Kegawatdaruratan Bm

25
Tugas Bedah Mulut 2 Kegawatdaruratan Non-Bedah Disusun oleh: Citra Faiza Putri 04101004045 Muthiara Praziandite 04101004046 Wahyu Purnama Opita 04101004047 Tety Verianti 04101004048 Rhezza Dwi Febrian 04101004049 Jingga Titania 04101004050 Indira Tri Amirah 04101004051 Tri Susanti 04101004052 Maria Sri Murni 04101004053 Pratiwi Ramadhan 04101004054

description

gawat darurat bedah mulut

Transcript of Kegawatdaruratan Bm

Page 1: Kegawatdaruratan Bm

Tugas Bedah Mulut 2

Kegawatdaruratan Non-Bedah

Disusun oleh:

Citra Faiza Putri 04101004045

Muthiara Praziandite 04101004046

Wahyu Purnama Opita 04101004047

Tety Verianti 04101004048

Rhezza Dwi Febrian 04101004049

Jingga Titania 04101004050

Indira Tri Amirah 04101004051

Tri Susanti 04101004052

Maria Sri Murni 04101004053

Pratiwi Ramadhan 04101004054

Program Studi Kedokteran GigiFakultas KedokteranUniversitas Sriwijaya

2012/2013

Page 2: Kegawatdaruratan Bm

PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan adalah suatu kondisi yang mendesak yang membutuhkan

penanganan dengan segera untuk mempertahankan hidup dan mengurangi resiko

kematian dan kecacatan. Kondisi seperti ini dapat saja terjadi pada praktik dokter

gigi, bahkan sering terjadi. Ada berbagai perlengkapan darurat pada praktik bedah

mulut untuk menangani kondisi tersebut.

Insidensi gawat darurat pada bedah lebih tinggi daripada non-bedah,

karena:

1. tindakan bedah sering merupakan suatu stress-provoking

2. banyaknya medikasi yang diberikan pada tindakan bedah

3. waktu pelaksanaan tindakan bedah yang lama

Penatalaksanaan dasar dalam kegawatdaruratan adalah akronim PABCD yaitu

position, airway, breathing, circulation, dan definitive care (pada basic life support

biasa disebut dengan defibrillation). Perlu pula ditentukan apakah pasien dalam

keadaan sadar atau tidak, bila pasien tidak sadar maka tidak ada respons terhadap

stimulasi, sehingga hindari tindakan untuk menggerakkan dan berteriak.

Manajemen pencegahan kegawatdaruratan adalah dengan Assesment yang

tepat, yaitu medical history yang akurat, pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan

fisik. Dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa mengenai kegawat

daruratan bedah, baik itu kondisi nya maupun cara menanganinya.

Perlengkapan darurat pada praktik bedah mulut

I. Oksigen Darurat

Pada setiap praktik dokter harus selalu tersedia sumber oksigen. Jika ruang

praktik terletak pada bangunan yang bertingkat lebih dari satu, maka tabung

oksigen darurat harus berbentuk portable atau harus ada satu untuk tiap tingkat.

Tabung oksigen sebaiknya silinder berukuran 170 liter, ukuran C. Katup pengatur

reduksi, kantung pernapasan (Amubag), dan masker wajah harus sudah

dipersiapkan. Kunci untuk membuka katup pada silinder harus diletakkan pada

tabung. Sebaiknya disediakan juga perangkat pernapasan orofaringeal atau Brook.

Page 3: Kegawatdaruratan Bm

II. Obat-obatan Darurat

Vial injeksi adrenalin tartrat BP (adrenalin 1:1000)

2 botol hidrokortison sodium suksinat, masing-masing 100 mg

2 ampul klorpeniramin maleat (Piriton) 10 mg

Ampul air steril 2 cc untuk injeksi

50 ml injeksi glukosa kuat BP 50% w/v

Glukagon hidroklorid 1 mg

4 vial diazepam BP 10 mg dalam 2 ml untuk injeksi IV

2 spuit disposibel steril 200 cc

2 spuit disposibel steril 2 cc

Kanula kupu-kupu 21 gauge.

Prinsip ABCDE dalam Penanganan Pasien Trauma

A : Airway with cervical spine control

Mempertahankan jalan nafas baik secara manual ataupun menggunakan alat

bantu. Yang perlu diperhatikan disini adalah tindakan manipulasi pada leher harus

tetap mempertahankan stabilitas tulang belakang.

