Bell's Palsy 2

22
BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1550, Fallopius menemukan bahwa terdapat sebuah lumen sempit di tulang temporal dimana didalamnya terdapat bagian dari perjalanan Nervus VII. Pada tahun 1828, Charles Bell berhasil menemukan perbedaan antara Nervus V dan Nervus VII, ia menyadari bahwa Nervus VII merupakan Nervus yang berperan besar dalam fungsi motorik wajah dan Nervus V berperan dalam sensibilitas wajah. Bell’s palsy merupakan suatu kelumpuhan nervus fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik primer namun sangat mungkin akibat edema pada bagian – bagian nervus fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen lima persen dari seluruh lesi nervus fasialis termasuk dalam kelompok ini. Bell‘s Palsy atau yang lebih sering disebut dengan Idiopathic Facial Paralysis (IFP) ini adalah suatu paralisis Lower Motor Neuron yang bersifat akut, perifer, unilateral, yang pada 80-90% kasus dapat hilang sendiri seiring berjalannya waktu. Bell‘s Palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di seluruh dunia. 60-75 % dari Acute Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan nervus fasial akut unilateral di seluruh dunia merupakan suatu Bell‘s Palsy. Bell‘s Palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa dengan 1

description

yh

Transcript of Bell's Palsy 2

Page 1: Bell's Palsy 2

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1550, Fallopius menemukan bahwa terdapat sebuah lumen sempit di tulang

temporal dimana didalamnya terdapat bagian dari perjalanan Nervus VII. Pada tahun 1828,

Charles Bell berhasil menemukan perbedaan antara Nervus V dan Nervus VII, ia menyadari

bahwa Nervus VII merupakan Nervus yang berperan besar dalam fungsi motorik wajah dan

Nervus V berperan dalam sensibilitas wajah.

Bell’s palsy merupakan suatu kelumpuhan nervus fasialis perifer akibat proses

nonsupuratif, non-neoplastik primer namun sangat mungkin akibat edema pada bagian – bagian

nervus fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen lima persen dari

seluruh lesi nervus fasialis termasuk dalam kelompok ini. Bell‘s Palsy atau yang lebih sering

disebut dengan Idiopathic Facial Paralysis (IFP) ini adalah suatu paralisis Lower Motor Neuron

yang bersifat akut, perifer, unilateral, yang pada 80-90% kasus dapat hilang sendiri seiring

berjalannya waktu.

Bell‘s Palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus

kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di seluruh dunia. 60-75 % dari

Acute Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan nervus fasial akut unilateral di seluruh

dunia merupakan suatu Bell‘s Palsy. Bell‘s Palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa

dengan predominasi sedikit lebih tinggi pada usia diatas 65 tahun, orang dengan diabetes

melitus, atau pada wanita hamil.

1

Page 2: Bell's Palsy 2

ETIOLOGI

Pada masa yang lalu, paparan dingin terhadap wajah, seperti angin dingin, terkena AC

terus menerus, dianggap sebagai satu-satunya penyebab Bell‘s Palsy. Pada masa kini, beberapa

hal diduga dapat menyebabkan Bell‘s Palsy, salah satu diantaranya adalah infeksi. Pada tahun

1972, McCormick yang pertama kali menyinggung bahwa HSV (Herpes Simplex Virus)

bertanggung jawab dalam menyebabkan Kelumpuhan Fasial Idiopatik. Penemuan ini

berdasarkan suatu analogi bahwa HSV ditemukan di vesikel-vesikel, kemudian menetap dan

bersifat laten di ganglion geniculatum. Sejak saat itu, sering dilaukan autopsi pada pasien Bell‘s

Palsy dan hasilnya mengarah kepada terdapatnya HSV di Ganglion geniculatum pada pasien

Bell‘s Palsy. Apabila hal ini benar, maka diduga virus ini berjalan melalui akson sensoris dan

menetap di sel Ganglion. Sehingga pada saat stres, virusnya akan mengalami reaktivasi dan

merusak selubung mielin. Selain itu penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan Bell Palsy

antara lain :

