Referat THT Karsinoma Nasofaring

28
Karsinoma Nasofaring dan Penatalaksanaannya Disusun oleh: Niindya Dewati Wijaya 11-2014-155 Pembimbing : Dr. Fitriah Shebubakar Sp. THT-KL Dr. Arroyan Wardhana Sp. THT-KL Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan RSUD KOJA Periode 4 Mei 2015 – 6 Juni 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

description

kanker nasofaring

Transcript of Referat THT Karsinoma Nasofaring

Page 1: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Karsinoma Nasofaring dan Penatalaksanaannya

Disusun oleh:

Niindya Dewati Wijaya

11-2014-155

Pembimbing :

Dr. Fitriah Shebubakar Sp. THT-KL

Dr. Arroyan Wardhana Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan

RSUD KOJA

Periode 4 Mei 2015 – 6 Juni 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, 2015

Page 2: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan

referat ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan

dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada yang tercinta kita yakni

Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Karsinoma Nasofaring dan

Penatalaksanaaanya”, yang penulis sajikan bedasarkan pengamatan dan pengetahuan dari

berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang “Karsinoma Nasofaring” yang masih sering

ditemukan didunia kerja khususnya di Departemen Telinga, Hidung Tenggorokan. Walaupun

referat ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup

jelas untuk pembaca.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing selama di kepaniteraan ilmu

kedokteran THT yaitu dr. Fitriah Shebubakar Sp. THT-KL dan dr. Arroyan Wardhana Sp. THT-

KL yang telah membimbing penyusun dalam pembuatan referat ini.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT dan rekan-rekan yang mendukung

menulis referat ini agar sesuai dengan kaidah dalam penyusunan yang baik dan benar.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun

makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Masih dibutuhkan kritik dan saran dari

pembaca agar membangun penulisan makalah yang lebih baik. Terima kasih.

Jakarta, 7 Mei 2015

Nindya D. Wijaya S.ked

Nindya Wijaya 1

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 3: Referat THT Karsinoma Nasofaring

BAB 1. PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara

tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor

ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat

pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmulleri pada nasofaring yang merupakan daerah

transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa.

Insidens karsinoma nasofaring berbeda secara geografis dan etnik serta hubungannya

dengan Epstein-Barr Virus (EBV). Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000

kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan penyakit ini. Di beberapa egara insidens

kanker ini hanya 0,6 % dari semua keganasan. Di Amerika insiden karsinoma nasofaring 1-2

kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan. Namun di egara lain dan

kelompok etnik tertentu, seperti di Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas ini banyak

ditemukan. Insiden karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan

Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dan daerah Guangxi

dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000 penduduk pertahun. Indonesia termasuk salah

satu egara dengan prevalensi penderita karsinoma nasofaring yang tinggi di luar Cina. Survei

yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based”

mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau

diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.

Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu problem,

hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring

yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.

Nindya Wijaya 2

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 4: Referat THT Karsinoma Nasofaring

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Nasofarin

Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang terletak di

belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu disebut “rongga buntu

atau rongga tersembunyi”. Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan adalah koana (nares

posterior). Sebelah atas, yang juga merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah belakang adalah

jaringan mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus faring dan palatum

mole, dan batas lainnya adalah dua sisi lateral.3

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah: 3

1. Adenoid atau Tonsila Lushka

Bangunan ini hanya terdapat pada anak-anak usia kurang dari 13 tahun. Pada orang dewasa

struktur ini telah mengalami regresi.

2 Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring

Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring atau

angiofibroma nasofaring.

3 Torus Tubarius

Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba)

4 Fosa Rosenmulleri

Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk kecil ini

diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo-faring. Fossa

Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel

kolumnar/kuboid menjadi epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap merupakan predileksi

terjadinya keganasan nasofaring.

Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel yang bermacam-macam, yaitu

epitel kolumnar simpleks bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia, dan

Nindya Wijaya 3

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 5: Referat THT Karsinoma Nasofaring

epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada tahun 1954, Ackerman dan Del Regato berpendapat

bahwa epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi epitel pipih

berlapis. Demikian juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam dan jelas sekali.

Yang terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas nasofaring itu adalah

tempat-tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan limfe di bawahnya.3

Walaupun fosa Rosenmulleri atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi keganasan

tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di nasofaring.3

Peneliti mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi pada:

1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.

2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.

3. Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring dan palatum

molle.

2.2 Epidemiologi

Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-Mongoloid, namun demikian

di daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu mencapi 2500 kasus baru

per tahun atau prevalensi 39,84 per 100.000 penduduk untuk Propinsi Guangdong 7,10.

