Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

54
Laporan Kasus: Seorang Wanita 77 Tahun dengan Keluhan Nyeri Pinggul Kiri Kelompok VI Dewi Fitriani (03009067) Wella Rusni (03010277) Margo Sebastian (03009143) Muhammad Agrifian (03010188) Jasmine Ariesta (03010139) Muhammad Dainul (03010189) Jeffri Irtan (03010140) Shafa (03010252) M Reza Adriyan (03010166) Sherhaniz Melissa A (03010253) Made Ayundari P (03010167) R.Ifan Arif Fahrurozi (03010226)

description

modul RM FK trisakti

Transcript of Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Page 1: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Laporan Kasus:

Seorang Wanita 77 Tahun dengan Keluhan Nyeri Pinggul Kiri

Kelompok VI

Dewi Fitriani (03009067) Wella Rusni (03010277)

Margo Sebastian (03009143) Muhammad Agrifian (03010188)

Jasmine Ariesta (03010139) Muhammad Dainul (03010189)

Jeffri Irtan (03010140) Shafa (03010252)

M Reza Adriyan (03010166) Sherhaniz Melissa A (03010253)

Made Ayundari P (03010167) R.Ifan Arif Fahrurozi (03010226)

Vivi Nurvianti (03010276) Rachel Aritonang (03010227)

Rachma Tia Wasril (03010228)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta, 20 April 2012

Page 2: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

BAB I

PENDAHULUAN

Menopause yang biasanya terjadi pada wanita usia 40-an atau 50-an, secara dramatis

meningkatkan kecepatan keropos tulang, itulah yang menyebabkan osteoporosis pada

wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Penyakit osteoporosis terjadi ketika

tubuh kehilangan tulang lebih cepat daripada yang dapat membentuk tulang baru.

Seiring waktu, ketidakseimbangan antara kerusakan tulang dan pembentukan

menyebabkan massa tulang menurun, sehingga patah tulang terjadi lebih mudah.

Empat puluh persen perempuan dan dua puluh lima persen pria di atas usia 50 akan

terkena patah tulang karena osteoporosis lansia dalam seumur hidup nya yang tersisa.

Lebih dari 2 juta fraktur (patah tulang) terjadi di Amerika Serikat setiap tahun dan

penyakit tulang osteoporosis ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Seseorang yang terkena penyakit osteoporosis perlu latihan dan mendapatkan cukup

kalsium dan vitamin D untuk membantu menjaga tulang agar tetap kuat. Penderita

osteoporosis mungkin juga perlu mengkonsumsi obat untuk penyembuhan penyakit

osteoporosis, terutama osteoporosis pada lansia.

Siapa yang berisiko menderita penyakit osteoporosis? Menurut National Osteoporosis

Foundation (NOF), osteoporosis merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang

utama selama lebih dari 44 juta orang Amerika atau 55 persen dari mereka yang telah

berumur 50 tahun atau lebih. Sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat sudah memiliki

riwayat penyakit osteoporosis dan hampir 34 juta lebih memiliki massa tulang yang

rendah, menempatkan mereka pada risiko osteoporosis. Delapan puluh persen dari

mereka yang terkena dampak osteoporosis adalah perempuan. (1)

Page 3: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

BAB II

ANALISA KASUS

Identitas

Nama : Ny. Suyati

Usia : 77 tahun

Pekerjaan : Pensiunan Guru

Alamat : Jl. Sawo, Jakarta Selatan

Status : Menikah, 4 anak , 7 cucu

Keluhan Utama : Nyeri panggul kiri

Dari anamnesis didapatkan bahwa sekitar 2 jam yang lalu, nenek tersebut tersandung

karpet saat akan berjalan dari posisi duduk ke berdiri, sehingga kembali jatuh

terduduk di kursi. Menurut pasien pada saat jatuh benturan yang terjadi tidak keras.

Pada saat berusaha berdiri dari posisi tersebut, pasien merasa nyeri pada panggul kiri,

tetapi masih sanggup dengan menumpu pada kaki kiri. Beberapa waktu kemudian

nyeri dirasakan semakin berat, tungkai kiri terasa berat untuk digerakkan, panggul kiri

terasa kaku dan nyeri, sehingga pasien tidak dapat berdiri dan bertumpu pada panggil

kiri. Pasien mengaku sudah tidak mengalami menstruasi sejak 25 tahun yang lalu,

tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak minum alcohol, tidak minum obat anti

alergi. Tidak melakukan olah raga teratur dan aktivitas paling banyak adalah nonton

TV di kamar.

Masalah Keterangan Hipotesa

Wanita, usia 77 tahun Faktor resiko osteoporosis

1. Osteoporosis

2. Osteoartritis

3. Tumor

4. Dislokasi art.coxae

Jatuh terduduk Faktor resiko trauma

seperti fraktur daerah

panggul, fraktur

acetabulum, maupun

disklokasi pada art.coxae

Page 4: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

5. Fr. acetabulum

6. Fr. Columna femuris

7. Osteokoliosis

Nyeri pada panggul kiri Kemungkinan terjadi

fraktur atau dislokasi

makin kuat

Tidak menstruasi sejak 25

tahun lalu

Telah menopause. Makin

menguatkan adanya

osteoporosis karena

pengurangan kadar

estrogen

Tidak olahraga teratur Menguatkan resiko fraktur

karena jarang beraktivitas

yang sifatnya weight-

bearing

Aktivitas paling banyak

adalah menonton TV

Menguatkan resiko fraktur

karena jarang terkena sinar

matahari

Berdasarkan usia pasien yaitu 77 tahun, hipotesa yang mungkin adalah Osteoporosis,

Osteoarthritis, Osteoskoliosis dan Neoplasma.

