kakao cetaak

93

Transcript of kakao cetaak

Page 1: kakao cetaak
Page 2: kakao cetaak

28

A. POTENSI

1. Letak Wilayah

Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki nilai

strategis dalam konstalasi pembangunan Indonesia. Selain memiliki sumber daya alam

yang cukup besar, khususnya di bidang pertanian, dengan letak strategis ditengah-

tengah Indonesia dan menjadi pintu gerbang sekaligus berfungsi sebagai pusat pelayanan

Kawasan Timur Indonesia.

Wilayah pengembangan komoditi Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan tersebar di

beberapa Kabupaten/Kota dengan penyebaran areal pada ketinggian optimum 0-600 mdpl.

Wilayah-wilayah pengembangan sentra produksi Kakao di Sulawesi Selatan antara lain

terdapat di Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Soppeng, Wajo, Enrekang dan

Sidrap. Secara terperinci daerah wilayah pengembangan kakao dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 3: kakao cetaak

28

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kakao Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009

Tabel 1. Menunjukkan bahwa luas areal tanaman kakao di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar

263.153,05 Ha dengan produksi sebanyak 163.001,47 Ton. Dari 22 Kabupaten terdapat areal

    LUAS AREAL (HA) PRODUKSINO. KABUPATEN / TBM TM TR/TT JUMLAH (TON)

  KOTA          1 2 3 4 5 6 7

1 L u w u 3.703,58 28.862,08 4.196,50 36.762,16 26.996,002 Luwu Utara 4.773,38 46.632,18 4.833,13 56.238,69 31.667,003 Luwu Timur 6.246,14 27.779,26 2.310,50 36.515,90 19.229,004 Palopo 216,62 2.429,90 630,92 3.277,44 2.177,005 Tana Toraja 634,00 2.459,00 318,00 3.411,00 2.277,006 Toraja Utara 212,00 1.646,00 141,00 1.999,00 1.432,007 B o n e 1.081,00 28.339,00 1.205,00 30.625,00 20.803,008 Soppeng 3.054,00 11.332,00 1.213,80 15.599,80 11.014,009 W a j o 2.964,00 9.990,00 1.993,00 14.947,00 8.126,0010 Sinjai 175,00 3.650,00 820,00 4.645,00 3.396,0011 Bulukumba 1.041,00 5.266,00 834,00 7.141,00 4.520,0012 Selayar 199,00 390.00 83,50 672,50 164,0013 Bantaeng 5,00 5.334,27 33,57 5.372,84 2.888,201415

JenepontoTakalar

2,254,00

92.0036.00

8,50-

102,7540,00

57,3022,30

16 G o w a 860,52 1.646,50 954,00 3.461,02 1.374,0017 M a r o s 388,00 1.107,00 26,00 1.521,00 707,9018 Pangkep 21,00 202.00 23,00 246,00 102,7019 B a r r u 8,00 833.00 20,00 861,00 544,9020 Pinrang 666,00 16.972,00 5.112,00 22.750,00 15.259,0021 Sidrap 1.284,15 7.510,30 29,50 8.823,95 6.327,0022 Enrekang 1.878,50 5.342,00 919,50 8.140,00 3.917,17

J u m l a h 29.597,14 207.850,49 25.705,42 263.153,05 163.001,47

Page 4: kakao cetaak

28

kakao dengan luas areal yang terbesar yaitu Kabupaten Luwu Utara yang memiliki luas

56.238,69 Ha dengan produksi sebesar 31.661 Ton, sedangkan kabupaten dengan luas

areal terkecil yaitu Kabupaten Takalar dengan luas areal 40 Ha dengan produksi sebesar

22,30 Ton.

2. Luas Areal dan Produksi

Luas Areal dan Produksi Kakao Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009 dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

3. Produktivitas dan Jumlah Petani

Rata-rata produktivitas tanaman Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan adalah 784,22

Kg/Ha dengan jumlah petani sebanyak 288.405 KK. Ada beberapa kabupaten yang memiliki

tingkat produktivitas yang tinggi yaitu antara lain Kabupaten Luwu dengan produktivitas

935,34 Kg/ha dengan jumlah petani sebanyak 31.702 KK, Sinjai 930,41Kg/Ha, Soppeng

