Kasbes Nydia

68
LAPORAN KASUS BESAR SEORANG LAKI-LAKI 81 TAHUN DENGAN ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI), INKONTINENSIA URIN, HIPERTENSI STAGE II, INFILTRAT PARU, DAN AZOTEMIA Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh: NYDIA RENA BENITA 22010112210036 Pembimbing : dr. Charles Limantoro, Sp.PD, K-KV, FINASIM

description

med

Transcript of Kasbes Nydia

Page 1: Kasbes Nydia

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI 81 TAHUN DENGANST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI),

INKONTINENSIA URIN, HIPERTENSI STAGE II,INFILTRAT PARU, DAN AZOTEMIA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan SeniorBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

NYDIA RENA BENITA22010112210036

Pembimbing :

dr. Charles Limantoro, Sp.PD, K-KV, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG2013

Page 2: Kasbes Nydia

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Nydia Rena Benita

NIM : 22010112210036

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP

Judul kasus besar : Seorang laki-laki 81 tahun dengan ST elevation myocardial

infarction (STEMI), inkontinensia urin, hipertensi stage II,

infiltrat paru, dan azotemia

Pembimbing : dr. Charles Limantoro, Sp.PD, K-KV, FINASIM

Semarang, 7 Januari 2013

Pembimbing

dr. Charles Limantoro, Sp.PD, K-KV, FINASIM

2

Page 3: Kasbes Nydia

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Tn. Moehadi

Umur : 81 tahun

Alamat : Lemah Gempal IV B No. 25, RT 9 RW 4 Semarang

Pekerjaan : tidak bekerja

Masuk RS : 21 Desember 2012

No. CM : C093388

Status : Jamkesmas

DAFTAR MASALAH

No

.

Masalah Aktif Tanggal Masalah Inaktif Tanggal

1 STEMI anterior 21 Des 2012

2 Inkontinensia urin 21 Des 2012

3 Hipertensi stage II 21 Des 2012

4 Infiltrat paru 21 Des 2012

5 Azotemia 21 Des 2012

DATA DASAR

A. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan anak pasien dilakukan

pada tanggal 2 Januari 2013 pukul 16.30 di bangsal C3L2 Penyakit Dalam.

3

Page 4: Kasbes Nydia

Keluhan utama: nyeri dada

Riwayat penyakit sekarang

Onset dan kronologis : Nyeri dada sudah sering dirasakan sejak lebih dari satu

bulan sebelum masuk RSDK, tetapi tidak mengganggu

pasien. Tiga hari sebelum masuk RSDK, nyeri dada

sering muncul kembali dan kemudian pasien dibawa ke

RSDK.

Kualitas : Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke

tengkuk, dada kanan, bahu kiri dan kanan, serta

epigastrium.

Kuantitas : Nyeri hilang timbul dengan durasi 5-15 menit.

Faktor memperberat : Tidak ada

Faktor memperingan : Tidak ada

Gejala penyerta : Sakit kepala (+), berdebar-debar (+), keringat dingin

(+), mual (-), muntah (-), sesak napas (+), terbangun

tiba-tiba di malam hari karena sesak (-), kaki bengkak

(-), kesemutan di tangan dan kaki (-), batuk (+) kurang

lebih 1 bulan, demam (+), nyeri saat buang air kecil (+)

hilang timbul, anyang-anyangan (+), menetes-netes

tanpa keinginan kencing, buang air besar 1 kali/hari,

tidak keras dan tidak hitam seperti petis.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi selama kurang lebih 10 tahun, kontrol tidak rutin

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit TB pada tahun 1960an dan sudah berobat

4

Page 5: Kasbes Nydia

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat sosial dan ekonomi

Pasien sudah tidak bekerja, memiliki 4 orang anak yang sudah mandiri, dan

saat ini tinggal bersama anaknya. Biaya pengobatan ditanggung oleh

Jamkesmas.

Kesan: sosial ekonomi kurang

B. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 2 Januari 2013 pukul 16.45 di bangsal C3L2 Penyakit

Dalam.

Keadaan umum : baik, tidak dispneu maupun ortopneu

Kesadaran : compos mentis, GCS 15

Tanda vital : Nadi 92x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR 24x/menit

TD 140/70 mmHg

Suhu 36,6o C aksiler

Kulit : turgor cukup

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis (-)

Leher : trakea di tengah, pembesaran limfonodi (-/-), JVP R+0 cm

5

Page 6: Kasbes Nydia

Dada : retraksi (-), angulus costa < 90o, sela iga melebar (-), nyeri

tekan costa (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midlavicularis sinistra,

tidak kuat angkat maupun melebar, tidak ada thrill, tidak

ada sternal lift, pulsasi epigastrial, dan pulsasi parasternal.

Perkusi : Batas kanan : linea parasternalis kanan

Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR 92x/menit, reguler, suara I dan II murni, tidak ada

bising maupun suara gallop.

Paru depan

Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan ronkhi basah kasar

pada paru kiri dan kanan

Paru belakang

Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan ronkhi basah kasar

pada paru kiri dan kanan

6

Page 7: Kasbes Nydia

Abdomen

Inspeksi : datar, tidak ada venektasi

Auskultasi : peristaltik normal

Perkusi : pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube timpani

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Superior Inferior

Edema -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Refleks fisiologis +/+ N +/+ N

Refleks patologis -/- -/-

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hematologi 21 Desember 2012

Hemoglobin 13,90 gram% 13,00-16,00

Hematokrit 41,7 % 40,0-54,0

Eritrosit 4,78 juta/mmk 4,50-6,50

MCH 29,00 pg 27,00-32,00

MCV 87,20 fL 76,00-96,00

MCHC 33,30 g/dL 29,00-36,00

Leukosit 12,50 ribu/mmk 4,00-11,00

Trombosit 249,0 ribu/mmk 150,0-400,0

RDW 13,20 % 11,60-14,80

MPV 6,60 fL 4,00-11,00

7

Page 8: Kasbes Nydia

Pemeriksaan Kimia Klinik, 21 Desember 2012

Glukosa sewaktu 121 mg/dL 74-106

Ureum 50 mg/dL 15-39

Creatinin 1,87 mg/dL 0,60-1,30

CK-MB 34,0 U/L 7,0-25,0

Elektrolit

Natrium 138 mmol/L 136-145

Kalium 3,7 mmol/L 3,5-5,1

Chlorida 105 mmol/L 98-107

Calcium 2,15 mmol/L 2,12-2,52

Magnesium 0,85 mmol/L 0,74-0,99

Imunologi:

Troponin T 0,81 ug/L < 0,1

Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik, 22 Desember 2012 pukul 10.25

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin 155,4 detik 23,4-36,8

APTT Kontrol 34,1 detik

Asam urat 5,65 mg/dL 2,60-7,20

Kolesterol 188 mg/dL 50-200

Trigliserida 83 mg/dL 30-150

HDL kolesterol 30 mg/dL 35-60

LDL kolesterol 126 mg/dL 62-130

8

Page 9: Kasbes Nydia

Imunologi:

PSA total 30,48 ng/mL 0,21-6,77

Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik, 22 Desember 2012 pukul 21.49

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin 39,6 detik 23,4-36,8

APTT Kontrol 30,6 detik

Kimia klinik:

CK-MB 98,0 U/L 7,0-25,0

Imunologi:

Troponin T 2,91 ug/L < 0,1

Analisa Gas Darah, 24 Desember 2012

Temperatur 36,8 oC

Hb 13,90 g/dL

FiO2 32,00 %

pH (37o C) 7,340

pCO2 (37o C) 39,0 mmHg

pO2 (37o C) 157,0 mmHg

pH (corrected) 7,340 7,350-7,450

pCO2 (corrected) 39,0 mmHg 35,0-45,0

pO2 (corrected) 156,0 mmHg 83,0-108,0

HCO3 21,0 mmol/L 18,0-23,0

9

Page 10: Kasbes Nydia

TCO2 22,20

Base excess -4,4 mmol/L -2,0-3,0

BE effective -4,80

SBC 21,5 mmol/L

Saturasi O2 99,0 % 95,0-98,0

A-ADO2 23,00

RI 0,10

Pemeriksaan Hematologi, 24 Desember 2012

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin 36,6 detik 23,4-36,8

APTT Kontrol 30,6 detik

Pemeriksaan Hematologi, 25 Desember 2012

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin 83,3 detik 23,4-36,8

APTT Kontrol 30,6 detik

Pemeriksaan Hematologi, 26 Desember 2012

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin 35,5 detik 23,4-36,8

APTT Kontrol 32,8 detik

10

Page 11: Kasbes Nydia

Pemeriksaan Kimia Klinik, 26 Desember 2012

Ureum 44 mg/dL 15-39

Creatinin 1,66 mg/dL 0,60-1,30

Pemeriksaan Kimia Klinik, 1 Januari 2013

Ureum 43 mg/dL 15-39

Creatinin 1,58 mg/dL 0,60-1,30

Natrium 138 mmol/L 136-145

Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,1

Chlorida 100 mmol/L 98-107

Pemeriksaan Elektrokardiografi, 21 Desember 2012 pukul 09.00

HR: 142x/menit

QRS complex: 0,72 detik

Interpretasi:

Supraventricular tachycardia with fusion complexes

Left axis deviation

Inferior infarct, age undetermined

Anterolateral injury pattern

Kesan: Acute MI

11

Page 12: Kasbes Nydia

Pemeriksaan Elektrokardiografi, 21 Desember 2012 pukul 23.45

Irama: sinus rhythm

Frekuensi: 100 x/menit

Axis: left axis deviation, zona transisi V4

Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)

PR interval: 0,16 detik

QRS complex: 0,06 detik, poor R wave progression (+)

Q patologis: -

Segmen ST: ST elevasi pada lead I, aVL, V1-V6, depresi pada lead II, III, aVF

Gelombang T: inverted (-), tall T (-)

Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mm

Kesan: STEMI anterolateral

12

Page 13: Kasbes Nydia

Pemeriksaan Elektrokardiografi, 31 Desember 2012 pukul 05.30

Irama: sinus rhythm

Frekuensi: 88 x/menit

Axis: left axis deviation, zona transisi V4

Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)

PR interval: 0,16 detik

QRS complex: 0,08 detik, poor R wave progression (+)

Q patologis: -

Segmen ST: ST elevasi pada lead V2-V4

Gelombang T: inverted (-), tall T (-)

Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mm

Kesan: STEMI anterolateral dalam evolusi

Pemeriksaan X Foto Thorax AP/Lateral, 22 Desember 2012

Kesan:

Kardiomegali (LV)

Elongatio aorta

Infiltrat pada parakardial kanan-kiri

13

Page 14: Kasbes Nydia

Pemeriksaan X Foto Thorax AP/Lateral, 28 Desember 2012

Kesan:

Kardiomegali (LV)

Elongatio aorta

Gambaran TB paru lama dengan fibrosis

Pemeriksaan USG Abdomen, 28 Desember 2012

Kesan:

Soliter simple cyst pada pole bawah ren dextra (ukuran 3,5 cm)

Pembesaran prostat (volume transabdominal 68,7 ml)

Tak tampak kelainan secara sonografi pada organ-organ intraabdomen

lainnya

Pemeriksaan funduskopi, 22 Desember 2012

Kesan: ODS retinopati hipertensi grade II dengan arteriolosclerosis grade II

14

Page 15: Kasbes Nydia

DAFTAR ABNORMALITAS

1. Nyeri dada

2. Sakit kepala

3. Berdebar-debar

4. Keringat dingin

5. Sesak napas

6. Batuk ± 1 bulan

7. Demam

8. Nyeri saat buang air kecil

9. Anyang-anyangan

10. Inkontinensia urin

11. Riwayat hipertensi

12. Riwayat TB paru

13. Hipertensi

14. Palpasi ictus cordis pada SIC V linea midclavicularis sinistra

15. Leukositosis

16. Peningkatan kadar ureum

17. Peningkatan kadar kreatinin

18. Peningkatan CK-MB

19. Peningkatan Troponin T

20. Peningkatan waktu tromboplastin

21. Gambaran EKG STEMI anterior

22. Gambaran kardiomegali

23. Gambaran infiltrat pada parakardial kanan-kiri

24. Gambaran TB paru lama dengan fibrosis

15

Page 16: Kasbes Nydia

25. Soliter simple cyst pada pole bawah ren dextra

26. Pembesaran prostat

27. ODS retinopati hipertensi grade II dengan arteriolosclerosis grade II

ANALISIS SINTESIS

1. ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) 1, 3, 4, 14, 18, 19, 20, 21, 22

2. Inkontinensia urin 8, 9, 10, 25, 26

3. Hipertensi grade II 2, 11, 13, 14, 22, 27

4. Infiltrat paru 5, 6, 7, 12, 15, 23, 24

5. Azotemia 16,17

RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Assessment : Kegawatan (aritmia, gagal jantung akut, syok kardiogenik,

sudden death)

Tempat dan derajat oklusi koroner

Diagnosis : Ekokardiografi

Terapi : Oksigen 2 lpm

Infus RL 20 tpm

Diet lunak 1800 kkal

Heparinisasi bolus 4000 U/jam, dosis @ 750 U/jam (telah

diberikan di UGD)

Clopidogrel 300 mg loading dose (telah diberikan di UGD)

Aspilet 1x80 mg

ISDN 3x5 mg

16

Page 17: Kasbes Nydia

Evaluasi : nyeri dada, tanda vital/6 jam, EKG/hari, PTTK/12 jam, BC/24

jam

Edukasi : komplikasi, laporkan bila nyeri dada terasa

2. Inkontinensia urin

Assessment : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Karsinoma prostat