- Infeksi pada telinga bagian tengah

- Fraktur

- Penyakit Autoimun

- Meningitis

- Penyakit Mikrovaskular

- Peradangan

ANATOMI NERVUS FASIALIS

2

Page 3: Bell's Palsy 2

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy secara pasti masih dalam perdebatan. Nervus

Fasialis berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan Kanalis Fasialis. Teori

yang ada mengatakan bahwa adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari Nervus

Fasialis dalam kanalis tulang ini. Namun penyebab dari edema dan ischemia ini belum

dipastikan. Kompresi nervus Fasialis ini dapat dilihat dengan MRI.

Bagian pertama dari kanalis fasialis, yang disebut dengan segmen Labyrinthine, adalah

bagian yang laing sempit; meatus foramien ini memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang

diduga merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada nervus fasialis pada Bell‘s

Palsy, karena bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi,

demielinisasi, ischemia, ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi.

Lokasi terserangnya Nervus Fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf

tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika

lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum, maka akan timbul kelumpuhan

motorik disertai dengan ketidakabnormalan fungsi gustatorium dana otonom. Apabila lesi

terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan kelumpuhan fasial saja.

KELUHAN DAN GEJALA KLINIS

RIWAYAT

3

Page 4: Bell's Palsy 2

Onset timbulnya Bell Palsy bersifat mendadak, dan biasanya gejalanya memuncak kurang dari

48 jam. Onset mendadak ini biasanya membuat pasien merasa takut, dimana mereka takut

terserang stroke ataupun tumor, dan pasien takut bahwa gejala tersebut akan bersifat permanen.

Kebanyakan orang biasanya menyadari kelumpuhan ini di pagi hari,Bell Palsy juga dapat timbul

setelah adanya gangguan Saluran Napas Atas.

Gejala awal :

- Kelemahan otot-otot wajah

- Kesulitan menutup kelopak mata

- Hyperacusis

- Kelumpuhan pada pipi/mulut

- Epiphora

- Nyeri mata

- Pandangan Kabur

- Nyeri telinga atau mastoid

- Perubahan indra pengecap

Kelumpuhan Fasial

Kelumpuhan harus melibatkan bagian dahi dan bawah dari wajah. Pasien biasanya

melaporkan ketidakmampuan untuk menutup matau atau tersenyum pada sisi yang terkena.

Apabila kelumpuhan hanya melibatkan bagian bawah dari wajah, dapat memungkinkan bagian

sentral terserang. Jika pasien mengeluhkan kelemahan atau diplopia pada sisi kontralateral, maka

dapat dicurigai terdapatnya stroke ataupun lesi intraserebral. Jika onset terjadinya paralisis fasial

bersifat gradual, kemudian disertai dengan kelemahan pada sisi kontralateral, terdapatnya

riwayat trauma atau infeksi, maka harus dipikirkan penyebab lain. Dimana apabila progres

kelumpuhan Fasial berlangsung lebih dari 10 hari dapat dipikirkan diagnosis lain. Pasien dengan

Bell‘s Palsy bilateral dapat dievaluasi untuk penyakit Guillan Barre, Lyme Disease, ataupun

meningitis.

Manifestasi Mata

Komplikasi ke bagian mata antara lain :

- Lagoftalmus

- Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah

- Alis Jatuh

- Retraksi kelopak mata atas

- Erosi Kornea

4

Page 5: Bell's Palsy 2

- Crocodile-tears tearing

Nyeri Telinga Posterior

Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri pada bagian

belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell Palsy, namun

pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell Palsy. Bebera

pasien juga mengeluhkan terjadinya hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi,

yang merupakan akibat sekunder dari kelemahan otot stapedius.

Gangguan Pengecapan

Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana 80% dari

penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.