Berdasarkan keluhan pasien yaitu nyeri panggul dan tidak bisa berjalan, hipotesa yang

mungkin adalah osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur

columna femur, osteoarthritis dan neoplasma.

Dengan menggabungkan 2 aspek diatas maka hipotesa yang mungkin adalah

osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur columna femuris,

osteoarthritis dan neoplasma. Osteoskoliosis dapat disingkirkan karena pada

osteoskoliosis keluhan nyeri seharusnya nyeri sekitar genitalia dan gluteus. Dan untuk

keluhan tidak bisa jalan tidak mendukung osteoskoliosis karena yang terjadi pada

osteoskoliosis adalah perubahan struktur vertebra, femur dan cruris dimana pasien

akan masih dapat berjalan dan tidak terasa nyeri.

Anamnesis tambahan

a. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Apakah sebelum jatuh pernah merasakan nyeri yang sama?

Page 5: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

2. Nyerinya bagaimana (menjalar, di satu titik, atau gimana) ?

3. Apakah ada kaku sendi pada pagi hari ?

4. Apakah ada pemendekan tinggi badan ?

5. Apakah nyeri tumpul/tajam ? Apabila tajam, dimana lokasi nyeri paling

hebat dirasakan ?

6. Apakah ada gangguan BAB / BAK ?

b. Riwayat Penyakit Dahulu ?

1. Apakah ada penyakit metabolik seperti DM?

c. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita Osteoporosis ?

d. Riwayat Kebiasaan

1. Asupan kalsiumnya bagaimana?

Pemeriksaan fisik

Status generalis :

Compos mentis, tidak tampak pucat, ekspresi wajah kesakitan saat

menggerakan panggul kiri.

Kesadaran yang compos mentis, menunjukan bahwa vaskularisasi darah ke

otak masih baik dan tidak terjadi tanda-tanda syok. Kemudian wajah yang

tidak pucat juga menandakan bahwa pasien tidak mengalami anemia,

sedangkan wajah kesakitan menandakan bahwa terdapat suatu jaringan

didaerah panggul kiri atau sekitarnya yang rusak, sehingga menimbulkan rasa

nyeri.

Tanda vital : tekanan darah : 130/85 mmHg, nadi: 100x/menit, suhu 36,50c.

Pernapasan 16x/menit.

Tekanan darah agak sedikit meningkat berdasarkan JNC VII, hal ini

disebabkan oleh rasa nyeri yang amat sangat, sehingga memicu tubuh untuk

terjadinya peningkatan tekanan darah, dengan kompensasi nadi yang agak

lebih cepat hingga dalam batas atas, yaitu 100x/menit. Suhu tubuh pasien yang

normal, mengindikasikan bahwa pasien tidak terjadi inflamasi atau infeksi

kuman di tubuhnya.

BB 58 kg, TB 160 cm

Menurut Body Mass Index (BMI) = BB/TB2 :

Page 6: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

58

1,62 = 22,65

Hasil tersebut menunjukan bahwa pasien mengalami overweight. Hal ini

menyebabkan beban kerja otot dan tulang menjadi lebih berat untuk menumpu

berat badannya. Selain itu, kebiasaannya menonton tv juga memperlemah

kekuatan tulang pasien tersebut. Hal ini mendukung hipotesa osteoporosis.

Mata : tidak ikterik, tidak pucat

Hal ini menunjukan bahwa pasien tidak mengalami kelainan hati dan anemia

THT dan abdomen : dalam batas normal, fungsi jantung dan paru tidak ada

kelainan.

Menunjukan tidak ada penyakit penyerta yang terjadi pada pasien ini.

Status lokalis panggul

Look (inspeksi)

o Tampak Tungkai kiri lebih pendek

Kemungkinan adanya cum contraction yaitu pemendekan pada pasien,

hal ini terjadi akibat fraktur dimana tulang yang mengalami fraktur

mengalami aposisi dan masuk ke area tissue disekitarnya sehingga

sebagian tulang tersembunyi didalam tissue yang berdampak pasien

terlihat lebih pendek

o Posisi Kaki dalam keadaan Eksternal Rotasi

Kemungkinan adanya dislokasi caput femur ke arah posterolateral

o Bagian atas paha kiri tampak bengkak

Kemungkinan akibat dislokasi caput femur ke arah posterolateral,

sehingga bagian ujung atas tulang femur (trochanter mayor) menekan

daerah paha kiri atas sehingga terlihat bengkak di luar tubuh.

Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami kerusakan pada persendian

coxae. Terlihat pada posisi external rotasi dan bagian atas paha kiri yang

tambah bengkak. Selain itu, tidak terjadi kelainan pada regio lutut dan

pergelangan kaki. Posisi pasien dalam external rotasi menguatkan hipotesa

osteoporosis karena merupakan ciri-ciri dari fraktur yang diakibatkan

osteoporosis.

Feel (palpasi)

Page 7: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

o Nyeri tekan pada area panggul kiri.

Nyeri tekan yang terjadi pada pasien menunjukan bahwa pasien

mengalami kerusakan pada jaringan di daerah panggul kiri.

Move (gerak)

o Gerak aktif ekstremitas inferior kanan dalam baras normal

o Pasien menolak menggerakan panggul kiri karena sangat sakit

sehingga tidak dilakukan pemeriksaan gerak pasif.

