Kasbes KSM
-
Upload
adhella-menur-naysilla -
Category
Documents
-
view
238 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Kasbes KSM

LAPORAN KASUS BESAR
SEORANG WANITA 56 TAHUN DENGAN
OS KATARAK SENILIS MATUR
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Dibacakan tanggal : 22 Februari 2013
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

OS KATARAK SENILIS MATUR
LAPORAN KASUS
I. PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu dari panca indera yang berfungsi sebagai organ
penglihatan. Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh media refrakta, refraksi, dan
saraf mata. Media refrakta terdiri atas kornea, humor aquosus, lensa, dan corpus
vitreum. Bila terdapat gangguan pada komponen tersebut, dapat mengakibatkan
penurunan tajam penglihatan.1
Lensa merupakan salah satu media refrakta yang memiliki peranan penting
dalam proses penglihatan, lensa berfungsi untuk memfokuskan berkas cahaya ke
retina. Salah satu kelainan pada lensa yang merupakan masalah kesehatan global
adalah katarak yaitu berupa kekeruhan lensa yang mengarah pada penurunan
ketajaman visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh penderita.2
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak
merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan
yang paling sering ditemukan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007,
prevalensi nasional kebutaan di Indonesia yakni sebesar 0,9% dengan penyebab
utama adalah katarak, disusul glaukoma, gangguan refraksi, penyakit mata
degeneratif, dan penyakit mata lainnya. Sebanyak lebih dari 90% operasi katarak
berhasil dengan perbaikan fungsi penglihatan yang dinyatakan dengan perbaikan
visus pasien pasca operasi. Sebagian besar pasien mencapai visus kategori baik
yaitu 6/18-6/6 setelah empat sampai delapan minggu. Proporsi operasi katarak
dalam 12 bulan terakhir untuk tingkat nasional adalah 18% dari penduduk yang
pernah didiagnosis katarak oleh tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
cakupan operasi katarak masih sangat rendah, sehingga terdapat penumpukan
kasus katarak yang belum dioperasi pada tahun 2007 sebesar 82%.3
Katarak dapat terjadi akibat penuaan, trauma fisik, radiasi, pengaruh zat
kimia, pensyakit intraokuler, penyakit sistemik, ataupun kongenital. Katarak
ditandai dengan terjadinya edema lensa, perubahan protein, peningkatan

proliferasi, dan kerusakan berkesinambungan serabut-serabut lensa. Katarak
senilis atau katarak terkait usia merupakan jenis katarak yang paling sering
terjadi.1,2
Berikut ini adalah laporan kasus seorang perempuan 56 tahun dengan oculi
sinistra katarak senilis matur.
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. C
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Srikaton Tmr. III / 71, Ngaliyan, Semarang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
CM : B416241
III. ANAMNESIS
(Autoanamnesis pada 11 Februari 2013 )
Keluhan Utama : mata kiri kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 2 tahun yang lalu penderita merasa mata kiri mulai kabur, seperti tertutup kabut
putih, terus-menerus sepanjang hari baik siang maupun malam, saat melihat dekat
maupun jauh, dan perlahan semakin kabur. Tidak ada keluhan silau, tidak ada
mata merah, tidak berair/nrocos, tidak nyeri, tidak cekot-cekot, dan tidak ada
kotoran mata. Karena sebelumnya pernah menderita katarak pada mata kanan,
penderita memutuskan untuk memeriksakan diri ke poliklinik mata RSUP dr.
Kariadi Semarang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penggunaan kacamata disangkal
- Riwayat kencing manis (+) sejak satu tahun yang lalu, kontrol teratur
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (+) sejak sepuluh tahun yang lalu,
kontrol teratur

- Riwayat trauma pada daerah mata disangkal
- Riwayat operasi mata sebelumnya (+); operasi katarak pada mata kanan
tahun 2006
- Riwayat pemakaian obat-obatan baik diminum maupun ditetes pada mata
jangka lama disangkal
- Riwayat penyakit mata lainnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Penderita adalah seorang ibu rumah tangga
- Suami merupakan pensiunan PNS
- Memiliki 3 orang anak yang telah mandiri
- Biaya pengobatan ditanggung ASKES
Kesan sosial ekonomi : cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens (Tanggal 11 Februari 2013)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis, GCS=15
Tanda vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 85x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : afebris
Pemeriksaan fisik :
Kepala : mesosefal
Thoraks
cor : tidak ada kelainan

paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Oftalmologi (Tanggal 11 Februari 2013)
Sebelum diberi midriatikum :
Setelah diberi midriatikum :
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/6 F1 VISUS 1/~ LPB
- KOREKSI -
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke
segala arah
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA Edema (-), spasme (-)
OS Lensa keruh merataIris shadow (-)
OD Lensa IOL
di tempat A P
Iris shadow (-) Iris shadow (-)