971,94 Kg/Ha dengan jumlah petani sebanyak 23.211 KK, Pinrang 899,07 Kg/Ha dengan

jumlah petani 25.950 KK, Tana Toraja 925,99 Kg/Ha dengan jumlah petani 11.290 KK,

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produktivitas dan Jumlah Petani Kakao Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009

    JUMLAH

Page 5: kakao cetaak

28

NO. KABUPATEN / PRODUKTIVITAS PETANI  KOTA (KG/HA) (KK)1 2 3 4

1 L u w u 935,34 31.0722 Luwu Utara 679,08 43.3153 Luwu Timur 692,21 26.6434 Palopo 895,92 2.9145 Tana Toraja 925,99 11.2906 Toraja Utara 869,99 6.3467 B o n e 734,08 40.7328 Soppeng 971,94 23.2119 W a j o 813,41 22.02410 Sinjai 930,41 7.47011 Bulukumba 858,34 10.82212 Selayar 420,51 1.44413 Bantaeng 541,44 6.43214 Jeneponto 622,83 2811516

TakalarG o w a

619,44834,50

1816.052

16 M a r o s 639,48 1.89317 Pangkep 508,42 67918 B a r r u 654,14 1.404 19 Pinrang 899,07 25.950 20 Sidrap 842,44 8.03021 Enrekang 733,28 9.590

  J u m l a h 784,22 288.405

B. VISI DAN MISI

Page 6: kakao cetaak

28

Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka melaksanakan program

dan kegiatan mengacu kepada Visi dan Misi 2008 – 2013.

Visi

Terwujudnya Sulawesi Selatan sebagai wilayah perkebunan terkemuka berbasis kakao

Misi

Mengembangkan perkebunan yang maju, produktif dan berkualitas melalui

penguatan komoditi unggulan berbasis Kakao;

Mengembangkan usaha agribisnis perkebunan yang utuh melalui pemberdayaan

di hulu untuk memperkuat di hilir dalam mendukung industri berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan;

Memberdayakan kelembagaan masyarakat perkebunan untuk mendorong akses

penguatan usaha perkebunan melalui pengembangan kerjasama dan kemitraan

usaha;

Mendorong pengembangan inovasi teknologi dalam mendukung peningkatan

produktivitas dan nilai tambah produk perkebunan yang berbasis unggulan

kompetitif.

Tujuan :

Page 7: kakao cetaak

28

Meningkatkan produksi/produktivitas dan kualitas komoditas perkebunan dengan

berbasis Kakao yang memiliki keunggulan kompetitif untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan;

Meningkatkan usaha agribisnis perkebunan untuk menunjang ketersediaan input

produksi dalam rangka mendukung peningkatan pengolahan hasil produk

perkebunan.

Meningkatkan kerjasama usaha untuk mendorong pengembangan kemitraan

dalam rangka memperkuat akses kelembagaan masyarakat perkebunan dan

memperluas jaringan pasar.

C. BUDIDAYA

I. Pendahuluan

Pada masa yang akan datang, komoditas biji kakao Indonesia diharapkan

memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas perkebunan lainnya seperti karet,

kopi, dan kelapa sawit, baik dalam luas areal maupun produksinya. Sumbangsih nyata

biji kakao terhadap perekonomian Indonesia adalah dalam bentuk nilai devisa dari

ekspor biji kakao dan hasil industri kakao. Efek positif yang tidak kalah penting dari

peningkatan komoditas kakao adalah tersedianya lapangan pekerjaan bagi jutaan

penduduk Indonesia.

a. Sejarah

Page 8: kakao cetaak

28

Penelusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia

menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di

bagian utara Amerika Selatan. Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan serta digunakan

sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Astek (Aztec). Suku

Indian maya adalah suku yang dulunya hidup di wilayah yang kini disebut Guatemala,Yucatan

dan Honduras (Amerika Tengah). Mereka telah terbiasa mengkonsumsi cokelat. Namun,

seiring penaklukkan Suku Maya oleh Suku Astek, kebun-kebun kakao milik Suku Mayaturut

dikuasai. Beranjak dari penaklukkan tersebut, Suku Astek mulai memperlajari cara menanam

serta mengolah kakao menjadi makanan atau minuman cokelat. Oleh karena itu, ketika

bangsa Spanyol datang pada tahun 1519, Suku Astek lah yang lebih dikenal sebagai

penanam dan pembudidaya tanaman kakao.