Infeksi saluran kemih

Diagnosis : Pemeriksaan patologi anatomi

Urin rutin

Kultur urin

Terapi : Dilatation Catheter (DC) untuk membantu pengeluaran urin

Evaluasi : Urin/24 jam

Edukasi : jangan menahan kencing, laporkan apabila perlu ganti kateter

3. Hipertensi stage II

Assessment : Faktor risiko penyakit jantung koroner

Diagnosis : Kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL

Terapi : Captopril 3x25 mg

Diet rendah garam

Evaluasi : tekanan darah/ 6 jam

Edukasi : mencari faktor risiko, kurangi konsumsi makanan tinggi garam

4. Infiltrat paru

Assessment : Pneumonia

17

Page 18: Kasbes Nydia

TB paru

Diagnosis : sputum BTA 3 kali, pengecatan Gram, jamur, kultur sputum

Terapi : injeksi Ceftriaxone 1x2 gram IV

Paracetamol 3x500 mg apabila suhu tubuh ≥ 38oC

Ambroxol 3x30 mg

Evaluasi : Keadaan umum, tanda vital, keluhan sesak

Edukasi : menjelaskan pada penderita dan keluarga mengenai

kemungkinan penyakit dan komplikasinya

5. Azotemia

Assessment : Mencari etiologi (pre renal, renal, post renal)

Diagnosis : ureum kreatinin ulang, urin rutin

Terapi : rehidrasi sesuai kebutuhan

Evaluasi : kegawatan uremik, balance cairan

Edukasi : menghabiskan diet dari rumah sakit

18

Page 19: Kasbes Nydia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Infark Miokard Akut

Infark miokard akut (IMA) adalah manifestasi penyakit jantung iskemik yang

berpotensi mengancam nyawa. IMA disebabkan oleh adanya nekrosis iskemik

miokardium akibat oklusi mendadak pada arteri koronaria. Hal ini umumnya

terjadi karena adanya pembentukan trombus dari plak aterosklerotik, yang

terlepas, mengalami ulserasi, atau telah mengalami perdarahan. Meskipun

perkembangan manajemen IMA semakin maju, tingkat mortalitas pada penyakit

ini berkisar 10-30%, dan hampir separuhnya terjadi sebelum penderita sampai ke

rumah sakit. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST elevation

myocardial infarction – STEMI) merupakan salah satu bagian dari spektrum

sindrom koroner akut yang terdiri atas angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa

elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi bila aliran

darah koroner mendadak menurun karena adanya oklusi trombus pada plak

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus yang mendadak ini terjadi

pada lokasi jejas vaskuler, yang dicetuskan oleh faktor-faktor seperti akumulasi

lipid dan hipertensi. Pada lokasi ruptur plak tersebut, akan timbul aktivasi

trombosit yang selanjutnya melepaskan vasokonstriktor tromboksan A2. aktivasi

trombosit ini pun menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kemudian,

terbentuk kaskade koagulasi dan arteri koronaria yang terlibat akan mengalami

oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

19

Page 20: Kasbes Nydia

Diagnosis

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas,

elevasi segmen ST persisten atau left bundle branch block pada gambaran

elektrokardiografi, peningkatan petanda nekrosis miokardium CK-MB dan

troponin, serta ekokardiografi untuk menyingkirkan kemungkinan etiologi nyeri

dada lainnya.

Pada anamnesis, pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditanyai

dengan jelas untuk memastikan nyeri dada tersebut benar-benar disebabkan oleh

infark miokard atau tidak. Hal-hal yang perlu ditanyakan meliputi:

1. Apakah pasien memiliki faktor risiko penyakit koroner atau aterosklerotik?

2. Di manakah lokasi nyeri dada tersebut?

3. Apakah nyeri menjalar ke bagian tubuh lainnya?

4. Bagaimana sifat nyeri dada yang dialami?

5. Adakah faktor yang memperberat atau memperingan nyeri?

6. Bagaimana bentuk onset nyeri tersebut?

7. Berapa lama durasi nyeri yang dirasakan?

8. Adakah gejala penyerta?

Pada umumnya, nyeri dada khas infark miokard terletak retrosternal dan

bersifat difus. Rasanya sering dideskripsikan seperti tertusuk-tusuk, ditekan,

terbakar, dipelintir, atau tertindih. Nyeri dapat menjalar ke bahu kiri, leher,

lengan kiri dan kanan, punggung, rahang, dan epigastrium. Nyeri sering muncul

pada saat istirahat dan lebih sering pada waktu pagi. Apabila nyeri muncul di saat

sedang beraktivitas, nyeri tidak berkurang dengan penghentian aktivitas tersebut.

Gejala lain yang menyertai nyeri dada meliputi mual, muntah, sulit bernapas,

lemas, berkeringat, dan sakit kepala.

20

Page 21: Kasbes Nydia

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan kepucatan pada ekstremitas disertai

akral dingin. Umumnya tekanan darah dan denyut nadi tetap dalam batas normal,

namun seperempat pasien dapat menunjukkan takikardi atau bradikardi. Tanda

fisik lainnya yang dapat ditemukan yaitu bunyi jantung 3 dan 4 gallop, penurunan

intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.

Pada pemeriksaan penunjang dengan elektrokardiografi, temuan yang

bermakna meliputi elevasi segmen ST lebih dari 2 mm minimal pada 2 sandapan

prekordial yang berdampingan, atau lebih dari 1 mm pada 2 sandapan

ekstremitas; peninggian puncak T, hilangnya gelombang R, inversi T, dan

gelombang Q.

Peningkatan segmen ST pada lead V1 hingga V4 mengindikasikan infark pada

dinding anterior. Infark dinding lateral ditunjukkan dengan adanya peningkatan

segmen ST pada lead I, aVL, dan V5-V6, sedangkan peningkatan di lead II, III,

atau aVF menunjukkan infark pada dinding inferior jantung. Adanya peninggian

gelombang T dan inversinya mengindikasikan kondisi iskemi, sedangkan

munculnya gelombang Q menunjukkan keadaan infark.

Enzim yang meningkat juga menjadi penanda keadaan infark miokardium.

Creatinine Kinase-MB meningkat setelah 3 jam jika ada infark, dan mencapai

puncaknya dalam 10-24 jam, kemudian kembali normal dalam 2-4 hari. Troponin

T meningkat setelah 2 jam dan mencapai puncak pada 10-24 jam, serta masih

dapat terdeteksi setelah 5-14 hari.

Tatalaksana

Tatalaksana yang dilakukan pada STEMI meliputi tatalaksana pra rumah sakit,

hal ini meliputi:

- pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

21

Page 22: Kasbes Nydia

- memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan resusitasi

- transportasi ke Rumah Sakit dengan fasilitas ICCU/ICU dengan tenaga terlatih

- melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana secara umum dilakukan dengan:

1. Oksigen

Diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen kurang dari 95%, dapat

dilakukan selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg sampai 3 dosis,

dengan interval 5 menit. Terapi ini harus dihindari pada pasien dengan

tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau pada kecurigaan infark ventrikel

kanan. Dalam pemberian nitrogliserin, maupun jenis nitrat lainnya seperti

isosorbid dinitrat (ISDN), fungsi ginjal perlu diperhatikan sebab obat ini

memiliki jalur ekskresi renal.

