Case Bell's Palsy Rila Putri

32
5/10/2018 CaseBell'sPalsyRilaPutri-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 1/32 Case Report Session BELL’S PALSY Oleh : Putri Dewita sari 06120088 Rila Rivanda 06120090 Preseptor : Dr. Amilus Ismail., Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU DR. ACHMAD MOCHTAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS BUKITTINGGI 2011 BAB I 1

Transcript of Case Bell's Palsy Rila Putri

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 1/32

Case Report Session

BELL’S PALSY

Oleh :

Putri Dewita sari 06120088

Rila Rivanda 06120090

Preseptor :

Dr. Amilus Ismail., Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RSU DR. ACHMAD MOCHTAR 

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BUKITTINGGI

2011

BAB I

1

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 2/32

TINJAUAN PUSTAKA

I.1. Anatomi Nervus Fasialis

Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi

dan fungsi saraf. Nervus kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan

melalui tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima

cabang utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus kranialis ketujuh

 juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah,

sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.1

  Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut

motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering

mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-

kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.2

Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi

otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior 

dan stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih

tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan

lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui

saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan

kemudian ke nukleus traktus solitarius.

- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius

superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus

ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan

diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan

glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal

dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion

submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan

submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.

2

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 3/32

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.

Daerah overlapping  (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang

tindih) ini terdapat di lidah,   palatum, meatus akustikus eksterna, dan

 bagian luar membran timpani.

Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan

keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons

di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki

meatus akustikus internus. Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet

 berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke

atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis

meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat

motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa

melubangi glandula parotis.5

Gambar 1.Saraf Fasialis

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan

saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.

Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen,

yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1

Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion

genikulatum, panjang segmen ini 2-4 milimeter.1

3

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 4/32

Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion

genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah

tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar 

dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12

milimeter.1 

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior 

kavum timpani. Perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,

disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling

  posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.

Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid.

Panjang segmen ini 15-20 milimeter.1

Gambar 2. Persarafan Nervus VII

 Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan

yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada

hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem

4

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 5/32

  piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau

hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).

I.2. Definisi

Istilah Bell’s palsy telah digunakan untuk menjelaskan paralisis pada

wajah dengan onset yang akut dan terjadi secara cepat, dimana etiologinya belum

diketahui secara pasti. Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis

 perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) seorang ahli bedah

dari Skotlandia adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan

wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak 

diketahui sebabnya disebut Bell's palsy3. Pengamatan klinik, pemeriksaan

neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan

 penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering

merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia

dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun.Biasanya didahului oleh infeksi

saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.4 Diagnosis

BP dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti

 pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan n. fasialis perifer.3

I.3. Epidemiologi

Prevalensi BP di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan Amerika

  berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun. Di

Belanda (1987) 1 penderita per 5000 orang dewasa & 1 penderita per 20,000 anak 

 per tahun. BP pada orang dewasa lebih banyak dijumpai pada pria, sedangkan

 pada anak tidak terdapat perbedaan yang menyolok antara kedua jenis kelamin.

I.4. Etiologi

Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan

kongenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan

 penyakit-penyakit tertentu.1,3

1. Kongenital

5

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 6/32

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat irreversible dan

terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1

Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya

gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan dengan

kelemahan okular (sindrom Moibeus).3

2. Infeksi

Proses infeksi di intraKranial atau infeksi telinga tengah dapat

menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang

menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes

otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf 

fasialis adalah otitis media supuratif kronik (OMSK ) yang telah merusak 

Kanal Fallopi.1

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang

 paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru,

dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor 

regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari

kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang

  berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus

yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat

mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.2

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika

terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.

Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga

  bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi

mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi

kelenjar parotis.2

5. Gangguan Pembuluh Darah

6

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 7/32

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf 

fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri

serebri media.1

6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui

 penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi

edema fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan

menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s Palsy.3

7. Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,

misalnya DM, hepertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi,

infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.

Bell’s palsy dapat terjadi pada pria atau wanita segala usia dan disebabkan

oleh kerusakan saraf fasialis yang disebabkan oleh radang, penekanan atau

  pembengkakan. Penyebab kerusakan ini tidak diketahui dengan pasti, kendati

demikian para ahli meyakini infeksi virus Herpes Simpleks sebagai penyebabnya.

