PTOSIS KONGENITAL

22
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN PTOSIS KONGENITAL PENATALAKSANAAN PTOSIS DENGAN TEHNIK RESEKSI APONEUROSIS LEVATOR MELALUI KULIT PENDAHULUAN Ptosis palpebra (blefaroptosis) adalah turunnya kelopak mata atas di bawah kedudukan normal dan dapat menutupi aksis visual atau tidak, terjadinya dapat unilateral atau bilateral. Posisi kelopak mata atas yang normal adalah 2 mm di bawah limbus atas, atau terletak antara limbus dan pusat pupil. 1-12 Blefaroptosis bukan merupakan suatu diagnosa, tetapi merupakan suatu tanda adanya kelainan pada muskulus levator palpebra atau musculus muller yang berfungsi untuk mengangkat palpebra superior. 6 Ada dua sistem klasifikasi yang dipakai pada blefaroptosis, yang dikatagorikan berdasarkan onset terjadinya: kongenital dan didapat. Sedangkan berdasarkan etiologinya dapat dibagi: miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal dan traumatik. Tipe kongenital ptosis sering terjadi akibat dari muskulus levator yang tidak sempurna berkembang (miogenic cause), sedangkan ptosis didapat sering disebabkan karena kelemahan atau disinsersi levator aponeurosis. 1-12 Pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien ptosis berdasarkan empat ukuran klinis: fissura interpalpebra, margin reflek

description

PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN PTOSIS KONGENITAL

Transcript of PTOSIS KONGENITAL

Page 1: PTOSIS KONGENITAL

PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN PTOSIS KONGENITAL

PENATALAKSANAAN PTOSIS DENGAN TEHNIK RESEKSI APONEUROSIS

LEVATOR MELALUI KULIT

PENDAHULUAN

Ptosis palpebra (blefaroptosis) adalah turunnya kelopak mata atas di bawah kedudukan

normal dan dapat menutupi aksis visual atau tidak, terjadinya dapat unilateral atau bilateral.

Posisi kelopak mata atas yang normal adalah 2 mm di bawah limbus atas, atau terletak antara

limbus dan pusat pupil.1-12

Blefaroptosis bukan merupakan suatu diagnosa, tetapi merupakan suatu tanda adanya

kelainan pada muskulus levator palpebra atau musculus muller yang berfungsi untuk

mengangkat palpebra superior.6

Ada dua sistem klasifikasi yang dipakai pada blefaroptosis, yang dikatagorikan berdasarkan

onset terjadinya: kongenital dan didapat. Sedangkan berdasarkan etiologinya dapat dibagi:

miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal dan traumatik. Tipe kongenital ptosis sering

terjadi akibat dari muskulus levator yang tidak sempurna berkembang (miogenic cause),

sedangkan ptosis didapat sering disebabkan karena kelemahan atau disinsersi levator

aponeurosis.1-12

Pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien ptosis berdasarkan empat ukuran klinis: fissura

interpalpebra, margin reflek distan, lid- crease palpebra superior dan aksi levator.1-12

Derajat ptosis dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan aksi levator, ini sangat penting

dalam menentukan perencanaan jenis operasi yang akan dilakukan untuk koreksi ptosis.1-12

Ada tiga jenis operasi untuk koreksi ptosis yang sering dilakukan:

1. Reseksi aponeurosis levator melalui kulit.

2. Reseksi aponeurosis levator melalui konjungtiva.

3. Frontalis muscle suspension.1

Dalam sari kepustakaan ini penulis membahas teknik reseksi aponeurosis levator melalui

kulit(trancutaneous), dengan pertimbangan tehnik ini lebih dianjurkan bagi dokter mata yang