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga

sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,

Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, negara-negara Afrika

Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga

penyebabnya karena memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin pada musim dingin 1, 7, 10.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak

ditemukan di Indonesia, jumlahnya mencapai 60% dari jumlah keseluruhan tumor ganas daerah

kepala dan leher. Di semua pusat pendidikan dokter di Indonesia dari tahun ke tahun, karsinoma

nasofaring selalu menempati urutan pertama di bidang THT. Frekuensinya hampir merata di

setiap daerah. Di RSCM Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus per tahun. Di RS Hasan

Nindya Wijaya 4

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 6: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus per tahun, Makassar 25 kasus per tahun, Palembang 25 kasus

per tahun, Denpasar 15 kasus per tahun, dan di Padang sebanyak 11 kasus per tahun. Frekuensi

yang tidak jauh berbeda juga ditemukan di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lain di

Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian tumor ganas ini merata di seluruh Indonesia. 10

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus

Epstein-Barr, karena pada hampir semua pasien dengan karsinoma nasofaring didapatkan titer

anti-virus EB yang cukup tinggi, sedang pada penderita karsinoma lain di saluran pernapasan

bagian atas tidak ditemukan titer antibodi terhadap kapsid virus EB ini. Banyak penelitian

mengenai perilaku virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan merupakan satu-satunya faktor,

karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi munculnya tumor ganas ini seperti letak

geografis, ras, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan,

sosial ekonomi, infeksi bakteri atau parasit. 1,3,10

Tumor ganas ini sering ditemukan pada laki-laki dan sebabnya belum dapat diungkapkan

dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetik, hormonal, kebiasaan hidup,

pekerjaan dan lain-lain. Dari beberapa penelitian dijumpai perbandingan penderita laki-laki dan

perempuan adalah 4 : 1. Namun ada penelitian yang menemukan perbandingan laki-laki dan

perempuan hanya 2 : 1. Pada penelitian yang dilakukan di Medan (2008), ditemukan

perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 3 : 2. Hormon testosteron yang dominan pada

laki-laki dicurigai mengakibatkan penurunan respon imun dan surviellance tumor sehingga laki-

laki lebih rentan terhadap infeksi VEB dan kanker.1,7,10

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi kronik oleh bahan kimia, asap,

kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan

terlalu panas. Pengaruh genetik terhadap karsinoma nasofaring sedang dalam pembuktian dengan

mempelajari cell mediated imunity dari virus EB dan tumor associated antigens pada karsinoma

nasofaring. Sebagian besar pasien adalah golongan sosial ekonomi rendah dan hal ini

menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. 3,10

Nindya Wijaya 5

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 7: Referat THT Karsinoma Nasofaring

2.4 Patofisiologi

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama

pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi

dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses

apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen penekan tumor (TSGs) yang

menghambat penghentian proses siklus sel. 9,10

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh

gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi.

Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara

patologis.9,10

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa

kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher, gejala mata dan

gejala saraf.

1. Gejala Hidung/Nasofaring 3

Harus dicurigaiadanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:

Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia lebih

dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.

Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika terdapat

titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.

Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung

(epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung tidak

ada kelainan.

2. Gejala Telinga 3,10

Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa penuh

seperti terisi air, berdengung (tinitus) dan nyeri (otalgia). Gangguan pendengaran yang

terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila ada perluasan tumor atau karsinoma

nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi sumbatan.

Nindya Wijaya 6

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 8: Referat THT Karsinoma Nasofaring

3. Gejala Tumor Leher 3,10

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari

karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Spesifitas

tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung prosesus

mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam muskulus sternokleidomastoideus, keras

dan tidak mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar bila pada pemeriksaan rongga

mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak ditemukan kelainan.

4. Gejala Mata 3,10

Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara teliti,

penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas yang

dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang letaknya di

atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan lain yang dapat

memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV, sehingga menyebabkan

kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila perluasan tumor mengenai

kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat mengalami kebutaan.

5. Gejala Saraf 3,10

Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala

subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala atau kepala

terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang mengeluh sulit

menelan (disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli saraf saat

belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan mengenai N. IX,

X, XI, dan XII jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini disebut dengan

sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut dengan sindrom

unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian

prognosisnya menjadi buruk.

