Kasbes Anestesi

22
LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI ANESTESI SPINAL PADA LAKI-LAKI 36 TAHUN DENGAN AFF IMPLANT e.c. FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 DISTAL POST ORIF Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Aprilia Tri Noorharsanti 22010114210041 Pembimbing : dr. Pradana Bayu

description

kasbes anes

Transcript of Kasbes Anestesi

Page 1: Kasbes Anestesi

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

ANESTESI SPINAL PADA LAKI-LAKI 36 TAHUN DENGAN AFF

IMPLANT e.c. FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 DISTAL POST ORIF

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Aprilia Tri Noorharsanti 22010114210041

Pembimbing :

dr. Pradana Bayu

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 2: Kasbes Anestesi

2

2015

2

Page 3: Kasbes Anestesi

3

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Aprilia Tri Noorharsanti

NIM : 2201014210041

Bagian : Anestesiologi RSDK / FK UNDIP

Judul kasus : ANESTESI SPINAL PADA LAKI-LAKI 36 TAHUN

DENGAN AFF IMPLANT e.c. FRAKTUR FEMUR

DEXTRA 1/3 DISTAL POST ORIF

Pembimbing : dr. Pradana Bayu

Semarang, 29 Juli 2015

Pembimbing,

dr. Pradana Bayu

Page 4: Kasbes Anestesi

4

BAB I

Laporan Kasus

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. SP

Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Ruang : Rajawali 2B

No. CM : C506038

Tgl Operasi : 27 Juli 2015

Tgl MRS : 27 Juli 2015

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama:

Pengangkatan pen di kaki kanan

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

± 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan lalu

lintas. Pasien kemudian dioperasi dan dipasang pen di kaki kanannya.

Pasien rutin kontrol dan menjalani fisoterapi.

± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien diprogramkan untuk operasi

pengambilan pen RSDK.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat penggunaan obat (-)

Riwayat operasi sebelumnya (+)

Page 5: Kasbes Anestesi

5

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat darah tinggi (-)

E. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang pegawai swasta. Pembiayaan pengobatan

menggunakan JKN non PBI.

Kesan sosial ekonomi: cukup.

F. Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:

Batuk (-), pilek (-), demam (-), sesak napas (-), gangguan / kelainan darah

(-)

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat kejang : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat kencing manis : tidak ada

Riwayat peyakit jantung : tidak ada

Riwayat darah tinggi : tidak ada

Riwayat operasi sebelumnya : ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : kompos mentis

TV : TD : 110/70 mmHg T : afebris

N : 80 x/menit RR : 16x/menit

BB : 60 kg

TB : 156 cm

ASA : I

Kepala : mesosefal

Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sclera ikterik -/-

Telinga : discharge (-/-)

Page 6: Kasbes Anestesi

6

Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX

Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis di SIC V, 2 cm medial LMCS

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris kanan-kiri saat statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen : Inspeksi : dinding perut datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan (+)

Perkusi : timpani

Ekstremitas : Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Status Lokalis :

Regio Femoris Dextra :

Inspeksi : tampak luka bekas operasi

Palpasi : sensibilitas baik, capillary refill <2”

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 26 Juli 2015

HEMATOLOGI

Hemoglobin : 12,0 g/dL

Hematokrit : 36,1 %

Page 7: Kasbes Anestesi

7

Eritrosit : 4,2 10^6/uL

MCH : 28,8 pg

MCV : 86,8 fL

MCHC : 33,2 g/dL

Leukosit : 14,9 10^3/uL

Trombosit : 302,0 10^3/uL

RDW : 12,2 %

MPV : 9,7 fL

KIMIA KLINIK

Glukosa Sewaktu : 139 mg/dL

Ureum : 42 mg/dl

Kreatinin : 1,15 mg/dl

Magnesium : 0,83 mmol/L

Calcium : 2,18 mmol/L

Elektrolit

Natrium : 142 mmol/L

Kalium : 3,8 mmol/L

Klorida : 108 mmol/L

KOAGULASI

Plasma Prothrombin Time (PPT)

Waktu Prothrombin : 10.5 detik

PPT control : 9.5 detik

Partial Thromblopastin Time (PTTK)

Waktu Thromboplastin : 34.5 detik

APTT control : 26.5 detik

V. DIAGNOSIS

a. Diagnosis preoperasi:

Fraktur Femur Dextra 1/3 Distal Post ORIF

Page 8: Kasbes Anestesi

8

b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:

Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi

V. TINDAKAN OPERASI

Aff Implant

VI. TINDAKAN ANESTESI

Jenis anestesi : Anestesi spinal

Risiko anestesi : Sedang

ASA : I

1. Premedikasi:

Dilakukan di OK

Obat : Midazolam 5 mg

2. Anestesi:

Induksi dilakukan secara spinal menggunakan:

- Bupivacain 0,5% 4 cc

- Fentanil 25 mcg

Maintenance : O2

Mulai anestesi : 08.45 WIB

Selesai anestesi : 11.45 WIB

Lama anestesi : 180 menit

3. Terapi cairan

BB : 60 kg

EBV : 70cc/kgBB x 60 = 4200 cc

Jumlah perdarahan : -

Kebutuhan cairan :