Page 2: PTOSIS KONGENITAL

masih pemula.3

Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat diperlukan penjelasan (inform consent) pada

pasien secara baik, termasuk alternatif, potensial risiko dan manfaat operasi bagi

pasien.1,2,3,4,7,8

ANATOMI PALPEBRA SUPERIOR

Palpebra superior terdiri dari enam lapisan: kulit, orbikularis, septum, tarsus, levator dan

konjungtiva. Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Posterior

lapisan ini adalah muskulus orbikularis, yang dimulai dari muskulus frontalis yang meluas

sampai margin palpebra yang dibagi dalam tiga bagian: tarsal orbikularis (anterior tarsus),

septal orbikularis ( anterior septum orbital) dan orbital orbikularis (di atas rima orbital) yang

bagian atasnya berhubungan langsung dengan muskulus frontalis superior.2,3

Septum orbita adalah jaringan fibrous yang berasal dari periostium yang berada di depan rima

orbita bagian superior dan inferior. Pada palpebra superior, septum orbita bersatu dengan

levator aponeurosis lebih-kurang 1-3 mm superior tarsus pada orang yang bukan etnis Asia.

Lemak orbital terletak di belakang septum orbita dalam rongga preaponeorotik. Lemak orbita

ini penting sebagai petunjuk dalam operasi, karena letaknya langsung dibelakang septum

orbita dan di depan aponeurosis levator.2,3

Tarsus palpebra superior merupakan jaringan ikat yang kokoh, tebal, yang berguna sebagai

kerangka palpebra, tarsus superior pada bagian tengah palpebra vertikal berukuran 9-10 mm,

dengan ketebalan lebih-kurang 1 mm. Arkade arteri marginal terletak 2 mm superior margin

palpebra dekat dengan folikel silia dan anterior tarsus, sedangkan arkade arteri perifer

berlokasi di superior tarsus antara levator aponeurosis dengan muskulus muller.2,3

Muskulus levator pada orang dewasa panjangnya lebih-kurang 40 mm, sedangkan

aponeurosis panjangnya 14-20 mm. Ligamentum transfersal superior (whitnalls ligament)

adalah penebalan dari fasia muskulus levator yang berlokasi di daerah transisi muskulus

Page 3: PTOSIS KONGENITAL

levator dengan aponeurosis levator.2,3

Ligamentum withnalls adalah muskulus levator yang bertransformasi,

berstruktur seperti tendon yang berwarna putih berkilat. Levator aponeurosis membelah

menjadi lamella anterior dan posterior pada lokasi kira-kira 10-12 mm di atas tarsus. Lamella

posterior terdiri dari jaringan otot yang lembut yang diinervasi oleh saraf simpatis, disebut

juga dengan muskulus mullers, yang analog dengan muskulus tarsal palpebra inferior.

Muskulus muller kemudian berinsersi pada pinggir atas tarsus. Muskulus muller bagian

posterior melekat erat dengan lapisan konjungtiva dan bagian anterior melekat dengan

aponeurosis. Tidak ditemukan arkade pembuluh darah perifer pada anterior muskulus muller

dekat dengan insersi pinggir superior tarsus.2,3

Septum orbita bersatu dengan aponeurosis pada bagian superior lid-crease, tinggi lid-crease

dapat berfariasi. Pada pinggir inferior menyatu, lembaran mengecil pada jaringan superior

melewati septum orbicularis masuk ke jaringan subkutaneous palpebra dan memberi respon

terhadap pembentukan lid crease. Pada sentral lembaran aponeurosis ini mengangkat kulit

yang longgar ke atas lipatan lid crease ke atas crease, sehingga membentuk lipatan pada

palpebra superior, setengah anterior atas dari bentuk lempeng radiasi yang menyeluruh insersi

septum yang menyeluruh pada muskulus pretarsal orbicularis dan kulit. Bagian bawah

posterior dari lempeng

disisipkan dengan kuat ke bawah 7-8 mm dari anterior tarsus. Tempat yang sangat kuat

melekat 3 mm di atas margin palpebra.2,3

Perlekatan aponeurosis berfungsi untuk melekatkan sepanjang muskulus muller ke

konjungtiva penting untuk sinkronisasi pergerakan struktur dari palpebra superior dan posisi

dari sillia. Perlekatan pada tulang dari aponeurosis pada medial dan lateral horn. Lateral horn

lebih kuat dari medial horn, lewat melalui glandula lakrimal kemudain terbagi dalam lobus

palpebral dan orbital.Lateral horn melekat ke periorbita pada tuberkel orbita dan lateral

kanthal tendon. Medial horn tipis, strukturnya lembut dan melekat secara lembut dengan

bagian posterior dari medial kanthal tendon dan melengkung ke medial dan posterior dan

masuk ke posterior lakrimal dan berhubungan dengan periorbita pada dinding medial

orbital.2,3

Konjungtiva pada lapisan posterior palpebra yang mengandung sel goblet yang mensekresi