Nindya Wijaya 7

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 9: Referat THT Karsinoma Nasofaring

2.6 Klasifikasi

Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan gambaran

histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring digunakan sistem TNM menurut

UICC (1992).3,10

T (Tumor Primer)

T0 = Tidak tampak tumor

T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap, dll)

T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam

rongga nasofaring

T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring

T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau

mengenai saraf-saraf otak

Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)

N0 = Tidak ada pembesaran KGB

N1 = Terdapat pembesaran KGB homolateral dan masih bisa digerakkan

N2 = Terdapat pembesaran KGB kontralateral/bilateral dan masih bias digerakkan

N3 = Terdapat pembesaran baik homolateral/kontralateral/bilateral yang sudah melekat

pada jaringan sekitar

M (Metastasis jauh)

M0 = Tidak ada metastasis jauh

M1 = Terdapat metastasis jauh

Nindya Wijaya 8

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 10: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Dari keterangan di atas, karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium, yaitu:

a. Stadium I : T1 N0 M0

b. Stadium II : T2 N0 M0

c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0

d. Stadium IV : T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1

Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3 tipe

menurut WHO.1,3,7,10 Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di

mana karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian ini

mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.

a. Tipe WHO 1

Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai tipe

pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker berdiferensiasi

baik sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam dan di luar sel.

b. Tipe WHO 2

Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling

banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi

baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional.

c. Tipe WHO 3

Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker paling

heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan

limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel.

2.7 Diagnosis

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 3

Nindya Wijaya 9

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 11: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Ada sebuah patokan agar selalu ingat dan curiga akan adanya nasofaring, seperti di bawah

ini:

1) Setiap ada tumor di leher, ingatlah selalu adanya karsinoma nasofaring. Lebih-lebih jika

tumor terletak di bawah prosesus mastoid dan di belakang angulus mandibula.

2) Dugaan karsinoma nasofaring akan lebih kuat jika:

Disertai gejala hidung dan telinga

Disertai gejala mata dan saraf

3) Dugaan karsinoma nasofaring hampir pasti bila ada gejala lengkap

Bila memakai pedoman yang berpatokan pada tumor leher ini maka kita sudah

mendapatkan stadium lanjut, sebab tumor leher merupakan perluasan atau metastase tumor

induk.

b. Pemeriksaan Penunjang

1) CT scan kepala dan leher

Dengan pemeriksaan ini tumor primer yang tersembunyi pun tidak terlalu sulit

ditemukan. 1,3,4,7,10

2) Pemeriksaan Serologi IgA untuk infeksi virus Epstein-Barr

Pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan karenan

spesifisitasnya yang rendah. Titer yang didapat berkisar antara 80 hingga 1280 dan

terbanyak pada titer 160. 10

3) Biopsi

Ini merupakan diagnosis pasti untuk karsinoma nasofaring. Biopsi dapat dilakukan

dengan 2 cara, melalui hidung atau mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat

jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri

konka media ke nasofaring, kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.

Biopsi melalui mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui

hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama

Nindya Wijaya 10

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 12: Referat THT Karsinoma Nasofaring

dengan ujung kateter yang berada di hidung sehingga palatum molle tertarik ke atas.

Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat

kaca tersebut atau dengan memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut dan

massa tumor akan terlihat jelas. Biopsi tumor dilakukan dengan anestesi topikal dengan

xylocain 10%.

4) Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dapat dilakukan

pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. 3,7,10

5) Pemeriksaan darah perifer lengkap

6) Radiologi : CT scan atau MRI, foto toraks, USG abdomen, bone scan. Penentuan stadium

membutuhkan ct scan nasofaring dengan kontras untuk menentukan perluasan tumor. MRI

sebaiknya digunakan bila ada kecurigaan keterlibatan intracranial. Foto toraks, USG

abdomen dan bone scna digunakan untuk mencari adanya metastasis jauh di paru, hepar dan

tulang.

2.8. Diagnosa Banding3

1) Angiofibroma nasofaring

Sering ditemukan pada orang muda, pria jauh lebih banyak dari wanita. Dengan nasofaringoskop

tampak permukaan tumor licin, warna mukosa menyerupai jaringan normal, kadang tampak

vasodilatasi di permukaannya, konsistensinya kenyal padat. Bila secara klinis dicurigai penyakit

ini, awas jangan mudah melakukan biopsy karena mudah terjadi perdarahan masif.

2) Kelainan hiperplastik nasofaring

Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada usia sebelum 30 tahun

sudah mengalami atrofi. Tetapi pada sebagian orang dalam proses atrofi ini mengalami infesi

serius yang menimbulkan nodul-nodul gelombang asimetri di tempat ini, bila terjadi ulserasi,

perdarahan maka p erlu biopsy untuk membedakannya.

Nindya Wijaya 11

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 13: Referat THT Karsinoma Nasofaring

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada dasarnya ada 2 macam, yaitu pencegahan dan

pengobatan.