Sehingga terjadi proses radang dan pembengkakan saraf. Pada kasus yang ringan,

kerusakan yang terjadi hanya pada selubung saraf saja sehingga proses

 penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat terjadi

 jeratan pada kanalis falopia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen serabut

saraf.

Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain: sesudah

  bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,

hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,

gangguan imunologik dan faktor genetik.

I.5. Patofisiologi

 Bell’s Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang terjadi secara akut,yang

tidak diketahui penyebabnya atau menyertai penyakit lain. Teori yang dianut saat

ini yaitu teori vaskuler. Pada  Bell’s Palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang

7

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 8/32

disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan

dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain:

infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan

gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan

akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen

stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai

  Bell’s Palsy.3 Perubahan patologik yang ditemukan pada n. fasialis sebagai

 berikut:

1. Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem

2. Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.

3. Terdapat degenerasi akson

4. Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak 

Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi

terhadap Nv. VII.

Gambar 3. Nervus VII

8

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 9/32

I.6. Gejala klinis

Manifestasi klinik Bell’s Palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit

dan gejala kelumpuhan yang timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal, linu dan

rasa tidak enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang

segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :

⋅ Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang

sehat.

⋅ Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh

(lagophthalmus).

⋅ Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata

 berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign.

⋅ Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi

yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

⋅ Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang

menyertai antara lain : gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan

gangguan lakrimasi.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3 

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara

 pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena

tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya

ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang

terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan

terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan

titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis

fasialis.

9

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 10/32

3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus

stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di

 belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti

ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom

Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan

herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster 

otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan

dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan

 pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

5. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat

terlibatnya nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda

terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang – kadang juga saraf 

abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.

Gambar 4. Gejala Bells Palsy berhubungan dengan lokasi lesi

10

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 11/32

I.7. Diagnosis

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya

kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab

lain dad kelumpuhan n. fasialis perifer.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan

derajat kerusakan n. Fasialis.

a. Anamnesis

Pasien biasa mengeluhkan : Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak 

  pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera

diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah yang terjadi secara mendadak.

b. Pemeriksaan Fisik 

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik 

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk 

terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10

otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke

atas.

 b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan

mengerutkan hidung ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua

mata kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil

memperlihatkan gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan

mulut kedepan sambil memperlihatkan

gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan

kedua pipi

11

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 12/32

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita

 bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua

sudut bibir ke bawah

 j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan

mulut yang tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan

dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga

( 3 )

 b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan

mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot

menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss

menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian

 pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot.

Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan

gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah

lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga

untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut

dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan

tergantung dari gradasinya.1

3. Gustometri

12

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 13/32

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n.

Korda timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII

sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi

(hilangnya pengecapan).2

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh

menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina,

asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara

 bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak 

 boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar 

melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang  persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk 

menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1

untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk 

rasa asam.2

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan

ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa

 beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.1

4. Salivasi

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan

kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan

tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang

telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan

  pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume

dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 

25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur 

ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda

timpani.4

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

13

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 14/32

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan

fungsi serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan

melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion

genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat

menyebabkan berkurangnya produksi air mata.4,5

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata.

Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 

0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit,

 panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi

satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebihatau sama dengan 50% dianggap patologis.

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik 

impedans meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada

muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.

stapedius cabang N.VII.

7. Uji audiologik 

Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu

menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk 

hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.

Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji

respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat

dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli

konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah,

dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini,

 perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan

saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan

saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga

ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang

14

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 15/32

keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot

stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan

menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut

diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada

 perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian

aferen saraf kranialis.2

8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf 

fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya

sinkinesis adalah sebagai berikut :1

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian

kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas.

Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua

(2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan

dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),

tergantung dari gradasinya.

 b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,

kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.

Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara

(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar 

mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau

 pergerakan tidak simetris.

Pemeriksaan House-Brackmann

Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan

karakteristik dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah

usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang

selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan

15

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 16/32

fungsi yang normal dan grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit.

Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada

istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:6

Grade Penjelasan Karakteristik  

I Normal Fungsi fasial normal

II Disfungsi

ringan

Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi

dekat, bisa ada sedikit sinkinesis.