3. Morfin

Merupakan analgesik pilihan dalam mengatasi nyeri dada STEMI. Morfin

diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit

hingga total dosisnya 20 mg. Efek samping yang harus dipantau yaitu

konstriksi vena dan arteriol yang dapat menurunkan curah jantung dan

tekanan arteri, serta efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi. Hal ini

dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg intravena.

4. Aspirin

Aspirin dapat diberikan secara bukkal dengan dosis 160-325 mg di instalasi

gawat darurat. Selanjutnya, aspirin diberikan per oral dengan dosis 75-162

mg.

22

Page 23: Kasbes Nydia

5. Beta blocker

Beta blocker intravena yang dapat diberikan yaitu metoprolol 5 mg setiap 2-5

menit dengan syarat: frekuensi jantung lebih dari 60 per menit, tekanan

sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih

dari 10 cm dari diafragma. Pada 15 menit setelah dosis IV terakhir,

dilanjutkan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,

dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

6. Reperfusi

Terapi reperfusi diindikasikan pada pasien dengan nyeri dada kurang dari 12

jam dan dengan elevasi segmen ST yang persisten atau adanya left bundle

branch block yang baru terjadi. Reperfusi dapat dilakukan secara mekanis

dengan percutaneous coronary interventions (PCI) atau secara farmakologis.

Percutaneous Coronary Interventions (PCI)

PCI merupakan tatalaksana pilihan segera setelah kontak dengan tim medis,

apabila dilakukan oleh tenaga yang terlatih. Waktu sejak pertama

mendapatkan bantuan medis hingga inflasi balon tidak boleh lebih dari 2 jam

dan pada pasien dengan infark luas yang memiliki risiko perdarahan rendah,

harus dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 90 menit. Adapun terapi

pendukungnya berupa terapi antiplatelet dan antithrombin.

Terapi antiplatelet meliputi:

- Aspirin (dosis oral 150-325 mg atau dosis IV 250-500 mg)

- Clopidogrel loading dose (300 mg, atau 600 mg)

Terapi antithrombin meliputi:

- Heparin

- Bivalirudin

23

Page 24: Kasbes Nydia

- Fondaparinux

Terapi fibrinolitik

Apabila terapi dengan PCI tidak dapat dikerjakan, maka dapat dilakukan

terapi fibrinolitik, dengan pemberian agen spesifik fibrin (alteplase, reteplase,

tenecteplase, streptokinase) serta terapi antiplatelet dan antithrombin sebagai

berikut:

- Aspirin oral atau IV

- Clopidogrel oral loading dose pada pasien usia < 75 tahun, maintenance

dose pada pasien > 75 tahun.

- Enoxaparin IV bolus, diikuti dosis subcutan pertama 15 menit kemudian,

pada usia > 75 tahun tanpa dosis intravena dan setengah dosis subcutan

pertama.

- Heparin bolus IV sesuai berat badan diikuti infus IV sesuai berat badan,

dengan kontrol aPTT pertama 3 jam setelah pemberian.

Terapi fibrinolitik memiliki beberapa kontraindikasi, seperti stroke

hemoragik, stroke iskemik, trauma atau neoplasma sistem saraf pusat, riwayat

cedera atau trauma kepala dalam 3 minggu sebelumnya, riwayat perdarahan

gastrointestinal dalam 1 bulan sebelumnya, dan riwayat penyakit kelainan

darah.

2. Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin adalah keluarnya kemih di luar kemauan tanpa dapat

dikendalikan. Aliran urin saat berkemih teratur, sebab vesika urinaria mengalami

penyesuaian volume isian, dengan tekanan yang tetap, sedangkan pada uretra

terdapat tahanan yang memiliki tekanan yang lebih besar daripada tekanan di

24

Page 25: Kasbes Nydia

vesika urinaria. Apabila mekanisme tahanan uretra terganggu, dapat terjadi

inkontinensia pada saat peningkatan tekanan vesika urinaria, hal ini disebut

inkontinensia stres. Sedangkan pada peningkatan aktivitas otot detrusor di

dinding vesika urinaria, dapat terjadi keinginan berkemih yang sangat mendesak,

yang disebut inkontinensia urgensi.

Pada inkontinensia urgensi, penyebabnya tidak begitu jelas. Terkadang dapat

ditemukan kelainan urologis atau kelainan neurologis. Pada kelainan urologis,

infeksi saluran kemih, stenosis uretra, dan pembesaran kelenjar prostat

merupakan pencetus sensitivitas yang berlebihan pada otot detrusor. Kelainan

neurologis dapat ditemukan juga pada inkontinensia urgensi. Inkontinensia

urgensi sering disaertai dengan polakisuria dan enuresis nokturna. Inkontinensia

urgensi dapat ditatalaksana dengan mengatasi kelainan penyebab, atau secara

simptomatis dengan pemberian parasimpatolitik.

Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) dibagi menjadi dua kategori, yaitu infeksi saluran

bawah (urethritis dan sistitis), dan infeksi saluran atas (pielonefritis akut,

prostatitis, dan abses intrarenal dan perinefrik). Pada usia lanjut, infeksi saluran

kemih bersama dengan retensi urin menjadi salah satu kegawatan genitourinarius.

ISK merupakan infeksi terbanyak kedua pada pasien geriatri setelah pneumonia.

Dari segi mikrobiologi, infeksi saluran kemih ditegakkan bila terdapat

mikroorganisme lebih dari 105 per ml dari urin pancar tengah. Etiologi ISK

meliputi bakteri Eschericia coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Faktor

predisposisi ISK yaitu:

a. Jenis kelamin dan aktivitas seksual

25

Page 26: Kasbes Nydia

Uretra wanita lebih mudah terkolonisasi kuman karena jaraknya lebih dekat

dengan anus, lebih pendek, dan terletak dekat dengan labia. Pada pria, jarang

terdapat ISK di usia < 50 tahun tanpa riwayat hubungan seksual per rektal,

tetapi kejadian ISK meningkat pada pria dengan obstruksi uretra yang

disebabkan oleh hipertrofi prostat.

b. Kehamilan

c. Obstruksi

Adanya hambatan aliran urin pada kondisi tumor, striktur, batu saluran

kemih, atau hipertrofi prostat menimbulkan hidronefrosis dan meningkatkan

frekuensi kejadian ISK.

d. Disfungsi neurogenik vesika urinaria

e. Refluks vesikoureter

Tanda dan gejala ISK tergantung pada lokasi infeksi. Pada ISK atas, gejala

yang sering muncul yaitu demam tinggi disertai menggigil dan sakit pinggang.