1) Pencegahan

Karena penyebab kanker nasofaring belum jelas, maka pencegahan yang dilakukan hanya

berdasarkan faktor-faktor yang dinilai berpengaruh akan timbulnya karsinoma nasofaring

tersebut. Usaha tersebut adalah penggunaan vaksin virus Epstein-Barr, mengurangi dan

menghindari bahan-bahan atau polutan yang dapat mempengaruhi timbulnya karsinoma

nasofaring, dan perbaikan sosial ekonomi.3,10

Penerangan akan cara hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk

mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan berbahaya, penyuluhan mengenai

lingkungan hidup yang tidak sehat, meingkatka keadaan social-ekonomi dan berbagai hal

yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinana factor penyebab.

2) Pengobatan

Dalam pengobatan kanker umumnya meliputi tindakan bedah atau operasi, penggunaan

obat-obatan sitostatika dan hormon, radioterapi dan imunoterapi.

a. Pembedahan

Pembedahan dapat dilakukan dengan cara pembedahan transpalatal (Diefenbach,

Welson) maupun transmaksiler paranasal (Moure Ferguson), tetapi terapi bedah ini tidak

berkembang, dan hasilnya menjadi kurang efektif. Terapi bedah dapat juga dilakukan

pada tumor metastase dengan membuang kelenjar limfe di leher. Operasi ini untuk

membuang kelenjar limfe permukaan tetapi sulit untu membuang kelenjar di daerah

retrofaring dan parafaring. 3,7,11,12

b. Radioterapi

Radiasi ditujukan pada daerah tumor induk dan daerah perluasannya. Radioterapi

dikenal 2 macam, yaitu teleterapi dan brakiterapi. Teleterapi bila sumber sinar jauh dari

tumor dan di luar tubuh penderita. Sedangkan brakiterapi, sumber sinar dekat dengan

tumor dan dipasang dalam tubuh penderita. Teknik penyinaran dengan teleterapi

Nindya Wijaya 12

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 14: Referat THT Karsinoma Nasofaring

diberikan bila ada perluasan tumor ke depan yaitu daerah hidung dan sekitarnya serta

belum ada metastase ke kelenjar limfe leher. 3,5,7,10

c. Obat-obatan Sitostatika

Dapat diberikan sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Obat tunggal umumnya

dikombinasikan dengan radioterapi. Obat yang dapat dipergunakan sebagai sitostatika

tunggal adalah methotrexat, metomycine C, Endoxan, Bleocyne, Fluorouracyne, dan

Cisplastin. Obat ini memberikan efek adiktif dan sinergistik dengan radiasi dan diberikan

pada permulaan seri pemberian radiasi. Obat bisa juga diberikan sebelum dan sesudah

penyinaran sebagai sandwich terapy.

Obat kombinasi diberikan sebagai pengobatan lanjutan setelah radiasi, serta

penting pada pengobatan karsinoma yang kambuh. Banyak kombinasi obat ganda yang

dipakai antara lain kombinasi: BCMF (Adriamycin, Cyclophosphamide, Methotrexat dan

Fluoroacil), ABUD (Adriamycin, Bleomycin, Umblastin dan Decarbazine), COMA

(Cyclophosphamide, Vincristine, Methotrexat, dan Adriamycin). 3,5,7,10

d. Imunoterapi

Dalam pengobatan keganasan, imunoterapi telah banyak dilakukan di klinik

onkologi, tetapi sampai saat ini tampaknya masih merupakan research dan trial. Untuk

karsinoma nasofaring telah dilakukan penelitian antara lain dengan menggunakan

interferon dan Poly ICLC. 3

e. Obat Antivirus

Acyclovir dapat menghambat sintesis DNA virus sehingga dapat menghambat

pertumbuhan virus termasuk juga Virus Epstein Barr. Obat antivirus ini penting pada

karsinoma nasofaring anaplastik yang merupakan EBV carrying tumor dengan DNA

EBV positif .2

Nindya Wijaya 13

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 15: Referat THT Karsinoma Nasofaring

f. Perawatan paliatif10

Perhatian pertama diberikan pada pasien dengan pengobata radiasi. Mulut terasa

kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu

penyinaran. Menasihati dengan banyak makan dengan kuah, membawa minuman

kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asa sehingga

merangsang keluarnya air liur. Gangguan laun adalah fibrosis jaringan akibat

penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa

mual.

Kesullitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan legkap dimana

tumor tetep ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Dapat ppula timbul metastasis

jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati dan otak. Pada keadaan tersebut di

atas, tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif diindikasikan langsung

kepada pasien untuk pengurangan raa nyeri, mengntrol gejala dan memperpanjang usia.