SUPERIOR
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA
INFERIOR
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
FORNICES
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
injeksi (-), edema (-)
CONJUNGTIVA
BULBI
Hiperemis (-), sekret (-),
injeksi (-), edema (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndal effect (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup,
Tyndal effect (-)
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, central, regular,
d : 3mm, RP (+) N
PUPIL Bulat, central, regular,
d : 3mm, RP (+) N
IOL di tempat LENSA Keruh merata,
iris shadow (-)
(+) kurang cemerlang FUNDUS REFLEKS (-)
Tschiotz = 5/5,5 = 17,3 mmHg TENSIO OCULI Tschiotz = 4/5,5 = 20,6 mmHg
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG : Belum dilaksanakan
V. RESUME
Seorang wanita 56 tahun datang ke poliklinik RSDK dengan keluhan penurunan
visus pada mata kiri sejak ± 2 tahun yang lalu. Penglihatan mata kiri seperti
tertutup kabut putih, terus-menerus, sepanjang hari baik siang maupun malam,
saat melihat dekat maupun jauh, bersifat kronik-progresif. Tidak ada keluhan lain.
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Status Oftalmologi :
Oculi Dexter Oculus Sinister
6/6 F1 VISUS 1/~ LPB
IOL di tempat LENSA Keruh merata, iris shadow (-)
(+) kurang cemerlang FUNDUS REFLEKS (-)
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis banding:
1. OS Katarak Senilis Matur
DD/ OS Katarak Komplikata e.c diabetes mellitus
2. OS Katarak Senilis Hipermatur
DD/ OS Katarak Komplikata e.c diabetes mellitus
Diagnosis kerja:
OS Katarak Senilis Matur
VII. TERAPI
Ekstraksi Katarak OS dan pemasangan Intra Ocular Lens OS
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam
IX. USUL – USUL
1. Persiapan pra-operasi :
- Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, PTT/PTTK, GDS, GD I/II,
ureum-kreatinin, elektrolit
- EKG
- Funduskopi oculi dextra

- USG A-Scan, B-Scan
- Keratometri
- Biometri
- Retinometri
- Spoeling test
- Pemeriksaan sekret mata
2. Konsul interna untuk penatalaksanaan diabetes mellitus dan hipertensi.
3. Edukasi tentang operasi katarak, meliputi jenis tindakan, persiapan,
prosedur, dan komplikasi.
X. EDUKASI
- Menjelaskan pada penderita dan keluarga bahwa pandangan mata kiri
kabur disebabkan oleh katarak pada lensa mata kiri.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa katarak tidak dapat
diobati dengan obat, tetapi dengan tindakan operatif yaitu pengambilan
katarak dan pemberian lensa tanam pada mata.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga jika tidak dilakukan operasi
maka dapat menimbulkan komplikasi sehingga dapat meningkatkan
tekanan bola mata yang dapat menyebabkan penglihatan semakin kabur
dan kerusakan saraf mata.
- Sebelum dilakukan operasi harus dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui keadaan umum pasien, kondisi saraf mata, keadaan bagian
dalam mata, dan menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang komplikasi yang
mungkin terjadi saat dan setelah operasi seperti perdarahan, robekan
lapisan lensa bagian belakang, pembengkakan kornea, lepasnya lapisan
retina, dan peradangan pada mata.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa setelah dilakukan operasi katarak
dan penanaman lensa mata, penderita tidak boleh mengangkat beban
berat selama satu bulan untuk mencegah lepas atau bergesernya lensa
yang telah ditanam.

XI. DISKUSI
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Lensa merupakan media refrakta yang berfungsi untuk memfokuskan
gambar pada retina. Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak
berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9
mm. Lensa terletak di belakang iris yang dapat menebal dan memipih saat
akomodasi. Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks biasnya sekitar 1,4
pada sentral dan 1,36 pada perifer, hal ini berbeda dari dengan humor aqueous dan
vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias
mata manusia rata-rata. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks yang
dibentuk oleh sel epitel lensa menjadi serat lensa di dalam kapsul lensa. Pada
bagian sentral serat lensa akan memadat yang dikenal dengan nukleus. Nukleus
memiliki konsistensi yang lebih keras dibanding bagian lain. Secara fisiologis
lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan serta terletak pada tempatnya.1
Gambar 1. Struktur lensa5
Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di
antara seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi
pada lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Gangguan pada lensa dapat berupa
kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomali geometri. Keluhan yang di alami
penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan
dengan melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop, senter tangan, atau kaca
pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi.2
KATARAK
Salah satu gangguan pada lensa adalah kekeruhan lensa atau dikenal
sebagai katarak. Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrahakies, Inggris
cataract dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Jadi katarak dimaksudkan
sebagai penglihatan yang seperti tertutup air terjun.2 Penyebab paling umum di
dunia adalah akibat dari proses penuaan, namun beberapa faktor lain dapat
terlibat, termasuk trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes mellitus), merokok,
dan keturunan. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Sebagian besar kasus
bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangan masing-masing jarang sama.
Kekeruhan lensa tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan
sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat ditemukan
pada berbagai lokalisasi di lensa seperti pada korteks, nucleus, subkapsular.4
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak meliputi pemeriksaan tajam
pengelihatan, slit lamp, funduskopi, serta tonometri bila memungkinkan.1,2
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1. Katarak kongenital (usia <1 tahun)
2. Katarak juvenil (usia >1 tahun)
3. Katarak senilis (usia >50 tahun)
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. Terjadinya proses patogenesis katarak berlangsung secara multi
faktor yaitu interaksi kompleks antara proses fisiologis.4
Penyebab katarak:
1. Proses penuaan.
2. Infeksi intrauterine (rubella, toksoplasmosis, histoplasmosis, inklusi
sitomegalik).