Saat ini tanaman kakao di Indonesia merupakan salah satu Negara pembudidaya

tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk Negara penghasil kakao terbesar ketiga

setelah Ivori Coast dan Ghana, yakni dengan nilai produksi tahunannya mencapai 572 ribu

Ton. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2006, pada tahun 2003 luas

areal penanaman kakao telah mencapai 917 ribu Ha dan tersebar diseluruh provinsi, kecuali

DKI Jakarta).

Pengusahaan kakao di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh perkebunan

rakyat sekitar 965 ribu keluarga tani terlibat langsung dalam usaha tani kakao. Pada

tahun 2005, tercatat seluas 887.735 Ha (89,45%) perkebunan kakao di Indonesia

merupakan perkebunan rakyat. Sementara perkebunan besar swasta seluas 54.737

Ha (5,51%) dan perkebunan besar nagara hanya seluas 49.976 Ha (5,04%). Oleh

Page 9: kakao cetaak

28

karena itu kakao rakyat menyumbang sekitar 90% dari produksi nasional. Namun, dari

perkebunan kakao yang ada di Indonesia, nilai produktivitas nasionalnya rendah, yaitu

rata-rata 897 Kg/Ha/tahun, padahal potensi produktivitas tanamannya bisa mencapai

lebih dari 2000 Kg/Ha/tahun.

b. Prospek

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kecenderungan peningkatan

harga kakao dunia. Harga kakao dunia pada tahun 2006 berada pada kisaran diatas

US$ 1.500/ton. Angka ini lebih baik dari tahun 2004 yang hanya berada pada kisaran

diatas US$ 1.400/ton (ICCO, 2006). Tahun 2007 (semester pertama), tercatat

mencapai US$ 1.900/ton. Fluktuasi harga kakao tersebut tidak lepas dari

keseimbangan pasokan dan grinding kakao. Namun setelah tingkat produksi

mengalami surplus sebesar 262.000 ton pada tahun 2003, produksi kakao mengalami

defisit sebesar 38.000 ton dan 221.000 ton berturut-turut pada tahun 2004 dan 2005.

Menyimak ketahanan para petani kakao Indonesia dalam menghadapi fluktuasi

harga kakao pada tahun-tahun yang lalu, kondisi defisit produksi dan kecenderungan

peningkatan tingkat grinding dunia justru menjadi peluang yang besar. Titik terang

mengenai tingkat grinding dunia memang mengalami peningkatan nyata, yakni ketika

Asia dinyatakan sebagai kelompok negara yang mengalami peningkatan lebih besar

dibanding kelompok negara lain (sebesar 13,2%), sementara kenaikan grinding dunia

pada tahun yang sama (2004) hanya sebesar 4,8% (lihat Tabel.3 dan Tabel 4,).

Page 10: kakao cetaak

28

Grinding kakao dalam negeri juga masih memerlukan pasokan kakao dalam jumlah

yang cukup besar sehingga impor biji kakao Indonesia terus mengalami peningkatan.

Kelompok negara Asia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan

konsumsi, seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Sedikit saja kenaikan

tingkat konsumsi di Asia khususnya China, Indonesia, dan India (hampir setengah dari

populasi penduduk dunia berdmomisili di kawasan ini), secara nyata akan

meningkatkan produksi kakao di Asia. Namun bila dibandingkan dengan negara-

negara Amerika Utara dan Eropa Barat (2.443-2.783 g/tahun), tingkat konsumsi kakao

per kapita di negara-negara Asia, Timur Tengah, dan Afrika masih sangat rendah yaitu

hanya mencapai 12-262 g/tahun.

Dibandingkan dengan negara produsen kakao lainnya, Indonesia memiliki

beberapa keunggulan dalam hal pengembangan kakao. Keunggulan tersebut antara

lain :

Ketersediaan yang masih cukup luas,

Biaya tenaga kerja yang relatif murah,

Potensi pasar domestik yang besar, dan

Sarana transportasi yang cukup baik.