Page 4: PTOSIS KONGENITAL

musin dan glandula lakrimal asesoris krause dan wolfring. Glandula lakrimal asesoris

ditemukan pada jaringan sub-konjungtiva terutama pada palpebra superior diantara pinggir

tarsus superior dan fornik.2,3

Gambar 1: Potongan melintang palpebra superior. (dikutip dari: American Academ Of

Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology

Monograf 8, Volume 2, 1998, page 85).

Gambar 2: Tampak depan mata. ((dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology:

Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8,

Volume 1,1998, page 86.

KLASIFIKASI PTOSIS

Ptosis dapat dIklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya dan berdasarkan kelainan yang

dijumpai, sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan jaringan

muskulus levator. Sedangkan ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi

aponeurosis levator ( aponeurotic abnormality). Secara garis besar, maka blefaroptosis yang

diakibatkan karena kelainan pembentukan jaringan muskulus levator disebut ptosis

kongenital, sedangkan blefaroptosis akibat gangguan pada levator aponeurosis disebut ptosis

didapat.

Berikut sistim klasifikasi yang spesifik dan akurat berdasarkan penyebab terjadinya ptosis

termasuk:

Ptosis miogenik :

␣ Kongenital: akibat dari gangguan pertumbuhan muskulus levator.

␣ Didapat: ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler lokal atau

menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia progresif kronik, miastenia

grafis, atau distrofi okulofaringeal.

Ptosis aponeurotik:

␣ Kongenital: akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di permukaan anterior

tarsus.

␣ Didapat: akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari

Page 5: PTOSIS KONGENITAL

kedudukan normal.

Ptosis neurogenik:

␣ Kongenital: disebabkan karena adanaya defek neurogenik yang terjadi pada saat

perkembangan embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan

kelumpuhan nervus kranial III kongenital, horner sindrom kongenital, atau Marcus Gunn

jaw-winking sindrom.

␣ Didapat: disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering

terjadi akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom horner atau

miastenia grafis didapat.

Ptosis mekanikal:

Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang

mendorong palpebra superior ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital

seperti neuroma fleksiform, hemangioma, atau oleh neuplasma didapat seperti khalazion

besar, basal sel atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma, yang dapat

menyebabkan ptosis mekanikal sementara.

Ptosis traumatik:

Ptosis traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau aponeurosis

levator. Seperti laserasi palpebra superior, prosedur bedah saraf orbital. Pada kasus ptosis

troumatik dokter mata harus melakukan observasi selama 6 bulan sebelum melakukan

koreksi ptosis, karena ptosis ini kadang-kadang dapat sembuh spontan.

Pseudoptosis:

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudotosis, termasuk hipertropia,

enoftalmos, mikroftalmos, anoftalmos, ptisis bulbi, defek sulkus superior akibat trauma, atau

kasus lainnya.1,2,3,5,7,8,10

PEMERIKSAAN SEBELUM OPERASI

A. ANAMNESA

Page 6: PTOSIS KONGENITAL

Anamnesa meliputi identitas pasien dan riwayat penyakit, dapat ditanyakan dari pasien

sendiri atau anggota keluarga. Pasien kita suruh membawakan foto untuk memadukan

riwayat permulaan ptosis. Terutama jika riwayatnya ptosis samar-samar atau tidak konsisten

dengan pemeriksaan fisik.2,3,9,13

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik awal pada pasien ptosis dimulai dengan empat ukuran klinik:

Fissura interpalpebra vertikal: Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi

penglihatan primer.

Gambar 5: ukuran fisura palpebra (dikutip dari: Kansky. JJ, Eyelid Ptosi in Clinical

Ophthalmology A Systemic Approach, Sixth Edition, Butterworth-Heinemann Elsevier,

2005, Page 133).

