kasus Bell's palsy

22
BAB I PENDAHULUAN Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral dengan penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan. Sir Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi dan Cawthorne adalah orang pertama yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya. Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis, submandibula, sublingual dan lakrimal. Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden 1

description

laporan kasus tentang bell's palsy

Transcript of kasus Bell's palsy

Page 1: kasus Bell's palsy

BAB I

PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral

dengan penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai kelainan neurologi

lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang

mungkin telah disingkirkan. Sir Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi dan

Cawthorne adalah orang pertama yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf

fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu

nama Bell diambil untuk diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak

diketahui penyebabnya.

Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari

7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya

membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik untuk

pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis,

submandibula, sublingual dan lakrimal.

Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf

fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000

populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada

penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat

keluarga pernah menderita penyakit ini. Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan

otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa

hari (maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak

atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti

oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya

pengecapan. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit.

Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit. Dalam

mendiagnosis kelum- puhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau

perifer.

1

Page 2: kasus Bell's palsy

BAB IILAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT SARAFSMF PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa : Kharina Novialie NIM : 030.07.135Pembimbing : dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S

BELL’S PALSY

IDENTITAS PASIENNama lengkap : Ny. AA Jenis kelamin : PerempuanUsia : 42 tahun Suku bangsa : JawaStatus perkawinan : Janda Agama : IslamPekerjaan : Pengasuh anak Pendidikan : SMPAlamat : Jl. Mampang Prapatan VII R1 Tempat / tanggal lahir : -

A. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20/11/2012 pk 13:00 di poliklinik

neurologi RSUD Budhi Asih.

Keluhan Utama:

Mata kanan tidak bisa menutup sejak 5 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan keluhan mata kanannya

tidak bisa menutup sejak 5 hari SMRS (tanggal 15/11/2012). Keluhan tersebut timbul

tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Selain mata kanannya yang tidak bisa menutup, ia juga

mengatakan bahwa wajahnya tidak simetris, mata kanannya terasa pedih dan kering

akibat tidak bisa menutup dan saat minum air, air akan keluar mengalir sedikit dari sudut

mulut kanan tetapi fungsi menelan dan pengecapan masih baik. Pasien mengatakan 3 hari

sebelum keluhannya timbul, ia merasakan sakit kepala berdenyut di daerah belakang

kepala tetapi tidak ada mual, muntah, kesemutan, lemah sisi/seluruh tubuh, nyeri di

2

Page 3: kasus Bell's palsy

daerah wajah maupun gangguan pada pendengaran. Demam, batuk, pilek juga disangkal

oleh pasien. Tetapi pasien mengatakan bahwa kondisi tubuhnya kurang baik karena

dalam kondisi kecapekan setelah pulang dari acara pernikahan di Jawa. Perjalanan yang

ditempuh os sekitar 17 jam dengan menggunakan bis berAC. Setelah pulang ke Jakarta,

os hanya sempat beristirahat 1 hari. Esoknya pasien sudah mulai kembali bekerja. Setelah

keluhan tersebut timbul, pasien segera berobat ke dokter umum terdekat dan diberikan

obat-obat minum (metil prednisolon, piracetam, hufadine dan mecobalamin). Selama

minum obat tersebut tidak ada perubahan nyata dari keluhannya, hanya sakit kepala

sudah berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat

penyakit herpes simpleks, darah tinggi, kencing manis, asthma, asam urat, penyakit

jantung maupun penyakit ginjal. Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Tidak

ada riwayat trauma/kecelakaan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan seperti pasien. Tidak

ada riwayat darah tinggi, kencing manis, asthma, penyakit jantung maupun penyakit

ginjal pada anggota keluarga pasien.

Riwayat Medikasi

Setelah pasien berobat ke dokter umum untuk keluhannya, pasien mendapat obat

metil prednisolon, piracetam, hufadine dan mecobalamin.

Riwayat kebiasaan dan pola hidup

Tidak didapatkan data yang bermakna.

