Kasbes CHF
-
Upload
hanifwaardhana -
Category
Documents
-
view
123 -
download
8
Embed Size (px)
Transcript of Kasbes CHF

LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 80 TAHUN DENGAN CHF NYHA IV (KILLIP II), HIPERTENSI GRADE I DAN STEMI
Disusun Oleh:Hanif Andhika Wardhana
22010110200072
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gagal jantung merupakan keadaan darurat karena sifat serangan yang
mendadak dan membahayakan jiwa.(1)
Gagal jantung merupakan problema kesehatan yang penting karena angka
morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi, bersifat sangat memepengaruhi
kemampuan fisik penderita, berdampak sosial ekonomi yang besar berkaitan dengan
derajat ketergantungan dan biaya yang harus dikeluarkan dalam pengelolaannya,
serta merupakan akhir dari hampir semua jenis penyakit jantung.2
Gagal jantung merupakan suatu sindroma kardiovaskular yang kompleks,
berjalan progresif dengan prognosis yang kurang baik. Berbagai etiologi mendasari
kelainan ini dengan berbagai derajat disfungsi ventrikel, antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan sebagainya. Dengan demikian gagal
jantung merupakan spektrum kelainan dari asimtomatik sampai keadaan yang berat..
Kecuali berakhir dengan kematian mendadak, maka semua penyakit kardiovaskuler
pada fase akhirnya akan masuk gagal jantung.2
Di sini terdapat gangguan hemodinamik akibat ketidakmampuan jantung
khususnya ventrikel kiri dalam mempertahankan curah jantung (cardiac output)
untuk memenuhi kebutuhan peredaran darah jaringan. Gangguan ini menyebabkan
end-diastolik pressure ventrikel kiri meninggi; hal ini akan meninggikan pula
tekanan atrium kiri karena bebannya yang bertambah. Peninggian tekanan tersebut
akan menjalar terus ke vena pulmonalis dan kapiler paru, akibatnya terjadi
bendungan dan edema paru dan gangguan pertukaran gas dalam alveoli yang dapat
menimbulkan hipoksi hebat dan akhirnya kematian. (1)
B. Tujuan
Tujuan laporan kasus besar ini adalah agar dokter muda mampu mengetahui
cara menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan penderita CHF NYHA IV
1

dengan AMI anteroseptal dan diabetes mellitus serta tindakan pengobatan yang
diberikan sesuai dengan kepustakaan atau prosedur yang ada.
C. Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa kedokteran
untuk belajar menegakkan diagosis dan melakukan terapi secara tepat pada
penderita CHF NYHA IV dengan AMI anteroseptal dan diabetes mellitus, serta
tindakan pengobatan yang diberikan sesuai dengan kepustakaan atau prosedur yang
ada.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. GAGAL JANTUNG
Gagal jantung yaitu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah balik masih
normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh, atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung
yang tinggi, atau kedua-duanya. Gagal jantung sering disebabkan oleh gangguan pada
kontraksi miokardium. Hal ini biasanya merupakan akibat dari kerusakan primer pada
otot jantung, seperti yang terjadi pada kardiomiopati atau viral miokarditis. Kerusakan
miokardium juga dapat terjadi karena kelainan di luar otot jantung, seperti
atherosklerosis pada arteri koronaria yang mengakibatkan terjadinya iskemia dan infark
miokard. Dapat juga terjadi karena kelainan katup jantung dimana otot jantung menjadi
rusak oleh karena beban hemodinamik yang berlangsung lama. Sindrom klinik yang
sama juga dapat terjadi pada pasien tanpa kelainan otot jantung yang bermakna namun
mengalami beban mekanik yang melebihi kapasitas otot jantung, seperti krisis
hipertensi akut, ruptur katup aorta, atau emboli paru yang masif.1
Gagal jantung ini merupakan suatu kontinuum dari suatu proses, mulai dari
adanya penyakit jantung tanpa gejala klinik (keluhan) sampai dengan keadaan dengan
gejala yang berat dan tak terkendali (intracrable).1 Untuk itu dikenal pembagiannya
dalam beberapa kelas menurut New York Heart Association. Pembagian tersebut ialah:1,2
Kelas I : Penderita penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas
II : Penderita penyakit jantung tanpa masalah pada kegiatan ringan tetapi timbul
keluhan sesak nafas atau nyeri dada pada kegiatan berat
III : Penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak nafas atau nyeri dada pada
kegiatan ringan
IV : Penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak nafas atau nyeri dada
waktu istirahat
3