Pada istirahat simetri dan selaras.

Pergerakan dahi sedang sampai baik 

Menutup mata dengan usaha yang minimal

Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika

melakukan pergerakan

III Disfungsi

sedang

Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara

kedua sisi

Adanya sinkinesis ringan

Dapat ditemukam spasme atau kontraktur 

hemifasial

Pada istirahat simetris dan selarasPergerakan dahi ringan sampai sedang

Menutup mata dengan usaha

Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang

maksimum

IV Disfungsi

sedang berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan

asimetri

Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada

Tidak dapat menutup mata dengan sempurna

Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris

Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai

Dahi tidak dapat digerakkan

Tidak dapat menutup mata

Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

16

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 17/32

VI Total parese Tidak ada pergerakkan

b. Pemeriksaan Penunjang

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui

kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa

uji fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG),

Elektroneuronografi (ENOG).2

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini

 bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.

Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola

denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang

mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG

sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21

hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial

denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang

menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat

sebelum 21 hari.

 

2. Elektroneuronografi (ENOG)

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG.

ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG

 pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf 

dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila

dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka

17

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 18/32

kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin

melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat

 penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara

77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka

tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.2

I.8. Tatalaksana

a) Glukokortikoid

Farmakologi dan penggunaan klinis

Glukokortikoid berperan dalam menghambat tiap fase dari respon

inflamasi, obat-obat ini juga memainkan peran penting dalam parahnya

inflamasi dan kelainan “immune-immediate”. Mekanisme pasti oleh

keuntungan steroid digunakan tidak begitu jelas ditemukan dalam banyak 

kondisi dimana steroid ini digambarkan. Pada berbagai petunjuk dan

indikasi menyatakan penggunaan steroid sebagai empiris. Penggunaan

steroid lebih diarahkan ke fase aku saat serangan, contohnya pada Cerebral

Palsy, tapi tidak berefek penuh pada pemulihan total.

Respon inflamasi di mediasi oleh beberapa bahan-bahan

intermediate dan tipe-tipe sel. Efek anti inflamasi umum dari

kortikosteroid antara lain adalah efek dari denyut pembuluh darah,

  permiabilitas, dan penekanan dari produksi leukosit dan biosintesis

kolagen. Demopilus et al menerangkan buktti bawa peroksidasi lemak 

menginduksi radikal-radikal oksigen bebas membenttuk basis molekul

untuk degenerasi neuron postraumatik dan steroid mengambat proses

tersebut. Hall dan Braugter mengamati secara luas dosis-dosis pre- penatalaksanaan metilprednisolon yang dibutuhkan untuk memproduksi

  pengaruh anti-oksidan ini, dan pre-penatalaksanaan dengan dosis yang

lebih rendah tidak efektif.

Terapi steroid untuk inlamasi neouropati seperti neuritis optic

idiopatik masih menadi controversial. Sementara glukokortikoid nampak 

dalam penggunaanya untuk mengurangi rasa sakit dan memperpendek 

18

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 19/32

  periode dari kebutaan, ada sedikit bukti bahwa steroid tersebut

mempengaruhi level utama dari penyembuhan visual.

Sebagai tambahan dari keuntungan ani inflamasi glukokortikoid,

glokokortikoid steroid memfasilitasi aksi dari neuromuscular junction.

Efek-efek yang saling mempengaruhhi dari steroid ini dapat

mengkontribusikan penyembuhan fungsi neuromuskular pada kelainan

seperti inflamasi polyradiculoneuropati (Guilan Barre Syndrom), patologi

yang disebabkan inflamasi, demyelinisasi segmental.

 

Penggunaan steoid pada tatalaksana Bell’s Palsy

Adour, Stankevitch, dan May telah menyediakan pandangan

komprehensiv dalam penggunaan terapi steroid pada Bell’s Palsy.

Kebanyakan pembelajaran akhir-akhir ini mengenai kegunaan steroid pada

Belss Palsy didasarkan pada pasien yang diperlakukan dengan control

sebelumnya.