Kita tidak melakukan pemeriksaan gerak pasif karena takut akan

memperparah cedera (kemungkinan fraktur/dislokasi) pada pasien

tersebut, karena seperti keterangan pasien menolak menggerakan panggul

kirinya karena terasa sangat sakit.

Kesimpulan:

Berdasarkan anamnesis yang telah didapatkan bahwa pasien hanya tersandung dan

jatuh terduduk dengan benturan yang tidak keras, kemudian masih bisa berdiri sesaat

akan tetapi jatuh terduduk kembali karena nyeri pinggul yang amat sangat. Pada orang

normal, jatuh terduduk dengan benturan ringan tidak akan menimbulkan gejala.

Karena pada tulang yang sehat atau normal mempunyai kekuatan untuk menahan

beban seberat 250 kg. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa pasien memiliki

kelainan pada tulangnya. Selain itu melihat usia yang sudah lanjut sangat mempunyai

resiko tinggi akan penyakit degenerative seperti osteoporosis.

Pemeriksaan lab

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur.

Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan risiko fraktur pada densitas massa

tulang yang menurun secara progresif dan terus-menerus.

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan tepat untuk menilai

faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai

metode yang dapat digunakan untuk menilai densitas massa tulang adalah single-

photon absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan

bawah dan tumit; dual-photon absorptiometry (DPA) dan dual-energy X-ray

Page 8: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

absorptiometry (DXA) lumbal dan proksimal femur; dan quantitative computed

tomography (QCT).

Pada pasien ini, jenis metode yang digunakan adalah dual-energy X-ray

absorptiometry (DXA).

Ada 3 bagian tulang yang diukur untuk menentukan diagnosis osteoporosis (Region

of Interest, ROI):

Tulang belakang (L1-L4)

Panggul

o Femoral neck

o Total femoral neck

o Trochanter

Lengan bawah (33% radius), bila:

o Tulang belakang dan atau panggul tak dapat diukur

o Hiperparatiroidisme

o Sangat obes

Nilai T-score sebagai patokan adalah: Normal : >-1, Osteopenia: <-1, Osteoporosis:

<-2,5 (tanpa fraktur) dan Osteoporosis berat: <-2,5 (dengan fraktur).

Pada vertebra nilai densitas tulang biasanya yang dilihat adalah nilai rata-rata densitas

tulang L1-L4 dan pada sendi panggul yang dihitung adalah columna femoris, segitiga

Ward, dan trochanter mayor.

Pada pemeriksaan BMD femur sinistra pasien ini, pada region columna femorisnya

didapatkan T-scorenya -2,4, pada region segitiga Ward didapatkan T-scorenya -3,0,

dan pada trochanter mayornya didapatkan T-scorenya -2,4. Total T-score pada femur

sinistra pasien ini adalah -2,7. Untuk mendapatkan hasil diagnosis osteoporosis pada

kasus ini maka kita harus melihat hasil T-score dari keseluruhan (total). Maka dapat di

simpulkan bahwa pasien memiliki osteoporosis berat karena hasil yang kurang dari -

2,5 dan terjadi fraktur pada colum femorisnya.

Pada pemeriksaan BMD vertebra L1-L4 pasien ini, pada region L1 didapatkan T-

scorenya -3.0, pada region L2 didapatkan T-scorenya -3.4, pada region L3 didapatkan

T-scorenya -3.9, pada region L4 didapatkan T-scorenya -3.5. Total T-score pada

Page 9: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

vertebra L1-L4 pasien ini adalah -3,5. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa pasien mengalami osteoporosis di daerah vetebra.

Oleh karena itu kita dapatkan pada pemeriksaan BMD femur sinistra adalah

Osteoporosis berat, karena pada foto x-ray didapatkan adanya fraktur pada columna

femoris. Nilai yang diambil adalah T-score total pada femur. Kemudian pada vertebra

L1-L4 adalah Osteoporosis. Hal ini menunjukkan bahwa pengeroposan yang terjadi

tidak rata.

Pemeriksaan penunjang

1. Kelengkapan Identitas

a. Nama: -

b. Tanggal pengambilan: -

c. Kanan/kiri: ada (kiri)

2. Kondisi sinar X pada foto: Densitas jelas

3. Jenis foto:

Kanan : Antero-posterior

Kiri : Antero-posterior

4. Struktur tulang yang terlibat:

a. Os. Pubis

b. Os. Femur

5. Keterlibatan sendi yang diperlukan:

Page 10: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Melibatkan satu persendian yaitu articulation coxae

6. Kondisi jaringan lunak:

Normal

7. Kondisi jaringan keras:

Mengalami diskontinuitas incomplete pada colum femoris

8. Lokasi fraktur:

Pada columna femoris

9. Kedudukan sendi:

Normal

10. Celah sendi:

Tidak dapat dinilai karena membutuhkan pembanding yaitu foto x-ray kaki

satu lagi

11. Patofisiologi:

Fraktur terjadi akibat osteoporosis

12. Klasifikasi bentuk fraktur:

a. Klasifikasi secara klinis : Fraktur tertutup

b. Klasifikasi secara radiologis :

