KASPAN-Kongenital Glaukoma NEW

download KASPAN-Kongenital Glaukoma NEW

of 16

Transcript of KASPAN-Kongenital Glaukoma NEW

BAB I PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer). Berdasarkan etiologinya glaukoma diklasifikasikan sebagai sebagai, glaukoma primer (terdiri dari: glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup), glaukoma kongenital (terdiri dari: glaukoma kongenital primer, glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain, glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular), dan glaukoma sekunder (Vaughan, 2000). Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada beberapa tahun pertama kehidupan. Masalah utama pada glaukoama kongenital adalah aliran humor aqueus humor dari bilik mata depan yang terjadi akibat kelainan bentuk jaringab trabekula, jalan utama aliran humor aqueus. Hal ini akan meningkatkan tekanan intraokuler, pada glaukoma kongenital (40% dari kasus), terjadi selama kehidupan intrauterine dan glaukoma infantile atau primer (55% dari kasus), peningkatan terjadi sebelum anak berusia 3 tahun. Dan selebihnya menjadi glaukoma juvenil yang bermanifestasi setelah 3 tahun tetapi sebelum berusia 16 tahun (Hick, 2009) Glaukoma kongenital dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera anterior; (2) anomali perkembangan segmen anterior-sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal, dan (3) berbagai kelainan lain-termasuk aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe, dan rubela kongenital. Pada keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan ekstraokular lain (Vaughan, 2000).

Angka kejadian glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma kongenital yang sering terjadi, 50-70% pada semua glaukoma kongenital, walaupun kasusnya masih sangat jarang, yaitu 1 dari 10.000 kelahiran. Pasien laki-laki ditemukan memiliki insidensi tertinggi pada penyakit ini, kira-kira 65 %. Pada kebanyakan kasus (75%) bilateral dan rata-rata asimetris. 4, 5 Setengah dari pasien memiliki tajam penglihatan lebih dari 20/50. Tetapi 2 15 % pasien mengalami kebutaan (Hick, 2009) Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan. Pencekungan diskus optikus khas glaukoma timbul relatif cepat, yang menekankan perlunya terapi dengan segera. Penegakan diagnosis dan terapi secara dini terhadap glaukoma secara signifikan dapat meningkatkan penglihatan untuk jangka panjang (Vaughan, 2000).

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh kerusakan saraf mata (nervus optikus) yang terletak di belakang mata yang mengakiibatkan menurunnya penglihatan tepi (perifer) dan berakhir dengan kebutaan. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Penyakit ini disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar atau berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.

Gambar 1 Perbedaan mata normal dengan mata glaukoma 2.2 Klasifikasi Glaukoma 1. Glaukoma primer a. Glaukoma sudut terbuka

y

Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma kronik sudut terbuka, glaukoma kronik simpel).

y

Normal tensi glaukoma.

b. Glaukoma sudut tertutup y y y y Akut Subakut Kronik Iris Plateu

2. Glaukoma Kongenital 3. Glaukoma Sekunder 4. Glaukoma absolut (Vaughan, 2004).

2.3 Glaukoma Kongenital 2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Glaukoma Kongenital khususnya glaukoma infantil (buftalmos) adalah glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk. Glaukoma ini terbagi menjadi 3 yaitu: (Ilyas, 2004) 1) Glaukoma Kongenital Primer : Kelainan perkembangan yang terbatas pada sudut bilik mata depan 2) Anomali perkembangan segmen anterior sindrom Axenfeld-Reiger dan anomaly Peters dan disertai dengan anomali perkembangan iris dan kornea 3) Berbagai kelainan lain termasuk aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis1, sindrom Lowe dan rubella congenital.