Pembagian ini masih kasar dan subyektif, namun karena kesederhanaannya masih
banyak digunakan.
Klasifikasi berdsarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : gagal jantung dengan ronkhi basah halus di basal paru, S3
gallop dan peningkatan vena pulmonalis
- Derajat II : gagal jantung berat dengan edema seluruh lapangan paru
- Derajat IV : syok kardiogenik dengan hipotensi (sistolik ≤ 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).9
ETIOLOGI1,3
Melalui pendekatan patofisiologi gagal jantung dapat berasal dari :1,2
1. Peningkatan preload (beban awal), misalnya pada : regurgitasi mitral, regurgitasi
atrial, dan regurgitasi trikuspidal.
2. Penurunan beban awal (pengisian ventrikel), misalnya pada : Stenosis mitral,
tamponade jantung.
3. Kelemahan otot jantung, misalnya pada : infark miokard, kardiomiopati kongestif.
4. Penurunan kemampuan mengembang ventrikel jantung, misalnya pada : hipertrofi
ventrikel kiri, amiloidosis, kardiomiopati hipertrofik.
5. Peningkatan afterload (beban akhir), misalnya pada : hipertensi, coarctasio aortae,
stenosis aortal, stenosis pulmonal, kardiomiopati hipertrofik dengan obstruksi.
6. Hilangnya peran sistolik atrium, misalnya pada : hipertrofi hebat atrium, fibrilasi
atrium, pemakaian pacu jantung.
Faktor pemicu : 3
1. Emboli paru
Penderita yang aktifitas fisiknya kurang dengan curah jantung yang rendah
mempunyai resiko tinggi mambentuk trombus pada vena-vena di ekstremitas bawah
atau pelvis. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri
pulmonalis, yang dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel.
4

2. Infeksi
Penderita dengan bendungan pembuluh darah paru lebih rentan terhadap infeksi
paru. Infeksi sistemik dapat menjadi faktor pencetus gagal jantung dengan
meningkatkan metabolisme total sebagai akibat dari demam, ketidaknyamanan,
batuk, yang akan meningkatkan beban tambahan pada miokard.
3. Anemia, tirotoksikosis dan kehamilan
Pada anemia, tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi jaringan yang adekuat hanya
dapat dipenuhi dengan peningkatan curah jantung.
4. Aritmia
Pada penderita dengan penyakit jantung yang sebelumnya terkompensasi, aritmia
merupakan pencetus tersering yang menyebabkan gagal jantung.
Aritmia yang terjadi termasuk diantaranya: takiaritmia (yang tersering fibrilasi
atrium ), bradikardi, disosiasi atrioventrikular, dan konduksi intraventrikular yang
abnormal.
5. Miokarditis rematik
Demam rematik akut dan inflamasi lain atau proses infeksi yang dapat mengganggu
fungsi miokardium pada penderita dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya
6. .Aktifitas fisik, diet, cairan, lingkungan dan emosi yang berlebihan
Intake natrium yang berlebihan, pengobatan yang tidak tepat, transfusi darah yang
terlalu cepat/banyak, aktifitas fisik yang berlebihan, suhu dan kelembaban udara
yang berlebihan, dan perubahan emosi dapat mencetuskan gagal jantung pada
penderita yang sebelumnya dapat mengkompensasi kelainan jantungnya.
7 Hipertensi sistemik
Peningkatan tekanan arteri yang cepat seperti pada beberapa hipertensi yang berasal
dari ginjal atau karena penghentian obat anti hipertensi dapat menimbulkan
dekompensasio kordis.
8. Infark miokardium
Pada penderita dengan penyakit jantung iskemik kronik, suatu infark yang baru,
walaupun tak tampak secara klinis, dapat mengganggu fungsi ventrikel dan
mencetuskan gagal jantung
5

Pendekatan yang sistematik untuk menentukan faktor pencetus gagal jantung harus
dibuat pada pasien gagal jantung akut atau kronik eksaserbasi akut. Bila faktor pencetus
ini dapat diidentifikasi, kemudian diobati dan dihilangkan, prognosisnya menjadi lebih
baik.
PATOFISIOLOGI
Gagal jantung umumnya dihubungkan dengan turunnya isi semenit (kardiak
output), meskipun tidak selalu demikian seperti yang terjadi pada gagal jantung high
output. Bagian terbesar dari penurunan kardiak output akibat dari gangguan fungsi
sistolik dan hanya sebagian kecil akibat penurunan fungsi diastolik akibat penurunan
kemampuan pengembangan ventrikel.1 Akibat turunnya kardiak output, maka darah
dalam sirkulasi akan menurun. Hal ini akan menimbulkan reaksi kompensasi :
- Mekanisme kompensasi intrinsik, berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel
- Mekanisme kompensasi melalui sistem neurohumoral dan neurohormonal
Peningkatan sistem neurohumoral melalui hipertoni simpatik vasokonstriksi dan
takikardi venous return meningkat beban awal (preload) meningkat kardiak
output meningkat. Tetapi bila berlebihan kenaikan beban akhir (afterload)
memperberat jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen.1,2
Peningkatan sistem neurohormonal, berupa kenaikan hormon Angiotensin II dan
Aldeosteron. Ini akan mengakibatkan vasokonstriksi, retensi air dan garam beban
awal meningkat mula-mula kardiak output naik, tetapi bila berlebihan
memperberat jantung. Selain ini masiih terdapat peningkatan aktifasi beberapa hormon
lain yaitu : Prostaglandin, Atrio Natrio-uretic Factor (ANF) dan Arginin-vasopresin. 1,2
Pengaruh hormonal ini dapat digambarkan secara hemodinamik menjadi parameter
yang mempengaruhi kardiak output (CO) sebagai berikut : 1,2
Kontraktilitas
Preload CO Afterload
6