B: Breathing and ventilation

Menjaga pernafasan atau ventilasi. Hal ini dilakukan misalnya dengan

pemberian oksigen (10-15 liter/menit). Kelainan perifer misalnya aspirasi dan

pneumothoraks dan kelainan sentral misalnya kerusakan pusat nafas di otak dapat

mengakibatkan gangguan pernafasan.

C: Circulation and hemorrhage control

Mengontrol sumber perdarahan dan mempertahankan sirkulasi. Selain itu,

pemberian cairan pada pasien sangatlah penting terutama pada pasien yang

kehilangan banyak darah. gangguan sirkulasi yang paling sering disebabkan oleh

kondisi hipovalemia akibat perdarahan luar, ruptur organ dalam abdomen, trauma

dada, syok septik, dan pneumothoraks.

Page 4: Kegawatdaruratan Bm

D: Disability / neurological status

Pemeriksaan untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan neurologis.

Mislanya dapat menggunakan skala koma Glasgow (GCS).

E: Exposure and environment

Pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan dan juga menjaga pasien dari

hipotermi. Biasanya yang dilakukan adalah menutup tubuh pasien dengan selimut

hangat (setelah seluruh pakaiannya dibuka) atau menggunakan alat penghangat

khusus.

Tindakan pra-rumah sakit yang dilakukan meliputi:

Menjaga jalan napas pasien

Mengontrol perdarahan

Stabilisasi keadaan umum pasien

Mengontrol perdarahan

Mencegah syok

Imobilisasi pasien

Mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder

Mengirim pasien dengan kompetensi yang sesuai secepatnya

A. Stabilisasi Keadaan Umum Pasien

Stabilisasi keadaan umum pasien, dapat dilakukan dengan:

Memposisikan bagian paha dan kaki lebih tinggi dari kepala (autotransfusi)

Substitusi cairan secara intravena

Pemberian obat analgetik yang cukup

Melindungi pasien dari kedinginan

Posisi pasien yang aman adalah posisi samping. Posisi ini dapat digunakan jika

pada pasien tidak dilakukan intubasi atau tidak perlu dilakukan intubasi dan jika

tidak perlu untuk dilakukan resusitasi jantung-paru. Yang perlu diperhatikan pada

fraktur rahang bawah adalah jangan sampai kepala terutama rahang bawah

Page 5: Kegawatdaruratan Bm

dijadikan tumpuan. Posisi ini biasanya hanya digunakan sampai pasien

ditransportasi ke rumah sakit terdekat.

B. Menjaga Jalan Pernafasan

Menjaga jalan pernafasan sangat penting karena penyebab utama kematian

pada kasus trauma Oral dan Maksilofasial adalah karena blokade jalan nafas. Pada

fraktur rahang bawah, displacement rahang bawah, lidah, dan ootot-otot dasar

mulut dapat memblokade jalan pernafasan. Hal ini disebabkan karena Mm.

Genioglossi dan oto suprahyoid kehilangan perlekatannya pada bagian ventral dan

sebagai akibatnya akan bergerak jatuh ke belakang dan menutup jalan nafas. Selain

itu, blokade jalan nafas juga dapat disebabkan oleh hematoma, misalnya pasca-

trauma leher.

Manuver Erschmarch dan menarik rahang bawah ke bagian depan dapat

membantu melancarkan jalan pernafasan. Pada keadaan normal, jarak dari dorsal

lidah ke dinding tenggorok adalah 15 mm. dengan membuat posisi kepala

mendongak ke belakang jarak ini bertambah 8 mm dan dengan menarik rahang

bawah ke bagian depan jarak ini dapat bertambah hingga 8 mm lagi. Selain itu,

dapat dilakukan pemasangan pipa orofaringeal (pipa Guedel) atau pipa

nasofaringeal (pipa Wendl) untuk melancarkan jalan nafas.

Manuver Erschmarch

Posisi operator dari arah jam 12 pasien

Pertama, jari telunjuk hingga kelingking kedua tangan memegang bagian

angulus mandibula

Ibu jari diposisikan pada dagu pasien

Rahang bawah didorong ke depan

Ibu jari digunakan untuk membuka mulut

Satu tangan digunakan untuk mempertahankan mulut dalam posisi terbuka

Tangan yang lain dimasukkan dalam mulut untuk inspeksi intraoral

(mengeluarkan protesa, gigi avulsi, dan benda asing lainnya)

Page 6: Kegawatdaruratan Bm

Jika telah sampai di rumah sakit dengan peralatan yang memadai trakeostomi

atau laringotomi dapat dilakukan dengan segera, jika memang diperlukan. Kadang

cukup dilakukan pemasangan pipa endotrakea.