2.3.2 Pathogenesis Belum diketahui dengan jelas. Dikemukakan beberapa pendapat : (Wijana, 1983) 1. a. Anderson : menemukan pada pemeriksaan histologis : adanya jaringan mesenkim embrional yang persisten, di bagian perifer bilik mata depan,

menutupi trabekula. b. 2. Kanal Schlemn tak terbentuk Scefelder menemukan bahwa insersi daripada iris terletak pada garis Schwalbe (akhir

dari membran Descement) atau 1/3 bagian anterior trabekula. 3. W. B Clark : histologis menemukan bahwa M. Siliaris longitudinal berjalan kemuka dan

brinsersi pada trabekula, sehingga bila serat-serat ini berkonstraksi, menyebabkan kanal Schlemn tertutup. Anomali Perkembangan Segmen Anterior Kelompok penyakit yang jarang ini mencerminkan suatu spektrum gangguan

perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris, kornea, dan kadang-kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit hipoplasia stroma anterior iris, disertai adanya jembatanjembatan filamen yang menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan filamen terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara aksial (embriotokson posterior), penyakit yang timbul dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Hal ini mirip dengan trabekulodisgenesis pada glaukoma kongenital primer. Apabila perlekatan iridokorneanya lebih luas yang disertai oleh disrupsi iris, dengan polikoria serta anomali tulang dan gigi, timbul apa yang disebut sindrom Reiger (suatu contoh disgenesis iridotrabekula). Apabila perlekatannya adalah iris sentral dan permukaan posterior sentral kornea, penyakit yang timbul disebut anomali Peter (suatu contoh trabekulodisgenesisiridokornea)(Vaughan,2000). Penyakit-penyakit ini biasanya diwariskan secara dominan, walaupun dilaporkan ada kasuskasus sporadik. Glaukoma timbul pada sekitar 50% dari mata dengan kelainan tersebut dan

sering belum muncul sampai usia anak lebih tua atau dewasa muda. Angka keberhasilan goniotomi jauh labih rendah pada kasus-kasus ini, dan mungkin dianjurkan trabekulotomi atau trabekulektomi. Banyak pasien memerlukan terapi glaukoma medis jangka panjang, dan prognosis pasien untuk mempertahankan fungsi penglihatan yang baik meragukan. (Vaughan,2000). Aniridia Gambaran khas aniridia, seperti yang diisyaratkan oleh namanya, adalah iris tidak berkembang (vestigial). Kadang-kadang hanya ditemukan tidak lebih dari akar iris atau suatu bahan iris yang tipis. Dapat ditemukan deformitas mata yang lain, misalnya katarak kongenital, distrofi kornea, dan hipoplasia fovea. Penglihatan biasanya buruk. Sering timbul glaukoma sebelum masa remaja dan glaukoma tersebut biasanya refrakter terhadap penatalaksanaan medis atau bedah. Sindrom yang jarang ini biasanya diwariskan secara genetik. Pernah dilaporkan kasus-kasus dominan autosom dan resesif autosom (Vaughan, 2000). 2.3.3 Gejala Klinis Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada 6 bulan pertama (70% kasus) dan pada akhir tahun pertama (80% kasus). Penyakit ini lebih sering mengenai anak laki-laki (65% kasus) dibanding anak perempuan,dan pada 70% kasus mengenai kedua mata (bilateral). Pada beberapa kasus diturunkan secara herediter.Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan kilau kornea. Pupil juga tidak berespon terhadap cahaya. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda kardinal (Vaughan,2000). Karena lapisan-lapisan luar bola mata tidak sekaku pada anak, peningkatan tekanan intraokular akan memperbesar kornea dan jaringan skleranya sehingga mata menjadi lebih besar daripada normalnya (buftalmos) (Fredrick, 2000). Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah kornea (melebihi 11,5mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membran descemet,

dan peningkatan kedalaman kamera anterior (disertai oleh peningkatan generalisata segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea. Terjadi peningkatan panjang aksial yang dihubungkan dengan umur, dan peningkatan cup/dick rasio lebih dari 0,3. Gambaran kornea berawan juga ditemukan. Glaukoma kongenital juga biasa disebut bufthalmos (pembesaran abnormal dari mata) (Vaughan,2000).