Berdasarkan penelitian ini, yang menggunakan dosis yang lebih

 besar dari steroid dan dosis luas gllukokortikoid dengan dextrran dan

 pentoxiflin memberikan dampak rata-rata perkembangan kesembuhan dari

 pasien yang mendapat tindakan walaupun penatalaksanaan tersebut tidak 

menampakkan statistic yang signifikan pada sudi-studi sebelumnya.

Hasil evaluasi dari Stankewicz, steroid diberikan pada pasien Bells

Palsy dengan alasan stetroid dapat:

• Mengurangi resiko denervasi jika diberikan secara dini

• Mencegah atau mengurangi sinkinesis

• Mencegah dari perkembangan inkompit menjadi komplit paralisis

• Mencegah sinkinesis autonomic

Tujuan utama dari terapi glukokortikoid pada   facial paralysis akut

adalah menginduksi kontrol anti inflamasi efektif. Regimen dosis

glukokortikoid yang optimal untuk penanganan inflamasi neuritis

tergantung dari pemberian kortikosteroid saat proses penyakit berlangsung.

Seperti yang telah ditunjukkan pada respon EEMG, pemberian

glokokortikoid pada Bells Palsy dalam 5-10 hari. Lesi-lesi pada pada

19

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 20/32

organ-organ lain biasanya hilang 1 sampai 2 minggu, tampaknya pada

inflamasi saraf facial (saraf VII) pada virus ini dapat ditangani pada

 periode ini.

Strategi pemberian steroid pada Belss Palsy disarankan dengan oral

 prednisone (1mg/kgBB/hari)dibagi menjadi 3 dosis tiap harinya selama 7-

10 hari. Dosis harian harus ditappering off setelah 10 hari. Secara teori

regimen dosis ini memaksimalkan aktivitas anti inflamasi sementara

meminimalkan efek samping dan konsisten dengan anti inflamasi yang

efektif pada hipersensitiv akut, autoimun, dan kelainan inflamasi lainnya.

Efek samping

Efek samping biasanya manifestasi selama tatalaksana steroid

 jangka pendek termasuk aksi hiperglikemik. Harus diwaspadai pemberian

steroid pada pasien palsy facial akut yang berhubungan dengan intoleransi

glukosa. Efek samping akut lainnya termasuk perubahan CNS seperti

  psychotic breaks, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan iritasi

gastrointestinal.

Efek glukokortikoid pada seluler dan komponen-komponen

 jaringan inflamasi dapat mengurangi imunitas host terhadap bakteri, virus,

dan infeksi jamur. Infeksi laten dapat reaktivasi dan berkembang.

Ditambah lagi pemberian steroid yang menekan system imun bisa

menutupi gejala adanya tanda klinik dari suatu peyakit infeksi.

 

b) Terapi Antivirus

Kemoterapi antivirus menghadirkan cara yang lebih baru dalammenangani facial palsy akut dari penyebab virus. Berdasarkan spectrum

dari aktivitasnya, toksisitas yang rendah, asiklovir (acycloguanosine),

analog nukleosida purin sintetik, telah digunakan untuk mencegah HS tipe

I dan II, VZ, dan Epstein Barr virus dan cytomegalovirus. Asiklovir 

mencegah DNA polymerase dan replikasi DNA virus dengan bentuk yang

dikonversi (difosforilasi), itulah asiklovir bertindak sebagai analog

nukleosida.

20

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 21/32

Dickens, Smith, dan Graham menyarankan pemberian asiklovir 

  pada deficit neurologic yang dihasilkan herpes zoster otikus adalah

asiklovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari). Pemberian

antivirus secara dini ini telah dibuktikan oleh Given mencegah degenerasi

dari saraf yang dapat menyebab hilangnya pendengaran.

c) Dekompresi nervus

Pembedahan dekompresi dari saraf fasial untuk Bells Palsy pernah

dilakukan Balance dan Duel pada tahun 1932. Kemudian penggunaan

stimulasi listrik nervus fasial mulai ditinggalkan. Yang terpenting, segen

vertical telah didekompresi, lalu dekompresi dari seluruh segmen mastoid

direkomendasi (prosedur yang dilakukan adalah termasuk htimpani dan

segmen mastoid), dan akhir-akhir ini segmen labirin termasuk foramen

meatal.

Menggunakan pendekatan transmastoid untuk dekompesi saraf,

May menemukan bahwa dekompresi meningkatkan penyembuhan pada

  pasien yang stimulasi nervusnya telah berkurang 75%atau lebih.