Laringotomi (Krikotirotomi)

Laringotomi dilakukan dengan membuat lubang pada membran tirokrikoid

(krikotirotomi). Krikotiromi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam

keadaan gawat napas. Bahayanya besar tetapi mudah dikerjakan, dan harus

dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah usia 12tahun,

demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat

laringitis.

Bila kanul dibiarkan terlalu lama maka akan timbul stenosis subglotik karena

kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis,

sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya diganti dengan trakeostomi

dalam waktu 48 jam.

Teknik krikotirotomi:

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi

atlantooksipitalis.

Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari

tangan kiri.

Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah

sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara

kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum

kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit.

Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.

Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke

bawah.- Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai

pipa plastik untuk sementara

Page 7: Kegawatdaruratan Bm

Gambar. Teknik krikotirotomi

Trakeostomi

Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan mengiris atau membuat

lubang sehingga terjadi hubungan langsung lumen trakea dengan dunia luar untuk

mengatasi gangguan pernapasan bagian atas.

Indikasi trakeostomi adalah:

o Mengatasi obstruksi laring.

o Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran pernapasan atas.

o Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus.

o Untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator).

o Untuk mengambil benda asing di subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas bronkoskopi

Keuntungan trakeostomi yaitu:

o Dapat dipakai dalam waktu lama.

o Trauma saluran napas tidak ada.

o Penderita masih dapat berbicara sehingga kelumpuhan otot laring dapat

dihindari.

o Penderita merasa enak dan perawatan lebih mudah

o Penderita dapat makan seperti biasa.

Page 8: Kegawatdaruratan Bm

o Menghindari aspirasi, menghisap sekret bronkus.

o Jalan napas lancar, meringankan kerja paru.

Kerugian trakeostomi, yaitu:

Tindakan lama.

Cacat dengan adanya jaringan sikatrik.

Jenis irisan trakeostomi ada dua macam:

Irisan vertikal di garis median leher.

Irisan horizontal.

Berdasarkan jenis trakeostomi:

o Trakeostomi letak tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3.

o Trakeostomi letak tengah, yaitu setinggi trakea 3-4.

o Trakeostomi letak rendah, yaitu setinggi cincin trakea 4-5.

Untuk perawatan trakeostomi, yang harus diperhatikan adalah:

1. Kelembaban udara masuk.

Dapat dilakukan dengan uap air basah hangat, Nebulizer, Kassa steril yang

dibasahi diletakkan di permukaan stoma.

2. Kebersihan dalam kanul.

Jangan tersumbat oleh sekret, dianjurkan disuksion ½-1 jam pada 24 jam

pertama dan tidak boleh terlalu lama setiap suksion, biasanya 10-15detik.

Bila lama penderita bisa sesak atau hipoksia atau cardiac arrest dan

lakukanlah berkali-kali sampai bersih.

3. Anak: kanul dibersihkan setiap hari kemudian pasang kembali.

Pengangkatan kanul dilakukan secepatnya, atau dengan indikasi berikut:

Tutup lubang trakeostomi selama 3 menit, penderita tidak sesak.

Dalam 25 jam tidak ada keluhan sesak bila lubang trakeostomi ditutup

waktu tidur, makan dan bekerja.

Penderita sudah dapat bersuara.

Komplikasi trakeostomi:

Page 9: Kegawatdaruratan Bm

- Waktu operasi: Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.

- Pasca operasi:Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan

cuff pada pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea,

disfagia,granulasi.

Teknik trakeostomi:

1. Penderita tidur telentang dengan kaki lebih rendah 30˚ untuk

menurunkan tekanan vena di daerah leher. Punggung diberi ganjalan

sehingga terjadi ekstensi. Leher harus lurus, tidak boleh laterofleksi

atau rotasi.

2. Dilakukan desinfektan daerah operasi dengan betadin atau alkohol.

3. Anestesi lokal subkutan, prokain 2% atau silokain dicampur

denganepinefrin atau adrenalin 1/100.000. Anestesi lokal atau infiltrasi

ini tetapdiberikan meskipun trakeostomi dilakukan secara anestesi

umum

4. Dilakukan insisi,

Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa

suprasternum,insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih mudah

Insisi horizontal: dilakukan setinggi pertengahan krikoid dan

fossa sternum,membentang antara kedua tepi depan dan medial

m.sternokleidomastoid, panjang irisan 4-5 cm.Irisan mulai dari

kulit, subkutis, platisma sampai fasia colli superfisialsecara

tumpul. Bila tampak ismus, maka ismus disisikan ke atas atau

ke bawah. Bila mengalami kesukaran dan tidak memungkinkan,

potong saja.

5. Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian

suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk

pada waktu memasang kanul.

6. Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan

trakea yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan benang

kapas tersebut.Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator.

7. Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya

jahitan longgar agar udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah

kulit.

Page 10: Kegawatdaruratan Bm

Gambar. Teknik Trakeostomi

Kontrol Perdarahan

1. A. Maksilaris

Perdarahan yang hebat dapat terjadi dan harus ditangani segera. Misalnya,

perdarahan sentral dari a.maksilaris. Pada fraktur muka, rupture dari arteri di

bagian pterigopalatina dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Darah dapat

terlihat mengalir dari sinus maksilaris, hidung, rongga mulut, dan tenggorok.

Pasien bahkan dapat mengalami syok hemoragik atau syok hipovolemik karena

kehilangan darah yang banyak. Penatalaksanaan perdarahan dari a.maksilaris

adalah dengan menekan atau kompresi rahang atas arah ke skullbase dalam arah

dosokranial dan pada waktu yang bersamaan memasukkan tampon intranasal ke

dalam hidung. Pada pasien yang tidak sadarkan diri, risiko aspirasi sangat besar,

karena itu sebaiknya tindakan ini dilakukan setelah dilakukan pembiusan total

dengan pemasangan endotrakeal tube.

2. A. Karotis

Perdarahan dari a.karotis di dasar tengkorak dapat berakibat fatal. Untuk

menghentikan perdarahan dapat dicoba dengan pemasangan tampon Belloq.

Walaupun dalam kebanyakan kasus umunya tidak dapat banyak menolong,

Page 11: Kegawatdaruratan Bm

sehingga perdarahan dari a.karotis di dasar tengkorak ini umumnya dapat berakibat

fatal.

3. A. Etmoidalis Anterior dan Posterior

Perdarahan juga dapat terjadi dari a. etmoidalis anterior dan posterior.

Umumnya perdarahan ini dapat terkontrol dengan pemasangan tampon di hidung.

Dapat juga terjadi perdarahan infraorbital yang ditandai dengan hiposphagma

dengan kemosis dan protusio bulbi. Jika hal ini terjadi perlu dilakukan dekompresi

orbita lewat akses lateral kantotomi.

4. A. Temporalis, A. Facialis, A. Lingualis

Selain dari a.maksilaris, perdarahan juga dapat timbul dari cabang A.karotis

eksterna yang lain seperti dari a.temporalis, a.fasialis, dan a.lingualis. Perdarahan

dari arteri ini biasanya tidak sehebat perdarahan dari a.maksilaris. Perdarahan

dapat dikontrol dengan kompresi dan koagulasi.

Kegawatdaruratan yang Membutuhkan Pembedahan dan yang Dapat

Terjadi Pada Saat Pembedahan

Trauma jaringan lunak

Secara umum, pada semua luka atau trauma jaringan lunak perlu dilakukan

interverensi bedah untuk merekontruksi dan mengembalikan fungsi jaringan ke

keadaan normal, kecuali pada trauma jaringan lunak tingkat I.

Semua perawatan pada jaringan lunak perlu dilakukan dalam keadaan steril.

Prinsip dasarnya adalah membersihkan daerah luka, misalnya dengan H2O2. Jika

terdapat fraktur tulang, maka jika memungkinkan fraktur tulang harus diterapi

terlebih dahulu baru kemudian menutup jaringan lunak (prinsip merawat dari

bagian dalam keluar).

Tabel . Klasifikasi trauma jaringan lunak berdasarkan kedalaman luka.

Tingkatan Kedalaman

I Hanya pada bagian permukaan epidermis dan dermis

tanpa melibatkan stratum basalis

Page 12: Kegawatdaruratan Bm

II Terputusnya lapisan epidermis dan dermis

III Terputusnya lapisan epidermis, dermis, dan jaringan

lunak subkutan

IV Terputusnya lapisan epidemis, dermis, jaringan lunak

subkutan, dan juga melibatkan struktur tulang

dibawahnya

Tidak seperti pada prinsip bedah umum bahwa penutupan luka secara primer

untuk menghindari infeksi dan proliferasi bakteri dapat dilakukan jika waktu

trauma kurang dari 6-8 jam, pada luka bagian mulut dan muka penutupan atau

penjahitan luka secara primer masih dapat dilakukan pada luka yang terjadi

maksimal 48 jam.

