Referat Tht Bell's Palsy

download Referat Tht Bell's Palsy

of 26

description

BELL'S PALSY

Transcript of Referat Tht Bell's Palsy

REFERATBELLS PALSY

Pembimbing :dr. Satria Nugraha, Sp.THT-KL

Disusun oleh :Beachi Tiatira Pangalerang (1061050054)Febriana Venita (1061050092)Nabila Garyudanefi (1061050093)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KLRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASIPERIODE 26 JANUARI 2015 28 FEBRUARI 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIAJAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL :REFERAT BELLS PALSYDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL

OlehBeachi Tiatira Pangalerang (1061050054)Febriana Venita (1061050092)Nabila Garyudanefi (1061050093)

Pembimbing

dr. Satria Nugraha, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KLRumah Sakit Umum Daerah Kota BekasiFakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaPeriode 26 Januari 2015 28 Januari 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat yang berjudul Bells Palsy ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Satria Nugraha, Sp.THT-KL, yang telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT-KL di RSUD Kota Bekasi.

Jakarta, Januari 2015

BAB IPENDAHULUAN

Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer. Hal ini berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan melihat gejala kelumpuhan yang timbul.Berdasarkan epidemiologi di Indonesia, insiden kelumpuhan saraf fasialis perifer secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan dan riwayat adanya infeksi seperti pada telinga sebelum terjadinya kelumpuhan saraf fasialis perifer.Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat komplek dan terdiri dari 7000 serat masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke otot-otot wajah. Informasi yang disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti tertawa, menangis, tersenyum dan berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya membawa impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula saliva, dan ke otot dekat tulang pendengran (stapes) serta menstransmisikan rasa dari bagian depan lidah. Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan setengah atau lebih dari serat-serat saraf ini maka akan timbul gejala lumpuh atau paralisis pada wajah, kekeringan pada mata atau mulut, gangguan dalam pengecapan.Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakan otot wajah sehingga tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakan otot ketika menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional yang berat.Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga harus dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan tertentu guna menentukan terapi dan prognosisnya. Penyebabnya dapat berupa kelainan kongenital, infeksi, trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu seperti DM, hipertensi berat, dan infeksi telinga tengah. Penanganan pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis secara dini, baik operatif maupun konservatif akan menentukan keberhasilan dalam pengobatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Nervus FasialisNervus Fasialis mengandung empat macam serabut :1. Serabut somatomotorikSerabut ini mempersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.2. Serabut viseromotorik (parasimpatis)Serabut ini datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksiler serta sublingual dan maksilaris.3. Serabut viserosensorikSerabut ini menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.4. Serabut somatosensorikSerabut ini mengatur rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari bagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah overlapping disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada lidah, platum, meatus acusticus eksterna dan bagian luar dari gendang telinga. Gambar 1. Bagan dan alur perjalanan nervus fasialis (1)

Nervus facialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga menghantar berbagai jenis sensasi termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan sel di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.Inti motorik nervus fasialis terletak pada bagian ventolateral tegmentum pons bagian bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan mengelilingi inti N.VI dan membentuk genu internal nervus facialis, kemudian berjalan ke bagian-lateral batas kaudal pons pada sudut ponto serebelar. Saraf Intermedius terletak pada bagian diantara N.VII dan N.VIII. Serabut motorik saraf fasialis bersama-sama dengan saraf intermedius dan saraf vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus internus untuk meneruskan perjalanannya didalam os petrosus (kanalis facialis). Nervus facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum timpani. Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion genikulatum. Ganglion tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani. juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls sekretomotorik. Os petrosus yang mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopii atau kanalis facialis. Disini nervus facialis memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nevus mandibularis.Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen stilomastoideus memberikan cabang yakni nervus auricularis posterior dan kemudian memberikan cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula Parotis. Di dalam glatldula parotis nervus facialis dibagi atas lima jalur percabangannya yakni temporal, servical, bukal, zygomatic dan marginal mandibularis.Jaras parasimpatis (General Viceral Efferant) dari intinya di nucleus salivatorius superior setelah mengikuti jaras N.VII berjalan melalui bawah tulang tengkorak dan chorda tympani. Saraf superfisial yang berasal dari percabangan nervus fasialis berjalan di bawah tulang tengkorak dan ke ganglion pterygopalatina berganti neuron lalu mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal. Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron mempersarafi glandula sublingual dan glanldula submandibular.