Spasme Fasial

Spasme Fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat kontraksi

tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat stres dan timbul akibat

kompreksi dari akar Nervus VII akkibat gangguan pembuluh darah, tumor, ataupun proses

demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu

juga dapat timbul Synkinesis yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau

menutup mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum atau

ketika mengedipkan mata.

Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :

1. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang masih berada

disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut turun dan mencong ke sisi

yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya

daripada posisi yang sehat, maka berkumpul di antara gigi dan mulut dan bagian

samping mulut yang lumpuh penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan

menutupkan matanya (lagoftalmus) disebabkan karena vena paralisis dari otot

orbikularis okuli, atau mengerutkan dahi. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika

mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih

mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis

5

Page 6: Bell's Palsy 2

yang berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari

kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan. Lakrimalis yang berlebihan ini

disebut juga dengan air mata buaya (Crocodille Tears Syndrome).

2. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani

Seluru gejala diatas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan dua

pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

3. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus stapedius gejala

(1), (2), ditambah ganglion geniculatum.

4. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.

Onsetnya seringkali akut, dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga.

Herpes Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul parese

nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang disertai herpes Zoster

pada ganglion geniculatum, lesi - lesi herpetik terlihat pada membrana tympani,

canalis auditorium eksterna, dan pada pinna.

5. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus

Gejala - gejala Bell’s Palsy dan ketulian akibat terkenanya nervus VIII.

6. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons

Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus

fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah.

Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectus lateralis

atau gerakan melirik kearah lesi.

7. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter

yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme

sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu

rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun demikian gerakan - gerakan otot

wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau

depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata

memejam secara berlebihan.

6

Page 7: Bell's Palsy 2

Bell‘s Palsy sisi kiri

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan

dengan pemeriksaan - pemeriksaan di bawah.

1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis :

- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.

- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat

- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat

menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut

dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata

yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal

ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.

- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis

menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut

tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang

sakit mendatar.

2. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian

ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah

7

Page 8: Bell's Palsy 2

lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang

tidak sehat kurang tajam.

3. Pemeriksaan Refleks

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah

pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis

nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih

lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra

pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab

dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan pada paresis facialis jenis perifer

terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).

Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk membantu

penegakkan diagnosa antara lain :

Stethoscope Loudness Test

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus stapedius.

Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala pada membran

stetoskop, maka suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius yang lumpuh

Schirmer Blotting Test

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene

yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat

dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan yang normal

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy antara lain adalah MRI

(Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran

kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita

mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya

merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat tumor.

8

Page 9: Bell's Palsy 2

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Pada kebanyakan kasus, diagnosis dari Bell‘s Palsy biasanya dapat ditegakkan secara

langsung. Kegagalan untuk mengenali lesi struktural, infeksi, ataupun caskular dapat

menyebabkan kerusakan pada nervus fascialis sehingga menyebabkan kemunduran pada kondisi

pasien. Jika pada pasien yang dicurigai terkena Bell‘s Palsy juga terdapat gangguan pada nervus

kranialis yang lain, gangguan motorik ataupun sensorik yang lain, maka penyakit saraf yang lain

harus segera dicari dan diobati (Stroke, GBS, atauapun tumor).

Apabila terdapat gejala paralisis fasialis yang berjalan lambat, sakit yang luar biasa, Palsy

yang berulang, dan keterlibatan nervus kranialis yang lain maka kita harus mencurigai

terdapatnya tumor pada nervus Fasialis, terutama jika Palsy yang terjadi berulang pada sisi yang

sama (ipsilateral)

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

- Benign Skull Tumors

- Cerebral Aneurysm

- Intracranial Hemorrhage

- Meningioma

- Meningitis

SISTEM GRADING PADA BELL‘S PALSY

9

Page 10: Bell's Palsy 2

Pada

sistem ini,

Grade I-II

dianggap

memiliki

prognosis

yang

baik,

grade III-

IV

memiliki

disfungsi

sedang,

grade V-

VI

memiliki

prognosis

buruk.