Pada trauma jaringan lunak dengan defek atau kehilangan jaringan lunak, dapat

dilakukan rekontruksi primer dengan menggunakan flap regional dan pada kasus-

kasus yang berat dapat dilakukan transplantasi jaringan dengan free flap transfer

secara mikrosurgeri.

Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi

kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,

disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi

yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan

darah yang cepat (syok hemoragik).

Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang

disebabkan oleh: perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau

kondisi yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain,

intestinal obstruction, peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari

excessive perspiration, diare berat atau muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau

intake cairan yang tidak adekuat.

Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik

berasal dari penurunan volume darah intravascular, yang menyebabkan penurunan

cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang

Page 13: Kegawatdaruratan Bm

anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadi

anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yangmenyebabkan asidosis

metabolik.

Ketika mekanisme kompensasi gagal, syok hipovolemik terjadi pada rangkaian

keadaan di bawah ini:

1. Penurunan volume cairan intravascular

2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload dan

stroke volume

3. Penurunan cardiac output

4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)

5. Kerusakan perfusi jaringan

6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel

7. Kegagalan multisistem organ

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah

a. memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa

sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat

b. meredistribusi volume cairan

c. memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat

mungkin.

Akibat perdarahan, untuk menangani syok hipovolemik, dilakukan:

Menghentikan sumber perdarahan

Posisikan badan lebih rendah daripada kaki

Jika memungkinkan observasi pasien segera di unit intensif

Pemberian O2 (4-8 L/menit) atau lakukan intubasi

Pemasangan akses iv secepatnya

Pemeriksaan laboratorium darah

Penggantian cairan tubuh, misalnya dengan NaCl 0,9% 1000-2000nml

atau lebih.

Transfusi darah

Page 14: Kegawatdaruratan Bm

Fresh frozen plasma (FFP) diberikan jika Quick <40%, INR>2,0, PTT

>60 detik atau fibrinogen <75mg/dl

Jika diperlukan dapat dilakukan pemasangan kateter vena sentral

Syok hipotermia

Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gangguan hantaran oksigen

ke sel tubuh, atau gangguan ambilan dan utilisasi oksigen secara normal.

Perdarahan dengan penurunan curah jantung merupakan penyebab tersering syok

pada pasien trauma. Trauma dan perdarahan dengan hipoperfusi jaringan

mengganggu termoregulasi sehingga menyebabkan hipotermia. Beberapa faktor

yang menyebabkan hipotermia pada pasien trauma adalah paparan yang

berkepanjangan terhadap lingkungan dingin dan pemberian cairan intravena yang

dingin.

Penyebab hipotermia pada pasien trauma adalah:

Kegagalan termoregulasi dan penurunan produksi panas tubuh, diakibatkan

oleh:

o Cedera setempat

o Cedera susunan saraf pusat

o Syok (hipoperfusi jaringan)

o Umur yang ekstrim (terlalu tua atau muda)

o Anestesia umum atau blok neuroaksial

o Kondisi pengobatan seperti pada penderita diabetes mellitus dan gagal

jantung

o Pengaruh obat-obatan dan senyawa lain seperti alkohol dan antidepresan

trisiklik.

o Meningkatnya kehilangan panas tubuh

Page 15: Kegawatdaruratan Bm

o Paparan terhadap lingkungan dingin

o Cairan intravena atau darah transfusi yang dingin

o Luka bakar

o Anestesia umum atau blok neuroaksial

Hipotermia yang tidak disengaja pada korban trauma merupakan masalah yang

sering terjadi pada awal fase resusitasi dan sering sering terabaikan. Tindakan-

tindakan sederhana sebenarnya dapat mencegah terjadinya hipotermia pada pasien

trauma. Metode menghangatkan pasien trauma yang hipotermia meliputi baik

penghangatan eksternal pasif, penghangatan eksternal aktif, dan penghangatan

internal aktif. Penghangatan eksternal pasif dilakukan dengan memisahkan pasien

dari lingkungan yang dingin dan melakukan penutupan tubuh pasien dari paparan

dingin. Penghangatan eksternal aktif dapat dilakukan dengan pemberian air atau

udara hangat disekitar tubuh pasien, juga selimut atau benda hangat lainnya.