Jaras Special Afferent (indera perasa) : dari intinya nukeus solitarius berjalan melalui nervus intermedius ke : Bawah tulang tengkorak melalui nervus palatina mempersarafi rasa dari palatum. Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi rasa 2/3 bagian depan lidah.

Jaras General Somatik different dimulai dari nukleus spinalis traktus trigeminal yang menerima impuls melalui nervus intermedius dari MAE dan kulit sekitar telinga. 5Korteks serebri akan memberikan persaratan bilateral pada nucleus N VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralisis otot wajah ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi UMN akan menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontra lateral. Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.Lesi LMN bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak disekitar nervus abducens bisa merusak akar nevus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus akan melibatkan nervus fasialis dan akustikus sehingga paralisis fasialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).

2.2. DefinisiKelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.

2.3. EtiologiPenyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik dan penyakit-penyakt tertentu.A. KongenitalKelumpuhan yang di dapat sejak lahir bersifat irreversibel dan terdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang pendengaran. Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).

B. InfeksiProses infeksi di intrakranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intrakranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik (OMSK) yang telah merusak kanal falopii.

C. TumorTumor bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.

D. TraumaKelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma keppala, terutama jika terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.

E. Gangguang pembuluh darahGanguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis diantaranya trombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media.

F. Idiopatik (Bells Palsy)Bells Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada Bells Palsy terjadi edema fasialis karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN.

G. Penyakit-penyakit tertentuKelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM, hipertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi, infeksi telinga tegnah, sindroma Guillian Barre.

2.4. PatofisiologiPara ahli menyebutkan bahwa pada parese nervus fasialis perifer terjadi proses inflamasi akut di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Kelumpuhan ini hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang terjadi pada paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya parese nervus fasialis perifer. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.

2.5. Manifestasi KlinisOtot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi, karena itu terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapapat persarafan dari 2 sisi tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N.VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama nervus fasialis.Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan seisi pada upper motor neuron dari saraf VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral). Tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut seperti menyeringai, memperlihatkan gigi geligi pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila pederita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah baik yang volunter maupun yang involunter lumpuh. Lesi supranuklir (UMN) saraf VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi butuh ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, meensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber.

Gambar ini menjelaskan alasan kenapa pada kelumpuhan saraf fasialis perifer/LMN menimbulkan kelumpuhan total setengah wajah, sedangkan kelumpuhan saraf fasialis sentral/UMN menimbulkan kelumpuhan hanya 2/3 sisi wajah yang mengalami parese.Gambar 2. Persarafan otot wajah (2)

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi :1. Lesi di luar foramen stilomastoideusMulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)Gejala dan tanda kkliik seperti pada lesi diluar foramen stilomastoideus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah 2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukan terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)Gejala dan tanda klinik seperti (1 dan 2) ditambah dengan hiperakusis.4. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)Gejala dan tanda klinik seperi (1,2,3) disertai nyeri di belakang dan di dalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Sindrom Ramsay Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster otikus, dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan di belakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, agngguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.5. Lesi di meatus akustikus internus Gejala dan tanda linik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus.6. Lesi di tempat keluarnya saraf fasialis dari ponsGejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus, dan kadang-kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglosus.

2.6Klasifikasi Kelumpuhan FasialisGambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan. Pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit.