2.3.4 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari glaukoma kongenital yaitu: Megakornea, terdapat peningkatan diameter kornea yang tidak disertai dengan peningkatan tekanan intra okuler dan dengan kornea yang jernih. Gejala sisa dari truma obstetrik (ekstraksi forceps) dengan sobeknya membran Descement secara vertikal dan menyeluruh. Gangguan metabolik yang menyebabkan kekeruhan kornea oleh karena penumpukan metabolit (cystinosis, mukopolisakaridosis misalnya sindrom Hurler). Penyakit-penyakit ini menyebabkan kekeruhan pada kornea tapi tidak ada yang menyebabkan pembesaran bola mata (Fredrick, 2000). Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, terdapat lakrimasi yang disertai dengan konjungtivitis yang sering. Distrofi kornea primitif (congenital hereditary endothelial dystrophy) (Dureau, 2004). Selain itu, diagnosa banding lain untuk peningkatan tekanan intraocular adalah tumor (retinoblastoma), prematuritas retinopati, inflamasi intraocular dan trauma ( Scott, 2007). 2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis glaukoma kongenital adalah ( Urban,2005 ) : 1. Tonometri : metode yang digunakan untuk mengukur tekanan intraokular.

2.

Gonioskopi : metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini

penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. 3. Oftalmoskopi : metode yang digunakan untuk memeriksa berbagai kerusakan dan

kelainan serat optik. Pada glaukoma kongenital biasanya serat optik abnormal. Variasi cup bisa diperlihatkan, biasanya bentuk anular. 4. USG : digunakan untuk mengukur kedalaman bola mata 5. Slit lamp 2.3.6 Terapi Terapi pada glaukoma kongenital adalah secara bedah emergensi, karena kekeruhan kornea dapat meningkat secara mendadak beberapa hari atau jam. Campur tangan bertujuan untuk memfasilitasi aliran aquos humor pada susutiridokorneal ke kanalis Schlemm dan area subkonjungtiva. Goniotomi dilakukan dengan memasukkan jarum ke sudut kamera okuli anterior untuk jalinan trabekula sehingga tidak menutupi sudut dan cairan aqueus humor dapat keluar.Trabekulotomi dilakukan untuk membuat penghubung kanalis Schlemm dan kamera okuli anterior, dibawah lipatan sklera, untuk membuat aliran aquos humor area subkonjungtiva. Non penetrating deep sclerotomy mempunyai prinsip yang sama, tetapi tidak membuka secara keseluruhan kamera okuli anterior.Terapi

medikamentosa hanya merupakan terapi tambahan. Terapi komplemen dilakukan untuk mengurangi kekeruhan kornea dengan transplantasi dan terapi ambliopia (Dureau, 2004). 2.3.7 Komplikasi Glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema, infeksi, kerusakan lensa, dan uveitis (Cibis, 2006).

2.3.8 Prognosis Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan.Pencekungan diskus optikus khas glaukoma, timbul relatif cepat, yang menekankan perlunya terapi segera

(Vaughan,2000). Pasien dengan glaukoma kongenital primer pemeriksaan yang teratur seumur hidupnya. Peningkatan tekanan intraokuli, edema cornea, dan ablasio retina dapat terjadi kapan saja dan harus dideteksi sedini mungkin dan pengobatan yang tepat. Prognosis jangka panjang pada kontrol tekanan intraokuli yang diobati dengan baik pada glaukoma kongenital primer adalah sangat baik, walaupun dapat terjadi relaps lebih dari 15 tahun kemudian. Kebanyakan pasien dengan glaukoma kongenital primer yang diobati dengan baik waktu bayi, tekanan bola mata dapat terkontrol dengan baik dengan nervus optikus yang stabil, dan lapangan pandangan yang baik pada waktu dewasa.

BAB 3 STATUS PASIEN

Poli Pediatri dan Strabismus Nama Usia Agama Pekerjaan Alamat No. RM : An.Zainal Abidin : 10 tahun. : Islam. : Kelas 3 SD : Tumpang : 10122868.