3. Komplikasi penyakit intraokuler lain seperti uveitis, glaukoma, myopia
maligna, ablasio retina, tumor intraocular, retinitis pigmentosa.
4. Penyakit sistemik seperti galaktosemia, diabetes mellitus,
hipoparatiroid, hipokalsemik, distrofi miotonik, dermatitis atopik,
aminoasiduria, homosisteinuri.
5. Trauma (katarak traumatika) pada trauma fisik (trauma tembus atau tak
tembus), radiasi sinar UV, sinar rontgen, sinar neutron, elektrik shock,
dan termal shock.
6. Obat-obatan (naftalin, dinitrofenol, kortikosteroid, fenotiazin,
echothiopate, pilocarpine, phospoline iodine, amiodaron, klorpromazin,
busulfan, ergot, triparanol MER-29), metal (Cu dan Fe), dan defisiensi
vitamin A,B,C dan E.
7. Pasca EKEK (Katarak sekunder).
Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut :2,7
1. Kapsul lensa
- Menebal dan mengalami sklerosis → kurang elastis (1/4 dibanding
anak) → daya akomodasi pun berkurang (presbiopia)
- Lamela kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel lensa
- Makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
- Rusak dan menjadi lebih ireguler, terutama pada korteks
- Sinar UV semakin lama akan merusak protein nukleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) membentuk brown sclerotic
nucleus.
Katarak senilis dibagi menjadi empat stadium yaitu insipien, imatur,
matur, dan hipermatur.

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis2
Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan
lensa
Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang
(air+massa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik
mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Glaukoma Glaukoma, uveitis
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan
apabila penurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis:
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma,
meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga
setelah keadaan menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena dapat menimbulkan
penyulit
- Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari atau visus < 6/12.
Terapi pembedahan :
1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada
EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada
teknik ini dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar dibandingkan dengan

teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh/
berdegenerasi/ mudah diputus.2
a. Keuntungan :
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi,
cryoprobe, forsep kapsul)
b. Kerugian :
- Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.
2. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus dan
korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior ditinggal.
Cara ini umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa mata yang sangat
keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain
itu, juga dilakukan pada tempat-tempat di mana teknologi fakoemulsifikasi
tidak tersedia. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa
harus dikeluarkan dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa
buatan (IOL) dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi
semula. Lalu dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini
dihindari pada penderita dengan zonulla zinii yang rapuh.2
a. Keuntungan :
1. Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
2. Karena kapsul posterior utuh maka :
- Mengurangi resiko hilangnya vitreus intra operasi
- Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL

- Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea, perlengketan
vitreus dengan iris dan kornea
- Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa molekul
antara aqueous dan vitreus
- Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat
menyebabkan endofthalmitis.
b. Kerugian : dapat timbul katarak sekunder.
3. Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-
getaran ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi
limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka
pasca-operasi, disamping perbaikan penglihatan juga lebih baik. Teknik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak
senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis yang padat, dan
keuntungan insisi limbus yang kecil agak berkurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler. Kerugiannya kurve pembelajaran lebih
lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat operasi bisa lebih serius.6,7 Teknik
ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah, proses
penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat
sistem yang relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh
karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga meminimalkan risiko
prolaps vitreus.8
Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
- Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi.