Pada ISK bawah, didapatkan nyeri suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan

stranguria. Tanda non spesifik meliputi inkontinensia urin, malaise, dan

kelemahan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan yaitu urin rutin, pemeriksaan

mikroskopis urin, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin.

Tatalaksana infeksi saluran kemih bagian bawah meliputi intake cairan yang

cukup, antibiotika yang adekuat, dengan pilihan tunggal seperti ampisilin 3 gram

atau trimetoprim 200 mg. Pada ISK atas, dianjurkan pemberian antibiotik

intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum mikroorganisme

penyebabnya diketahui, yaitu fluorokuinolon, aminoglikosida dengan atau tanpa

ampisilin, dan sefalosporin dengan spektrum luas atau tanpa aminoglikosida.

26

Page 27: Kasbes Nydia

3. Hipertensi

Hipertensi menggandakan risiko penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit

jantung koroner (PJK), gagal jantung kongestif (congestive heart failure – CHF),

stroke iskemik dan hemoragik, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer.

Hipertensi sering terkait dengan faktor risiko tambahan pada penyakit

kardiovaskuler. Walaupun terapi antihipertensi telah terbukti menurunkan risiko

penyakit ginjal dan kardiovaskuler, sebagian besar populasi penderita masih tidak

tertangani atau belum cukup tertangani.

Tekanan darah pada dewasa usia 18 tahun ke atas diklasifikasikan oleh JNC 7

sebagai berikut:

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi stage I 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi stage II ≥ 160 atau ≥ 100

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi

esensial. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktor yang muncul karena

adanya interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu, seperti:

1. Diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis

2. Sistem saraf simpatis (tonus simpatis, variasi diurnal)

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,

angiotensin, dan aldosteron

27

Page 28: Kasbes Nydia

Evaluasi hipertensi

Tujuan evaluasi hipertensi adalah untuk menilai gaya hidup dan

mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya, atau menilai adanya

penyakit penyerta. Anamnesis yang dilakukan meliputi lama pasien menderita

hipertensi dan derajat tekanan darah, indikasi hipertensi sekunder, faktor-faktor

risiko, gejala kerusakan organ, dan pengobatan antihipertensi sebelumnya.

Dalam pemeriksaan tekanan darah, dilakukan pada posisi duduk di kursi

setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki dan lengan pada posisi setinggi

jantung. Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain yang diduga hipotensi

ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran pada saat berdiri. Pemeriksaan

penunjang pada pasien hipertensi terdiri dari:

- tes darah rutin

- glukosa darah

- kolesterol total serum

- kolesterol HDL dan LDL serum

- trigliserida serum

- asam urat serum

- kreatinin serum

- kalium serum

- hemoglobin dan hematokrit

- urinalisis

- elektrokardiogram

Evaluasi juga dibutuhkan untuk menentukan adanya penyakit sistemik yang

menyertai, misalnya aterosklerosis lewat pemeriksaan profil lemak, diabetes

28

Page 29: Kasbes Nydia

dengan pemeriksaan gula darah, atau fungsi ginjal melalui pemeriksaan

proteinuria, kreatinin serum, dan memperkirakan laju filtrasi glomerulus.

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target, meliputi

jantung, pembuluh darah, otak, mata, dan fungsi ginjal juga dapat

dipertimbangkan.

Pengobatan

Tujuan pengobatan hipertensi adalah:

- menurunkan tekanan darah menjdai < 140/90 mmHg, dan pada individu

berisiko tinggi mencapai < 130/80 mmHg.

- Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler

- Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Pengobatan pada pasien hipertensi meliputi terapi nonfarmakologis dan

farmakologis. Terapi nonfarmakologis perlu dilakukan oleh semua pasien, terdiri

dari:

- penghentian merokok

- penurunan berat badan yang berlebih

- pengurangan konsumsi alkohol

- latihan fisik

- pengurangan asupan garam

- peningkatan konsumsi buah, sayur, dan penurunan asupan lemak

Menurut JNC 7 terdapat beberapa jenis obat antihipertensi yang

direkomendasikan sebagai terapi farmakologis:

- diuretika golongan thiazide atau aldosteron antagonist

- beta blocker (BB)

- calcium channel blocker (CCB)

29

Page 30: Kasbes Nydia

- angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor

- angiotensin receptor blocker (ARB)

Berikut merupakan tabel indikasi dan kontraindikasi jenis obat antihipertensi

menurut ESH.

Jenis Obat IndikasiKontraindikasi

MutlakKontraindikasi Tidak Mutlak

Diuretika thiazide

gagal jantung kongestif, usia lanjut, hipertensi isolated systolic

gout kehamilan

Diuretika loop insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif

Diuretika anti aldosteron

gagal jantung kongestif, pasca infark miokardium

gagal ginjal, hiperkalemia

Beta blocker angina pektoris, pasca infark miokardium, gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia

asma, PPOK, AV block derajat 2 atau 3

penyakit pembuluh darah perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik

Calcium antagonist dihydropiridine

usia lanjut, hipertensi isolated systolic, angina pektoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan

takiaritmia, gagal jantung kongestif

Calcium antagonist (verapamil, diltiazem)

angina pektoris, aterosklerosis karotis, takikardia supraventrikuler

AV block derajat 2 atau 3, gagal jantung kongestif

ACE inhibitor gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, pasca infark miokardium, non-diabetik nefropati, nefropati DM tipe 1, proteinuria

kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral

Angiotensin II receptor antagonist

nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria diabetik, proteinuria, hipertrofi ventrikel kiri

kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral

α- blocker hiperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia

hipotensi ortostatis

gagal jantung kongestif

Terapi kombinasi dapat diterapkan untuk mencapai target penurunan tekanan

darah, dan kombinasi yang dapat ditoleransi pasien dan memiliki efektivitas baik

yaitu:

- diuretika dan ACEI atau ARB

30

Page 31: Kasbes Nydia

- CCB dan BB

- CCB dan ACEI atau ARB

- CCB dan diuretika

- AB dan BB

Pengobatan anti hipertensi umumnya dilakukan seumur hidup. Untuk itu perlu

adanya pemantauan agar dapat mengatur dosis obat hingga target tekanan darah

tercapai.

4. Pneumonia

Istilah pneumonia digunakan untuk mendefinisikan terjadinya peradangan

oleh proses infeksi akut. Saat ini dikenal dua kelompok utama yaitu pneumonia di

rumah perawatan (Healthcare Associated Pneumonia – HAP) dan pneumonia

komunitas (Community Associated Pneumonia – CAP). CAP adalah pneumonia

yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan HAP adalah pneumonia

yang terjadi > 48 jam setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum maupun

ICU, tetapi yang tidak menggunakan ventilator.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang

jelas, tetapi pada kebanyakan pasien dewasa, dapat ditemukan adanya penyakit

dasar yang mengganggu daya tahan tubuhnya. Pneumonia semakin sering

dijumpai pada orang-orang usia lanjut dan sering terjadi pada penderita penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu pneumonia juga dapat ditemukan pada

penderita diabetes melitus, payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan,

insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, dan penyakit hati kronik.