3.1 Anamnesis Pasien datang ke poli dengan keluhan mata kiri berkabut di tengah-tengah sejak lahir dan mata kirinya tidak bisa lihat. Selain itu, pasien juga mengeluh mata kirinya silau. Keluhan lain seperti nrocoh, nyeri, belekan, mual, muntah tidak ada. Keluhan pada mata kanan tidak ada. y y y y Riwayat pengobatan : sering kontrol ke dokter mata di RSSA sejak umur 1 bulan Riwayat operasi Riwayat kelahiran Riwayat trauma : Operasi trabekulectomy pada tahun 2005 di RSSA : Lahir normal 9 bulan dengan berat badan 2 kg 8 oz : Tidak ada

3.2 Pemeriksaan Fisik

TDE TDE

Posisi Bola Mata Gerakan Bola mata

TDE TDE

> 2/6 Spasme (-), edema (-) CI (-), PCI (-) Jernih, D: 12 mm

Visus Palpebra Konjungtiva Kornea

LP (-) Spasme (-), edema (-) CI (-), PCI (-), sclera ectasis (+) Hazy, D: 14-15 mm

(Bufthalmos) Kesan dalam Iridektomi (+) Bulat,D:2 mm,RP (+) Kesan jernih 2/5.5 ~ 10/10 ~ 16,0 mmHg COA Iris Pupil Lensa TIO sde sde sde sde 0/5.5 ~ 6/10 ~ 31,8 mmHg

Gambar 2 Pasien dengan mata kiri dengan Glaukoma Absolut 3.5 Diagnosis OD: glaukoma congenital post trabekulectomy OS: glaukoma congenital absolut 3.6 Terapi. y y y Glaukon 3 x 1/4 tab ( 1 tab = 250 mg KSR 1 x 1/3. Konsul IKA ulang untuk batuk pilek. 180 mg/hari

BAB 4 PEMBAHASAN Pasien anak laki-laki usia 10 tahun datang ke Poli Pediatrik dan Strabismus RSSA Malang pada tanggal 10 Mei 2011 dengan keluhan utama Pasien datang ke poli dengan keluhan mata kiri berkabut di tengah-tengah sejak lahir dan mata kirinya tidak bisa lihat. Selain itu, pasien juga mengeluh mata kirinya silau. Keluhan lain seperti nrocoh, nyeri, belekan, mual, muntah tidak ada. Keluhan pada mata kanan tidak ada. Pasien sebelumnya didiagnosa glaukoma kongenital dan dioperasi trabekulectomy mata kanan pada tahun 2005 di RSSA Malang. Sejak umur 1 bulan pasien sering kontrol sebulan sekali di poli Mata sampai sekarang. Riwayat trauma tidak ada. Daripada keluhan pasien, pasien sebelumnya sudah didiagnosa Glaukoma kongenital di mata kanannya dan dilakukan operasi trabekulectomy. Keluarga pasien mengeluh kabut di mata kiri anaknya timbul sejak lahir. Berdasarkan tinjauan pustaka, gejala kabut di mata merupakan gejala pertama yang dilihat oleh keluarga pasien. Ini karena edema pada epitel dan stroma akibat sekunder dari peningkatan TIO dan sering terkait dengan lakrimasi, fotofobia dan blepharospasm (Kanski, 2003). Oleh itu, pasien didiagnosis menderita glaukoma kongenital absolut dan dapat ditegakkan lagi dengan pemeriksaan visus naturalisnya dan didapatkan LP (-). Berdasarkan tinjauan pustaka, glaukoma absolut merupakan suatu keadaan akhir dari semua jenis glaukoma dimana tajam penglihatan nol / LP (-). Ada 3 kejadian yang mendasari terjadinya glaukoma absolut : terabaikan, keterlambatan penanganan, pengobatan yang tidak adekuat . Glaukoma absolut dapat disertai keadaan seperti LP (-), injeksi konjungtiva, edema kornea, COA dangkal, pupil lebar, ekskavasi, rubeosis iris, keratopati bula dan atropi iris ( Vaughan, 2000). Pada pemeriksaan konjungtiva ditemukan adanya sclera ectasis. Hal ini

menunjukkan adanya penipisan dari lapisan sclera akibat dari tekanan intraokular yang meningkat yaitu sesuai dengan pemeriksaan TIO nya yaitu 31,8 mmHg. Pada pemeriksaan kornea, korneanya berwarna keruh dan ukuran korneanya besar) (D: 14-15 mm)disebut