Bagaimanapun, prosedur ini tidak menampakkan bukti signifikan antara

yang mendapatkan operasi yang sembuh (87% dari 273pasien) dengan

 pasien yang sembuh dengan sendirinya.

I.9. Prognosis

Sangat bergantung kepada derajat kerusakan n. fasialis. Pada anak 

  prognosis umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total.Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada

anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa. Jika dengan

 prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan,

  besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot

wajah, sinkinesis, tik fasialis dan sindrom air mata buaya

21

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 22/32

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN 

 Nama : Tn. M

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai toko

Suku Bangsa : Minang

Alamat : Perum KB Putih, Bukittinggi

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 22 tahun datang ke Poliklinik Neurologi RS DR.

Ahmad Muchtar Bukittingi pada tanggal 3 November 2011, dengan :

Keluhan Utama :

Mulut mencong ke sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

- Mulut mencong ke sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu

- Awalnya pasien merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri dan terasa

tebal, lidah juga terasa tebal, hingga ketika pasien bangun tidur pasien

merasakan mulutnya tiba-tiba mencong ke kiri.

22

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 23/32

- Pasien juga merasakan mata kiri tidak bisa tertutup sempurna dan

terasa kering

- Gangguan pendengaran tidak ada

- Gangguan pengecapan tidak ada

- Riwayat demam sebelum mulut mencong tidak ada

- Riwayat trauma pada kepala tidak ada

- Kelumpuhan anggota gerak tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

- Riwayat hipertensi tidak ada

- Riwayat telinga berair tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

seperti pasien

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

- Pasien seorang pegawai toko, sering kelelahan dan terpapar udara

dingin

PEMERIKSAAN FISIK 

Hari/tanggal : Kamis, 3 November 2011

− Keadaan umum : Baik  

− Kesadaran : CMC, GCS 15, E4M6V5

− Tekanan darah : 130/90 mmHg

− Frekuensi Nadi : 80x/mnt

− Frekuensi pernafasan : 20x/mnt

− Suhu : 36,7°C

− Kepala :

Konjungtiva : tak anemis

Sklera : tak ikterik  

− Leher : tidak ada kelainan

− Thorax :

23

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 24/32

Pulmo :

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : tidak dapat dinilai

Perkusi : sonor  

Auskultasi : vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC IV

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama takikardi, bising (-)

- Abdomen :

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Korpus Vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : gibbus (-)

Pemeriksaan Neurologis

1. Tanda rangsang Meningen:

- Kaku kuduk : -

- Kernig : -

- Brudzinski I : -

- Brudzinski II : -2. Tanda peningkatan TIK 

-Pupil : isokor, reflek cahaya +/+ Ф3mm/3mm

3. Pemeriksaan Nervus Cranialis:

Nervus kranialis Kanan Kiri

N I (Olfaktorius)

-subjektif Baik Baik  

-objektif (dg bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

24

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 25/32

N II (Optikus)

-tajam penglihatan Baik Baik  

-lapangan pandang Baik Baik  

-melihat warna Baik Baik  

-funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukanN III (Okulomotorius)

-bola mata Ortho Ortho

-ptosis Tidak ada Tidak ada

-gerakan bulbus Ke segala arah Ke segala arah

-strabismus Tidak ada Tidak ada

-nistagmus Tidak ada Tidak ada

-ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

-pupil

bentuk 

reflex cahaya

reflex akomodasi

reflex konvergensi

Bulat, isokor, Φ 3 mm

+

+

+

Bulat, isokor, Φ 3 mm

+

+

+

N IV (Trochlearis)

-gerakan mata ke bawah Bebas Bebas

-sikap bulbus Ortho Ortho

-diplopia Tidak ada Tidak ada

N V (Trigeminus)

-Motorik 

membuka mulut

menggerakkan rahang

menggigit

mengunyah

Baik 

Baik 

Baik 

Baik 

Baik 

Baik 

Baik 

Baik 

-Sensorik 

Divisi Oftalmika

*reflex kornea

*sensibilitas

Divisi Maksila

*reflex Masseter 

*sensibilitas

Divisi Mandibula

*sensibilitas

+

+

Baik 

Baik 

Baik 

+

+

Baik 

Baik 

Baik 

N VI (Abdusen)