3

Page 4: kasus Bell's palsy

A. PEMERIKSAAN FISIK (20/11/2012 Pk 13:00)

STATUS GENERALIS

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,8oC

Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 18 x/menit Thorako-Abdominal

Kepala

Ukuran : Normosefali Simetri muka : Asimetris

Ekspresi wajah : Baik Rambut : Distribusi merata

Mata

Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik

Telinga

Ukuran : Normotia Serumen : Tidak ditemukan

Lubang : Normal

Mulut

Bibir : Tidak sianosis Tonsil : T1/T1 tenang

Langit-langit : Tidak hiperemis Lidah : Bersih

Faring : Tidak hiperemis

Leher

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Thorax

Paru-paru

Depan Belakang

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

4

Page 5: kasus Bell's palsy

Palpasi

KiriBenjolan (-), nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

Benjolan (-), nyeri tekan (-).

Fremitus taktil simetris

KananBenjolan (-), nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

Benjolan (-) , nyeri tekan (-).

Fremitus taktil simetris

PerkusiKiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kanan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Auskultasi

KiriVesikuler, Ronkhi (-),

Wheezing (-)

Vesikuler, Ronkhi (-),

Wheezing (-)

KananVesikuler, Ronkhi (-),

Wheezing (-)

Vesikuler, Ronkhi (-),

Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi Pulsasi iktus kordis teraba pada linea midclavikula kiri, sela iga V 2 jari

lateral linea midsternal kiri, sebesar 2,5 cm

Perkusi Tidak dilakukan

Auskultasi BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Perut

InspeksiWarna kuning langsat, tidak ada jaringan parut dan

striae, tidak ada pelebaran vena

Palpasi

Dinding perut Supel, Buncit, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)

Hati Tidak teraba pembesaran

Limpa Tidak teraba pembesaran

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Refleks dinding perut Tidak dilakukan

Alat kelamin ( Tidak dilakukan pemeriksaan)

5

Page 6: kasus Bell's palsy

STATUS NEUROLOGIS

a. Kesadaran: Compos Mentis

b. Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku kuduk - -

Laseq >70o >70o

Kerniq >135o >135o

Brudzinki I - -

Brudzinski II - -

c. Nervus kranialis

N.I : Tidak dilakukan

N. II, III, IV, V, VI:

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata Baik Baik

Exophtalmus - -

Nistagmus - -

Ptosis - -

Pupil:

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 4mm 4mm

Simetris Isokor Isokor

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya tidak

langsung

+ +

6

Page 7: kasus Bell's palsy

N.V: Refleks kornea mata kanan menurun

Kanan Kiri

Kornea Menurun +

Motorik Membuka mulut Baik

Gerakan rahang Baik

Menggigit Sulit dinilai

Sensorik Rasa nyeri Baik

Rasa raba Baik

Rasa suhu Tidak dilakukan

N.VII : kesan parese N.VII kanan perifer

Kanan Kiri

Sikap wajah Kesan mencong ke kiri

Angkat alis Tidak bisa Baik

Kerut dahi Tidak ada Baik

Lagoftalmus + Tidak ada

Kembung pipi Tidak ada Ada

Menyeringai Kurang baik baik

Lipatan Nasolabial Kurang jelas terlihat Baik

Rasa kecap Tidak dilakukan

N.VIII :

Pemeriksaan Hasil

Tes Rinne Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan

Tes berbisik Baik

N.IX,X:

Posisi uvula : Di tengah

Reflek muntah : Tidak dilakukan

7

Page 8: kasus Bell's palsy

N. XI:

o Mengangkat bahu kanan dan kiri baik

o Menoleh ke kanan dan kiri baik

N. XII (Deviasi lidah): baik

d. Sistem motorik

Kekuatan otot Kanan Kiri

Ekstremitas atas 5555 5555

Ekstremitas bawah 5555 5555

e. Sistem sensorik:

