Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring

3
202 LAPORAN KASUS CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) adalah jenis karsinoma yang berasal dari epitel atau mukosa dan kripta yang melapisi permukaan nasofaring. Keganasan ini sering disebut sebagai kanker tenggorok. 1 Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan yang jarang di sebagian besar dunia dan salah satu yang paling membingungkan, sering salah terdiagnosis, dan sulit dimengerti. 2 Insiden KNF rendah di sebagian besar tempat seperti Eropa dan Amerika Utara, juga Jepang dan India, kurang dari 1 per 100.000 orang, 1 tetapi tinggi di Cina Selatan, Hongkong, Alaska dan Greenland. 3,4 Pola insidens menunjukkan prevalensi KNF lebih tinggi pada orang Cina ke mana pun mereka bermigrasi. 1 Di Indonesia, KNF adalah kanker terbanyak kelima, sekitar 5,78% dari seluruh kanker dengan insidens 6,2/100.000 populasi per tahun. 3,5 KNF dalam beberapa dekade terakhir telah menarik perhatian dunia karena interaksi kompleks antara genetik, virus, faktor lingkungan, dan makanan, yang boleh jadi berhubungan dengan etiologi penyakit ini. Keluhan paling umum adalah benjolan di leher pada lebih dari separuh pasien. Nyeri kepala muncul pada lebih dari sepertiga pasien. Gangguan nervus kranialis biasanya ditemukan pada stadium lanjut, sedangkan kebutaan hanya terjadi pada dua persen pasien. 6 ILUSTRASI KASUS Seorang laki-laki 26 tahun, suku Bali, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUP Sanglah dengan keluhan utama nyeri kepala sisi kanan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala seperti tertusuk jarum, hilang timbul namun makin memberat. Nyeri kepala berkurang dengan obat namun muncul kembali setelah beberapa jam. Pasien juga mengeluhkan adanya perubahan suara menjadi sengau sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanan tidak bisa melihat sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit, diawali dengan sering penglihatan ganda, kemudian pandangan makin kabur sampai akhirnya tidak dapat melihat sama sekali. Pasien tidak merokok maupun minum minuman keras. Pada pemeriksaan fisik umum, didapatkan kesadaran kompos mentis (E 4 V 5 M 6 ), status gizi cukup, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 68 x/menit teratur, pernapasan 18 x/menit dan suhu aksila 37 ° C. Mata proptosis, tidak anemis, tidak ikterik. Pada pemeriksaan THT, tidak tampak kelainan. Pada pemeriksaan spekulum hidung, tampak massa terutama di hidung kanan, terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher sebelah kanan. Pada pemeriksaan neurologis, Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring Khristi Handayani, I Gusti Ngurah Purna Putra, Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha Program Studi Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Keluhan karsinoma nasofaring (KNF) pada hampir separuh pasien adalah benjolan di leher. Gejala neurologi lebih jarang dijumpai, kebutaan hanya terjadi kurang dari satu persen. Laporan kasus: Laki-laki 26 tahun dengan keluhan nyeri kepala, suara sengau, dan tidak dapat melihat sejak satu bulan. Dari pemeriksaan didapatkan massa di kavum nasi kanan, pembesaran kelenjar getah bening leher kanan, lesi nervus III, IV, V1, V2, V3, VI, VII kanan, dan nervus II kanan. Refleks makula kanan pada funduskopi menurun. Pada CT scan didapatkan massa nasofaring kanan yang meluas ke intrakranial dan intraorbital kanan. Simpulan: Terdapat infiltrasi KNF perkontinuitatum ke jaringan sekitar sampai intrakranial. Kebutaan pada satu mata dapat disebabkan oleh perluasan ke fosa serebri media dan invasi ke orbita, juga karena kompresi nervus optikus oleh jaringan tumor. Kata kunci: Karsinoma nasofaring, kebutaan unilateral, nervus optikus ABSTRACT Background: The common complaint in almost half of nasopharyngeal carcinoma (NPC) patients was a lump in the neck. Neurological symptoms occured less frequently, whereas blindness occurred in only less than one percent of cases. Case report: A 26 year-old male complained about headache, nasal voice, and blindness in right eye since a month ago. Examination found mass in the right nasal cavity, right neck lymph nodes enlargement, damage to the right oculomotor (III), trochlear (IV), trigeminal (V), and abducens (VI) nerve, and right opticus nerve (II). On fundoscopy, right macular reflex decreased. On CT scan there was right nasopharyngeal mass extending to intracranial and right intraorbital spaces. Summary: There was a direct infiltration of NPC into surrounding and intracranial structures. Unilateral blindness may be caused by expansion to middle cerebral fossa and orbita. It can also be caused by optic nerve compression from surrounding tumor tissue. Khristi Handayani, IGN Purna Putra, AAB Ngurah Nuartha. Blindness in Nasopharygeal Carcinoma. Key words: Nasopharyngeal carcinoma, unilateral blindness, optic nerve Alamat korespondensi email: [email protected]