31

Page 32: Kasbes Nydia

Etiologi pneumonia berbeda-beda sesuai dengan pola kuman di tempat pasien

tertular. Pada CAP, etiologi umumnya adalah S. pneumoniae, H. influenzae, dan

M. pneumoniae. Setiap jenis kuman memiliki bentuk terapi tertentu.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda klasik seperti demam,

sesak napas, tanda konsolidasi paru (perkusi paru pekak, ronkhi nyaring, suara

pernapasan bronkial). Gejala yang tidak khas dapat dijumpai pada CAP sekunder

ataupun HAP. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan yaitu pemeriksaan

X foto thorax, dengan gambaran air bronkhogram, bronkopneumonia, maupun

pneumonia interstitial, serta adanya distribusi infiltrat pada segmen-segmen paru.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis, dan faal hati

mungkin terganggu. Pemeriksaan bakteriologis perlu dilakukan untuk

menentukan kuman yang predominan pada sputum penderita, dan kultur

merupakan pemeriksaan yang bermanfaat untuk evaluasi selanjutnya.

Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA), terdapat beberapa hal

yang perlu dievaluasi saat pasien dengan kecurigaan pneumonia datang ke rumah

sakit, yang disebut CURB-65. Hal ini berkaitan dengan peningkatan mortalitas

atau komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien tersebut. CURB-65 meliputi:

- Confusion atau penurunan kesadaran

- Uremia dengan kadar urea > 7 mmol/L

- Respiratory rate > 30 kali/menit

- Blood pressure atau tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan diastolik < 60

mmHg

- Usia di atas 65 tahun.

Terapi empiris untuk pneumonia yang belum ditentukan jenis kumannya

dibagi atas tiga kategori:

32

Page 33: Kasbes Nydia

1. Pasien rawat jalan

Diberikan per oral, dengan pilihan antibiotik golongan makrolida, doksisiklin

untuk pasien tanpa komorbid. Pada pasien dengan komorbid, dapat diberikan

fluorokuinolon, atau makrolida dengan beta laktam.

2. Pasien rawat inap non ICU

Antibiotik pilihan yaitu fluorokuinolon, makrolida dengan beta laktam, dan

cephalosporin generasi kedua. Terapi diberikan secara intravena.

3. Pasien rawat inap ICU

Digunakan antibiotik beta laktam dengan azitromisin atau fluorokuinolon

secara intravena.

Terapi antimikroba sesuai dengan kuman etiologi pneumonia terdapat pada

tabel berikut:

Kuman Etiologi Antimikroba

S. pneumoniae nonresisten penicilin

S. pneumoniae resisten penicilin

Penicilin G, Amoxicilin

Cefotaxim, Ceftriaxone, Fluoroquinolone

H. influenzae non beta laktamase

H. influenzae beta laktamase

Amoxicilin

Cefalosporin gen. 2 atau 3, Amoxicilin +

asam klavulanat

M. pneumoniae / C. pneumoniae Fluoroquinolone, Azithromisin

Durasi terapi minimal selama 5 hari, dengan kondisi sebelum pulang harus

afebris selama 48-72 jam. Pasien dianggap stabil secara klinis apabila suhu tubuh

≤ 37,8o C, denyut nadi ≤ 100 kali/menit, laju napas ≤ 24 kali/menit, tekanan darah

sistolik ≥ 90 mmHg, saturasi oksigen ≥ 90%, dan pO2 ≥ 60 mmHg.

33

Page 34: Kasbes Nydia

5. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Pada dewasa, umumnya terjadi

tuberkulosis pasca primer di mana kuman yang dorman pada tuberkulosis primer

dapat muncul sebagai infeksi endogen, dengan mayoritas reinfeksi mencapai

90%. Hal ini dapat terjadi karena adanya penurunan imunitas seperti pada

keadaan malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, HIV/AIDS, diabetes, dan gagal

ginjal. Tuberkulosis pasca primer dimulai dengan sarang dini di regio atas paru

dan invasi ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Selanjutnya dapat terbentuk tuberkel, yaitu granuloma yang terdiri dari sel

histiosit dan datia-langhans yang dikelilingi limfosit dan jaringan ikat.

Selanjutnya, sarang ini dapat menjadi sembuh kembali karena adanya reabsorbsi

tanpa meninggalkan cacat, atau dapat menyembuh dengan serbukan jaringan

fibrosis, dan meninggalkan kalsifikasi. Hal ini tergantung pada jumlah kuman,

virulensi, dan imunitas pasien. Berdasarkan terapi, WHO membagi TB dalam 4

kategori:

Kategori I untuk kasus baru dengan sputum positif dan dengan bentuk TB

berat;

Kategori II untuk kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA

positif;

Kategori III untuk kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak

luas, dan kasus TB ekstra paru selain pada kategori I;

Kategori IV untuk TB kronik.

Gejala yang dapat dijumpai adalah demam subfebril, batuk atau batuk darah,

sesak napas, nyeri dada, malaise, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan

34

Page 35: Kasbes Nydia

fisik sering terjadi kondisi asimtomatik, bila ada infiltrat paru yang luas,

didapatkan perkusi redup dan suara napas bronkial. Dapat juga dijumpai suara

napas tambahan berupa ronkhi basah kasar yang nyaring. Pada pemeriksaan

radiologis dapat ditemukan gambaran lesi kavitas, sarang-sarang TB berupa

bercak-bercak dengan batas tidak tegas, dan pada TB lama dapat ditemukan

gambaran bercak kalsifikasi dengan densitas tinggi.

Pemeriksaan sputum penting untuk dikerjakan karena dengan ditemukannya

kuman BTA, diagnosis TB dapat ditegakkan. Kriteria sputum BTA positif adalah

apabila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan,

atau sekitar 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Namun WHO memberikan kriteria

diagnosis TB dari sputum, yaitu:

- pasien dengan sputum BTA positif: ditemukan BTA secara mikroskopis

sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau satu sediaan

sputumnya positif dengan gambaran radiologis sesuai TB aktif, atau satu

sediaan sputumnya positif dengan biakan yang positif

- pasien dengan sputum BTA negatif: pasien yang tidak ditemukan BTA

pada 2 kali pemeriksaan mikroskopis tetapi memiliki gambaran radiologis

sesuai TB aktif, atau pasien yang tidak ditemukan BTA pada pemeriksaan

sputum mikroskopis tetapi biakannya positif.