Grade VI

disebut

sebagai

Complete

Fascial

Paralysis;

dimana

Grade I-V disebut dengan Incomplete Fascial Paralysis. Suatu Incomplete Fascial Paralysis

memiliki fungsi dan anatomi saraf yang masih baik.

10

The grading system developed by House and Brackmann

categorizes Bell palsy on a scale of I to VI, as follows[25, 26] :

Grade I - Normal facial function.

Grade II - Mild dysfunction. Slight weakness is noted on close inspection.

The patients may have a slight synkinesis. Normal symmetry and tone is

noted at rest. Forehead motion is moderate to good; complete eye closure is

achieved with minimal effort; and slight mouth asymmetry is noted.

Grade III - Moderate dysfunction. An obvious but not disfiguring difference

is noted between the 2 sides. A noticeable but not severe synkinesis,

contracture, or hemifacial spasm is present. Normal symmetry and tone is

noted at rest. Forehead movement is slight to moderate; complete eye

closure is achieved with effort; and a slightly weak mouth movement is

noted with maximum effort.

Grade IV - Moderately severe dysfunction. An obvious weakness and/or

disfiguring asymmetry is noted. Symmetry and tone are normal at rest. No

forehead motion is observed. Eye closure is incomplete, and an asymmetric

mouth is noted with maximal effort.

Grade V - Severe dysfunction. Only a barely perceptible motion is noted.

Asymmetry is noted at rest. No forehead motion is observed. Eye closure is

incomplete, and mouth movement is only slight.

Grade VI - Total paralysis. Gross asymmetry is noted. No movement is

noted.

Page 11: Bell's Palsy 2

PENATALAKSANAAN

TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Mengingat bahwa penderita Bell’s Palsy memiliki prognosis yang baik, dan perbaikan

spontan sangat mungkin, maka pengobatan dari Bell Palsy ini masih kontroversi. Tujuan dari

pengobatan adalah untuk memperbaiki fungsi nervus Faslialis dan mengurangi kerusakan

neuron. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menangani pasien Bell’s Palsy. Hal yang

paling penting adalah harus dipikirkan dengan baik mengenai onset gejala.

Ketika pasien dengan Bell’s Palsy datang ke Unit Gawat Darurat, dokter harus bisa

melakukan pengobatan yang tepat, melindungi mata, dan mengatur penatalaksanaan lanjutan.

11

Page 12: Bell's Palsy 2

The American Academy of Neurology ( AAN) pada tahun 2001 menyatakann bahwa steroid dan

acyclovir memiliki kemungkinan efektivitas yang baik dalam pengobatan Bell’s Palsy.

- Menjaga agar muka tetap hangat dan menghindari agar tidak terbuka terutama terhadap

angin dan debu

- Melindungi mata dengan menggunakan kasa steril

- Mata ditahan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan dikaitkan disekitar

telinga.

- Lakukan pijatan perlahan - lahan kearah atas pada oto - otot yang terkena selama 5 - 10

menit (2 - 3 kali sehari) untuk menjaga tonus otot.

- Dengan stimulasi listrik (2 hari sekali sesudah hari ke-14 ), dikerjakan untuk membantu

mencegah atropi otot.

- Pemanasan dengan memakai lampu infra merah dapat mempercepat penyembuhan.

TERAPI FARMAKOLOGIS

- Bell’s Palsy diobati sebagai kasus neuritis.

Ketidaknyamanan diobati dengan aspirin atau dicampur dengan codein. Dalam

tahap akut kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah

methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering

off) selama 7 hari.

- Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan ACTH im 40-

60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat penyembuhan

- Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan Aciclovir 400

mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau penggunaan Valacyclovir 500 mg

sebanyak 2 kali per hari P.O selama lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek

yang lebih baik

TERAPI BEDAH

12

Page 13: Bell's Palsy 2

Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi nervus Fasialis, Subocularis

Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot

muskulus temporalis, facial nerve graftingdan direct brow lift.