Frekwensi dan Irama Jantung
Peningkatan aktifitas hormonal ini mengakibatkan kenaikan beban awal dan
beban akhir yang di kemudian hari akan membebani jantung. Akibat beban yang
berlebihan ini jantung akan merespon dengan mengadakan perubahan anatomik, yang
dikenal dengan “remodeling” berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel. Kedua hal ini
meningkatkan kebutuhan oksigen. Bila ini tidak terpenuhi akibat penyediaan oksigen
yang tidak ditingkatkan, misalnya pada iskemia, hal ini akan memperburuk keadaan.1,2
GAMBARAN KLINIK 1,2
Dyspnea
Pada gagal jantung dini, dyspnea hanya muncul selama aktivitas. Pada gagal jantung
yang lebih lanjut, dyspnea muncul pada aktivitas yang lebih ringan. Pada akhirnya
dyspnea terjadi bahkan ketika penderita sedang istirahat. Perbedaan antara
exertional dyspnea (dyspnea d'effort) pada orang normal dengan penderita gagal
jantung adalah besarnya derajat aktivitas untuk menimbulkan gejala sesak nafas.
Orthopnea
Dyspnea yang muncul ketika penderita dalam posisi tidur terlentang merupakan
manifestasi berikutnya setelah dyspnea d’effort muncul. Orthopnea terjadi karena
redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke rongga thorax, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pulmonal, ditambah lagi
naiknya diafragma pada posisi supinasi ini. Penderita dengan orthopnea harus tidur
dengan bantal tinggi.
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Serangan sesak nafas dan batuk yang biasanya muncul pada malam hari,
membangunkan penderita dari tidur, dan biasanya menimbulkan katakutan pada
penderita. Berbeda dengan sesak pada orthopnea yang segera pulih dengan duduk
pada tempat tidur, serangan paroxysmal nocturnal dyspnea kadang membutuhkan
30 menit atau lebih untuk pulih dalam posisi ini.
Pernapasan Cheyne-Stokes
7

Juga dikenal sebagai pernapasan periodik atau siklik. Pernapasan Cheyne-Stokes
biasanya terjadi pada penderita dengan atherosklerosis cerebral, tetapi dengan
bertambahnya waktu sirkulasi dari paru-paru ke otak yang terjadi pada penderita
gagal jantung, terutama pada penderita dengan hipertensi dan penyakit jantung
koroner serta penyakit vaskuler otak, dapat mencetuskan timbulnya bentuk
pernapasan ini.
Fatig, kelemahan dan gejala pada abdomen
Gejala-gejala yang tidak spesifik namun sering terjadi pada penderita gagal jantung
ini terjadi karena berkurangnya perfusi pada otot skeletal. Anoreksia dan nausea
biasanya muncul dengan nyeri abdomen dan rasa ‘penuh’ berhubungan dengan
kongesti hepar dan sistem vena porta.
PEMERIKSAAN FISIK 2
Pada gagal jantung yang ringan, sesak nafas mungkin tidak muncul pada saat
penderita istirahat. Sianosis pada bibir dan sinus takikardi dapat terjadi. Penderita
biasanya harus tidur dengan posisi setengah duduk (dengan bantal tinggi) atau bahkan
duduk. Tekanan vena sistemik meningkat yang ditandai dengan peningkatan tekanan
vena jugularis. Suara jantung-3 (S3) dan suara jantung-4 (S4) biasanya dapat terdengar.
Adanya pulsus alternan. Pulsus alternan merupakan tanda dari gagal jantung yang berat.
Biasanya muncul setelah ekstrasistol dan ditemukan pada penderita dengan
kardiomiopati atau penyakit jantung iskemik.
Ronchi basah halus
Ronchi basah halus dan suara redup yang muncul pada pemeriksaan perkusi pada
basal paru biasanya ditemukan pada penderita gagal jantung. Pada penderita dengan
edema paru, ronchi dapat terdengar di seluruh lapangan paru.
Edema pada tungkai
Edema pada tungkai biasanya terjadi bilateral. Sering terjadi pada regio tibialis dan
metatarsalis pada penderita yang ‘berobat jalan’, yang biasanya lebih tampak pada
sore hari; dan pada regio sakralis pada penderita yang tidur (bed rest). Pitting edema
pada lengan dan wajah jarang terjadi, hanya muncul pada gagal jantung yang telah
lanjut.
8

Hidrotoraks dan ascites
Efusi pleura pada penderita gagal jantung kongestif terjadi akibat peningkatan
tekanan kapiler paru dan transudasi cairan ke dalam cavum pleura. Ascites terjadi
akibat transudasi cairan sebagai akibat peningkatan tekanan vena hepatika dan vena-
vena peritonealis. Ascites yang nyata sering terjadi pada penderita dengan kelainan
katup trikuspidalis dan konstriktif perikarditis.
Hepatomegali
Hepatomegali dapat muncul sebagai akibat dari hipertensi vena sistemik.
Ikterus
Ikterus yang terjadi berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin direk dan
indirek. Hal ini terjadi karena kerusakan fungsi sel hepar sebagai akibat kongesti
hepar dan hipoksia hepatoselular. Konsentrasi transaminase serum biasanya
meningkat.
Cardiac cachexia
Dengan gagal jantung kronik dan berat, dapat timbul penurunan berat badan yang
bermakna dan cachexia. Hal ini terjadi karena: (1) peningkatan kadar tumor necrosis
factor dalam sirkulasi (2) peningkatan metabolisme (3) anorexia, nausea dan
vomitus (4) gangguan absorbsi usus karena kongesti vena-vena intestinal (5)
kadangkala, pada penderita gagal jantung kanan yang berat dapat muncul protein-
losing enteropathy.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 1
Pemeriksaan darah rutin. Dapat ditemukan anemia yang dapat mencetuskan atau
memperberat gagal jantung. Lekositosis menandakan terjadinya infeksi.
Urinalisis : jumlah urine berkurang.
Liver function tests : hepatomegali kongestif dapat menimbulkan kerusakan
fungsi hepar. Ditandai dengan meningkatnya kadar transaminase serum,
hiperbilirubinemia.
Foto röntgen thorax : tanda pembesaran jantung (cardiothoracic ratio >0,5) dengan
gambaran kongesti paru.
9