Margin reflek distance (MRD): Penderita disuruh melihat pada posisi primer, kemudian

diukur jarak antara margo palpebra superior dan reflek cahaya, normal 4 mm.

Gambar 4: Ukuran margin reflek distan. (Kansky. JJ, Eyelid Ptosis in Clinical Ophthalmology

A Systemic Approach, Sixth Edition, Butterworth - Heinemann Elsevier, 2005, Page 133).

Lid-crease palpebra superior: Jarak antara lipatan kulit palpebra superior dengan margin

palpebra. akibat insersi jaringan muskulus levator ke dalam kulit sehingga membentuk lid-

crease. Disinsersi aponeurosis levator membentuk lid-crease pada posisi tinggi, ganda, dan

asimetris. Lid-crease biasanya tinggi pada pasien ptosis involusional. Pada ptosis kongenital

biasanya samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia biasanya rendah dan

tidak jelas, walaupun tidak ada ptosis.

Fungsi levator: Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang

penggaris dan menempatkan titik nol pada margo palpebra superior, juga pemeriksa menekan

otot frontal agar otot frontal tidak ikut mengangkat kelopak, lalu penderita diminta melihat ke

atas maksimal dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa. Aksi levator normal

14-16 mm.

Page 7: PTOSIS KONGENITAL

Gambar 3: ukuran aksi levator.(dikutip dari: Kansky. JJ, Eyelid Ptosis in Clinical

Ophthalmology A Systemic Approach, Sixth Edition, Butterworth – Heinemann

Elsevier, 2005, Page 142.

Pemeriksaan fisik lainnya termasuk:

␣ Lagoftalmos.

␣ Posisi alis mata.

␣ Tajam penglihata kedua mata.

␣ Gerakan bola mata.

␣ Sensibilitas kornea.

␣ Tes schirmer.

␣ Bell phenomen.

␣ Tes tensilon.

␣ Tes phenylephrin.1-12

PENENTUAN WAKTU OPERASI

Penentuan waktu operasi pada Ptosis kongenital unilateral, bila refleks pupil tidak terlihat

(MRD = nol atau minus) koreksi ptosis harus secepatnya dilakukan untuk mencegah

ambliopia. Sedangkan pada ptosis bilateral, dapat ditunggu sampai umur 5 – 6 tahun.

Pada ptosis akibat trauma, koreksi dapat dilakukan setelah observasi 6 bulan sampai 1

tahun.1,5

PEMILIHAN JENIS OPERASI

Perencanaan prosedur operasi koreksi ptosis terbagi dalam tiga bagian besar dan jenis operasi

koreksinya harus berdasarkan kondisi patologi. Ada tiga jenis prosedur operasi yang sering

dilakukan untuk koreksi ptosis:

␣ Reseksi aponeurosis levator melalui kulit.

␣ Reseksi aponeurosis levator melalui konjungtiva.

␣ Frontalis muscle suspension.1

Derajat atau jenis ptosis serta besarnya fungsi levator merupakan faktor yang dapat

menentukan dalam memilih prosedur operasi. Pengalaman dan tingkat kenyamana operator

juga merupakan faktor yang paling penting dalam menetukan jenis prosedur operasi

Page 8: PTOSIS KONGENITAL

blefaroplasti. Pada pasien dengan fungsi levator yang baik, koreksi umumnya langsung

diarahkan ke aponeurosis levator. Apabila fungsi levator jelek atau tidak ada, maka tehnik

yang dipilih frontalis muscle suspension.1,3,6,9,13

TEHNIK OPERASI RESEKSI APONEUROSIS LEVATOR MELALUI KULIT

␣ Perhitungan besarnya reseksi levator aponeurosis = (margin limbal distan mata normal -

margin limbal distan mata ptosis) x 3. 6

␣ Koreksi ptosis kongenital pada pasien anak atau bayi diharuskan menggunakan anastesi

umum. Sedangkan pada pasien remaja atau dewasa lebih dianjurkan menggunakan anastesi

lokal.