13. Gambaran fraktur

a. Jenis garis fraktur : Oblique

b. Kelurusan : Adanya pergeseran angulasi pada colum femoris

c. Aposisi : terlihat adanya aposisi

d. Adanya pemendekan (cum contractionem)

e. Belum tampak adanya kalus

f. Garis fraktur tidak mengenai permukaan sendi

g. Tidak ada fragmentasi

h. Korteks lebih luscent

i. Garis shenton line : Tidak terbentuk

Kesan: Terdapat fraktur incomplete pada columna femuris sinistra dengan angulasi

Page 11: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Diagnosis pasti

PENYAKIT

INDIKATORNyeri

Akibat Trauma

Cum Contraction

Kelainan PosisiDeformitas

PanggulX-Ray

Osteoporosis √ √ X √ Penipisan Korteks, Trabekular lebih luscent

Dislokasi Articulatio

Coxae√ x

External Rotasi +Abduksi/Adduksi

√ Dislokasi ArticulatioCoxae

Fraktur Acetabulum

√ √ Bisa Semua Posisitergantung trauma

√ Fraktur Acetabulum

FrakturOs Femur

√ √ External Rotasi √ Fraktur Caput/Columna/Os Femur

Osteoarthritis x x X xKalsifikasi, Osteofit,

Penyempitan celah sendi

Neoplasma x x X x Massa

Fraktur patologis incomplete columna femur sinistra dengan angulasi et causa

osteoporosis dengan diagnosa banding:

Seperti tabel diatas, diagnosis banding kelompok kami adalah dislokasi art. Coxae, fr.

acetabulum dan osteoarthritis. Sedangkan neoplasma kami singkirkan karena dari

riwayat pasien yaitu nyeri akibat trauma, cum contraction, kelainan posisis,

deformitas panggul dan x-ray tidak ada satupun yang mendukung. Diagnosis banding

utama kami adalah fraktur acetabulum, karena memiliki gejala dan riwayat yang sama

dengan fraktur caput femur, namun secara epidemiologi, pengeroposan tulang akibat

osteoporosis selalu terjadi di caput femur yang memiliki massa yang lebih rentan

terhadap osteoporosis. Selain itu, fraktur caput femur selalu memiliki kelainan posisi

berupa eksternal rotasi pada saat terjadi trauma, seperti pada kasus ini.

Ada beberapa faktor risiko fraktur osteoporosis pada pasien ini sehingga kami

menegakkan osteoporosis sebagai diagnosis kerja kami, yaitu :

Non Modifiable

1. Jenis Kelamin Perempuan

2. Usia lanjut

Page 12: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Potentially Modifiable

1. Berat badan ≤58 kg

2. Estrogen deficiency yaitu Menopause

3. Riwayat terjatuh

4. Aktivitas fisik inadekuat yaitu pasien memiliki kebiasaan duduk menonton TV

dalam waktu lama (2)

Terapi

a. Fraktur Columna Femoris

Pada fraktur dapat dilakukan :

Pemberian analgetik dan NSAID untuk meredakankan nyeri.

Pembedahan, tergantung dari lokasi, derajat fraktur, dan kondisi sendi pasien.

Prosedur yang dapat dilakukan di bedah orthopedic yaitu Open Reduction dan

Internal Fixation dengan pins dan plate pada tulang fraktur agar fungsi kaki

pasien masih dapat digunakan.

b. Pengobatan Osteoporosis

a. Non Medika Mentosa

Nutrisi

i. Kalsium

Untuk mengurangi pengurangan massa tulang dan mencegah

bone turnover. Pasien dapat diberikan 2 terapi yaitu nutrisi

makanan dan suplemen. Untuk nutrisi makanan, pasien dapat

mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, yogurt,

dan keju dan untuk suplemen dapat diberikan suplemen

kalsium dengan dosis ≤600 mg perhari.

ii. Vitamin D

Terapi yang dapat dilakukan adalah pasien melakukan kontak

sinar UV pada pagi hari dan pemberian suplemen vitamin D

dengan dosis untuk usia ≥70 tahun yaitu 600 IU. Suplemen

vitamin D dapat diberikan kombinasi dengan Kalsium.

Edukasi

iii. Olahraga Teratur

Page 13: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Pasien dapat diedukasi untuk melakukan olahraga angkat

beban. Olahraga angkat beban pada wanita menopause dapat

membantu mengurangi pengurangan massa tulang.

b. Medika Mentosa

i. Estrogen (Terapi Sulih Hormon)

Untuk mencegah bone turnover, mengurangi pengurangan

massa tulang, dan membantu meningkatkan penyimpanan

kalsium di tulang. Pasien dapat diberikan Estrogen Oral yaitu

Ethynil Estradiol 5 ɥg/hari dan estrogen suntik intradermal

yaitu estradiol 50 ɥg/hari. Terapi estrogen dapat diberikan

kombinasi dengan progestin untuk mencegah keganasan

endometrium.

ii. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)

Untuk meningkatkan massa tulang dan menurunan risiko

fraktur pada tulang lain. Pasien dapat diberikan Tamoxifen dan

Raloxifene (60 mg/hari).

iii. Biphosphonate

Untuk menghambat resorpsi tulang dengan menghambat

penghancuran dan pembentukan hidroksiapatit, menghambat

aktivasi osteoklas dan meningkatkan apoptosis osteoklas.

Pasien dapat diberikan Alendronate dan Risedronate.

iv. Calcitonin

Untuk menurunkan resorpsi tulang dan meningkatkan densitas

tulang. Pasien dapat diberikan calcitonin karena sudah

mengalami menopause lebih dari 5 tahun, pasien dapat

menggunakan calcitonin spray yang disemprotkan ke nasal

dengan dosis 200 IU/hari. (3)

Komplikasi

Komplikasi Osteoporosis :

Kifosis

Karena penekanan beban tubuh (kompresi) pada tulang vetebra secara terus menerus,

sedangkan tulang tidak cukup kuat untuk mempertahankan axis tubuh, maka

Page 14: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kifosis.

