kasbes konjungtivitis mata aini.doc
-
Upload
ayneeaynee -
Category
Documents
-
view
266 -
download
2
Embed Size (px)
Transcript of kasbes konjungtivitis mata aini.doc

LAPORAN KASUS
KONJUNGTIVITIS VERNALIS
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penguji kasus : dr. Riski Prihatningtias Sp.M
Pembimbing : dr. Sahillah Ernawati
Dibacakan oleh : Aini Soeyono
Dibacakan tanggal : 30 Januari 2015
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Aini Soeyono
NIM : 22010113210113
Judul Laporan : Konjungtivitis vernalis
Penguji : dr. Riski Prihatningtias Sp.M
Pembimbing : dr. Sahilah Ernawati
Semarang, 30 Januari 2015
Pembimbing, Penguji,
dr. Sahillah Ernawati dr. Riski Prihatningtias Sp.M
2

LAPORAN KASUS
ODS. Konjungtivitis Vernalis
Kepada Yth. : dr. Rizki Prihatningtias Sp.M
Dibacakan oleh : Aini Soeyono
Pembimbing : dr. Sahillah Ernawati
Dibacakan tanggal : 30 Januari 2015
I. PENDAHULUAN
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Lokasi konjungtiva yang berada
paling luar menyebabkan konjungtiva sering terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan substansi-substansi dari linkungan luar yang menggganggu .1
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergik , dan toksik. Gambaran klinisnya
bervariasi seperti hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi,
eksudat dengan sekret lebih nyata pada pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
mata memmbengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
peseudomembran, granulasi, fikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan
adenopati preaurikuler.2
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
antibodi humoral terhadap alergen yang dapat mengenai anak-anak maupun
dewasa. Penyakit ini terkait dengan reaksi hipersensitivitas tipe I yang biasanya
terdapat pada 5 - 22% populasi. National Health and Nutrition Examination
Survey III (NHANES III) di Amerika Serikat menemukan gejala yang dikenal
sebagai “ episodes of tearing and ocular itching” yang terdapat pada 40%
populasi dewasa tanpa perbedaan umur yang signifikan. Japanese Ophtalmologiis
Assocition mengamati angka kejadian konjungtivits alergi perempuan dibanding
laki- laki adalah 2:1. Paparan terhadap aeroalergen (bulu hewan, serbuk sari dan
tungau) dapat memicu keluhan ini. 3,4
3

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. GR
Umur : 5 tahun
Agama : Islam
Alamat : Joho,Krajan, Kendal
No CM : C501969
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan allonamnesis dengan Ny. Q ibu pasien di poli mata RSUP dr.
Kariadi Semarang (22 Januari 2015)
Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri gatal
Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 hari SMRS, pasien mengeluh mata kanan dan kiri terasa gatal. Mata merah
(+) , nyeri (-), cekot-cekot (-), nyerocos (+) , kotoran mata (+) warna putih
kekuningan, silau (-), pasien menjadi kesulitan melihat karena banyaknya
kotoran mata. Pasien mengalami hal seperti ini setalah mengkonsumsi udang.
Pasien mengaku keluhan mereda setelah dibawa istirahat atau dikompres air
dingin. Pasien belum mengonsumsi obat apapun sebelum datang ke rumah
sakit. Riwayat kelilipan disangkal. Demam (-), nyeri telan (-), batuk pilek (-).
Pasien pernah memiliki keluhan yang sama ± 1 bulan yang lalu akan tetapi
keluahan diderita setelah mengkonsumsis cumi,lalu oleh dokter diberikan 2
macam obat tetes mata 2x sehari.
Riwayat Penyakit Dahulu
± 1 bulan yang lalu pernah memiliki keluhan yang sama
Riwayat trauma (-)
Riwayat sakit mata sebelumnya (+) setiap mengkonsumsi seafood
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak pasien juga sering bersin-bersin setiap pagi hari dan malam hari
4

Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien masih sekolah di TK besar
Biaya pengobatan ditanggung pribadi
Kesan ekonomi : cukup
III. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik (24 Januari 2015)
Status Presens:
Keadaan umum : baik, kedua mata tampak merah
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg suhu : 37oC
nadi : 80x/menit RR : 21x/menit
Pemeriksaan fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Oftalmologis
Oculus Dexter Oculus Sinister6/12 Visus 6/7,5
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukanTidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah baik
Parase/paralyse Gerak bola mata ke segala arah baik
Sikatrik (-), Hiper/hipopigmentasi (-),
perdarahan (-)
Supercilia Sikatrik (-), Hiper/hipopigmentasi (-),
perdarahan (-)
5
Injeksi konjungtiva
Injeksi konjungtiva
Papil (+) cobble stone
Papil (+)