␣ Kira-kira 10-15 menit sebelum operasi, 1 cc lidocain 2% dengan 1: 100.000 atau 1:

200.000 epinefrin diinjeksi subkutis pada palpebra sepanjang garis insisi yang direncanakan,

kemudian diberikan 1-2 tetes anastesi topikal setiap 2 menit untuk lima kali pemberian.

␣ Lensa konta sklera berwarna dipasang pada permukaan okular untuk mencegah kerusakan

mata selama operasi.

␣ Benang kromik 4-0 dijahit pada fornik superior serta menembus rektus superior dan

kemudian diikat, benang dibiarkan selama operasi berlangsung. Benang ini

dapat membantu mengindentifikasi rektus superior selama operasi. Setelah selesai

operasi , benang dipotong dekat dengan simpul dan dibiarkan untuk mencegah prolap forniks

superior. Dengan benang silk 5-0 dibuat jahitan kendali pada palpebra superior 2 mm dari

margin palpebra untuk menghindari arkade pembuluh darah. Benang kendali ini dibuat

menembus ke semua struktur palpebra sampai posterior muskulus orbikularis, agar pada saat

penarikan muskulus orbikularis juga ikut tertarik.

Gambar 6: jahitan pada fornik superior yang menembus rektus superior. (dikutip dari:

American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System

in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 101).

␣ Pada ptosis monokular, garis lokasi insisi dibuat sesuai dengan lid-crease palpebra mata

normal. Marker insisi yang direncanakan dapat ditandai dengan disposible skin marking pen

atau pewarna yang lazim digunakan seperti: brilliant green 4%, gentian violet atau metilen

blue. Pada ptosis binokular dengan lid-crease yang kurang atau tidak ada, garis insisi dibuat

lebih-kurang 8-10 mm di atas margin palpebra, dekat pinggir atas tarsus dan melancip ke

lateral dan medial palpebra.

Page 9: PTOSIS KONGENITAL

Gambar 7: Insisi kulit sepanjang garis lokasi insisi. (dikutip dari: American Academy Of

Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology

Monograf 8, Volume 2, 1998, page 102).

␣Insisi muskulus orbikularis pada bagian tengah sampai menembus ke permukaan fasia

orbikularis posterior dengan gunting, diperluas ke medial dan lateral. Kemudian muskulus

orbikularis pretarsal dipisahkan dengan muskulus orbikularis preseptal sepanjang insisi,

dengan menegangkan kulit dan muskulus orbikularis terlebih dahulu.

␣ Muskulus orbikularis pretarsal dibebaskan dengan permukaan superior tarsus dengan cara

diseksi tumpul. Diseksi tumpul ke inferior tidak boleh lebih 3-4 mm di atas garis bulu mata,

untuk mencegah kerusakan akar bulu mata, yang mengakibatkan hilangnya bulu mata secara

permanen. Kemudian orbicular preseptal dibebaskan dari septum orbita sampai lebih kurang

15

mm superior rima orbita. ␣ Jika reseksi levator yang direncanakan berukuran sedang

sampai dengan lebar, maka orbikularis harus dibebaskan dari kulit lebih luas ke superior,

yang di mulai dari pinggir insisi. Kemudian eksisi kulit berbentuk bulan sabit (crescent)

sepanjang pinggir atas insisi. Tehnik ini sama seperti penatalaksanaan operasi blefaroplasti.

Hal ini dapat mencegah kedutan pada kulit palpebra superior post-operasi, sehingga

mendapatkan hasil kosmetik lebih sempurna.

␣ Septum orbita dikondisikan pada posisi menegang, insisi pada bagian tengah dengan

gunting. Kemudian septum dibebaskan ke medial dan lateral dari aponeurosis levator dengan

diseksi tumpul dan tajam. Ketika septum orbita dibuka lalu dijumpai rongga preaponeurotik,

yang berada di belakang septum dan di depan muskulus levator aponeurosis. Lemak yang

berada dalam rongga ini dapat menjulur dan menyebar ke anterior, biasanya akibat dorongan

bola mata yang akan prolap melalui rongga ini. merupakan anatomi penting sebagai petunjuk

kepada ahli mata bahwa lapisan berikutnya setelah lamak ini adalah aponeurosis levator.