Elektrokardiografi (EKG) : pembesaran ruang-ruang jantung, gangguan irama, tanda
iskemia.
Ekokardiografi : tanda pembesaran ruang jantung, penurunan kontraktilitas,
penurunan fraksi terpompa, penurunan kardiak output, kelainan anatomik lain bila
ada.
Kateterisasi jantung : peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP),
peningkatan tekanan atrium kiri, LVED volume, tekanan arteri pulmonalis, ventrikel
kanan dan tekanan "wedge" kapiler paru (PCWP). Ini semua menandakan adanya
kongesti. Disamping itu dapat juga diukur kardiak output, indeks jantung, dan
sebagainya.
Uji latih jantung berbeban : kapasitas fungsional turun, aritmia
DIAGNOSIS
Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dari anamnesis mengenai keluhan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti dan ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya1
Berikut ini disajikan kriteria diagnosis Framingham yang dapat berguna untuk
membantu menegakkan diagnosis gagal jantung.
Kriteria diagnosis gagal jantung (menurut Framingham Heart Study)2 :
Kriteria Mayor :
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
- Peningkatan tekanan vena jugular
- Ronkhi
- Kardiomegali
- Edema pulmonum akut
- Gallop S3
- Peningkatan tekanan vena (> 16 cmH2O)
- Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
- Edema tungkai
- Batuk malam hari
10

- Dyspnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital paru
- Takikardi ( 120 x/menit)
Diagnosis dapat ditegakkan dengan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Bila diagnosis
gagal jantung telah ditegakkan gejala-gejala harus dipergunakan untuk mengklasifikasi
beratnya gagal jantung dan memonitor efek terapi.
2.2. HIPERTENSI
Rose mendefinisikan hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah dimana
pemeriksaan dan terapi untuk menurunkannya akan berefek lebih baik. Tingginya
tekanan sistolik dan diastolik berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskuler
( PKV) dan penyakit ginjal kronik ( PGK). JNC 7 melaporkan bahwa :2
I. Klasifikasi
JNC 7 melaporkan klasifikasi hipertensi yang berbeda dengan JNC VI
yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Sistolik mmHg Tekanan Diastolik mmHg
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1
Hipertensi stage 2
140-159
≥160
90-99
≥100
II. Diagnosis
Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui : 1
1. Tingkat tekanan darah yang tetap
2. Mengidentifikasi hipertensi sekunder.
11

3. Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit
penyerta.
III. Terapi
Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi
terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan risiko
sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan gaya
hidup.
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan
efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular. Sebagai contoh,
perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama dengan pemberian
terapi 1 macam obat.
Terapi Farmakologi
Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah3 :
1. Diuretik dan β blocker
2. Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist
3. Calcium antagonist dan diuretik
4. Calcium antagonist dan B Blocker
5. Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis
6. α blocker dan β blocker
7. Kombinasi lain : obat efek sentral demam ACE inhibitor dan angiotensin
receptor antagonist
2.3. INFARK MIOKARD AKUT ST – ELEVASI
Infark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Sumbatan disebabkan
oleh karena rupturnya plak ateroma pada arteri koroner yang diikuti oleh terjadinya
12

trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang sumbatan
tersebut karena spasme arteri koroner, emboli dan vaskulitis.7
DIAGNOSIS IMA:
Anamnesis
Nyeri dada pada IMA berlangsung lebih dari 20 menit, lokasi nyeri retrosternal,
berlokasi ditengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung atau lengan kiri. Rasa
nyeri digambarkan sebagai perasaan tertekan benda berat, seperti diremas-remas, seperti
terbakar, seperti ditusuk-tusuk. Kadang dirasakan didaerah epigastrium. Gejala yang
menyertai nyeri dada yaitu keringat dingin, lemah, pusing, mual muntah, perasaan
melayang, pingsan. Kecurigaan pada IMA bila gejala tersebut timbul tiba-tiba dan
berintensitas tinggi.
Pada penderita DM, penderita usia lanjut, wanita nyeri dada tidak khas, diutarakan
sebagai sesak nafas.
Elektrokardiogram
Perubahan EKG pada IMA meliputi hiperakut T, ST elevasi yang diikuti
terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis isoelektrikdan
inversi gelombang T. Cutt of point elevasi segmen ST adalah 0,1 mm. Perubahan ini
harus ditemui minimal pada 2 sandapan yang berdekatan. Terbentuknya bundle branch
blok baru atau yang dianggap baru, yang menyertai nyeri dada yang khas merupakan
juga kriteria diagnostik IMA
Petanda Biokimia
Enzim-enzim jantung yang digunakan sebagai penanda IMA yaitu :
• Creatinin Kinase- Myocardial Band (CK-MB)
• Troponin I dan Troponin T
• Creatinin Kinase (CK)
• Aspartate Amino Transferase (AST)
• Lactate Dehydrogenase (LDH)
13