PROGNOSIS

Secara alamiah Bell‘s Palsy memiliki kecenderungan untuk sembuh secara spontan.

Kesembuhan Bell‘s Palsy sendiri ini bisa bersifat komplit ataupun memiliki gejala sisa dengan

nerve injury.

Prognosis setinggi letak lesi :

IntrapontinJuga mengenai nukleus N. Abducens, traktus kortikospinalis dan traktus sensoris.

Foramen StilomastoideusParalisis seluruh otot wajah, fenomena Bell (+), palpebra inferior ikut jatuh, punktum menjauh dari konjunktiva sehingga air mata sering keluar, rasa kecap (+).

Telinga DalamJuga mengenai N. Vestibulocochlearis, menyebabkan penurunan pendengaran, tinitus, pusing.

Telinga Tengah Rasa kecap (-), bila mengenai stapedius akan terjadi hiperakusis.

Sesuai dengan kriteria house :

- Grup 1 : Kesembuhan total tanpa gejala sisa

- Grup 2 : Kesembuhan inkomplit dengan gangguan fungsi motorik, tanpa gangguan

kosmetik yang terlihat jelas.

- Grup 3 : Terdapat gejala sisa permanen yang secara kosmetik dan secara klinis terlihat

jelas.

13

Page 14: Bell's Palsy 2

Pasien biasanya memiliki prognosis yang baik, 80-90% dapat sembuh tanpa gejala sisa.

Kebanyakan pasien dengan Bell‘s Palsy menderita neurapraxia atau gangguan konduksi saraf

lokal.

Faktor resiko yang diduga menyebabkan prognosis buruk pada penderita Bell‘s Palsy antara

lain :

- Usia diatas 60 tahun

- Paralisis komplit

- Penurunan kemampuan pengecapan atau terdapatnya salivary flow pada sisi yang

mengalami paralisis

Semakin cepat pasien Bell‘s palsy mengalami perbaikan dalam gejala klinis maka semakin kecil

kemungkinan timbulnya gejala sisa :

- Jika terjadi perbaikan fungsi dalam tiga minggu, maka kemungkinan pasien akan

mengalami kesembuhan total

- Jika terjadi perbaikan fungsi dalam 3 mingu sampai dua bulan, kemungkinan

kesembuhan dalam tingkat memuaskan

- Jika perbaikan fungsi tidak timbul sampai 2- 4 bulan setelah onset, kemungkinan

terjadinya gejala sisa permanen, termasuk parese dan synkinesia lebih tinggi

- Jika tidak terjadi perbaikan dalam 4 bulan, maka pasien kemungkinan memiliki gejala

sisa dari penyakit, yaitu Sinkinesia, crocodile tears, dan meskipun jarang hemifascial

spasme.

Bell‘s Palsy terjadi berulang pada 4-14% pasien. Pengulangan terjadinya Bell‘s Palsy dapat

berupa ipsilateral atau kontralateral dari Palsy pertama. Terjadinya Palsy secara berulang

berhubungan erat dengan riwayat keluarga yang sering menderita Bell‘s Palsy secara berulang.

14

Page 15: Bell's Palsy 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr mahar mardjono, Prof dr. Priguna Sidharta, Saraf Otak Dan Patologinya, Neurologi

Klinis Dasar, Dian Rakyat Edisi ke VI Halaman 161 – 2

2. Gilroy, John, dan Neorologic Examination And Fungtional Neuroanatomy, Medical

Neorology, Macmillan Publishing Co, inc,3th ed. page 37,625

3. Burt, Alvin M, Sinopsis Of The Cranial Nerves, Text Book of Neuroanatomy, W.B.

Saunders, Co, 1th ed. 1992 page 419 – 20.

4. Danette C Taylor, DO, MS; Chief Editor: B Mark Keegan, MD. Bell Palsy. Emedicine online

, available at http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview.

15