Radiasi sangat efektif untuk menguragi nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya

meninggal akibat keadaan umumt yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring

yang tida dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis

tumor.

2.10. Follow Up

Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai risiko terjadinya

rekurensi, dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering teradi kurang

dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF

perlu di follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi.

2.11. Prognosis

Sangat mencolok perbedaan prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal

dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II, 38,4% untuk

stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV.1

Nindya Wijaya 14

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 16: Referat THT Karsinoma Nasofaring

Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :10

Stadium yang lebih lanjut.

Usia lebih dari 40 tahun

Laki-laki dari pada perempuan

Ras Cina dari pada ras kulit putih

Adanya pembesaran kelenjar leher

Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

Adanya metastasis jauh

2.12. Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko

tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan risiko tinggi ke tempat lain.1

Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk

mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.1,5 Penyuluhan mengenai

lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang

berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-

anti VCA dan IgA anti EA secara missal di masa yang akan datang bermanfaat dalam

menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.1

Nindya Wijaya 15

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 17: Referat THT Karsinoma Nasofaring

BAB 3. KESIMPULAN DAN PENUTUP

Karsinoma nasofaring merupakan tumor gana di daerah kepala dan leher, yang

menyerang bagian nasofaring. Adapaun penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-

Barr, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat

mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin,

genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman

atau parasit.

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring,

gejala telinga, gejala mata dan saraf, sertametastasis atau gejala di leher. Gejela nasofaring

berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung. Gangguan di telinga dapat menyebabkan

tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Penekanan pada

sejumlah saraf otak dapat menyebabkan diplopia dan neuralgia trigeminal. Metastasis ke kelenjar

leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat karena sebelumnya

tidak terdapat keluhan lain.

Diagnosis karsinoma nasofaring dapat menggunakan CT-Scan, pemeriksaan serologi dan

biopsy yang merupakan pemeriksaan bakunya. Dari hasil histopatologinya, dapat ditemukan 3

bentuk karsinoma yaitu karsinoma sel skuamosa, karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma

tidak berdiferensiasi.

Penentuan stadium karsinoma nasofaring menggunakan sistem TMN menurut UICC dan

dibagi menjadi stadium I-IV. Penentuan ini berguna untuk menentukan jenis terapi yang akan

Nindya Wijaya 16

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 18: Referat THT Karsinoma Nasofaring

diberikan. Radioterapi merupakan metode terapi paling utama, radioterapi dikombinasi dengan

kemoterapi dapat meningkatkan efektifitas terapi kanker nasofaring.

Pencegahan karsinoma nasofaring berupa pemberian vaksinasi, migrasi penduduk ke

daerah dengan faktor risiko rendah, penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, penyuluhan

mengenasi lingkungan hidup yang tidak sehat, dan melakukan tes serologik.

Nindya Wijaya 17

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja

Page 19: Referat THT Karsinoma Nasofaring

DAFTAR P USTAKA

1. American Cancer Society. 2011. Nasopharyngeal Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2011.

2. Asroel, Harry A. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. USU digital library : Bagian Tenggorokan Hidung danTelinga Universitas Sumatera Utara.

3. Bambang S.S. 1992. Diagnostik dan Pengelolaan Kanker Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

4. Brennan, Bernadette. 2005. Nasopharyngeal Carcinoma. United Kingdom: Orphanet Encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-NPC.pdf.

5. Guigay, J., Temam, S., Bourhis, J., Pignon, J.P. dan Armand, J.P. 2006. Nasopharyngeal carcinoma and therapeutic management: the place of chemotherapy. Annals of Oncology 17 (Supplement 10): x304–x307, 2006. doi:10.1093/annonc/mdl278.

6. Hao, Sheng-Po dan Tsang, Ngan-Ming. 2010. Surgical Management of Recurrent Nasopharyngeal Carcinoma. Chang Gung Med J Vol. 33 No. 4.

7. Jeyakumar, Anita et al. 2006. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-Ear, Nose & Throat Journal March 2006.

8. Leu, Yi-Shing dan Lee, Jehn-Chuan. 2009. “Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx, Oropharynx and Hypopharynx”. J. Chinese Oncol. Soc. 25(2), 102-113.

9. Maitra, Anirban dan Kumar, Vinay. 2007. “Paru dan Saluran Napas Atas”. Disunting oleh Vinay Kumar Ramzi S Cotran, dan Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed. 7, Vol.2. Jakarta : EGC.

10.Roezin, Averdi dan Syafril, Anida. 2006. “Karsinoma Nasofaring”. Disunting oleh Efiaty Arsyad Soepardi dan Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI.

Nindya Wijaya 18

Karsinoma Nasofaring Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RSUD Koja