Waspadai Patah Tulang (Fraktur)

Fraktur adalah komplikasi yang paling sering dan serius sebagai dampak

osteoporosis. Mereka sering terjadi pada tulang belakang atau pinggul, tulang

yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul sering

hasil dari riwayat jatuh. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang

juga terjadi fraktur akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang

belakang dapat terjadi bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur

kompresi dapat menyebabkan sakit parah dan memerlukan pemulihan yang

lama.

Komplikasi fraktur :

Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.

Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,

kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

Prognosis

Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam

Page 15: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TULANG PANGGUL

Tulang

Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu: ilium, iskium, dan pubis. Saat

dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya pada asetabulum.

Ilium:

batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Krista iliaka berjalan ke belakang dari spina

iliaka anteriorsuperior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah tonjolan

tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan

glutealis karena disitulah pelekatan m.gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan

posterior membatasi pelekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium halus dan

berongga membentuk fosa iliaka. Fosa iliaka merupakan tempat melekatnya m.

iliakus. Permukaan aurikularis ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sakro

iliaka (sendi sinovial). Ligamentum sakro iliakaposterior, interoseus, dan anterior

memperkuat sendi sakroiliaka. Linea iliopektinealis berjalan di sebelah

anteriorpermukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menujupubis.

Iskium:

Terdiri dari spina di bagian posterior yang membatasi insisura iskiadika mayor (atas)

dan minor (bawah). Tuberositas iskium adalah penebalan bagian bawah korpus

iskium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iskium menonjol ke depan

dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.

Pubis:

Terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi

dengan tulang pubis di tiap sisi simfisis pubis yang merupakan sendi sindesmosis.

Permukaan superior dari korpus memiliki krista pubikum dan tuberkulum pubikum.

Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan

iskium.

Page 16: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Sendi (Articulatio) dan Ligamen Pelvis

Ada 4 sendi pelvis, yaitu:

• Dua articulation sacroiliaca

• Symphisis pubis

• Articulation sacrococcygeaa .

Page 17: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Dua artikulasio sacroilliaca

Articulation sacroiliaca kanan dan kiri terletak di anara corpus vertebraesacralis ke-1

dan ke-2 dan facies articularis ilium pada kedua sisi. Karena berat tubuh dihantarkan

lewat pelvis, maka sendi-sendi ini dapat mengalami tekanan yang berat.

Permukaan sacrum dan ilium mempunyai banyak tonjolan dan cekungan

yang saling mengunci dan dengan demikian memberikan kestabilan pada sendi

tersebut sesuai dengan kebutuhan, karena terdapat sedikit gerakan sinovia pada setinggi

vertebra sacralis ke-2.

L i g a m e n t a s a c r o i l i a c a y a n g k u a t m e n g e l i l i n g i s e n d i i n i .

L i g a m e n t sacrospinosa dan sacrotuberosa menghubungkan sacrum dan os coxae. Ligament

sacrotuberostum terentang dari tepi baah sacrum sampai tuber  ischiadicum.

Ligament sacrospinosum terentang dari tepi bawah sacrum sampai spina ischiadicum. S e m u a

l i g a m e n t u m t e r s e b u t s e c a r a n o r m a l m e m b a n t u m e m b a t a s i gerakan

sacrum.

Sympisis pubis

Adalah articulation cartilaginosa sekunder yang panjangnya kira-kira 4 cm.facies articularis dari corpus

ossis pubis ditutupi oleh kartilago hialin, dan suatudiscus cartilaginosa yang menggabungkan kedua

corpora tersebut. Ligamentum pubicum mengelilingi sendi tersebut dan hanya dapat

melakukan gerakan yang minimum.

Artikulasio saccrococcsygea

Merupakan articulation cartilaginosa sekunder dibentuk oleh tepi bawah sacrum dan tepi atas coccyx.

Sendi ini dikelilingi dan ditopang oleh ligamentum sacrococcygeum dan dapat melakukan fleksi dan

ekstensi yang merupakan gerakan pasif saat defekasi dan melahirkan. Ligamentum poupart juga

disebut ligamentum inguinale terentang antaraspina iliaca anterior superior dan corpus ossis pubis.

Membrane obturatoria: Membrana obturatoria menutup foramen obturatorium dan padanya terdapat

celah sempit untuk lewat pembuluh darah,saraf dan pembuluh limfatika.Semua sendi ini dapat

bertambah keluasan gerakannya selama kehamilan karena terjadi elastisitas (kelenturan) ligament yang

memperkuat sendi tersebut akibat adanya hormone relaksin.

Page 18: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

 

Persarafan

Perineum dipersarafi oleh sistem saraf somatis dan viseral. Untuk persarafan somatis,

terutama melalui N.pudendus yang berasal dari pleksus sacralis S2-S4. Nervus ini

meninggalkan rongga pelvis melalui foramen ischiadica major, melewati ligamentum

sacrospinous, foramen ischiadica minus lalu memasuki trigonum anale perineum. Di

perineum N.pudendus tersebut bercabang menjadi tiga bagian:

N. rectalis inferior, mempersarafi M.sphincter ani eksternus dan M.levator ani di

sekitarnya. Selain itu serabut saraf ini juga mengantarkan impuls sensorik dari

segitiga anal perineum.