Trichiasis (-), dischiasis (-) Cilia Trichiasis (-), dischiasis (-)Edema (-), ptosis (-),
lagoftalmus (-),hiperemis (-), entropion (-), ektropion (-),
tumor (-)
Palpebra superior Edema (-), ptosis (-), lagoftalmus (-),hiperemis (-), entropion (-), ektropion (-),
tumor (-)Edema (-), bekas luka (-),
hiperemis (-), entropion (-), ektropion (-), tumor (-)
Palpebra inferior Edema (-), bekas luka (-), hiperemis (-), entropion (-),
ektropion (-), tumor (-)Hiperemis (+), papil (+),
sekret (-), edema (-)Conjungtiva palpebralis Hiperemis (+), papil (+),
sekret (-), edema (-)Hiperemis (+), papil (+),
sekret (-), edema (-)Conjungtiva fornices Hiperemis (+), papil (+),
sekret (-), edema (-)Sekret seromukoid (+),
injeksi konjungtiva(+), injeksi siliar (-)
Conjungtiva bulbi Sekret mukoid (+), injeksi konjungtiva (+), injeksi
siliar (-)Putih Sclera Putih
Jernih, sensibilitas (+) menurun
Cornea Jernih, sensibilitas (+) menurun
Kedalaman cukup, Tyndal Effect (-)
Camera oculi anterior Kedalaman cukup, Tyndal Effect (-)
Kripte (+), sinekia anterior (-), sinekia posterior (-)
Iris Kripte (+), sinekia anterior (-), sinekia poterior (-)
Bulat, sentral regular, d= 3mm,reflek pupil (+) N
Pupil Bulat, sentral regular, d= 3mm,reflek pupil (+) N
Jernih Lensa JernihTidak dilakukan Corpus Vitreoum Tiak dilakukan(+) cemerlang Fundus reflex (+) cemerlang
Tidak dilakukan Tensio oculi Tidak diakukanTidak dilakukan Sistem canalis lacrimalis Tidak dilakukan
Status Lokalis
Pemeriksaan nnll : pre aurikula : - / -
sub mandibuler : - / -
IV. RESUME
Seorang lai-laki 5 tahun datang ke poliklinik RSDK dengan keluhan kedua mata
terasa gatal. ± 3 hari SMRS, kedua mata hiperemis (+), sekret mukoid (+), gatal
(+), fotofobia (-) . Pasien pernah memiliki keluhan yang sama ± 1 bulan yang lalu.
6

Riwayat kelilipan disangkal. Pasien memiliki riwayat seperti ini setiap
mengkonsumsi seafood. Kakak pasien juga memiliki riwayat bersin-bersin setiap
pagi.
Pemeriksaan fisik : Status presens dalam batas normal
Status oftalmologis
Oculus Dexter Oculus Sinister6/12 Visus 6/7,5
Hiperemis (+), papil (+), sekret (-), edema (-)
Conjungtiva palpebralis Hiperemis (+), papil (+), sekret (-), edema (-)
Hiperemis (+), papil (+), sekret (-), edema (-)
Conjungtiva fornices Hiperemis (+), papil (+), sekret (-), edema (-)
Sekret mukoid (+),injeksi konjungtiva(+), injeksi
siliar (-)
Conjungtiva bulbi Sekret mukoid(+), injeksi konjungtiva (+), injeksi
siliar (-)
V. DIAGNOSIS BANDING
ODS. Konjungtivitis alergi
ODS. Konjungtivitis atopik
ODS. Konjungtivitis vernalis
VI. DIAGNOSIS KERJA
ODS. Konjungtivitis alergi
VII. TERAPI
Mast cell stabilizer 4 x 1 ODS
Antihistamin oral 4x1 ODS
Artificial tear 4x1
Kompres dingin
VIII. PROGNOSIS
OD OSQuo ad visam Ad bonam Ad bonamQuo ad sanam Ad bonam Ad bonamQuo ad vitam Ad bonamQuo ad cosmeticam Ad bonam
7