Transcript of Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring

Page 1: Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring

202

LAPORAN KASUS

CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

PENDAHULUANKarsinoma nasofaring (KNF) adalah jenis karsinoma yang berasal dari epitel atau mukosa dan kripta yang melapisi permukaan nasofaring. Keganasan ini sering disebut sebagai kanker tenggorok.1

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan yang jarang di sebagian besar dunia dan salah satu yang paling membingungkan, sering salah terdiagnosis, dan sulit dimengerti.2

Insiden KNF rendah di sebagian besar tempat seperti Eropa dan Amerika Utara, juga Jepang dan India, kurang dari 1 per 100.000 orang,1 tetapi tinggi di Cina Selatan, Hongkong, Alaska dan Greenland.3,4 Pola insidens menunjukkan prevalensi KNF lebih tinggi pada orang Cina ke mana pun mereka bermigrasi.1 Di Indonesia, KNF adalah kanker terbanyak kelima, sekitar 5,78% dari seluruh kanker dengan insidens 6,2/100.000 populasi per tahun.3,5 KNF dalam

beberapa dekade terakhir telah menarik perhatian dunia karena interaksi kompleks antara genetik, virus, faktor lingkungan, dan makanan, yang boleh jadi berhubungan dengan etiologi penyakit ini.

Keluhan paling umum adalah benjolan di leher pada lebih dari separuh pasien. Nyeri kepala muncul pada lebih dari sepertiga pasien. Gangguan nervus kranialis biasanya ditemukan pada stadium lanjut, sedangkan kebutaan hanya terjadi pada dua persen pasien.6

ILUSTRASI KASUSSeorang laki-laki 26 tahun, suku Bali, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUP Sanglah dengan keluhan utama nyeri kepala sisi kanan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala seperti tertusuk jarum, hilang timbul namun makin memberat. Nyeri kepala berkurang dengan obat namun muncul kembali setelah beberapa jam.

Pasien juga mengeluhkan adanya perubahan suara menjadi sengau sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanan tidak bisa melihat sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit, diawali dengan sering penglihatan ganda, kemudian pandangan makin kabur sampai akhirnya tidak dapat melihat sama sekali. Pasien tidak merokok maupun minum minuman keras.

Pada pemeriksaan fi sik umum, didapatkan kesadaran kompos mentis (E4V5M6), status gizi cukup, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 68 x/menit teratur, pernapasan 18 x/menit dan suhu aksila 37°C. Mata proptosis, tidak anemis, tidak ikterik.

Pada pemeriksaan THT, tidak tampak kelainan. Pada pemeriksaan spekulum hidung, tampak massa terutama di hidung kanan, terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher sebelah kanan. Pada pemeriksaan neurologis,

Kebutaan pada Karsinoma NasofaringKhristi Handayani, I Gusti Ngurah Purna Putra, Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha

Program Studi Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAKLatar belakang: Keluhan karsinoma nasofaring (KNF) pada hampir separuh pasien adalah benjolan di leher. Gejala neurologi lebih jarang dijumpai, kebutaan hanya terjadi kurang dari satu persen. Laporan kasus: Laki-laki 26 tahun dengan keluhan nyeri kepala, suara sengau, dan tidak dapat melihat sejak satu bulan. Dari pemeriksaan didapatkan massa di kavum nasi kanan, pembesaran kelenjar getah bening leher kanan, lesi nervus III, IV, V1, V2, V3, VI, VII kanan, dan nervus II kanan. Refl eks makula kanan pada funduskopi menurun. Pada CT scan didapatkan massa nasofaring kanan yang meluas ke intrakranial dan intraorbital kanan. Simpulan: Terdapat infi ltrasi KNF perkontinuitatum ke jaringan sekitar sampai intrakranial. Kebutaan pada satu mata dapat disebabkan oleh perluasan ke fosa serebri media dan invasi ke orbita, juga karena kompresi nervus optikus oleh jaringan tumor.