Gambar 8: menggunting pada bagian tengah Untuk membuka septum orbita.

(dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and

Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 102).

␣ Jika levator aponeurosis lengket, dibuat insisi lubang kancing (buttenhole) pada pinggir

medial dan lateral levator aponeurosis dekat pinggir atas tarsus. Kemudian dibuat terowongan

Page 10: PTOSIS KONGENITAL

di bawah aponeurosis sejajar pinggir atas tarsus tanpa menembus muskulus muller atau

konjungtiva, secara diseksi tumpul dengan menggunakan gunting. Kemudian klem ptosis

atau hemostat dimasukkan dalam terowongan ini, dilakukan insisi aponeurosis pada pinggir

distal klem, setelah itu pisahkan aponeurosis dari permukaan anterior tarsus.

Diseksi aponeurosis ini dapat juga dilakukan tanpa menggunakan klem, pada ujung insersi

inferior dari aponeurosis dapat dipegang dengan forsep saja. Dengan diseksi tumpul,

permukaan dalam aponeurosis dibebaskan dari muskulus muller dan konjungtiva ke superior

sampai batas ligamen transfersal (withnall ligament). Jika perlu, dibuat dua buah insisi

vertikal dengan gunting dimulai dari ujung aponeurosis yang bebas dengan ukuran lebih-

kurang 2/3 luas aponeurosis. Metode pemisahan aponeurosis seperti ini sangat

direkomendasikan sekarang.

Gambar 9: Insisi lubang kancing (buttonhole): (dikutip dari: American Academy Of

Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology

Monograf 8, Volume 2, 1998, page 102. .

Gambar 10: Klem ptosis dimasukkan ke dalam lubang melalui

subaponeurosis.

(dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid,Orbit, and

Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 102).

Gambar 11: Potongan melintang, klem ptosis diantara Aponeurosis dan muskulus muller.

(dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit,and

Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 109).

␣ Jika operator melakukan diseksi aponeurosis dengan metode biasa, dapat

dilakukan dengan membuat insisi lubang kancing (buttonhole) di bagian medial dan lateral

aponeurosis levator pada pinggir atas tarsus sampai menembus konjungtiva tarsal. Klem

ptosis atau hemostat dimasukkan melalui lubang insisi bagian medial dan dikeluarkan lewat

lobang insisi bagian lateral. Klem menjepit konjungtiva di bagian posterior, muskulus muller

dan levator aponeurosis bagian anterior, klem kemudian ditutup dan dikunci. Jaringan yang

dijepit tadi kemudian dipisahkan secara diseksi tajam dari permukaan anterior tarsus.

Kemudian konjungtiva tarsaldimunculkan dengan mengangkat klem ke atas. Untuk

membantu memisahkan konjungtiva dengan muskulus muller dilakukan injeksi

Page 11: PTOSIS KONGENITAL

subkonjungtiva dengan normal saline atau lidokain dengan spuit G 25. Selanjutnya

konjungtiva dibebaskan dari permukaan posterior muskulus muller dan levator bagian

belakang dalam orbita dengan diseksi secara hati- hati. Kemudian potong konjungtiva pada

bagian bawah dari klem dan jahit konjungtiva ke pinggir superior tarsus dengan benang

kromik catgut 6-0 secara kontiniu.

Gambar 12: Diseksi konjungtiva dari muskulus muller. (dikutip dari: American Academy Of

Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology

Monograf 8, V olume 2, 1998, page 105.

Gambar 13: Konjungtiva dijahit ke pinggir tarsus jika digunakan tehnik full- thickness.

(dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and

Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 105).

Gambar 14: Konjungtiva dipisahkan dari muskulus muller dengan diseksi tumpul.

(dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and

Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, 105).

␣ Klem diputar ke bawah dan levator aponeurosis dibebaskan permukaan anteriornya dengan

diseksi tumpul, diseksi secara tumpul ini sampai ke superior untuk dapat memberikan jumlah

reseksi levator aponeurosis sepanjang yang diperlukan.