-gerakan mata ke lateral Bebas Bebas

25

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 26/32

-sikap bulbus Ortho Ortho

-diplopia Tidak ada Tidak ada

N VII (Fasialis)

-raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar  

-sekresi air mata + +-fisura palpebra + -

-menggerakkan dahi + -

-menutup mata + -

-mencibir/bersiul + -

-memperlihatkan gigi + -

-sensasi lidah 2/3 depan + +

-hiperakusis - -

N VIII (Vestibularis)

-suara berbisik Baik Baik  

-detik arloji Baik Baik  -rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa

-weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa

-swabach test

*memanjang

*memendek 

Tidak diperiksa Tidak diperiksa

-nistagmus

*pendular 

*vertical

*siklikal

Tidak ada Tidak ada

-pengaruh posisi kepala Tidak ada Tidak ada

N IX (Glossofaringeus)

-sensasi lidah 1/3 blkg Baik Baik  

-refleks muntah (Geg Rx) + +

N X (Vagus)

-Arkus faring Simetris

-uvula Di tengah

-menelan Baik  

-artikulasi Baik  

-suara Baik  

-nadi Teratur  

N XI (Asesorius)

-menoleh ke kanan +

-menoleh ke kiri +

-mengangkat bahu kanan +

-mengangkat bahu kiri +

N XII (Hipoglosus)

-kedudukan lidah dalam Di tengah

-kedudukan lidah

dijulurkan

Di tengah

26

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 27/32

-tremor -

-fasikulasi -

-atropi -

4. Koordinasi: baik 

5. Pemeriksaan Fungsi Motorik;

Kanan Kiri

a.Badan -Respirasi Simetris kiri dan kanan

-duduk Simetris Simetris

  b.Berdiri &

 berjalan

-gerakan spontan Tidak ada Tidak ada

-tremor Tidak ada Tidak ada-atetosis Tidak ada Tidak ada

-mioklonik Tidak ada Tidak ada

-khorea Tidak ada Tidak ada

c.Ekstremitas Superior Inferior  

Kanan Kiri Kanan Kiri

-gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif  

-kekuatan 555 555 555 555

-tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi

-tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas: baik 

7. Sistim reflex

a.fisiologis

Kanan Kiri kanan Kiri

Kornea + + Biseps ++ ++

Berbangkis triseps ++ ++Laring KPR ++ ++

Masseter APR ++ ++

Dinding

 perut

-atas

-bawah

-tengah

Bulbokavernosus

Cremaster Sfingter 

27

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 28/32

 b.Patologis

Lengan Kanan Kiri Tungkai Kanan Kiri

Hofmann-

Tromner 

- - Babinski - -

Chaddoks - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Klonus paha - -

Klonos kaki - -

8. Fungsi otonom-miksi : baik  

-defekasi : baik  

-sekresi keringat : baik  

 

9.Fungsi luhur :

Kesadaran Tanda demensia

-reaksi bicara : baik -refleks Glabella : -

-reaksi intelek : baik -refleks Snout : --reaksi emosi : baik -refleks mengisap : -

-refleks memegang : -

-refleks Palmomental : -

Diagnosis

Diagnosa klinis : Paralisis nervus fasialis sinistra tipe perifer 

Diagnosa topiK : Nervus VII sinistra

Diagnosa etiologi : Idiopatik 

Diagnosa sekunder : -

Prognosis:

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : bonam

Quo ad functionam: bonam

28

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 29/32

Terapi

−Istirahat

−Prednisone 3x5 mg

− Neurodex 3x1 tab

−Fisioterapi

BAB III

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki, usia 22 tahun, datang ke Poliklinik RSU Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi dengan keluhan wajah mencong ke kiri sejak 2 hari

yang lalu. Awalnya pasien merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri dan terasa

tebal, lidah juga terasa tebal, hingga ketika pasien bangun tidur pasien merasakan

mulutnya tiba-tiba mencong ke kiri. Pasien juga merasakan mata kiri tidak bisa

tertutup sempurna dan terasa kering. Berdasarkan anamnesis, keluhan pasien ini

sesuai dengan paralisis nervus fasialis tipe perifer, dimana paralisis terjadi pada