IX. USUL
Kontrol 1 minggu kemudian
X. EDUKASI
Menjelaskan pada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh alergi dan dapat
kambuh lagi (rekuren) jika kontak dengan alergen.
Pasien diminta untuk menjauhi alergen-alergen yang dapat menimbulkan
keluhan
Menjelaskan pada pasien agar tidak menggosok- gosok mata agar tidak
menimbulkan komplikasi lebih lanjut
Menyarankan pasien untuk melakukan kompres dingin atau istirahat di tempat
yang sejuk untuk membuat pasien lebih nyaman
Menjelaskan pada pasien agar menjaga kesehatan dan kebersihan mata
Pasien diminta untuk menggunakan tetes mata artificial yang dapat melarutkan
alergen dan berguna untuk mencuci mata
8

XI. DISKUSI
ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu ;
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva selain konjungtiva tarsal, berhubungan longgar dengan jaringan
dibawahnya, oleh karenanya bola mata mudah digerakkan.1
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Konjungtivitis imunologik merupakan bentuk radang konjungtiva akibat
reaksi antibodi humoral terhadap alergen .Terdapat beberapa jenis konjungtivitis
imunologik yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan proliferatif, komplikasi
dermatitis atopik dan iritasi mekanik benda asing. Konjungtivitiis imunologik bentuk
ringan yaitu konjungtivits alergi yang terdiri dari Seasonal Allergic Conjunctivitis
(SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC). Pada umumnya pasien dengan
SAC dan PAC mengeluhkan rasa gatal, lakrimasi, sekret mukoid, dan kemerahan,
namun tidak mengancam pengihatan. 5,6
Tipe konjungtivitis imunologik yang lebih berat yaitu Vernal
Keratoconjunctivitis (VKC), Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) dan Giant Papilary
Conjunctivitis (GPC) dapat mengancam penglihatan apabila tidak terdiagnosa dengan
baik. Berikut adalah bagan klasifikasi konjungtivitis imunologik :5
9

SAC dan PAC merupakan bentuk konjungtivits alergi yang paling umum, keduanya
memiliki manifestasi klinis dan patofisiologi yang sama namun berbeda dalam hal
onset. SAC terjadi pada musim-musim tertentu (musim panas dan gugur) sedangkan
PAC terjadi sepanjang tahun. Konjungtivitis alergi sering terjadi pada dewasa usia
20-40 tahun dan biasanya terkait dengan penyakit rhinitis alergi dan asthma, selain itu
juga terdapat riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan dll. 4
Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh gatal, kemerahan, lakrimasi, rasa mengganjal, dan sering
mengatakan matanya seakan-akan “ tenggelam dalam jaringan sekitarnya “. Terdapat
injeksi ringan di konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris, injeksi ini terjadi
karena pembuluh darah di konjungtiva berdilatasi. Selama seragan dapat ditemukan
kemosis berat (yang menjadi sebab kesan “tenggelam”). Pada konjungtivitis alergi
juga ditemukan papil pada konjungtiva.1
Patogenesis
Reaksi alergi pada konjungtiva merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau
reaksi tipe cepat. Pada reaksi tipe ini, yang berperan adalah antibodi IgE, sel mast atau
basofil, dan sifat genetik seseorang yang cenderung atopi.6
Alergen yang masuk ke dalam tubuh seperti serbuk sari, bulu hewan, tungau,
debu rumah dll akan mengalami sensitisasi oleh makrofag. Makrofag akan
mempresentasikan epitop alergen tersebut ke permukaannya, sehingga makrofag
bertindak sebagai Antigen Presenting Cell (APC). APC akan mempresentasikan 10

molekul MHC II pada sel limfosit Th2 dan sel Th2 akan mengeluarkan beberapa
mediator seperti IL-3, Il-4, IL-5, IL-6, Il-13 dan GSM-CF untuk menstimulasi sel B
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma akan menghasilkan
antibodi IgE yang memiliki afinitas tinggi terhadap sel mast dan basofil. Ini
merupakan mekanisme respon imun yang masih normal.6
Namun, ketika alergen kembali muncul, ia akan berikatan dengan IgE yang
melekat di reseptor sel mast/basofil. Perlekatan ini tersusun sedemikian rupa sehingga
membuat semacam jembatan silang (crosslinking) antar dua IgE di permukaan. Hal
ini akan menginduksi serangkaian mekanisme biokimiawi intraseluler secara kaskade,
sehingga terjadi granulasi sel mast/basofil. Degranulasi ini akan mengakibatkan
pelepasan mediator-mediator alergik yang terkandung di dalam granulanya seperti
histamin, triptase, leukotrien dan prostaglandin. Mediator ini akan menimbulkan
manifestasi pada fase akut. Degranulasi sel mast juga akan menginduksi aktivitas
vascular endotelial, kemokin dan molekul adhesi seperti ‘Regulated-upon-Activation
Normal T-cell Expressed and Secreted’ (RANTES), ‘ monocytes chemotatic protein-1
(MCP-1), intracellular adhesion mollecule (ICAM-1), vascular cell adhesion
molecule ( VCAM), p-selectin dan chemotactic factor (Il-8, eotaxin). Faktor- faktor
ini menginisiasi reaksi inflamasi di konjungtiva. Reaksi tipe lambat timbul lebih dari
12 jam setelah pemaparan alergen. Reaksi ini tidak melibatkan antibodi akan tetapi
melibatkan sel limfosit T, eosinofil dan neutrofil. Reaksi tipe lambat ini berperan pada
patofisiologi konjungtivitis imunologik yang lebih berat.6
Diagnosis
11