Maintenance = 2 cc x 60 = 120 cc

Stress operasi = 6 x 60 = 360 cc

Defisit puasa = 6 jam x 120 cc = 720 cc

Page 9: Kasbes Anestesi

9

Total kebutuhan cairan durante operasi:

Jam I : M + SO + ½ DP = 120 + 360 + 360 = 840 cc

Jam II : M + SO + ½ DP = 120 + 360 + 180 = 660 cc

Jam III : M + SO + ½ DP = 120 + 360 + 180 = 660 cc

Cairan yang diberikan :

- RL 2000 cc

Waktu Keterangan HR

(x/menit)

Tensi

(mmHg)

SpO2

08.00 Pre-oksigenasi 80 100/70 100

08.45 Anestesi mulai 80 110/70 100

09.40 Operasi mulai 80 110/70 100

11.45 Operasi selesai 80 100/70 100

11.45 Anestesi selesai 80 100/70 100

4. Pemakaian obat/bahan/alat :

I. Obat suntik:

Bupivacaine HCl 0,5% 1 amp

Lidocaine 2% 1 amp

Midazolam 2 amp

Fentanil 1 amp

Tramadol 100 mg 1 amp

Dexamethason 5 mg 2 amp

Diphendidramin 1 amp

Satatic 1 amp

Trensamin 1 amp

II. Obat inhalasi : O2 ventilator 3 L/menit

III. Cairan : Ringer laktat 4 botol

IV. Alat/lain-lain : Spuit 3 cc 3 buah

Spuit 5 cc 1 buah

1500 cc2160 cc

Page 10: Kasbes Anestesi

10

Spuit 10 cc 2 buah

Infus set 1 buah

Jarum spinal 26 fr 1 buah

Suction 1 buah

Nasal canul 1 buah

Connecting tube 1 buah

Hypafix 1 buah

5. Perintah di ruangan :

a. Pengawasan Tanda Vital (TV) tiap ½ jam selama 24 jam.

b. Bila terjadi kegawatan menghubungi anestesi.

c. Infus RL 20 tpm.

d. Posisikan pasien tidur terlentang dengan posisi kepala head up

30o dalam 24 jam post operasi.

e. Program analgetik injeksi ketorolac 30 mg/ 8 jam intravena

mulai pukul 19.00 selama 2 hari.

f. Jika pasien mual diberi injeksi metoclopramid 10 mg intravena.

g. Jika pasien menggigil diberi cairan hangan dan selimut hangat.

h. Jika tekanan darah < 90/60 mmHg berikan injeksi efedrin 10

mg i.v. diencerkan

i. Jika pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), boleh makan dan

minum bertahap

Page 11: Kasbes Anestesi

11

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Fraktur

Cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang (fraktur). Fraktur

juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus

menimbulkan dislokasi sendi (fraktur dislokasi).

Gejala klasik fraktur adalah riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di

bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), nyeri

tekan, krepitasi, gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri, putusnya

kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila gejala klasik

tersebut ada, secara klinis diagnosis tersebut dapat ditegakkan walapun jenis

konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.

Pemerikasaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan

kedudukan fragmen fraktur. Pemeriksaan khusus seperti CT-Scan atau MRI

kadang diperlukan, misalnya pada kasusu fraktur vertebra yang disertai gejala

neurologis.

Klasifikasi Fraktur

Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan

tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur

terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka.

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi komplet atau

inkomplet (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral,

kompresi, simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk

impresi dan inklavasi). Menurut lokasi patahan di tulang, fraktur dibagi

menjadi fraktur epifisis, metafisis, dan diafisis.

Page 12: Kasbes Anestesi

12

Derajat Luka Fraktur

I

- Laserasi < 1cm- Kerusakan jaringan

tidak berarti- Relatif bersih

Sederhana, dislokasi fragmen minimal

II

- Laserasi > 1cm- Tidak ada kerusakan

jaringan yang hebat atau avulsi

- Ada kontaminasi

Dislokasi fragmen yang jelas

III

- Luka lebar- Rusak hebat atau hi-

langnya jaringan di sek-itarnya

- Kontaminasi hebat

Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Tabel 1. Derajat Fraktur Terbuka

Tatalaksana Fraktur

Prinsip menangani fraktur adalah mengambalikan posisi patahan tulang

ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus

mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyaku

kemampuan remodeling (proses swapugar).

B. Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah salah satu jenis anestesi lokal. Obat anestesi

lokal, berdasarkan struktur kimianya, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu ester-

amide dan amide-amide. Perbedaan penting antara anestetik local ester dan

amid adalah efek samping yang ditimbulkan dan mekanisme metabolism

metabolitnya, dimana golongan ester kurang stabil dalam larutan, lebih mudah

dipecah oleh kolinesterase plasma, waktu paruh sangat pendek (±1 menit).

Yang termasuk golongan ini adalah prokain, tetrakain, dan kokain.