sisi wajah sebelah kiri saja. Hal ini terjadi karena kerusakan pada inti nervus

fasialis atau infranuklearnya, sehingga impuls homolateral untuk otot-otot wajah

 bagian atas dan kontralateral untuk otot-otot wajah bagian bawah terganggu. Pada

 pasien ini tidak ditemukan gangguan pengecapan dan pendengaran. Hal ini dapat

menyingkirkan keterlibatan ganglion genikulatum sebagai induk sel pengecap 2/3

 bagian depan lidah maupun meatus akustikus internus yang dapat mengganggu

  pendengaran. Pasien tidak memiliki riwayat telinga berair, sehingga dapat

disingkirkan kemungkinan etiologinya merupakan suatu otitis media. Riwayat

trauma juga disangkal sehingga dapat disingkirkan kemungkinan fraktur os

temporal, dan tidak adanya riwayat hipertensi serta tidak adanya kelumpuhan

anggota gerak dapat menyingkirkan kemungkinan suatu lesi sentral.

Dari riwayat sosial dan kebiasaan, pasien adalah seorang pegawai toko

yang terbiasa terkena udara dingin dan kelelahan. Hal ini merupakan faktor risiko

29

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 30/32

yang dapat menyebabkan nervus fasialis menjadi sembab dan terjepit pada

foramen stilomastoideum dan menimbulkan kelumpuhan nervus fasialis tipe LMN

(perifer). Kelumpuhan ini disebut dengan Bell’s Palsy.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, tekanan

darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36,50 C. Dari

 pemeriksaan nervus kranialis, didapatkan pemeriksaan Nv.I-Nv.XII baik, kecuali

  Nv.VII. Pada pemeriksaan Nv.VII didapatkan raut wajah yang tidak simetris,

dimana plika nasolabialis kiri lebih datar, dahi sebelah kiri tidak dapat dikerutkan,

kelopak mata kiri tidak dapat ditutup, tidak dapat bersiul, dan tidak dapat

memperlihatkan gigi. Tidak ditemukan hipeakusis karena jika nervus fasialis

terjepit di foramen stilomastoideum maka ia tidak lagi mengandung serabut korda

timpani dan serabut yang mempersarafi muskulus stapedius. Tidak adanya

kelumpuhan anggota gerak dapat menyingkirkan kemungkinan stroke yang dapat

menyebabkan paralisis Nv.VII, yang lesinya bersifat sentral.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat ditegakkan diagnosis

klinis Parelisis Nervus VII tipe perifer (Bell’s Palsy), dengan diagnosis topik 

 Nervus VII, dan etiologi idiopatik.

Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan Bell’s Palsy secara

medikamentosa yaitu dengan pemberian kortikosteroid, seperti prednison 1

mg/kgBB (prednisone 60 mg), di tappering off diturunkan 2 tab/hari sampai 10

hari (stadium akut), diberikan Nurodex 3x1 tab, dan dapat ditambahkan analgetik 

(bila nyeri). Tatalaksana non medikamentosa berupa fisioterapi, dilakukan setelah

hari ke 4 awitan. Hal ini dapat dilakukan dengan melatih sisi wajah yang lumpuh

untuk melakukan gerakan seperti mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum,

 bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut, dapat juga dilakukan massase wajah sisiyang lumpuh. Tujuan fisioterapi ini untuk mempertahankan tonus otot yang

lumpuh.

Prognosis kasus ini adalah bonam, karena berdasarkan epidemiologi 80-85

% penderita dengan Bell’s Palsy akan sembuh sempurna (dalam waktu 3 bulan).

Paralisis ringan atau sedang pada saat awitan merupakan tanda prognosis baik.

30

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 31/32

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P, 2004.  Nervus fasialis. Dalam Neurologi Klinis

Dasar. Jakarta : Dian Rakyat

2. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B.  Kelumpuhan Nervus Fasialis

 Perifer . Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok 

Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.

3. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth

Edition, Mcgraw-Hill.

4. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of 

 Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.

5. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar 

Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.

6. SM. Lumbantobing.   Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental .

Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2006.

7.   Nara,Sukardi. Bell’s Palsy. Cermin Dunia Kedokteran. Diakses dari

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/espalsy.pdf/espalsy.html. Pada tanggal 4

 November 2011.

31

5/10/2018 Case Bell's Palsy Rila Putri - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/case-bells-palsy-rila-putri 32/32

8. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari

www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. Pada tanggal 4 November 

2011.

32