␣ Pisahkan medial dan lateral horn aponeurosis levator dengan gunting sampai ke muskulus

levator, supaya lebih mudah untuk menarik levator aponeurosis ke pinggir tarsus bagian

superior pada saat menjahit kembali, jika memerlukan reseksi levator yang lebih panjang.

Gambar 15: Gunting ke arah vertikal untuk memotong

horns medial dan lateral. (dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of

the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page

106).

␣ Dengan benang dakron 5-0 dibuat 3 jahitan dauble-armed pada jaringan tarsus atau

epitarsus kira-kira 2 atau 3 mm dari pinggir tarsus secara horizontal, satu jahitan di tengah,

dua lainnya pada masing-masing pinggir dengan jarak 7-9 mm pada orang dewasa dan anak-

anak 11 tahun atau lebih, sedangkan pada anak 4-10 tahun 6-7 mm, jahitan itu diteruskan ke

Page 12: PTOSIS KONGENITAL

aponeurosis levator dari permukaan posterior ke anterior pada bagian distal klem dengan

jaraknya sesuai panjang rencana reseksi. Jika dibuat reseksi 14 mm, maka dijahit pada posisi

14 mm dari ujung proksimal aponeurosis levator. Apabila jumlah reseksi tidak dapat

diperhitungkan, jahitan pada aponeurosis levator dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk

mengangkat margin palpebra sesuai dengan yang diinginkan. Jahitan disimpul dengan slip

knot, kemudian klem dibuka dari aponeurosis levator, kelengkungan dan ukuran margin

palpebra dapat dievaluasi pada mata dengan memegang forsep kemudian dijepit dan pastikan

pandangan pada posisi primer. Jika kelengkungan atau batas atas kornea tidak memuaskan,

satu atau lebih jahitan dapat dilepas dan reposisi ke atas atau ke bawah seperlunya. Ketika

kurva dari pelpebra superior dan ukurannya mencukupi, simpul diikat kembali kemudian

dipotong. Muskulus levator bagian distal dari simpul direseseksi dengan gunting lebih kurang

2 mm distal dari simpul.

Gambar 16: Jahitan pada batas reseksi yang diinginkan. (dikutip dari: American

Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in

Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 107).

Gambar 17: Levator dijahit kembali ke pinggir tarsus kemudian dipotong pada garis putus-

putus 2-3 mm dari jahitan. (dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of

the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page

107).

␣ Pada pasien usia remaja atau dewasa kulit ditutup dengan benang marseline 6-0 atau silk 7-

0 secara terputus, dan jahitan dibuka selama 5-6 hari. Sedangkan pada pasien anak, kulit

harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorbsi (cat-gut 6- 0), tiga jahitan kulit yang

dalam (satu ditengah dan dua lainnya lebih-kurang 6 mm tiap-tiap pinggir dari jahitan tengah)

hingga terjahit levator aponeurosis untuk membentuk lid-crease . Tiga jahitan untuk

membentuk lid-crease ini dibuka setelah 2 minggu.

␣ Buat jahitan frost di atas bantalan kasa (catton pegs), pada palpebra inferior dan alis mata.

Gambar 18: Untuk mencegah nekrosis kulit, jahitan Frost dibuat diatas bantalan

catton.Jahitan 3,5, dan 7 dijahit lebih dalam sampai ke aponeurosis levator supaya

terbentuk lid-crease. (dikutip dari: American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the

Eyelid, Orbit, and Lacrimal System in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998,

Page 13: PTOSIS KONGENITAL

page 107).

␣ Selanjutnya oleskan antibiotik salap mata, kemudian tutup dengan kain kasa.3,5,6,10,11,13

PERAWATAN SETELAH OPERASI

Pada prosedur reseksi levator, sering mengalami lagoftalmos, maka digunakan jahitan Frost

untuk menarik palpebra inferior ke atas supaya melindungi kornea. Oleskan antibiotik salap

pada mata kemudian tutup dengan kain kasa dan dibiarkan selama 24 jam.