Rangsang raba + + Rangsang nyeri + +

+ + + +

f. Refleks

Fisiologis

Kanan Kiri

Bisep + +

Trisep + +

Patella + +

Achilles + +

Patologis

Kanan Kiri

Hoffman tromer - -

Babinski - -

Chaddok - -

Schaffer - -

Openheim - -

Gordon - -

Klonus - -

g. Keseimbangan dan koordinasi

8

Page 9: kasus Bell's palsy

Hasil

Tes disdiadokinesis Tidak dilakukan

Tes tunjuk hidung dan jari Tidak dilakukan

Tes tunjuk jari kanan dan kiri Tidak dilakukan

Tes romberg Tidak dilakukan

Tes tandem gait Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM RUTIN ( 31/10/2012)

Pada pemeriksaan profil lipid dijumpai slight hiperkolesterolemia

Kolesterol total : 201 mg/dl

Trigliserida : 31 mg/dl

HDL : 72 mg/dl

LDL : 118 mg/dl

LDL/HDL : 1,6

Ringkasan

Seorang perempuan, 47 tahun, datang dengan keluhan mata kanannya tidak bisa

menutup sejak 5 hari SMRS. Selain itu, os juga mengatakan bahwa wajahnya terlihat

tidak simetris, mata kanannya terasa pedih dan kering akibat tidak bisa menutup dan saat

minum air, air akan keluar mengalir sedikit dari sudut mulut kanan tetapi fungsi menelan

dan pengecapan masih baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam

batas normal. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan, refleks kornea mata kanan

berkurang, kesan paresis N.VII kanan, di mana wajah mencong ke kiri, lagoftalmus

kanan (+), kerutan dahi kanan (-), lipatan nasolabial kanan kurang jelas, kurang

menyeringai pada daerah wajah kanan, kurang bisa mengangkat alis mata kanan dan

tidak bisa mengembungkan pipi kanan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesan

hiperkolesterolemia ringan.

Diagnosis

Diagnosis klinis : Paresis hemifacialis kanan perifer

Diagnosis etiologi : Bell’s palsy

Diagnosis topis : Foramen stylomastoideus

9

Page 10: kasus Bell's palsy

Diagnosa patologis : Inflamasi

Penatalaksanaan:

1. Non medikamentosa

o Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan yang diberikan.

o Penderita dianjurkan untuk beristirahat.

o Menenangkan penderita bahwa penyakit ini bukan stroke dan kesembuhan

akan terjadi dalam waktu 2-8 minggu sampai 2 tahun.

o Jaga agar mata tidak kering dengan memberi tetes mata buatan (artificial

eyedrop) dan hindarkan mata dari angin dan debu (misalnya dengan

menggunakan kacamata).

o Menerangkan pada pasien untuk melakukan latihan wajah di rumah. Dapat

dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada daerah wajah yang

lumpuh. Dilanjutkan dengan menggerakan otot-otot wajah.

o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi untuk mengatasi kelumpuhan pada sisi

kanan wajah.

2. Medikamentosa

o Methyl prednisolon yang diberikan dengan dosis awal 2x16 mg selama 5 hari

kemudian ditappering off bertahap 1x16 mg selama 2 hari dan menjadi 3x4

mg-2x4 mg-1x4 mg setiap hari sampai dosis terkecil.

o Mecobalamin caps 3x500 mg.

Prognosis

Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

10

Page 11: kasus Bell's palsy

BAB III

ANALISA KASUS

Bell‘s Palsy atau yang lebih sering disebut dengan Idiopathic Facial Paralysis

(IFP) adalah suatu paralisis Lower Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer,

unilateral, yang pada 80-90% kasus dapat hilang sendiri seiring berjalannya waktu.

Penyebab pasti kelumpuhan nervus fasialis perifer pada Bell’s palsy tidak diketahui

(idiopatik) tetapi diduga mekanisme inflamasi terjadi pada nervus fasialis yang melewati

kanalis fasialis sehingga menyebabkan kompresi dan demielinisasi pada akson dan

berkurangnya aliran darah pada neuron. Namun, penelitian terbaru menyebutkan adanya

infeksi virus diduga sebagai penyebab Bell’s palsy berdasarkan bukti serologis, di mana

ditemukan serologi positif untuk virus herpes simpleks (HSV) pada 20-79% pasien Bell’s

palsy.

Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy secara pasti masih dalam perdebatan. Nervus

Fasialis berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan Kanalis

Fasialis. Teori yang ada mengatakan bahwa adanya edema dan inflamasi menyebabkan

kompresi dari nervus fasialis dalam kanalis tulang ini. Kompresi nervus fasialis ini dapat

dilihat dengan MRI.

Bagian pertama dari kanalis fasialis, yang disebut dengan segmen Labyrinthine,

adalah bagian yang paling sempit; meatus foramen ini memiliki diameter 0,66 mm.

Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada

nervus fasialis pada Bell‘s Palsy sehingga mengakibatkan inflamasi, demielinisasi,

iskemia.

Lokasi terserangnya Nervus fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari nukleus

saraf tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion

genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum, maka akan

timbul kelumpuhan motorik disertai dengan ketidakabnormalan fungsi gustatorium dan

otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus hanya menyebabkan

kelumpuhan fasial saja. Pada kasus, hanya ditemukan kelumpuhan motorik saja pada

pasien (mata kanan tidak bisa menutup, wajah tidak simetris dan pada saat minum, air

11

Page 12: kasus Bell's palsy

akan mengalir keluar sedikit-sedikit dari sudut mulut kanan) dan tidak ada gangguan

neurologis lainnya sehingga letak topisnya berada di foramen stilomastoideus.

Pasien mengalami kelumpuhan perifer nervus fasialis dan bukan kelumpuhan

sentral karena pada kelumpuhan perifer yang melibatkan nukleus, semua otot fasial

ipsilateral mengalami kelumpuhan. Pada lesi sentral, persarafan otot frontalis tetap utuh

karena persarafan supranuklear terletak pada kedua hemisfer cerebri. Menurut kriteria

House-Brackmann, pasien termasuk dalam grade IV disfungsi sedang-berat karena wajah

tampak asimetris saat inspeksi, kerutan dahi tidak ada dan mata tidak bisa menutup

(incomplete eye closure). Grade I-V disebut dengan Incomplete Fascial Paralysis. Suatu

Incomplete Fascial Paralysis memiliki fungsi dan anatomi saraf yang masih baik.

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi 2, yaitu medikamentosa dan non

medikamentosa. Pada non medikamentosa, penatalaksanaan lebih ditujukan pada edukasi

untuk mecegah komplikasi yang terjadi akibat kelumpuhan saraf perifer, seperti edukasi

untuk menjaga agar mata tidak kering dengan memberi tetes mata buatan (artificial

eyedrop) dan menghindarkan mata dari angin dan debu (misalnya dengan menggunakan

kacamata). Edukasi juga diberikan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita dan

terapi yang akan diberikan. Pasien juga diberitahu untuk menjalani latihan wajah di

rumah dan mengikuti fisioterapi untuk membantu penyembuhan kelumpuhan otot-otot

wajah yang dideritanya.

Sedangkan untuk pengobatan medikamentosa pada pasien diberikan obat oral

methyl prednisolon dengan dosis awal 32 mg yang terbagi menjadi 2 dosis diminum

selama 5 hari kemudian dilakukan tappering off bertahap 1x16 mg selama 2 hari dan

menjadi 3x4 mg-2x4 mg-1x4 mg setiap hari sampai dosis terkecil serta juga diberikan

mecobalamin caps 3x500 mg. Methyl prednisolon diberikan untuk mengatasi inflamasi

dan edema yang terjadi pada nervus fasialis sehingga membantu remielinisasi nervus

fasialis. Mecobalamin diberikan untuk neuropati perifer. Dosis methyl prednisolon yang

dianjurkan adalah 60 mg/hari yang diberikan selama 3 hari kemudian ditappering off

selama 7 hari. Ada yang memberikan dosis awal methyl prednisolon yang 60 mg/hari

yang diberikan selama 4-5 hari kemudian ditappering off 40 mg selama 4-5 hari-20 mg

selama 4-5 hari.