II. Kesesuaian Lahan

Page 11: kakao cetaak

28

Kesesuaian lahan merupakan ukuran kecocokan suatu lahan untuk digunakan,

termasuk untuk budidaya tanaman kakao. Oleh karena itu, sebelum memulai

penanaman, alangkah baiknya bila terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap

lahan yang akan digunakan. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai sumber daya lahan

sehingga bisa didapatkan informasi yang jelas mengenai seluk beluk lahan sesuai

dengan yang dibutuhkan.

a) Tahapan Penilaian

Terdapat dua macam cara dalam melakukan penilaian lahan, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dilakukan dengan

melakukan trial and error atau percobaan di lapangan. Sementara penilaian

secara tidak langsung adalah dengan melakukan pemetaan dan prediksi-prediksi

terhadap lahan yang akan digunakan.

Proses penilaian lahan secara tidak langsung dapat dibagi menjadi

beberapa tahapan. Mulai dari pencirian lahan yang umumnya dilakukan saat

survey tanah, mempelajari karakteristik lahan, dan terakhir dengan menilai

keseuaian lahannya.

b) Sifat dan Karakteristik Lahan

Page 12: kakao cetaak

28

1. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman termasuk budidaya

kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10o LS – 10o LU dan

pada ketinggian 0–600 mdpl. Faktor iklim yang turut mempengaruhi

pertumbuhan tanaman kakao antara lain suhu udara, curah hujan, kelembapan

udara, angin, dan intensitas cahaya matahari.

a. Suhu Udara

Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang cukup mempengaruhi

fisiologis tananamn kakao. Untuk petumbuhan yang optimal, kakao

membutuhkan suhu dengan batasan tertentu yakni suhu minimum 18-21oC

dan maksimum 30-32oC. Tanaman kakao sangat peka terhadap

penyimpangan suhu yang terlalu ekstrim. Suhu yang terlalu rendah bisa

menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao. Pada suhu

dibawah 25,5oC pembentukan bunga akan terhambat dan pertumbuhan

tanaman menurun. Sementara itu, suhu yang terlalu tinggi bisa menyebabkan

pertumbuhan vegetatif tanaman yang over. Pada suhu diatas 28oC dengan

fluktuasi harian diatas 9oC, tanaman akan mengalami ledakan tunas.

b. Curah Hujan

Page 13: kakao cetaak

28

Tanaman kakao membutuhkan curah hujan yang sebarannya merata

atau curah hujan tahunannya lebih besar dari evapotranspirasinya. Kisaran

curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 1.500 –

2.500 mm/tahun.

Di daerah yang curah hujannya kurang dari 1200 mm/tahun, proses

evapotranspirasinya lebih besar dari curah hujannya sehingga tanaman

kakao membutuhkan tambahan pengairan agar pertumbuhannya bisa

berlangusng normal. Pada kisaran curah hujan yang berlebih (lebih dari 3.000

mm/tahun), baisanya banyak kendala yang dijumpai seperti serangan hama

dan penyakit, pencucian hara yang berlebih, serta terjadinya erosi tanah.

c. Kelembapan udara

Tanaman kakao menghendaki lingkungan dengan kelembapan tinggi

dan konstan, yakni diatas 80%. Nilai kelembapan ini merupakan mikroklimat

hutan tropis yang dapat menjaga stabilitas tanaman. Kelembapan tinggi bisa

mengimbangi proses evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah

hujan yang rendah. Namun kelembapan tinggi yang terus menerus terjadi

bisa mencetuskan munculnya jamur penyebab penyakit.

d. Angin

Page 14: kakao cetaak

28

Tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang rentan terhadap

dorongan angin kencang. Secara langsung, angin dapat merusak daun,

terutama daun-daun yang muda dan secara tidak langsung menyebabkan

tanaman kehilangan air akibat meningkatnya proses transpirasi sehingga

daun menjadi gugur.

e. Intensitas Cahaya Matahari

Secara umum, kebutuhan cahaya yang bisa mencukupi untuk proses

asimilasi tanaman adalah sekitar 75% dari total cahaya matahari penuh.

Sebagai tanaman yang terbiasa hidup dibawah naungan pohon-pohon besar,

kakao tetap membutuhkan naungan untuk mengatur intensitas cahaya

matahari sesuai dengan yang dibutuhkan, menjaga suhu dan kelembapan,

mengurangi evaporasi dari tanah, serta menjadi penyangga lingkungan.

Untuk mengoptimalkan cahaya matahari yang diterima, tanaman penanung

juga harus dipelihara, yakni dengan cara memangkasnya atau

membongkarnya.