Antibiotik-steroid salap mata dapat dipakai pada jahitan palpebra dan bola mata saat selesai

operasi untuk mencegah dehidrasi kornea. Pada umumnya salap mata perlu diberikan selama

1-2 minggu untuk menjaga kestabilan palpebra hingga sembuh dengan sempurna. Jika

dijumpai adanya tanda-tanda dehidrasi permukaan kornea atau defek epitel yang menetap,

jahitan Frost dapat dibiarkan sampai terjadi penyembuhan. Pada hari ke 5-7 setelah operasi,

jahitan dapat dibuka dan pasien diharuskan untuk kontrol ulang. Apabila lagopthalmus masih

terlihat berat dan pasien tidak dapat menutup mata sama sekali, palpebra dapat ditarik dengan

plester pada malam hari. Setelah stabil, evaluasi terhadap hasil akhir operasi dalam waktu 1-2

bulan.1,3,8,9,12,13

KOMPLIKASI SETELAH OPERASI

Underkoreksi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi blefaroptosis.

Sebagian ahli bedah ptosis underkoreksi ini dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksi

aponeurosis levator yang tepat sebelum ujung aponeurosis dipotong dan dijahit pada pinggir

tarsus. Koreksi ulang apabila dijumpai underkoreksi dapat dilakukan dalam minggu pertama

setelah operasi atau pada saat pasien masih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus dapat

dibedakan underkoreksi karena edema setelah operasi dengan underkoreksi yang sebenarnya.

Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah: overkoreksi, kontour palpebra yang tidak

simetris atau tidak sempurna, berparut pada bekas insisi, luka operasi yang tidak sembuh,

eyelid-crease yang tidak simetris, prolap konjungtiva, eversi tarsal, dan lagoftalmos yang

dapat menyebabkan keratitis eksposur. Lagoftalmos yang terjadi setelah operasi ptosis

biasanya terjadi pada pasien dengan fungsi levator yang kurang. Kondisi ini biasanya tidak

menetap, dalam hal ini memerlukan pengobatan dengan artifisial tear atau salap mata sampai

lagoftalmos berkurang.1,2,3,6,8,9,10,11,12,13

Page 14: PTOSIS KONGENITAL

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System in Basic and

Clinical Science Course, Section 7, 2005-2006, page 205-219.

2. Kansky. JJ, Eyelid Ptosis in Clinical Ophthalmology A Systemic Approach, Sixth Edition,

Butterworth- Heinemann Elsevier, 2005, Page 133-142.

3. American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System

in Ophthalmology Monograf 8, Volume 2, 1998, page 84-131.

4. American Academy Of Ophthalmology: Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System

in Ophthalmology Monograf 8, Volume 1, 1998, page 86.

5. Perdami, Penanganan Ptosis Palpebra dalam: Kumpulan Makalah Kursus Okuloplastik,

Palembang, 29-30 Agustus 1991, Halaman 1-10.

6. Perdami, Penatalaksanaan Blefaroptosis dalam: Prosedur Diagnostik dan Penatalaksanaan

Bedah Pastik Mata dan Rekonstruksi, Jakarta 2003, halaman 1-8.

7. Jacques C.M, Joseph S.G, Neuromuskular anomalies in Color Atlas And Text of Ocular

Plastic Surgery, Mosby-wolfe, 1996, Page 83-94.

8. W. Jackson Iliff, Elba M. Pacheco, Ptosis Surgery in Duene's Clinical Ophthalmology,

Volume 5, Chapter 72, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia 2004, Page 1-17.

9. Collin J.R.O, Ptosis in: A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Edition, Churchill

Livingstone, 1999, Page 41-71.

10.John Harry K, Joseph ACW, Blepharoptosis in: An Atlas of Ophthalmic Surgery, Third

Edition, J.B. Lippincott Philadelphia Toronto, 1991, Page 161-209.

11.Arthur J.S, Surgical Techniques for Congenital and Acquired Ptosis, in: Ophthalmic

Plastic and Reconstructive surgery, Rochester, Minnesota, 2000, Page 164-204.

12.Ptosis Surgery in:

http://www.emedicine.com/blepharoplasty/topic 739.htm.