12

Page 13: kasus Bell's palsy

Dari penelitian terbaru, diduga bahwa virus herpes simpleks merupakan penyebab

Bell’s palsy sehingga banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian

obat antiviral, seperti acyclovir dan valacyclovir, dapat membantu penyembuhan pada

Bell’s palsy. Dari beberapa data yang dikumpulkan, didapatkan kesimpulan bahwa

pengggunaan kortikosteroid masih merupakan drug of choice untuk kasus Bell’s palsy.

Penggunaan acyclovir dan valacyclovir tidak dianjurkan pada penatalaksanaan kasus

Bell’s palsy karena tidak ada efek dalam penyembuhan. Namun pada penelitian lain

dikatakan bahwa penggunaan kombinasi kortikosteroid dan acyclovir/valacyclovir dapat

mempercepat penyembuhan. Pada kasus tidak perlu diberikan obat anti viral seperti

acyclovir/valacyclovir karena pemberian anti viral masih diperdebatkan dan dari

beberapa penelitian yang dipublikasikan disimpulkan bahwa tidak ada perbaikan/efek

penyembuhan.

Dari beberapa studi yang dilakukan, dikatakan pemberian kortikosteroid sedini

mungkin akan membantu penyembuhan. Waktu yang terbaik adalah ≤72 jam setelah

onset. Pada kasus dikatakan bahwa pasien sudah berobat ke dokter umum setelah timbul

gejala dan diberi obat methyl prednisolon sehingga pada kasus ini dosis awal yang

diberikan adalah 32 mg dengan pertimbangan pasien sudah mendapat terapi sebelumnya

(dosis awal yang diberikan tidak diketahui) sehingga dosis yang diberikan tidak setinggi

dosis awal pengobatan yang dianjurkan. Pada kasus Bell’s palsy yang tidak diobati,

penyembuhan dapat terjadi sendiri (self-limitting disease). Namun angka penyembuhan

pada kasus yang mendapatkan pengobatan jauh lebih tinggi sekitar 83% dibanndingkan

dengan yang tidak mendapat pengobatan 63,6% sehingga pada pasien tetap diperlukan

pengobatan.

Prognosis pada kasus Bell’s palsy secara keseluruhan adalah baik. Untuk

prognosis ad vitam adalah ad bonam karena Bell’s palsy tidak menyebabkan kematian.

Untuk prognosis ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena pada kasus terdapat

kelumpuhan motorik yang mengganggu fungsi tubuh pasien. Dengan pengobatan yang

diberikan dan fisioterapi diharapakan penyembuhan terjadi dalam waktu yang cepat.

Berdasarkan kriteria House-Brackman, prognosis pasien (grade disfungsi sedang-berat)

cukup baik karena hanya didaptkan kelumpuhan motorik saja dan tidak total. Untuk

prognosis ad sanasionam adalah dubia ada bonam. Bell‘s Palsy terjadi berulang pada 4-

13

Page 14: kasus Bell's palsy

14% pasien. Pengulangan terjadinya Bell‘s palsy dapat berupa ipsilateral atau

kontralateral dari palsy pertama. Terjadinya Bell’s palsy secara berulang berhubungan

erat dengan riwayat keluarga yang sering menderita Bell‘s palsy secara berulang.

14

Page 15: kasus Bell's palsy

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Lange Clinical Neurology. 6th Edition. United

State: Mc-Graw Hill. 2005; p.g 182.

2. Duus P. Diagnostik Topik Neurologi. Jakarta: EGC. 1996; hal 112-18.

3. Kirshner HS. First Exposure Neurology. International Edition. United State: Mc-Graw

Hill. 2007; p.g 323-26.

4. Numthavaj P, Thakkinstian A, Dejthevaporn C and Attia J. Corticosteroid and

Antiviral Therapy for Bell's Palsy: A Network Meta-Analysis. BMC Neurology 2011,

11:1 

5. Sullivan FM, Swan IRC, Donnan PT, et all. Early Treatment with Prednisolone or

Acyclovir in Bell's Palsy. N Engl J Med 2007; 357:1598-1607.

6. Taylor DC. Bell’s Palsy. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1146903-

overview. accessed on December 1, 2012.

7. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology. 4th Edition. United States: Blackwell

Publishing. 2005; p.g 124-25

15