N. perinei, mempersarafi segitiga urogenital. Saraf (motorik) ini mensuplai otot-otot

rangka di segitiga urogenital. Saraf ini juga berfungsi mengantarkan impuls sensorik,

yaitu melalui N.scrotal posterior (pada pria) atau N.labial posterior (pada wanita).

N. dorsalis penis/clitoris, memasuki kantung perineal, menuju bagian inferior simfisis

pubis untuk masuk ke daerah penis/clitoris. Saraf ini bersifat sensoris untuk

menghantar impuls dari bagian dorsal penis/clitoris.

Saraf-saraf somatis lain memasuki perineum dan bersifat sensorik, meliputi cabang

dari N.ilio-inguinal, genitofemoral, posterior femoral cutaneous, dan ancoccygeal.

Perineum juga dipersarafi oleh saraf viseral, yang masuk melalui dua rute:

Yang menuju ke bagian kulit, umumnya simpatis postganglionik. Seratnya  berjalan

bersama-sama dengan N.pudendus dari ramus yang menghubungkan trunkus

simpatikus pelvis dan ramus anterior sakralis.

Yang menuju ke jaringan erektil, bersifat parasimpatis. Serabutnya melewati pleksus

hipogastrik di rongga pelvis, berasal dari saraf splanknik medula spinalis S2-S4. Saraf

ini bersifat memicu terjadinya ereksi.

Vaskularisasi

Vaskularisasi pada perineum terutama disuplai oleh A.pudenda  interna. Selain itu

juga A.pudenda eksterna, A.testikular dan A.cremaster.

Page 19: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

A.pudenda interna merupakan cabang dari A.iliaka interna.  Arteri ini berjalan

bersama dengan N.pudendus, lalu sama seperti N.pudendus akan bercabang menjadi

tiga:

A.rectalis inferior, yang melewati fossa ischio-anal untuk mempendarahi otot dan

kulit terkait. Arteri ini akan beranastomosis dari A.rectalis medial dan superior (yang

berasal dari A.iliaka interna dan A.mesenterika inferior) untuk mensuplai rektum dan

anal canal.

A.perinei, mempendarahi jaringan dan kulit di daerah skrotum atau labia.

Arteri yang menuju jaringan erektil. Pada pria A.pudenda interna akan berakhir

menjadi A.bulbiurethrae (mensuplai kelenjar bulbourethral dan korpus spongiosum),

A.uretralis (mensuplai uretra), A.profunda penis (mensuplai crus dan korpus

kavernosum) dan A.dorsalis penis (mensuplai glans penis dan jaringan superfisial).

Sedangkan pada wanita, A.pudenda interna berakhir menjadi A.clitoridis dengan

cabang meliputi A.bulbivestibuli(mensuplai vestibular dan vagina), A.profunda

clitoris (mensuplai crus dan korpus kavernosum), dan A.dorsalis clitoris (mensuplai

clitoris).

Vena –vena di perineum bermuara ke V.pudenda interna lalu V.interna iliaka.

Pengecualian untuk V.dorsalis profunda penis/clitoris yang bermuara ke vena yang

mengelilingi prostat (pada pria) atau kandung kemih (pada wanita). Sedangkan

V.pudenda eksterna, yang menerima suplai dari pars anterior labia mayor/skrotum

akan bermuara ke V.femoralis.

Getah bening dari perineum menuju nnll. Inguinales superficiales. (3)

Page 20: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang normal)

Sel- sel pembentuk tulang terdiri dari :

Sel osteoprogenitor

Berbentuk seperti gelendong, berinti gepeng, kromatin inti halus serta

memiliki sitoplasma bercabang. Sel ini terdapat di permukaan tulang lapisan

periosteum dan endosteum

Sel osteoblast

Berbentuk kubis atau pyramid dengan inti besar dan 1 anak inti, memiliki

sitoplasma basophil. Terdapat di permukaan tulang. Berfungsi untuk

mensintesa komponen organic matriks tulang seperti kolagen tipe 1,

proteoglikan, dan glikoprotein, serta mengendapkan komponen anorganik

matriks tulang

Sel osteosit

Berbentuk seperti amandel, berinti gepeng, serta memiliki sitoplasma

basofillik. Terdapat di dalam lacuna

Sel osteoklas

Berukuran besar dengan sitoplasma asidofilik dan inti banyak. Terdapat di

dalam lacuna Howship, berasal dari monosit sehingga dapat bergerak seperti

makrofag. Berfungsi untuk mensekresi asam kolagenase

Matriks tulang :

Organik

Terdiri dari serat kolagen tipe 1 dan substansia dasar (substansia

osteomukoid). Sbstansia dasar tersebut terdiri dari komponen

mukopolisakarida (protein non-kolagen) serta protein resisten (protein tahan

asam)

Anorganik

Merupakan matriks yang menyebabkan tulang menjadi keras. Terdiri dari

kalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium flourida, magnesium flourida,sitrat

dan klorida

Page 21: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang osteoporosis)

Secara makroskopis dapat dibedakan 2 macam tulang, yaitu tulang spongiosa

(cancellous) dan tulang kompakta (padat). Tulang spongiosa terdiri atas trabekula atau

balok tulang langsing, tidak teratur, bercabang dan saling berhubungan membentuk

anyaman. Trabekula itu sendiri terdiri dari lamel- lamel dan di dalamnya terdapat

osteosit serta sistem kanalikuli yang saling berhubungan. Celah- celah di antara

anyaman itu ditempati oleh sumsum tulang.