bufthalmos. Hal tersebut terjadi karena peregangan akibat TIO yang meningkat. Kondisi iris, pupil, dan lensa pada mata kiri pasien sulit dievaluasi karena telah ditutup dengan bayangan kabut pada korneanya. Penatalaksanaan pada glaukoma kongenital primer hampir selalu dilakukan operasi. Medikamentosa dapat digunakan yang harus diberikan sebelum tindakan operatif dan untuk kontrol tekanan introkular sesudah operasi (Cibis, 2006). Teknik operasi ditujukan untuk mengurangi hambatan outflow humor akuos yang terjadi karena kelainan struktur pada sudut bilik mata depan. Hal ini bisa dilakukan melalui pendekatan internal dengan goniotomi dan pendekatan eksternal dengan trabekulotomi. Goniotomi adalah membuka saluran Schlemn melalui insisi ke dalam jaringan trabekula. Prosedur ini perlu diulang lebih dari satu kali. Trabekulotomi, teknik ini hampir sama dengan prosedur goniotomi tetapi menggunakan teknik yang berbeda; trabekulotomi digunakan jika kornea terlalu keruh. Jika goniotomi dan trabekulotomi gagal, maka dapat dipilih jenis prosedur filtrasi seperti trabekulektomi, dilanjutkan penggunakan obat antimetabolit seperti 5FU atau mitomisin ( Cibis, 2006). Pada pasien ini, telah dilakukan operasi trabekulectomy pada mata kanannya dan setelah operasi, pasien datang ke poli untuk kontrol tekanan intraokular. Namun, pada mata kiri pasien tidak dilakukan tindakan operasi karena telah mengalami kebutaan. Pada pasien ini hanya diberikan terapi konservatif yaitu diberi carbonic anhydrase inhibitor yaitu glaukon yang diberikan per oral 3 x tablet dan KSR 1 x 1/3. Pemberian KSR ini berguna sebagai kompensasi efek kompensasi penurunan kadar kalium akibat pemberian glaukon. Selain itu, keluarga pasien perlu diberikan penjelasan bahwa kondisi mata kiri pasien sudah mengalami kebutaan, sehingga tidak ada penanganan lebih lanjut untuk memperbaiki visus mata kanannya. Walaupun begitu, pasien harus rutin kontrol sebulan sekali untuk memonitor keluhan, visus mata kanan dan juga TIO.

KESIMPULAN

y

Pasien didiagnosa menderita glaukoma congenital post trabeculectomy pada mata kanan; dan menderita glaukoma congenital absolute pada mata kiri.

y y

Mata kiri pasien tidak perlu dilakukan penanganan karena sudah buta Mata kanan pasien perlu dimonitor visus dan TIO nya.

DAFTAR PUSTAKA

Cibis, Gerhard W. Glaucoma, Primary Congenital. Last Update August 16, 2006. [online] available on URL : http://www.emedicine.com Dureau, P. DR. 2004. Glaucoma, hereditary.http://www.orpha.net/data/patho/Pro/en/ GlaucomaHereditary-FRenPro3563.pdf . Diakses tanggal 13 Mei 2011. Hick, J.2009.Guidelines for the medical treatment of glaucoma.Public Health, Scarsdale, Chesterfield. http://www.derbyshirecountypct.nhs.uk/content/files/Clinical%20Guidelines/Glaucoma%20gu ideline%2009.pdf. Diakses tanggal 14 Mei 2011. Ilyas, Shidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto. Kanski, Jack J. 2003. Clinical Ophtalmology. King Edward VII Hospital. Windsor, UK. Scott, Olivia. Congenital Primary Glaucoma. Last Update April 19,2007. [online] available on URL : http://www.patientplus.com Vaughan, Daniel. Glaukoma. Dalam: General Ophtalmology. 7 DG et all (ed). Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000 h.234 235 Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. 1983 Gambar perbedaan mata normal dengan mata glaucoma. http://dokterherbal.com/glaukoma.html