GradePenjelasanKarakteristik

INormalFungsi fasial normal

IIDisfungsi ringanKelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada sedikit sinkinesis. Pada istirahat simetri dan selaras. Pergerakan dahi sedang sampai baikMenutup mata dengan usaha yang minimalTerdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan

IIIDisfungsi sedangTerlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisiAdanya sinkinesis ringanDapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasialPada istirahat simetris dan selarasPergerakan dahi ringan sampai sedangMenutup mata dengan usahaMulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IVDisfungsi sedang beratTampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetriKemampuan menggerakkan dahi tidak adaTidak dapat menutup mata dengan sempurnaMulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

VDisfungsi beratWajah tampak asimetrisPergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilaiDahi tidak dapat digerakkanTidak dapat menutup mataMulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VITotal pareseTidak ada pergerakkan

Tabel 1. Klasifikasi House-Brackmann

2.7. Uji DiagnostikDiagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya.

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorikTerdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut1:a. M. Frontalis :diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atasb. M. Sourcilier:diperiksa dengan cara mengerutkan alisc. M. Piramidalis:diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atasd. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuate. M. Zigomatikus:diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigif. M. Relever Komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan sambil memperlihatkan gigig. M. Businator:diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipih. M. Orbikularis Oris:diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiuli. M. Triangularis:diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawahj. M. Mentalis:diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3)b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).

2. TonusPada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.13. Gustometri Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu cabang saraf fasialis. Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.1Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.4. SalivasiPemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal ReflexDianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata.Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.6. Refleks StapediusUntuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.7. Uji audiologikSetiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.8. SinkinesisSinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

9. HemispasmeHemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka (-1).Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.

2.8. Pemeriksaan PenunjangSalah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.1. Elektromiografi (EMG)EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari. 2. Elektroneuronografi (ENOG)ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.3. Uji Stimulasi MaksimalUji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal. Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bells Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.

Gambar 5 Ekspresi Wajah Penderita Kelumpuhan Saraf Fasialis2.9. PenatalaksanaanPengobatan terhadap kelumpuhan saraf VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian:1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialisA. Fisioterapi1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial ExcerciseBasahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai. Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.2. Electrical StimulationStimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.B. Farmakologi Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan saraf fasialis antara lain:1. Asam NikotinikPada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke saraf fasialis. 2. Vasokonstriktor, AntimikrobaObat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan oleh kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.3. SteroidObat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bells Palsy.4. Sodium KromoglikatDiberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.5. AntivirusBaru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara simultan.

C. Pengobatan Psikofisikal Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bells Palsy.

2.Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain :A.DepresiPasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi tersebut.B.NyeriSebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.C.Perawatan MataSecara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.3.Indikasi Untuk Operasi Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi saraf fasialis transmastoid.

2.10. KomplikasiSetelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah.5 Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Diperkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanKelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah, apat terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan kongenital, infeksi, tumor, trauma, gngguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu yang dapat mengakibatkan deformitas kosmetik dan fungsional yang berat. Kelainan ini dapat diobati dengan fisioterapi, armakologi dan pembedahan. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang baik adalah kelainan inkomplit, umur relatif muda (kurang dari 60 tahun), interval yang pendek antara onset dan perbaikan pertama (initial improvement) dalam 2 minggu, dan studi elektrodiagnostik yang menunjang. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang jelek adalah paralisis total, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), interval yang panjang antara onset dan perbaikan (sekitar 2 bulan), dan studi elektrodiagnostik yang tidak menunjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 7th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007: Hal. 114-1172. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.3. Baehr, Frotscher. Duus Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Fisiology, Sign, Simptom. Edisi 4. New York: Mc-Graw Hill companies. 2005;167-175.4. Netter. Atlas of Human Anatomy. Philadelpia: McGrawHill; 20055. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com. Februari 20156. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2006.7. Japardi. I. dr. NervusFasialis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1961/1/bedah-iskandar%20japardi62.pdf Februari 20158. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. Februari 2015

2