Tulang kompakta tampak padat, kecuali bila dilihat dibawah mikroskop. Di antara

kedua jenis tulang ini tidak ada pembatas yang jelas karena hanya tergantung pada

jumlah relatif bahan padat, ukuran dan jumlah celah- celah yang ada. Pada tulang

panjang, bagian batang (diafisis) lebih banyak terdiri atas tulang kompakta, yang

mengelilingi rongga sumsum atau sumsum tulang. Setiap bagian ujungnya (epifisis)

terdiri atas tulang spongiosa yang dibungkus selapis tipis tulang kompakta. Celah-

celah tulang spongiosa berhubungan langsung dengan rongga rongga sumsum tulang

diafisis.

Ciri paling utama tulang secara mikroskopik adalah susunannya yang lamelar

(substansi intersel yang mengalami perkapuran), matriks tulang (yang tersusun dalam

lapisan- lapisan), atau lamel- lamel dengan berbagai pola. Lamel itu sendiri

merupakan hasil peletakan matriks uang terjadi secara ritmik. Serat dalam lamel

teratur sejajar satu sama lain dalam bentuk pilinan atau heliks. Di dalam substansi

interstitial terdapat rongga- rongga kecil (lakuna) yang berisi sel- sel osteosit. Dari

tiap lakuna terpancar saluran- saluran halus (kanalikuli) yang menembus lamel- lamel

dan berhubungan dengan kanalikuli lakuna sekitarnya.

Pada penderita osteoporosis, terjadi penurunan massa tulang yang disebabkan oleh

penipisan trabekula- trabekula (balok- balok penyusunnya) pada tulang spongiosa,

sehingga tulang berkurang kepadatannya dan menjadi rapuh.

Page 22: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Yang kiri normal, yang kanan mengalami osteoporosis. Pada tulang yang mengalami

osteoporosis terlihat trabekul- trabekula yang menipis atau atrophy. (4)

PATOFISIOLOGI NYERI

Nyeri menurut The Internatinal Assosiation for the study of pain (IASP) adalah

pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan

kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.

Berdasarkan waktunya nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut yang berlangsung

kurang dari 3 bulan dan nyeri kronis yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Klasifikasi nyeri

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai rangsangan pada serabut

nonsiseptor yaitu serabut A delta dan serabut C oleh rangsang mekanik, termal atau

kimia. Nyeri nosiseptif dibagi menjadi 2 yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri

somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non visera seperti nyeri tulang, nyeri

arhritis, nyeri metastatik. Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral

seperti usus, jantung, pankreas. (5)

Mekanisme nyeri

Proses nyeri dikelompokkan dalam 4 proses yaitu: transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi. Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiceptor oleh stimulus noxious

pada jaringan dimana stimulus ini akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini

disebut transduksi. Potensial aksi akan ditransmisikan neuron sistem saraf pusat yang

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari

neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini

neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan

neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju otak dan talamus.

nyeri

nosiseptif

nyeri somatik

nyeri viseral

non-nonsiseptif

nyeri neuropatik

nyeri psikogenik

Page 23: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Selanjutnya hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di

otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.

Tetapi rangsangan nonsiseptif tidak selalu menimbulkan nyeri dan sebaliknya

persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nonsiseptif. Terdapat proses modulasi

sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang

paling diketahui adalah kornu dorsalis medulla spinalis. Proses akhir adalah persepsi,

dimana pesan nyeri di relai menuju otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak

menyenangkan. (6)

MINERALISASI TULANG

Mineralisasi tulang merupakan proses penempatan kalsium ke dalam jaringan tulang.

Sedangkan demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan mineralisasi

yaitu proses pengambilan kalsium dari jaringan tulang. Selama hidup, tulang secara

terus-menerus diresorpsi dan dibentuk tulang baru. Kalsium dalam tulang mengalami

pergantian dengan kecepatan 100% per tahun pada bayi dan 18% per tahun pada

orang dewasa. Remodeling tulang ini, sebagian bessar adalah proses lokal yang

berlangsung di daerah yang terbatas oleh populasi sel yang disebut unit remodeling

tulang. Dalam proses ini melibatkan dua komponen utama yaitu :

a. Osteoblas

Osteoblas merupakan sel jaringan tulang yang berperan mensintesis

kolagen untuk membentuk osteoid sebagai bahan dasar tulang.

b. Osteoklas

Adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-

monosit yang terdapat di tulang.

Mineralisasi Tulang

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan

dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah elama hidup.

Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah

stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam

Page 24: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan

matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam

beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras

selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi

bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.

Faktor yang Mempengaruhi Mineralisasi

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai

kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara

tulang, cairan interstisium, dan darah. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan

adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan

tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon

tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang

berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan

tulang). Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung

dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang

penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi

kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang.

OSTEOPOROSIS

1    Definisi

Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan

massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko

fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.

2 Epidemiologi

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan

problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena

problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur

yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

Page 25: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai

pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah

1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan

faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen

yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat

barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.

3 Etiologi

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang

kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang

setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak

sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun

demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu

mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis

beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2

proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling.

Prosescoupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan

aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-

20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa

skelet per tahun.

Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang

menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption

– Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari

tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas

akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi

prosesremodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh

hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang

menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid.

Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan

osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan

metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang

Page 26: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap.

Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus

melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol

(1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah

hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang

(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang

dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang

yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada

asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung

kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh

terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

4 Faktor Resiko Osteoporosis

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

Merokok, alkohol

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,

gangguan penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

Defisiensi estrogen, androgen

Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang

Densitas (massa)

Ukuran dan geometri

Mikroarsitektur

Page 27: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Komposisi

Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:

1. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuskular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

2. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Hiperparatiroidisme

3. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

5 Klasifikasi Osteoporosis

—-Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi

osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :

Osteoporosis primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan

peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur

vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering

terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.

Osteoporosis idiopatik

Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra

menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

7 Gambaran Klinis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan

karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur

osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama

dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus,

dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada

punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps

vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan

Page 28: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat

walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat

tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka

waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan

ileus

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

PATOGENESIS TERJADINYA OSTEOPOROSIS

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel

osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Keadaan ini

mengakibatkan penurunan massa tulang. Ada beberapa teori yang menyebabkan

deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:

1. Defisiensi estrogen

2. Faktor sitokin

3. Pembebanan

1. Defisiensi estrogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan

beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan

sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen

meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang

merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan

mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah

diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari

estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti

tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga

berpengaruh pada sel osteoklas.

Page 29: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

Efek estrogen pada sel osteoblast:

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat

penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas

maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel

tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh

sel osteoblas.Seperti dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki

reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam

diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali

lipat dari reseptor estrogen alpha (ERa).

Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya

osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan

pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan

penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan

terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain

estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b

(Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih

lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari

sel osteoklas.

Efek estrogen pada sel osteoklas :

Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan

pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung

estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari

osteoklas. Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi

RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan

kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG,

yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen

menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas

seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7.18 Terhadap apoptosis sel

osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk

memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas

untuk lebih cepat mengalami apoptosis.

Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui

reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga

Page 30: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi

sel osteoklas dewasa. (7)

FRAKTUR

Pengertian Fraktur

a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan

yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)

b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

(Price and Wilson, 2006).

c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk,

2000)

Penyebab patah tulang

Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan

tulang, seperti benturan dan cedera. Fraktur juga komplikasi yang paling sering dan

serius sebagai dampak osteoporosis. Fraktur sering terjadi pada tulang belakang atau

pinggul, tulang yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul

sering hasil dari riwayat jatuh. Meskipun kebanyakan orang relatif baik dengan

Page 31: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

pengobatan bedah modern, patah tulang pinggul dapat menyebabkan kecacatan dan

bahkan kematian akibat komplikasi pasca operasi, terutama pada orang dewasa yang

lebih tua. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang juga terjadi fraktur

akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang belakang dapat terjadi

bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur kompresi dapat menyebabkan

sakit parah dan memerlukan pemulihan yang lama. Fraktur terjadi karena tulang yang

sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker

atau osteoporosis.

Jenis-jenis fraktur

a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).

b. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian

dari garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit

d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka

pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. 1) Fraktur terbuka

terbagi atas tiga derajat, yaitu :

Derajat I :

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II :

laserasi > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan

neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :

o Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat

Page 32: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

melihat besarnya ukuran luka.

o Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar

atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer

yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

e. Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak

bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi menjadi:

1) Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi

lainnya membengkok.

2) Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

3) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih

tidak stabil dibanding transversal).

4) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

5) Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

6) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering

terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada

tulang belakang).

8) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista

tulang, penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).

9) Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada

perlengkatannya.

10) Epfiseal, fraktur melalui epifisis

11) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang

lainnya.

Definisi Fraktur Femur

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat

disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),

kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2

tipe dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul

dan kapsula.

a. Melalui kepala femur (capital fraktur)

b. Hanya di bawah kepala femur

Page 33: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

c. Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci

di bawah trokhanter kecil.

Klasifikasi fraktur collum femoris (Garden, 1961)

a. Stadium I : fraktur yang sepenuhnya terimpaksi

b. Stadium II : fraktur lengkap tetapi tidak bergeser

c. Stadium III : fraktur lengkap dengan pergeseran sedang

d. Stadium IV : fraktur bergeser secara hebat

Bila dibiarkan tanpa terapi, fraktur stadium I yang tampaknya benigna dapat dengan

cepat berubah menjadi stadium IV

Etiologi

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Cedera traumatic

a) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang

patah secara spontan

b) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari

benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan

fraktur klavikula.

c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.

2. Fraktur patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada

keadaan :

a) Tumor tulang (jinak atau ganas)

b) Infeksi seperti osteomielitis

c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi

vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.

Page 34: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya

pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

Patofisiologi Fraktur

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk

menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang

datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda

Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan

terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula

tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini

merupakan dasar penyembuhan tulang.

Manifestasi Klinik fraktur

Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio

laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau

angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3

tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya

dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa

juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis

Komplikasi Fraktur

Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.

Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,

kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

Page 35: Kasus 3 - Osteoporosis Kelompok 6

DAFTAR PUSTAKA

1. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.

2. Kasper, Braunwauld, Fauci. Osteoporosis. In: Lindsay R, Editors. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York:McGraw-

Hill;2005;p.2272-8

3. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .

Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.

4. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and

implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine

Reviews 2000;21(2):115-37.5. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in

osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J

Musculoskel Neuron Interact 2003;3(4):357-62.

6. Broto R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis

7. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin

Invest 2003;(111):1120-22.