktivasi.

2. Methotrexate PO/IM 25 – 35 mg/minggu. Penyesuaian dosis dilakukan seperti

pada azathioprine. MOA: sitotoksik terhadap sel-sel lomfoid

3. Cyclophosphamide, 100 – 200 mg/hari lalu direduksi sampai 50 – 100

mg/hari. Atau terapi bolus dengan 100 mg IV 1 x/minggu atau setiap 2

minggu pada fase awal, diikuti dengan 50 – 100 mg/hari PO.

MOA: menghancurkan sel-sel limfoid yang sedang berproliferasi, dan juga

dapat menyerang beberapa sel yang belum aktif. Merupaka obat

imunosupresif yang paling poten.

4. Plasmapharesis, untuk penyakit yang sulit dikontrol, diberikan pada tahap

awal pengobatan untuk menurunkan antibody. Biasanya digunakan untuk

mengobati kasus-kasus hipersensitifitas tipe III

5. Terpai Goldd untuk kasus yang lebih ringan. Dosis inisial 10 mg IM, lalu 25 –

50 mg gold sodium thionalate IM dengan interval mingguan hingga dosis

kumulatif maksimum yaitu 1 g.

MOA: mengubah morfologi dan fungsi makrofag sehingga mengahmbata

produksi IL-8, IL-1 dan VEGF. Jika diberikan intramuscular dapat mengubah

aktivitas enzim lisosom, menurunkan pelepasan histamine dari sel mast,

inaktivasi komponen pertama dari komplemen, dan mensupresi aktivitas

fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Jika diberikan secara oral dapat

menginhibisi pelepasan PG-E2 dan leukotriene B4.

6. Mycophenolate mofetil (1 g bid)

MOA: menginhibisi respon limfosit T dan B

7. High dose intravenous immunoglobulin (HIVIg) 2 g/KgBB setiap 3 – 4

minggu

- Lainnya:

1. Kompres

2. Glukokortikoid topical dan intralesi

3. Antibiotic

4. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit

Page 19: KEGAWATDARURATAN KULIT

- Evaluasi:

1. Gejala klinis: perbaikan lesi, efek samping pengobatan

2. Pemeriksaan laboratorium: memeriksa titer antibody, efek samoing pengobatan

pada darah dan indicator metabolic

PROGNOSIS

Penyakit ini memiliki tingkat kematian tinggi.

Page 20: KEGAWATDARURATAN KULIT

CLINICAL SCIENCE SESSION

KEGAWATDARURATAN KULIT

Oleh :

Muthia Rahma Anindita 1301-1209-0052

Natasha Sylviany 1301-1209-

Pembimbing :

Inne Arline Diana, dr., SpKK (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2010