Kata kunci: Karsinoma nasofaring, kebutaan unilateral, nervus optikus

ABSTRACTBackground: The common complaint in almost half of nasopharyngeal carcinoma (NPC) patients was a lump in the neck. Neurological symptoms occured less frequently, whereas blindness occurred in only less than one percent of cases. Case report: A 26 year-old male complained about headache, nasal voice, and blindness in right eye since a month ago. Examination found mass in the right nasal cavity, right neck lymph nodes enlargement, damage to the right oculomotor (III), trochlear (IV), trigeminal (V), and abducens (VI) nerve, and right opticus nerve (II). On fundoscopy, right macular refl ex decreased. On CT scan there was right nasopharyngeal mass extending to intracranial and right intraorbital spaces. Summary: There was a direct infi ltration of NPC into surrounding and intracranial structures. Unilateral blindness may be caused by expansion to middle cerebral fossa and orbita. It can also be caused by optic nerve compression from surrounding tumor tissue. Khristi Handayani, IGN Purna Putra, AAB Ngurah Nuartha. Blindness in Nasopharygeal Carcinoma.

Key words: Nasopharyngeal carcinoma, unilateral blindness, optic nerve

Alamat korespondensi email: [email protected]

Page 2: Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring

203

LAPORAN KASUS

CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

didapatkan kesadaran kompos mentis dan tidak ditemukan tanda rangsang selaput otak. Pemeriksaan mata: pupil anisokor, diameter 5 mm/3 mm, refl eks cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan negatif. Funduskopi mata kanan memperlihatkan papil nervus II bulat batas tegas, cupping disc ratio 0,3, arteri/vena: 2/3, refl eks makula menurun, retina baik. Terdapat lesi saraf otak II, III, IV, V1-3, VI, VII kanan. Motorik normal. Refl eks fi siologis normal, tidak ditemukan refl eks patologis. Sensorik kesan normal.

Pemeriksaan laboratorium hematologi: anemia ringan (RBC: 4.41 x 106/μl, HGB: 12.0 g/dL, HCT: 37.7 %). Pemeriksaan kimia darah: fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, dan kadar lemak dalam batas normal, glukosa darah sewaktu 109 mg/L. Foto toraks dan EKG dalam batas normal.

CT scan kepala irisan aksial dan koronal tanpa dan dengan kontras menunjukkan massa nasofaring kanan yang meluas ke sinus etmoidalis dan sfenoidalis kanan disertai erosi tulang sfenoid kanan, juga ke intrakranial dan intraorbital, serta edema serebri (Gambar 1).

Dari pemeriksaan histopatologi nasofaring, didapatkan sediaan jaringan dilapisi epitel skuamous yang sebagian tampak mengalami displasia. Di subepitel, tampak jaringan stroma yang mengandung invasi sel-sel epitel anaplastik proliferatif, dengan inti bulat ovoid, pleomorfi k, membran inti ireguler, sebagian dengan anak inti prominen, sitoplasma sempit, batas antar sel tidak tegas (sinsitial), tampak pula kista dengan bentuk spindel, hiperkromatik, anak inti tidak jelas. Sel-sel tersebut tampak membentuk susunan solid. Di sekitarnya tampak nekrosis sedikit dan infi ltrat sel-sel radang limfosit dan PMN serta eritrosit. Mitosis sulit ditemukan. Kesan: undiff erentiated carcinoma. Direncanakan radioterapi dan kemoterapi namun pasien menolak.

PEMBAHASANKasus ini merupakan kasus seorang pasien laki-laki dengan karsinoma nasofaring (KNF). Kasus KNF di RSUP Sanglah lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan 1,7:1.7 Di Indonesia, KNF merupakan keganasan daerah kepala dan

leher yang paling sering dijumpai. Frekuensi relatif berkisar antara 38,1-71,8%.2

Meskipun KNF dapat ditemukan pada semua umur, jarang di bawah 20 tahun, hampir seperempat pasien berusia di bawah tiga puluh tahun.8 Insidens KNF mulai meningkat pada umur 20-24 tahun, mendatar (plateau) antara umur 45-54 tahun, kemudian menurun. Sekitar 80% KNF dijumpai pada usia produktif (30-59 tahun), dengan puncak antara 40-49 tahun.2