Sedangkan golongan amid sedikit dimetabolisir dan cenderung terjadi

akumulasi dalam plasma. Ikatan amid dipecah dengan cara hidrolisis, terutama

di hepar, sehingga penderita penyakit hepar berat lebih banyak mengalami

reaksi-reaksi yang merugikan. Eliminasi waktu paruh sekitar 2-3 jam. Bentuk

Page 13: Kasbes Anestesi

13

amid lebih stabil dan larutan dapat disterilkan dengan autoklaf. Yang termasuk

golongan ini antara lain: lidokain, bupivakain, dan ropivakain.

Anestesi spinal adalah anestesi lokal dengan teknik injeksi obat

anestesi lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis di dalam ruang

subarachnoid sehingga langsung bekerja pada saraf dan medulla spinalis.

Tempat insersi yang dipilih hanya vertebra lumbal, yaitu di bawah L2/3

karena menghindari tertusuknya medula spinalis. Batas bawah insersi adalah

di atas vertebra sakralis 1 dikarenakan adanya penyatuan os sakrum. Anestesi

lokal biasanya diberikan dengan bolus tunggal. Anestesi spinal hanya

membutuhkan dosis obat yang kecil tetapi memiliki onset cepat dan efek blok

motorik yang kuat.

Ada dua posisi pasien yang memungkinkan dilakukanya insersi

jarum/kateter spinal, yaitu:

- Posisi lateral dengan lutut ditekuk ke perut dan dagu ditekuk ke dada,

- Posisi duduk fleksi dimana pasien duduk pada pinggir troli dengan lu-

tut diganjal bantal.

Fleksi akan membantu identifikasi prosesus spinosus dan memperlebar celah

vertebra sehingga dapat mempermudah akses ke ruang subarachnoid.

Penentuan posisi ini didasarkan pada kondisi pasien dan kenyamanan ahli

anestesi.

Teknik insersi anestesi spinal dilakukan dengan menyuntikkan jarum

spinal sampai ujung jarum mencapai ruang subarchnoid, ditandai dengan

keluarnya cairan serebrospinalis. Jarum yang digunakan adalah jarum spinal

ukuran 22-29 dengan pencil point atau tappered point. Pemakaian jarum

dengan diameter kecil dimaksudkan untuk mengurangi keluhan nyeri kepala

pasca pungsi dura (PDPH).

Kontraindikasi pada anestesi spinal ada dua, yaitu absolut dan relatif.

Kontraindikasi absolut pada anestesi spinal antara lain:

- Infeksi di dekat atau pada tempat suntikan

- Terapi antikoagulan

- Gangguan perdarahan

Page 14: Kasbes Anestesi

14

- Hipovolemi dan syok

- Terapi beta blocker

- Septikemia

- Curah jantung terbatas

- Tekanan intra kranial meningkat

Kontraindikasi relatif pada anastesia spinal antara lain :

- Terapi MAOI

- Penyakit neurologi aktif

- Penyakit jantug iskemik (IHD)

- Skoliosis

- Riwayat operasi laminektomi

Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: perubahan

metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, otot yang terblok

dapat relaksasi maksimal sementara pasien tetap dalam keadaan sadar, dan

komplikasi terhadap jantung, otak, dan paru dapat minimal. Namun, anestesi

spinal juga dapat menimbulkan komplikasi berupa henti jantung, PDPH,

spinal tinggi, dan total spinal.

Page 15: Kasbes Anestesi

15

BAB III

Pembahasan

Pada kasus ini, tindakan operatif untuk terapi fraktur femur dextra 1/3

distal post ORIF adalah aff implant. Aff implang adalah suatu tindakan untuk

mengambil alat implant yang ditanam ditubuh untuk merekontruksi fraktur pada

tulang pasien. Anestesi spinal digunakan pada kasus ini karena anestesi spinal

dipilih pada operasi di ekstremitas bawah, daerah perineum, dan daerah perut

bawah.

Anastesi spinal pada kasus ini menggunakan bupivacain 0.5% dan fentanyl

25 mcg. Bupivacain adalah anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang,

dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besardaripada motorik. Karena efek

ini, bupivacain sering digunakan untuk memperpanjang analgesia selama masa

pasca pembedahan. Fentanil digunakan sebagai obat adjuvan dalam anestesi

spinal yang berfungsi untuk memperpanjang durasi kerja obat anestesi spinal.

Keuntungan dari anestesi spinal pada kasus ini adalah onset yang

diperlukan untuk induksi cepat dan masa kerjanya panjang. Sedangkan kerugian

dari anestesi spinal yang mungkin diperoleh adalah nyeri saat dilakukan

penyuntikan di daerah lumbal dan efek kardiotoksisitas dari bupivacain.

Bupivacain 0.5% diberikan sebagai obat induksi anestesi secara spinal.

Maintenance anestesi diberikan melalui inhalasi oksigen. Metoclopramid

diberikan kepada pasien untuk mengatasi rasa mual dan muntah saat dan setelah

operasi berlangsung.

Page 16: Kasbes Anestesi

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip. 2013.

Anestesiologi. Semarang: PERDATIN JATENG

2. Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong.

Jakarta: EGC

3. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UI. 2007. Farmakologi dan Ter-

api. Jakarta: Balai Penerbit FKUI