• Myoglobin
Enzim jantung yang paling spesifik dan paling bermanfaat adalah troponin dan CK-MB.
Kedua enzim ini mulai meningkat 4-8 jam setelah terjadinya infark. Pemeriksaan enzim
ini sebaiknya dilakukan segera setelah pasien tiba di rumah sakit dan diulang 12-24
kemudian. Diagnosis IMA ditegakkan bila terdapat peningkatan enzim jantung pada 2
pemeriksaan berturut-turut. Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal.
Diagnosis IMA ditegakkan minimal terpenuhi 2 dari 3 kriteria, nyeri dada iskemik yang
khas, evolusi EKG, peningkatan enzim pada jantung. Perubahan EKG pada IMA bisa
terjadi ST elevasi, ST depresi, gambaran normal. Bila EKG normal tapi diduga kuat
IMA maka EKG diulang dalam waktu yang berdekatan dengan 12 sadapan.7,8
DIAGNOSIS BANDING IMA:
Diagnosis banding IMA antara lain: diseksi aorta, pericarditis akut, emboli paru
akut, penyakit dinding dada, sindrom tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus
hernia dan refluk esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak
lambung, dan pankreatitis akut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• EKG
• Foto rongten dada
• Petanda Biokimia : darah rutin, CK, CK-MB, Troponin T, dll
• Profil lipid, gula darah, ureum creatinin.
• Ekokardiografi
• Tes treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
• Angiografi koroner
TERAPI
NON FARMAKOTERAPI
o Tirah baring diruang rawat intensif jantung (ICCU)
o Pasang infus intravena dengan NaCL 0,9 % atau dekstrosa 5%
14

o Oksigenasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi
oksigen rendah (<90%)
o Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung.
o Pasang monitor EKG secara kontinyu.
FARMAKOTERAPI
Atasi nyeri dengan :
- Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena , dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
- Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bola TD
<90mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia.
Anti trombotik
- Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi diganti dengan tiklopidin atau
klopidogrel
Terapi trombolitik
Indikasi terapi trombolitik adalah sebagai berikut :
• Gejala yang sesuai dengan IMA
• Perubahan EKG : ST elevasi >0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang
berdekatan, gambaran bundle branch block baru atau diduga baru.
• Onset nyeri dada :<6 jam sangat bermanfaat, 6-12 jam bermanfaat, >12 jam
tidak bermanfaat, kecuali pada penderita dengan iskemia yang berlanjut.
Kontraindikasi absolut antara lain : stroke hemoragik, neoplasma intrakranial,
perdarahan internal aktif, suspek diseksi aorta. Kontraindikasi relatif yaitu : Hipertensi
Berat (TD > 180/110 mmHg), riwayat kejadian serebrovaskuler atau kelainan
intraserebral, penggunaan antikoagulan dalam dosis terapi (INR 2-3), trauma yang baru
saja terjadi (dalam 2-4 minggu) termasuk cedera kepala atau operasi besar, pungsi
pembuluh darah yang tidak dapat dikompresi, perdarahan internal dalam 2-3 minggu
terakhir, penggunaan streptokinase sebelumnya (terutama 5 hari sampai 2 tahun),
kehamilan, tukak lambung, riwayat hipertensi.
Jenis-jenis obat trombolitik :
15

• Streptokinase, dengan dosis : 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9 % atau dekstrosa
5% diberikan dalan 1 jam.
• Tissue Plasminogen Activator (tPA): pemberiannya harus diikuti dengan
pemberian heparin setelah selesai tindakan trombolitik karena angka reoklusinya lebih
tinggi dibanding streptokinase. Dosis : 15 mg iv bolus, diikuti 0,75 mg/kg dalam 30
menit, kemudian 0,5 mg dalam 60 menit. Dosis yang diberikan tidak boleh melebihi
100 mg. Heparin (unfractionated heparin) kemudian diberikan 5000 unit bolus, diikuti
1000 unit per jam dengan dosis yang disesuaikan untuk mempertahankan aPPT 1,5-2
kali nilai kontrol setelah pemberian infus tPA.7,8
16

BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SM
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Suwawal Barat RT 003/ RW 001, Jepara
No CM : 470174
Pembayaran : Bayar sendiri
Tanggal masuk : 21 Juli 2012
II. DATA DASAR
A. Anamnesis ( Alloanamnesis dan autoanamnesis di IGD RSU RA Kartini
pukul 10.00 WIB)
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
2 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh sesak nafas.
Sesak dirasakan hilang timbul, tidak dipengaruhi cuaca ataupun emosi.
Sesak timbul tiba-tiba bila penderita melakukan aktifitas berat. Bila sesak
timbul, penderita sampai tidak bisa beraktifitas walaupun aktifitas yang
ringan seperti berjalan. Sesak dirasakan bertambah bila penderita berjalan
10 m, dan dirasakan berkurang bila penderita beristirahat dengan posisi ½
duduk. Terbangun karena sesak di malam hari (+). Lemas (+), mudah lelah
(+), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), batuk (-), sering
BAK malam hari (-), dan bengkak pada kedua kaki (-). BAK dan BAB tak
ada kelainan. Namun penderita tidak memperhatikannya dan tidak
melakukan pengobatan.
17