- TIO normal.
- Saluran air mata lancar.
2. Keadaan umum/sistemik
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan, waktu
perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak dijumpai batuk produktif.
- Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut harus
terkontrol.
Perawatan pasca operasi :
1. Mata dibebat.
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi.
3. Tidak boleh mengangkat benda berat, menggosok mata, membaca
berlebihan, berbaring di sisi mata yang baru dioperasi, dan mengejan
keras.
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi setelah operasi.
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi
(afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S+10D
untuk melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan pasca operasi.
Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan kacamata S+3D.
Komplikasi operasi katarak bervariasi berdasarkan waktu dan luasnya.
Komplikasi dapat terjadi intra operasi atau segera sesudahnya atau periode paska
operasi lambat. Oleh karenanya penting untuk mengobservasi pasien katarak
paska operasi dengan interval waktu tertentu yaitu pada 1 hari, 1 minggu, 1 bulan,
dan 3 bulan setelah operasi katarak. Angka komplikasi katarak adalah rendah.
Komplikasi yang sering terjadi endoftalmitis, ablasio retina, dislokasi atau
malposisi IOL, peningkatan TIO, dan edema macula sistoid.8
XII. ANALISIS KASUS
Pasien ini didiagnosis sebagai katarak senilis matur dengan dasar
pemikiran sebagai berikut:

1. Anamnesis:
- Penglihatan mata kabur seperti tertutup kabut, bersifat kronik-
progresif, fotofobia (-), hiperemis (-), lakrimasi (-), nyeri (-), sekret
mata (-) katarak
- Pasien berusia lebih dari 50 tahun (56 tahun) tanpa adanya riwayat
trauma pada daerah mata, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan
jangka lama, dan tanpa riwayat penyakit mata lain katarak senilis
2. Pemeriksaan status oftalmologis:
- Visus OS 1/~ LPB
- Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan kekeruhan merata pada lensa,
iris shadow (-), pemeriksaan fundus reflek pada mata kiri (-)
katarak senilis matur.
Dalam kasus ini, pasien disarankan untuk dilakukan operasi katarak berupa
ekstraksi katarak dan penanaman IOL untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang dapat terjadi yaitu glaukoma sekunder, uveitis, dan endoftalmitis serta
diharapkan didapatkan perbaikan tajam penglihatan.
Usul-usul pemeriksaan pra operasi bertujuan selain sebagai persiapan
kondisi pasien pra operasi dan untuk mengetahui penyulit saat operasi, juga untuk
menentukan prognosis dari tajam penglihatan pasien sebab tajam penglihatan
tidak hanya dipengaruhi oleh media refrakta namun juga refraksi dan saraf mata.
USG baik A-Scan maupun B-Scan dipakai untuk membuat bayangan,
menilai segmen posterior, dan mendiferensiasi penyakit orbita atau anatomi
intraokluar yang terhalang media keruh. Pada katarak matur tidak dimungkinkan
pemeriksaan funduskopi sehingga pemeriksaan funduskopi pada mata kanan
dilakukan dengan harapan mendapatkan gambaran fundus mata kiri. Retinometri
digunakan untuk menilai fungsi makula yang menjadi pertimbangan prognosis
tajam penglihatan pasca operasi. Pemeriksaan sekret mata dilakukan untuk
menyingkirkan adanya infeksi yang merupakan kontra indikasi operasi.
Untuk mendapatkan kekuatan IOL dilakukan pemeriksaan pengukuran
sumbu mata (dari kornea hingga ke retina) dengan USG A-Scan, keratometri, dan
biometri. Adapun pemeriksaan lain yang dibutuhkan yaitu darah rutin, waktu

pembekuan, waktu perdarahan, EKG, GDS, GD I/II, elektrolit, dan ureum-
kreatinin untuk persiapan pra operasi, harus dilakukan dengan teliti mengingat
adanya riwayat diabetes mellitus dan hipertensi pada pasien.
Prognosis katarak senilis matur dengan tindakan ekstraksi katarak dan
penanaman IOL dubia ad bonam yang berarti ada keraguan namun cenderung ke
arah baik karena setiap operasi memiliki risiko. Berdasarkan kepustakaan
dibuktikan bahwa sebanyak lebih dari 90% operasi katarak berhasil dengan
perbaikan fungsi penglihatan yang dinyatakan dengan perbaikan visus pasien
pasca operasi, tentu dengan persiapan pra operasi yang teliti, pelaksanaan operasi
sesuai standar, dan evaluasi paska operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya
Medika; 2000.
2. Ilyas S. Trauma mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit
FK UI;1998.
3. Rukmini. Katarak dan Kebijakan Penanggulangan di Indonesia 4th ed.
Jakarta: Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. c2010. [cited 2013 Feb 6].
Available from: http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2010/edisi-no-04-
vol-xxxvi-2010/179-fokus/232-katarak-dan-kebijakan-penanggulangannya-
di-indonesia.
4. Vicente VDO. Senile Cataract. Medscape. c2012. [cited 2013 Feb 6].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#
a0104
5. Roberts JE. Photobiology of human lens. New York: Department of Natural
Science; 2011.
6. Rick A. Treatment for Cataracts. C2004. [cited 2013 Feb 6]. Available from:
http://www.med.nyu.edu/ophthalmology/patients/cataract/treatments.html?
CSRT=13715147080574745937
7. Suhardjo H. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada;
2007.
8. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract.
Singapore : American Academy of Ophthalmology, 2008.