Diagnosis konjungtivitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis penting untuk mencari adanya riwayat atopi. Gejala
utama pada penyakit alergi ini adalah radang (merah, nyeri, bengkak, dan panas),
gatal, rasa mengganjal seperti ada benda asing di mata. Gejala lainnya berupa
fotofobia, ptosis, sekret mata berbentuk mukus. Pada pemeriksaan ophtalmologis
dengan menggunakan slitlamp dapat ditemukan tanda karakteristik berupa injeksi
konjungtiva dan ditemukannya papil pada konjungtiva.
Pemeriksaaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan didapatkan kadar IgG serum, IgE
serum dari air mata meningkat, dan adanya IgE spesifik. Pemeriksaan mikroskopik
dari scrapping konjungtiva, patognomonik bila dijumpai >2 sel eosinofil dengan
pembesaran lensa objektif 40x. Gambaran histopatologik jaringan konjungtiva
dijumpai sel eosinofil, sel mast dan sel basofil. Selain itu terjadi perubahan pada
mikrovaskular dari sel endotel serta ditemukannya deposit jaringan fibrosis, infiltrasi
limfosit dan neutrofil.3,4,5,6
Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
Pada dasarnya terapi lini pertama pada konjungtivitis alergi adalah mengindari
alergen penyebab konjungtivitis. Namun, dapat pula diberikan tetes mata antialergik
berupa mast cell stabilizer atau antagonis reseptor histamin H1 atau kombinasi
keduanya. Mast cell stabilizer berfungsi untuk menghambat degranulasi sel mast dan
menekan keluarnya mediator seperti histamin, leukotrien dan tromboxan A2.
Antagonis reseptor histamin H1 memblokade reseptor histamin H1 sebagai mediator
yang dilepaskan oleh degranulasi sel mas yang bertanggung jawab terhadap hiperemis
dan gatal pada knjungtivitis. Bila obat-obatan topikal seperti antihistamin dan mast
cell stabilizer tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid
topikal. Penggunaan kortikosteroid berkepanjangan harus dihindari karena dapat
menyebabkan katarak hingga ulkus kornea oportunistik.5
Analisis Kasus
12

Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis konjungtivitis alergi berdasarkan
data dasar yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Pada anamnesis didapatkan keluhan mata terasa gatal (+), mata merah
(+),terkadang nrocos/ lakrimasi (+), kotoran mata (+). Selain itu didapatkan data
bahwa 1 bulan yang lalu pasien pernah mengeluhkan hal yang sama dan sembuh
setelah diberi 2 buah obat tetes oleh dokter. Pada pemeriksaan status ophtalmologis
didapatkan injeksi konjungtiva pada kedua mata, sekret mukoid dan ditemukan papil
mikroskopik pada palpebra superior.
DAFTAR PUSTAKA
13

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya
Medika; 2000.
2. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, 2008.
3. La Rosa M, Lionetti E, Reibaldi M, Russo A, Longo A, Leonardi S, et al.
Allergic conjunctivtis : a comprehensive review of the literature.Italian
Journal of Pediatrics.2013;39:18.
4. Sanchez MC, Parra BF, Matheu V, Navarro A, Ibariez MD, Davilla, et al.
Allergic conjunctivitis.J Investig Allergol Clin Immunol.2011;Vol.21.
Suppl.2:1-19. Available from : Esmon Publicidad.
5. Takamura E, Uchio E, Nobuyuki E, Ohno S, Ohashi Y, Okamoto S, et al.
Japanase guideline for allergic conjunctival diseases. Allergology
International. 2011;60:191-203.
6. Bonini S, Sgruletta R, Coassin M, Bonini S, et al. Allergic conjunctivitis :
update on its pathophysiology and perspectives for future treatment.
14