7 hari sebelum masuk Rumah Sakit, di rumah penderita mengeluh sesak
saat melakukan aktivitas ringan seperti menyapu. Penderita mengeluh sesak
saat tidur dengan terlentang sehingga penderita harus tidur dengan 2-3
bantal. Sesak disertai dengan dada terasa berdebar-debar dan keluar keringat
dingin. Penderita sering terbangun malam hari karena tiba-tiba sesak. Lemas
(+), mudah lelah (+), berdebar-debar (+), perut terasa penuh (+), nyeri dada
(+) menjalar ke leher, mual (-), nyeri ulu hati (-), muntah (-), sakit kepala (-),
batuk (-), frekuensi BAK jarang (-), bengkak pada kedua kaki (+). BAB
seperti biasa.
1 hari sebelum masuk rumah sakit sesak dirasakan makin bertambah
meskipun saat istirahat. Nyeri dada (+) semakin berat, mengi (-), perut
dirasakan semakin penuh (+), bengkak di kaki (+).
Kemudian penderita dibawa ke UGD RSU RA Kartini.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat kencing manis tidak tahu.
- Ada riwayat tekanan darah tinggi.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat penyakit asma disangkal.
- Riwayat biru-biru bila menangis atau mengejan waktu kecil disangkal
- Riwayat merokok disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita sakit seperti ini.
- Riwayat keluarga sakit asma, kencing manis, darah tinggi dan sakit jantung
pada keluarga disangkal.
- Riwayat keluarga meninggal secara mendadak disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Penderita tidak bekerja, suami sudah meninggal, biaya pengobatan
ditanggung JPS.
- Kesan ekonomi kurang.
18

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sesak nafas
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 130x /menit
RR : 30x /menit
Suhu : 37,20 C
Kulit : Turgor cukup
Kepala : Bentuk mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
Sclera ikterik (-/-)
Telinga : Pendengaran baik, discharge (-/-),
Hidung : Discharge (-)
Leher : JVP : R +2 cm, trakhea di tengah, Pembesaran nnll (-)
Thorak :
Cor I : Iktus kordis tampak di SIC VI Linea Axillaris
Anterior
Pa : Iktus kordis teraba di SIC VI linea axillaris anterior,
kuat angkat (+), melebar (+), pulsasi supra sternal (-),
pulsasi para sternal (-)
Pe :
Batas atas : SIC II linea mid clavicula sinistra
Batas kanan : SIC II linea parasternal dekstra
Batas kiri : SIC VI linea axillaris anterior
Kesan : konfigurasi jantung bergeser ke kaudolateral.
Au : Suara jantung I, II murni, M1>M2, A1>A2, P1<P2,
A2>P2, bising (-), gallop (-)
19

Pulmo
Depan Belakang
Insp : simetris statis dinamis simetris statis dinamis
Palp : stem fremitus ka = ki stem fremitus ka = ki
Perk : Redup mulai SIC V paru
kanan dan SIC VI paru kiri
Redup mulai VT VII
Ausk : SD vesikuler, ronkhi basah
halus (+) pada basal paru,
wheezing (-), hantaran (-).
SD vesikuler, ronkhi basah
halus (+) pada basal paru,
wheezing (-), hantaran (-).
ronki basah
halus
Abdomen I : cembung, venektasi (-)
Au : Bising usus (+) Normal
Pe : Pekak Sisi (+) meningkat, pekak alih (+), undulasi
(+)
Pa : Hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Superior Inferior
Udem -/- +/+ (pitting udem)
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
C. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin:
Hb : 14,7 gr%
Leukosit : 10.800
Trombosit : 158.000
Ht : 45%
20

GDS : 290
CKMB : 65 U/I
X foto thorak
Kesan:
CKR > 50%
Konfigurasi jantung bergeser ke lateral
EKG
Kesan:
Atrial fibrilasi
Q patologis dan ST-elevasi di V3-V4
Infark miokard anteroseptal
21

III. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak napas (+)
2. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3. JVP R+2
4. Pitting udem di ekstremitas bawah
5. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral
6. RBH (+)
7. Tekanan darah 150/60
8. GDS 290
9. Nadi 130x / menit
10. Nyeri dada menjalar ke leher
11. EKG: atrial fibrilasi dan STEMI anteroseptal
III. INITIAL PLANS
1. CHF NYHA IV (Killip II)
Ass : etiologi : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung rematik, penyakit
jantung hipertensi, DM
Anatomi : insufisiensi mitral, stenosis mitral
Fungsional : CHF NYHA IV
Ip Dx : O : darah rutin, profil lipid, X-foto thorak, ASTO,CRP, Ureum kreatinin,
EKG, GD I/II
Ip Rx : rawat ICU
Infus RL 12 tetes/menit
O2 3 Lt/menit
Pasang DC
Posisi ½ duduk
Injeksi Furosemid 1 x 20 mg
Spironolactone 1 x 25 mg
Diet lunak
Ip Mx : KU, Tanda vital, sesak, edema
22