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan kepala-leher yang unik. Karsinoma nasofaring jarang dilaporkan di negara Barat, relatif tidak banyak di Amerika Utara,3 namun frekuensinya tinggi di Cina Selatan, Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Malaysia,2 merupakan keganasan yang paling umum pada orang Kanton.3 Pola insidens menunjukkan prevalensi KNF yang lebih tinggi pada orang Cina ke mana pun mereka bermigrasi.1 Di Indonesia, KNF adalah kanker terbanyak kelima, sekitar 5,78% dari seluruh kanker, dengan insidens 6,2/100.000 populasi per tahun.3,5 Di RSUP Sanglah, kasus terbanyak ditemukan pada suku Bali7 seperti pasien ini.

KNF biasanya berasal dari dinding lateral nasofaring, termasuk fosa Rosenmuller. Kemudian dapat meluas ke dalam atau ke luar nasofaring ke dinding lateral lainnya dan atau posterosuperior ke basis kranii atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Umumnya bermetastasis ke limfonodi servikal. Metastasis jauh dapat ke tulang, paru, mediastinum dan lebih jarang hati. Limfadenopati servikal adalah gejala awal pada banyak pasien, dan diagnosis KNF sering didapat dari biopsi limfonodi. Gejala yang berkaitan dengan tumor primer termasuk trismus, nyeri, otitis media, regurgitasi nasal karena paresis palatum mole, gangguan pendengaran dan paralisis nervus kranialis. Pertumbuhan yang lebih besar dapat menyebabkan obstruksi nasal atau perdarahan dan sengau. Metastasis

Gambar 1 CT sken potongan aksial tanpa kontras

Gambar 2 CT sken potongan aksial dengan kontras

Gambar 3 Histopatologi Nasofaring

Page 3: Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring

204

LAPORAN KASUS

CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar S. Epidemiological and Etiological Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinoma. New Delhi: Indian Council of Medical Research Off set Press; 2003.

2. Kentjono WA. Karsinoma Nasofaring Etiologi Gejala Diagnosis Terapi dan Pencegahan. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya; 2007.

3. Nurhantari Y, Emoto N, Rahayu P, Matsuo M. Nasopharyngeal Carcinoma in Indonesia has a Low Prevalence of the 30-Base Pair Deletion of Epstein Barr Virus Latent Membrane Protein.

Southeast Asian J Trop Med Public Health 2003; 34:98-105.

4. Lee C, Huang T, Lee M, Hsiao S, Lin H, Su Y, Hsu F, Hung S. Clinical Application of Tumor Volume in Advanced Nasopharyngeal Carcinoma to Predict Outcome. Radiation Oncology 2010;

5:20.

5. Hutajulu SH, Indrasari SR, Indrawati LPL, Harijadi A, Duin S, Haryana SM, Steenbergen RDM, Greijer AE, Middeldorp JM. Epigenetic Markers for Early Detection of Nasopharyngeal Carcinoma

in a High Risk Population. Molecular Cancer 2011; 10:48.

6. Domaa AM, Gad HA. The Clinical Manifestations of Nasopharyngeal Cancer In Libya–A Comparative Study. Middle East J. Appl. Sci. 2011; 1(1): 1-4.

7. Sudiasa P, Tjekeg M, Puteri AAS. Penurunan Status Gizi Pasien Karsinoma Nasofaring setelah Radioterapi dengan Cobalt-60 di RSUP Sanglah. Medicina 2012; 43:179-83.

8. Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi AI, Roezin A, Hermani B, Gondhowiardjo S, Tan IB, Middeldorp JM. Nasopharyngeal Carcinoma in Indonesia: Epidemiology Incidence Signs and

Symptoms at Presentation. Chinese J.Cancer. 2012; Vol. 31:185-96.