Sedangkan penghangatan internal aktif dapat dilakukan dengan memberikan

inhalasi udara panas, pemberian cairan infus yang dihangatkan, bilas lambung

dengan air hangat, irigasi kandung kemih atau mediastinum dengan cairan hangat.

Penatalaksanaan hipotermia pada pasien trauma seharusnya dimulai dengan

pencegahan kehilangan panas tubuh. Resusitasi cairan dapat menyebabkan

penurunan suhu tubuh, sehingga diperlukan alat penghangat cairan sebelum

dimasukkan ke dalam tubuh. Dari berbagai modalitas terapi non-invasif,

penghangatan konveksi efektif dalam mengembalikan suhu inti tubuh, walaupun

panas radiasi mungkin lebih mudah diberikan pada pasien dengan trauma multipel.

Tehnik penghangatan suhu aktif seperti CAVR meningkatkan suhu inti 1,5oC

sampai 2,5oC/jam, dan dapat mencegah kematian pada pasien trauma yang

mengalami hipotermia.

Trauma jaringan keras (Fraktur maksilofasial)

Page 16: Kegawatdaruratan Bm

Umumnya terjadi karena trauma dengan kecepatan tinggi seperti kecelakaan

lalulintas dan kecelakaan lainnya. Tindakan yang terutama adalah membebaskan

jalan nafas. Bebaskan semua trauma pada pasien sepanjang jalan nafas dengan

pedoman ATLS. Masalah lain yang mengancam kehidupan seperti pendarahan

intracranial, pendarahan hebat dari organ lain dan kerusakan tulang leher harus

segera ditangani. Dalam pengamatan selanjutnya, perhatikan robekan pada kepala

dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.

Pada penatalaksanaan fraktur, walaupun terjadi kerusakan wajah yang parah,

tetapi hal tersebut bukan merupakan prioritas yang utama. Namun serpihan seperti

gigi yang patah, darah, atau air liur harus dibersihkan dari mulut. Dan diperlukan

pembebasan jalan nafas orofaringeal.

Fraktur Mandibula

Pada kasus fraktur ini biasanya tidak berhubungan dengan luka atau

pendarahan lain yang serius. Fraktur sederhana yang tidak bergeser dapat dirawat

secara konservatif dengan diet lunak apabila gigi tidak rusak. Lain halnya saat

sympysis mengalami remuk, lidah dapat terdorong ke belakang dan menyumbat

jalan nafas, maka hal ini perlu dicegah. Jika fragmen bergeser, nyeri cenderung

terjadi maka penatalaksanaan yang baik adalah fiksasi dini. Umumnya fraktur

dapat ditangani dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

Fraktur tengkorak bagian sepertiga tengah atas.

Fraktus ini biasanya ditimbulkan oleh trauma yang parah seperti kecelakaan

lalu lintas. Klasifikasinya menurut garis fraktur Le Fort (Fraktur horizontal pada

bilateral maksila).

Klasifikasi Fraktur Le Fort :

Le Fort I : bagian bawah dasar hidung segmentasi/horizontal dari processus

alveolaris (pembengkakan bibir bagian bawah)

Le Fort II : unilateral atau bilateral maksila (subzygomaticus),

menyebabkan pembengkakan wajah yang masif (ballooning) dan (Panda

Facies)

Page 17: Kegawatdaruratan Bm

Le Fort III : Seluruh maksila (suprazygomatic) dan satu atau lebih tulang

wajah terpisah dari kerangka craniofacial (terjadi pembengkakan wajah

massif dan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung).

Pada klasifikasi Le Fort ini, mungkin terdapat pula terjadi penyumbatan jalan

nafas, cedera kepala, cedera dada, robekan organ visceralis, fraktur tulang

belakang dan tulang panjang. Sebagian besar fraktur sepertiga tengah dirawat

dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

Jadi, prioritas utama penanganan pasien dengan fraktur maxillofacial adalah

membebaskan jalan nafasnya, jika pembebasan jalan nafas sudah dilakukan dengan

tepat barulah tindakan-tindakan selanjutnya dilakukan.

Page 18: Kegawatdaruratan Bm

DAFTAR PUSTAKA

1. Budihardja, AS, dkk. 2011. Trauma Oral & Maksilofasial. Jakarta: EGC.

2. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.

3. Juniper RP, dkk. 1996. Kedaruratan dalam praktik dokter gigi. Jakarta: EGC

4. Dewi, Enita, dkk. 2010. Kegawatdaruratan syok hipovolemik. Berita Ilmu

Keperawatan ISSN 19792697, Vol. 2. No. 2 93-96