Ip Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa penderita
mengalami gagal jantung sehingga harus dirawat di ICU untuk diobati
dan diawasi
2. Hipertensi stage I
Ass : - DD : Hipertensi esensial
Hipertensi renal
- Etiologi : primer, sekunder
- Komplikasi ke organ target (mata, SSP, jantung)
- Faktor resiko Penyakit Jantung Iskemik.
Ip Dx : - Kimia darah : kolesterol total, trigiserid, HDL, LDL, GDS I/II.
- Funduskopi
Ip Tx : Diet rendah garam
Captopril 3 x 25 mg
Ip Mx : Keadaan Umum, tanda vital (tensi, nadi, RR, t), diuresis.
Ip Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga agar mengurangi konsumsi
garam
3. Infark Miokard Akut dengan ST-elevasi
Ass : Faktor resiko Penyakit Jantung Koroner
Lokasi dan luas daerah infark
Lokasi sumbatan a. koronaria
Ip Dx : CKMB, troponin I, Kadar Kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, asam urat,
Echokardiografi, kateterisasi jantung
Ip Rx : Infus RL 12 tetes/menit
Diet lunak 1900 kkal
Aspirin 1 x 160 mg (kunyah)
Isosorbid dinitrat 1 x 10 mg (S.L)
Clopidogrel 1 x 75 mg
Heparin 5000 unit (bolus) dilanjutkan 1000 unit/jam (SP)
23

Ip Mx : PPT/PTTK, elektrokardiogram setiap hari, keluhan nyeri dada pasien
Ip Ex :Menjelaskan tentang penyakit kepada penderita dan keluarganya bahwa
pasien mengalami kerusakan otot jantung akut yang menyebabkan rasa
nyeri yang dialami
4. Hiperglikemia
Ass: DD/ Diabetes mellitus
Toleransi glukosa terganggu
Ip Dx : GD I/II
Ip Rx : -
Ip Mx :Gula darah, diet
Ip Ex :menjelaskan kepada penderita untuk makan diet dari rumah sakit dan tidak
menambah makanan yang mengandung banyak gula.
5. Atrial Fibrilasi
Ass: etiologi: penyakit katup, hipertrofi, hipertensi, tumor, infeksi, neurogenik
Ip Dx : Echokardiografi, EKG serial
Ip Rx : Digoxin 1 x 1 tab (500 mcg)
Ip Mx : KU, TV
Ip Ex :menjelaskan kepada penderita bahwa rasa berdebar-debar yang dirasakan
merupakan gejala dari penyakit jantung yang diderita
24

IV. CATATAN KEMAJUAN
Tanggal Perjalanan Penyakit22 – 07 – 2012
Hari I (Teratai)
S : sesak (+), nyeri dada (-)O : Pemeriksaan Fisik: KU : sadar, sesak napas (+)
Tanda Vital : T = 150/100 mmHg RR = 26x/menit N = 84x/menit i/t cukup t = 36oC
Thorak: ronki basah +/+
Cek PT, aPTT/ 12 jamUlang EKG tiap pagi
Keluarga menolak untuk dirawat di ICU23 - 07 – 2012
Hari II
S : sesak berkurang,O : Pemeriksaan Fisik: KU : sadar
Tanda Vital : T = 160/100 mmHg RR = 28x/menitN : 80x/menit i/t cukup t = 37,4oC
Thorak: ronki +/+ (berkurang) Ass : - AMI antero - CHF NYHA IV - Hipertensi stage II
PTT : 24. 4
aPTT: 62,3
Tx/ Bedrest 02 3 lt Fasorbid 1 cc/jam Heparin 750 UI/jam Digoxin 2 x 1 ASA 1 x 1 CPG 1 x 1Pasien pulang paksa
25

BAB IV
PEMBAHASAN
A. DIAGNOSIS
Dari Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat ditegakkan
diagnosis CHF NYHA IV. Kriteria diagnosis gagal jantung (menurut Framingham
Heart Study).(3)
Penderita mengalami gejala dyspneu, penderita sesak nafas bahkan di saat
istirahat. Hal ini menyebabkan cardiac output turun, darah ke otak berkurang, ada
ischaemi, maka secara reflektoris terjadi takipneu. Oleh karena oksigenasi kurang baik,
maka lebih banyak tertimbun CO2 (dalam darah hipercapnia) darah lebih asam, pH
darah turun ini merupakan refleks rangsangan pada pusat pernapasan sehingga secara
reflektoris terjadi hiperpneu dan takipneu. Bendungan pada paru-paru sendiri juga
merupakan rangsang terhadap pernapasan tersebut. Bila dyspneu lebih hebat lagi maka
harus tidur dengan bantal tinggi.
Penderita juga mengalami sesak pada malam hari yang mengakibatkan penderita
sering terjada, hal ini disebut paroxysmal nocturnal dyspneu. Teori mengenai serangan
malam hari ini antara lain : cairan intravaskular lebih banyak pada malam hari sehingga
jantung bekerja lebih berat. Pada malam hari penderita rebah sehingga paru tidak dapat
bergerak dengan leluasa, kemungkinan udem paru lebih banyak.(4)
Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan adanya peningkatan tekanan vena
juguler dan ronkhi basah di kedua paru yang mengindikasikan terjadinya efusi pleura.
Efusi pleura terjadi karena ada hambatan masuknya darah ke jantung. Terjadi
peningkatan tekanan kapiler paru dan transudasi cairan ke dalam cavum pleura.
Gangguan masuknya darah ke jantung ini juga menyebabkan adanya udem pada
ekstremitas, terlihat adanya pitting udem pada pasien ini. Menurut American Heart
Association penderita ini termasuk NYHA IV karena meskipun dealam keadaan
istirahat penderita tetap mempunyai keluhan.(4)
Hipertensi yang ada pada pasien ini bisa dijadikan sebagai penyebab dari CHF.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri akibatnya beban kerja jantungt bertambah. Sebagai akibatnya
26

terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui,(hukum Frank-Starling) dan terjadi dilatasi dan payah
jantung.
Pasien ini juga didiagnosis dengan infark miokard akut dengan ST-elevasi karena dari
anamnesis didapatkan nyeri dada yang khas ditambah dengan pemeriksaan penunjang
berupa EKG yang mendukung ke arah diagnosis STEMI.
B. PENATALAKSANAAN
Tindakan Umum l ,2
- Tirah baring setengah duduk
- Pemberian oksigen bila penderita sesak (3 - 5 l/menit)
- Diet rendah kalori (1300 - 1500 kkal) dan rendah garam (2 - 4 gr/hr)
- Psikoterapi agar penderita tenang dan dapat kerjasama
Pada prinsipnya penderita ini sudah mendapatkan tindakan umum yang sesuai.
Tindakan Khusus
Memperbaiki hemodinamik berdasar patofisiologi.
Manipulasi preload dengan diet rendah garam, venodilator (golongan nitrat),
diuretika (fuosemid). Manipulasi afterload dengan vasodilator. Karena ada
hipertensi maka berikan antihipertensi. Bila frekwensi denyut jantung tinggi
dikontrol dengan digitalis, beta bloker, verapamil, diltiazem. Penurunan
kontraktilitas miokard diatasi dengan obat inotrop parenteral, misalnya : amrinon,
milrinon, dopamin, dobutamin.1,2 Tetapi obat ini hanya dapat diberikan dalam waktu
yang terbatas. Pemakaian yang lama justru akan meningkatkan mortalitas, sebab
dapat timbul aritmia.1 Penderita ini telah mendapatkan Injeksi Furosemid 1 x 10
mg.
Mengendalikan faktor neuro-hormonal.
Simpatik hipertoni, peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron pada mulanya
akan membantu. Tetapi jangka panjang akan terjadi “over shoot”, yang pada
27

akhirnya akan membebani jantung dan bahkan merusak miokard. Karena itu hal ini
harus dicegah. Langkah yang dilakukan dengan memberikan obat-obat Angiotensin
Converting Enzyme (ACE)-Inhibitor, angiotensin II antagonis. ACE-Inhibitor telah
dibuktikan bermanfaat dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas gagal
jantung.1,2 Karena jumlah ACE dalam jaringan jauh lebih besar dibanding dalam
sirkulasi, sedang target utama pengobatan disini adalah jaringan (remodelling),
maka penggunaan ACE-Inhibitor yang mempunyai afinitas besar pada jaringan
(quinapril, ramipril) sangat rasional.1 Pada kasus ini diberikan Captopril 2 x 25 mg.
Terapi nyeri karena AMI dengan :
- Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena , dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
- Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bola TD
<90mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia.
Anti trombotik
- Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi diganti dengan tiklopidin atau
klopidogrel
Pasien ini telah mendapatkan Aspirin 1 x 160 mg, Isosorbid dinitrat 1 x 10 mg,
Clopidogrel 1 x 75 mg.
C. PROGNOSIS 1
Prognosis penderita gagal jantung tergantung kepada faktor etiologi dan ada
tidaknya faktor pencetus. Bila faktor pencetus dapat diidentifikasi dan dihilangkan,
maka prognosisnya akan lebih baik dibandingkan penderita yang faktor pencetusnya
tidak diketahui. Pada kondisi yang disebutkan terakhir survival rate-nya berkisar antara
6 bulan sampai 4 tahun tergantung kepada derajat keparahan gagal jantung. Prognosis
gagal jantung juga tergantung kepada respon penderita terhadap terapi. Penderita ini
mempunyai faktor pemicu hipertensi yang berlangsung bertahun dan penderita tidak
kontrol secara teratur.
Prognosis pada penderita ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah dubia ad
malam karena serangan bisa terjadi mendadak dan membahayakan jiwa.
28

Prognosis untuk penyakitnya (quo ad sanam) adalah dubia ad malam karena
penyakit sudah stadium NYHA IV dan akan berlanjut secara progresif .
Prognosis untuk fungsi selanjutnya (quo ad fungsional) adalah dubia ad malam
karena penderita akan sesak dalam keadaan istirahat apalagi jika melakukan aktivitas.
29

DAFTAR PUSTAKA
1. Purwadinata A, sampurna B. Kedaruratan Medik-Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Edisi Revisi. Binarupa Aksara, Jakarta, 2000: 59-61.
2. Valentin Fuster, R. Wayne Alexander, Robert A. O’rourke, editors. The Heart.10 th
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.2001.
3. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hause SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13 Volume 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1998 : 1128 – 1139.
4. Darmojo B. Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
5. Carleton PF, Boldt MA. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam : Patofisiologi –
Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi 4. EGC, Jakarta, 1995 : 533-534.
6. Parsudi A. Nefrologi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
7. Kosowsky, Joshua. Et al. The Diagnosis And Treatment of STEMI In The
Emergency Department. New York: EB Medicine. 2009.
8. Subiyanto, A. A. Evidence-Baased Medicine dalam Penatalaksanaan Angina Tidak
Stabil. Majalah Kedokteran Indonesia: 2008.
9. Mariyono, Harbaru. Santoso, Anwar. Gagal Jantung. FK Unud: Denpasar.
30