9. Brennan B. Nasopharyngeal carcinoma. Orphanet J. Rare Diseases 2006; 1:23.

10. Hsu W, Wang A. Nasopharyngeal Carcinoma with Orbital Invasion. Eye. 2004; Vol. 18, 833–8.

11. Baehr M, Frotscher M. Batang Otak. Dalam: Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.

12. Chen J, Chen D. Chronic Daily Headache in a Patient with Nasopharyngeal Carcinoma. Dalam: J Chin Med Assoc. 2010; 73(12):660–4.

dapat menimbulkan nyeri tulang dan disfungsi organ, kemudian osteoartropati sebagai sindrom paraneoplastik.9

Keterlibatan nervus kranialis didapatkan pada 22% pasien KNF pada pemeriksaan awal. Neuropati kranial terjadi saat dasar tengkorak diinvasi tumor. KNF cenderung menyebar dan menginfi ltrasi jaringan sekitar, penyebaran dapat superior melibatkan dasar tengkorak dan intrakranial, serta nervus kranialis. Insidens invasi ke basis kranii dan otak adalah 12-31%. Invasi dapat juga ke anterior melalui rongga hidung, sinus paranasal, fosa pterigopalatina, dan apeks orbita. Pasien dengan keterlibatan nervus kranialis dapat menunjukkan gejala okular atau orbital, seperti diplopia, proptosis, dan keterbatasan gerak ekstraokular.10

KNF dengan invasi orbita jarang dilaporkan

Gambar 4 Lokasi nervus kranialis keluar dari rongga

tengkorak11

yaitu sekitar 0-3%. Manifestasi okular dan atau orbita pada KNF termasuk gangguan motilitas okular, pandangan kabur, proptosis, nyeri orbita, dan edema diskus optikus.10 Pada kebanyakan kasus, pasien mengalami gejala nasal atau aural lebih dahulu. Gangguan visus berat kebanyakan terjadi karena kompresi tumor pada nervus optikus. Atrofi optik biasanya terjadi pada tahap akhir penyakit dengan gejala gangguan visus berat.

KNF yang melibatkan fosa pterigopalatina dan fosa infratemporalis dapat langsung menginfi ltrasi ke orbita melalui fi sura orbitalis inferior. Invasi orbita dapat melalui beberapa cara. Fosa pterigopalatina dan fi sura orbitalis inferior adalah rute invasi tersering, diikuti oleh invasi sinus paranasal. Fisura orbitalis inferior membentuk komunikasi langsung orbita dan fosa infratemporal. Bagian paling posterior juga bertemu dengan fosa pterigopalatina, yang membentuk komunikasi langsung antara fosa pterigopalatina dan apeks orbita. Tumor di sinus etmoid dan atau sfenoid dapat mengerosi lamina papirasia yang tipis untuk mencapai orbita medial dan daerah retrobulbar10, jalur ini adalah jalur kedua paling sering menuju orbita. KNF jarang melibatkan sinus maksilaris yang kemudian menginvasi dasar orbita. Keterlibatan orbita memperburuk prognosis. Pada KNF stadium T4, ekstensi intrakranial/paralisis nervus kranialis dan keterlibatan orbita menyebabkan prognosis relatif lebih buruk daripada keterlibatan fosa infratemporalis atau hipofaring.10

Nyeri kepala pada pasien KNF umumnya ber-

kaitan dengan invasi ke basis kranii, metastasis intrakranial atau osteoradionekrosis basis kranii,12 seperti didapatkan pada pasien ini.

KNF secara histopatologi dibagi menjadi tiga kategori: keratinizing squamous cell carcinoma (WHO tipe I), nonkeratinizing squamous cell carcinoma (WHO tipe II), dan undiff erentiated carcinoma (WHO tipe III). Pasien ini didiagnosis KNF WHO tipe III, bentuk yang paling sering dijumpai di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan daerah-daerah lain yang insidensnya tinggi.8

Radioterapi sudah lama menjadi terapi standar KNF karena lokasi anatominya dan relatif radiosensitif, tetapi angka kegagalannya tinggi pada pasien yang mengalami metastasis. Kombinasi kemoterapi dengan radioterapi telah diterima luas sebagai modalitas pengobatan KNF lanjut, tetapi masih belum optimal. Angka harapan hidup 5 tahun pada tumor stadium I, II, III, dan IV adalah 95-70%, 83-65%, 76-54%, dan 56-29%.2

RINGKASANTelah dilaporkan kasus karsinoma nasofaring dengan papiledema dan lesi nervus II, III, IV, V1-3, VI, VII kanan. CT scan kepala irisan aksial dan koronal tanpa dan dengan kontras menunjukkan adanya massa nasofaring kanan yang meluas ke sinus etmoidalis dan sfenoidalis kanan disertai erosi tulang sfenoid kanan dan metastasis ke intrakranial serta edema serebri. Dari biopsi nasofaring, didapatkan kesan undiff erentiated carcinoma. Pasien ini direncanakan menjalani radioterapi dan kemoterapi.