Terapi pada TB paru sesuai dengan kategori yang telah disebutkan di atas

tersusun pada tabel berikut:

Kategori Pasien TB Resimen fase awal Resimen fase lanjut

1 TB positif baru, TB berat, TB

ekstra paru berat

2 SHRZ (ERHZ)

2 SHRZ (ERHZ)

2 SHRZ (ERHZ)

6 HE

4 HR

4 H3R3

2 Relaps, kegagalan pengobatan 2 SHZE/ 1 HRZE 5 H3R3E3

35

Page 36: Kasbes Nydia

2 SHZE/ 1 HRZE

5 HRE

3 TB sputum negatif, TB ekstra

paru

2 HRZ atau 2 H3R3E3

2 HRZ atau 2 H3R3E3

2 HRZ atau 2 H3R3E3

6 HE

2 HR/4H

2 H3R3/ 4H

4 Kasus kronis tidak dapat diaplikasikan (pertimbangkan

obat-obatan lini kedua)

S: streptomisin, H: isoniazid, R: rifampisin, Z: pirazinamid, E: etambutol

Evaluasi pengobatan dilakukan secara klinis, bakteriologis, dan radiologis.

Secara klinis, pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya tiap 2

minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir

pengobatan. Secara bakteriologis, evaluasi sputum dilakukan pada akhir bulan ke

2, 4, dan 6. Bila sudah negatif, pemeriksaan BTA tetap dilanjutkan sedikitnya

sampai 3 kali berturut-turut. Bila secara bakteriologis ada perbaikan tetapi klinis

dan radiologis tidak, harus dicurigai penyakit selain TB paru.

36

Page 37: Kasbes Nydia

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 81 tahun dengan ST Elevation

Myocardial Infarction (STEMI), inkontinensia urin, hipertensi stage II, infiltrat paru,

dan azotemia. Pasien datang 21 Desember 2012 dengan keluhan nyeri dada kiri,

menjalar ke tengkuk, dada kanan, bahu kiri dan kanan serta epigastrium, hilang timbul

dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat kencing,

anyang-anyangan dan kencing menetes tidak dapat ditahan, sesak napas, sakit kepala,

berdebar-debar, batuk, keringat dingin, dan demam.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 2 Januari 2013 (12 hari setelah pasien masuk

RSDK) didapatkan keadaan umum baik, dengan nadi 92 kali per menit, laju

pernapasan 24 kali/menit, tekanan darah 140/70 mmHg, dan suhu 36,6o C aksiler.

Pada paru didapatkan suara dasar vesikuler dengan suara tambahan ronkhi basah

kasar di lapangan paru kiri dan kanan, baik depan maupun belakang. Pada jantung

didapatkan ictus cordis berada pada SIC V linea midclavicularis sinistra.

Hasil pemeriksaan hematologi pada tanggal 21 Desember 2012 menunjukkan

leukositosis (12.500/mmk), pemeriksaan kimia klinik menunjukkan peningkatan

ureum, kreatinin, CK-MB, dan troponin T. Pada pemeriksaan elektrokardiografi

didapatkan hasil kesan STEMI anterolateral, dan hasil foto thorax pada tanggal 22

Desember 2012 menunjukkan gambaran kardiomegali dan infiltrat pada parakardial

kanan dan kiri. Dari USG didapatkan kesan pembesaran prostat, dan funduskopi

didapatkan hasil ODS retinopati hipertensi grade II dengan arteriolosclerosis grade II.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di atas,

didapatkan beberapa diagnosis. Diagnosis STEMI pada kasus ini didasarkan pada

37

Page 38: Kasbes Nydia

anamnesis nyeri dada yang khas, gambaran elevasi segmen ST pada

elektrokardiografi, dan peningkatan petanda nekrosis miokardium CK-MB dan

troponin. Penatalaksanaan STEMI pada pasien ini meliputi pemberian oksigen 3 lpm

nasal kanul, aspirin per oral (aspilet) dengan dosis 80 mg, ISDN 5 mg sebanyak 3 kali

sehari dan terapi antithrombin dengan heparinisasi bolus 4000 U, diberikan 750

U/jam. Terapi pendukung dilakukan dengan pemberian antiplatelet Clopidogrel

loading dose sebesar 300 mg. Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan PTTK per 12

jam. Pasien diberikan edukasi untuk melapor jika kembali terjadi nyeri dada.

Diagnosis inkontinensia urin didasarkan pada keluhan kencing menetes-netes

dan tidak dapat ditahan, faktor risiko usia lanjut, dengan adanya urgensi serta disuria,

dan gambaran pembesaran prostat pada USG abdomen, diambil diagnosis banding

inkontinensia urgensi akibat hiperplasia prostat (BPH) dan infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan lebih lanjut meliputi pemeriksaan patologi

anatomi, urin rutin, dan kultur urin.

Diagnosis hipertensi didasarkan pada riwayat sakit darah tinggi kurang lebih

10 tahun dengan pengobatan yang tidak rutin dijalankan, hasil pemeriksaan tekanan

darah 140/70 mmHg, serta retinopati hipertensi grade II pada hasil funduskopi. Perlu

dievaluasi apakah temuan hipertrofi ventrikel kiri berkaitan dengan hipertensi yang

diderita oleh pasien. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien ini adalah dengan

pengaturan diet rendah garam dan kombinasi terapi ACE inhibitor (Captopril) dan

aldosterone receptor blocker/ARB (Spironolakton). Hal ini sesuai dengan kondisi

pasien pasca infark miokardium dan dengan hipertrofi ventrikel kiri. Edukasi pada

pasien meliputi edukasi diet sehat dan perbaikan gaya hidup, serta konsumsi obat dan

kontrol teratur sesuai jadwal.

38

Page 39: Kasbes Nydia

Adanya gejala demam, sesak napas, dan batuk, temuan ronkhi basah kasar

pada pemeriksaan fisik, dan hasil X foto thoraks yang mengesankan adanya gambaran

infiltrat parakardial kanan-kiri dan TB paru dengan fibrosis memunculkan masalah

infiltrat paru dengan diagnosis banding pneumonia dan tuberkulosis. Keduanya

merupakan infeksi oleh bakteri, dan penanganan awal dari masalah ini adalah dengan

pemberian antibiotik spektrum luas yaitu Ceftriaxone, sambil menunggu hasil

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan sputum BTA, pengecatan Gram, jamur,

dan kultur sputum. Apabila ditemukan pneumonia beserta kuman etiologinya, terapi

segera disesuaikan dengan kuman etiologi yang didapat. Jika diagnosis yang

diperoleh adalah tuberkulosis paru, pengobatan mengikuti resimen yang telah

direkomendasikan.

Pada pemeriksaan hematologi, didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin

yang mengarah pada azotemia. Penyebab azotemia dapat berasal dari pre renal

(adanya dehidrasi, kurangnya intake cairan), renal (pada gagal ginjal, nefritis akut)

maupun pada post renal (infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih). Untuk

menentukan etiologinya, diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa urin rutin.

39

Page 40: Kasbes Nydia

DAFTAR PUSTAKA

1. Tessy A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai penerbit FK

UI. 2006: 1079-1085.

2. Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai penerbit FK UI.

2006: 1741-1754.

3. Dahlan Z. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Balai penerbit FK

UI. 2006: 2196-2210.

4. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai

penerbit FK UI. 2006: 2230-2247.

5. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.

Harrison’s Manual of Medicine 16th ed. Boston: McGraw-Hill International

Edition. 2002.

6. Gardjito W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit EGC. 2005: 792-793.

7. ESC Task Force. ESC Guidelines for the management of acute myocardial

infarction in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart

Journal (2012) 33, 2569–2619.

8. Banerjee AK, Kumar S. Guidelines for management of acute myocardial

infarction. Supplement to JAPI volume 59. 2011.

9. Infectious Diseases Society of America. Infectious Diseases Society of

America/ American Thoracic Society consensus guidelines on the

management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical infectious

diseases. 2007; 44: S27-72.

40

Page 41: Kasbes Nydia

CATATAN KEMAJUAN

Tanggal Problem Subyektif / Obyektif Assessment Terapi Program

22

Desember

2012

1. STEMI

2. Inkontinensia

urin

3. Hipertensi

stage II

4. Infiltrat paru

5. Azotemia

S: pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada (-)

O: elektrokardiografi, X foto thorax, funduskopi

Irama: sinus rhythmFrekuensi: 100 x/menitAxis: left axis deviation, zona transisi V4Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)PR interval: 0,16 detikQRS complex: 0,06 detik, poor R wave progression (+)Q patologis: -Segmen ST: ST elevasi pada lead I, aVL, V1-V6, depresi pada lead II, III, aVFGelombang T: inverted (-), tall T (-)Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mmKesan: STEMI anterolateral

EKG: STEMI

anterolateral

X Foto Thorax:

infiltrat pada

parakardial

kanan-kiri

Funduskopi:

retinopati

hipertensi grade

II

- Oksigen 3 lpm

- Diet lunak 1800

kkal rendah garam

- Infus RL 20 tpm

- Heparinisasi bolus

4000 U (750

U/jam)

- Clopidogrel 300

mg

- Aspilet 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Captopril 3x25 mg

- Inj. Ceftriaxone

1x2 gram IV

- Ambroxol 3x30

mg

- Rawat subbag

kardio

- KUTV/6 jam

- BC/24 jam

- PTTK/12 jam

- EKG/ hari

- Profil lipid,

asam urat, PSA

- Urin rutin

- Ureum

kreatinin

- Sputum BTA,

Gram, jamur,

kultur sputum

- Ekokardiografi

- Pertahankan

oksigenasi

Page 42: Kasbes Nydia

24

Desember

2012

1. STEMI

2. Inkontinensia

urin

3. Hipertensi

stage II

4. Infiltrat paru

5. Azotemia

S: sesak napas, sulit BAK

O: elektrokardiografi

Irama: sinus rhythmFrekuensi: 100 x/menitAxis: left axis deviation, zona transisi V4Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)PR interval: 0,16 detikQRS complex: 0,08 detik, poor R wave progression (+)Q patologis: V1-V2

Segmen ST: ST elevasi pada lead I, aVL, V2-V6

Gelombang T: inverted (-), tall T (-)Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mm

Kesan: STEMI anterolateral dalam evolusi

- Oksigen 3 lpm

- Diet lunak 1800

kkal rendah garam

- Infus RL 20 tpm

- Heparinisasi bolus

4000 U (750

U/jam)

- Clopidogrel 300

mg

- Aspilet 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Captopril 3x25 mg

- Inj. Ceftriaxone

1x2 gram IV

- Ambroxol 3x30

mg

- Furosemide 2

ampul

- KUTV/6 jam

- BC/24 jam

- PTTK/12 jam

- EKG/ hari

- BGA cito

- Nebul

lengkap/4 jam

- Diuresis/6 jam

- Pasang DC

42

Page 43: Kasbes Nydia

26

Desember

2012

1. STEMI

2. Inkontinensia

urin

3. Hipertensi

stage II

4. Infiltrat paru

5. Azotemia

S: sesak napas berkurang

O: elektrokardiografi

Irama: sinus rhythmFrekuensi: 94 x/menitAxis: left axis deviation, zona transisi V4Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)PR interval: 0,12 detikQRS complex: 0,08 detik, poor R wave progression (+)Q patologis: -Segmen ST: ST elevasi pada lead II, aVF, V1-V4

Gelombang T: inverted (-), tall T (-)Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mmKesan: STEMI anterolateral

- Oksigen 3 lpm

- Diet lunak 1800

kkal rendah garam

- Infus RL 20 tpm

- Aspilet 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Captopril 3x25 mg

- Inj. Ceftriaxone

1x2 gram IV

- Ambroxol 3x30

mg

- Furosemide injeksi

2x20 mg IV

- Simvastatin

- KUTV/6 jam

- BC/24 jam

- Stop heparin

- EKG/hari

43

Page 44: Kasbes Nydia

28

Desember

2012

1. STEMI

2. Inkontinensia

urin

3. Hipertensi

stage II

4. Infiltrat paru

5. Azotemia

S: sesak semakin berkurang

O: X foto thorax

- Diet lunak 1800

kkal rendah garam

- Infus RL 20 tpm

- Aspilet 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Captopril 3x25 mg

- Inj. Ceftriaxone

1x2 gram IV

- Ambroxol 3x30

mg

- Spironolakton

1x25 mg

- KUTV/6 jam

- BC/24 jam

- Stop

furosemide

- EKG/hari

44

Page 45: Kasbes Nydia

3 Januari

2013

1. STEMI

2. Inkontinensia

urin

3. Hipertensi

stage II

4. Infiltrat paru

5. Azotemia

S: sesak (-), batuk (-)

O: elektrokardiografi (hasil tgl 1 Jan 2013)

Irama: sinus rhythmFrekuensi: 88 x/menitAxis: left axis deviation, zona transisi V4Gelombang P: P mitral/P pulmonal (-)PR interval: 0,16 detikQRS complex: 0,08 detik, poor R wave progression (+)Q patologis: -Segmen ST: ST elevasi pada lead V2-V4

Gelombang T: inverted (-), tall T (-)Kriteria LVH/RVH: S V1 + R V6 < 35 mmKesan: STEMI anterolateral dalam evolusi

- Diet lunak 1800

kkal rendah garam

- Infus RL 20 tpm

- Aspilet 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Captopril 3x25 mg

- Inj. Ceftriaxone

1x2 gram IV

- Ambroxol 3x30

mg

- Spironolakton

1x25 mg

Boleh pulang.

Obat yang

dibawa:

- Levofloxacin

1x1

- Aspilet 1x80

mg

- ISDN 3x5 mg

- Ambroxol

3x30 mg

- Captopril 3x25

mg

- Spironolakton

1x25 mg

45

Page 46: Kasbes Nydia

46