2. Tanah

Page 15: kakao cetaak

28

Tanaman kakao merupakan tanaman yang tidak rewel terhadap jenis tanah

tempat tumbuhnya. Tanaman kakao bisa survive di berbagai macam tanah.

Namun, yang terpenting adalah tanah tersebut memiliki sifat fisik tanah dan kimia

tanah yang baik.

a. Sifat Fisik Tanah

Tanah dikatakan memiliki sifat fisik yang baik apabila mampu menahan

air dengan baik, dalam hal ini memiliki aerasi dan drainase tanah yang baik.

Untuk menunjang pertumbuhannya, tanaman kakao menghendaki tanah yang

subur dengan kedalaman kurang dari 1,5 m. Hal ini penting karena akar

tunggang tanaman membutuhkan tempat yang leluasa untuk ditembusnya

sehingga akar tunggang tidak tumbuh kerdil atau bengkok. Pertumbuhan

akar yang tidak optimal bisa berdampak pada menurunnya produktivitas

tanaman.

Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah yang bertekstur geluh

lempung (clay loam) yang merupakan perpaduan antara 50% pasir, 10-20%

debu, dan 30-40% lempung berpasir. Tekstur tanah ini dianggap memiliki

kemampuan menahan air yang tinggi dan memiliki sirkulasi udara yang baik.

b. Sifat Kimia Tanah

Page 16: kakao cetaak

28

Berdasarkan sifat kimianya, tanaman kakao membutuhkan tanah yang

kaya akan bahan-bahan organic (minimal 3% dan memiliki pH sekitar netral.

Bahan organik sangat bermanfaat bagi tanaman kakao terutama untuk

memperbaiki struktur tanah, menahan air, dan sebagai sumber hara. Bahan

organik yang tersedia dalam tanah akan berkorelasi positif terhadap

pertumbuhan tanaman.

Sementara pH tanah bisa dijadikan sebagai indikator tersedianya unsur

hara di dalam tanah. Walaupun pada kisaran pH 4,0 – 8 tanaman kakao masih

dapat tumbuh, tetapi tanaman kakao akan lebih baik tumbuh pada kisaran

pH 6,0 – 7,0. Bila pH tanah terlalu alkalis (lebih dari 8), tanaman kakao akan

mengalami defisiensi terhadap unsur-unsur seperti Fe, Mn, Zn, dan Cu

sehingga tanaman akan mengalami klorosis. Sebaliknya, bila pH tanah terlalu

asam (kurang dari 4), tanaman kakao akan kelebihan unsur-unsur tersebut (Fe,

Mn, Zn, dan Cu) sehingga tanaman kakao akan mengalami keracunan unsur

hara.

III. Bahan Tanam

Page 17: kakao cetaak

28

Pengembangan bahan tanam dapat dilakukan dengan dua metode

perbanyakan, yakni generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif umumnya

dilakukan melalui persilangan antara sel kelamin betina (sel telur) dengan sel kelamin

jantan (serbuk sari/polen) yang menghasilkan hibrida dengan sifat tetua unggul.

Sementara itu, perbanyakan secara vegetatif umumnya melalui metode

penyambungan (gaft) atau metode temple (okulasi). Bahan tanaman kakao bisa terdiri

dari benih hibrida unggul yang diproduksi oleh kebun induk atau batang okulasi

(entries) yang diahsilkan oleh kebun okulasi.

Kehadiran bahan tanam hasil uji coba dari dua metode tersebut sangat

memungkinkan untuk digunakan pada kebun-kebun kakao yang mengalami kerusakan.

Bila kerusakannya terlalu parah, akan lebih praktis bila menggunakan bahan tanam

berupa benih hibrida unggul karena harus dilakukan penanaman ulang. Namun, bila

kerusakannya masih kerusakannya masih pada level ringan sampai medium, bahan

tanam yang lebih cocok untuk digunakan adalah berupa entries dari klon-klon unggul.

IV. Perbanyakan Tanaman

Perbanyakan merupakan cara untuk mendapatkan bibit dengan criteria

unggul, tanaman kakao dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Berikut

akan diuraikan aplikasi dari kedua cara perbanyakan tersebut :

a). Perbanyakan Generatif

Page 18: kakao cetaak

28

Berdasarkan sifatnya, tanaman kakao dapat memperbanyak diri secara

generatif, yakni dengan rencana penyerbukan silang. Perbanyakan kakao

melalui cara ini sudah sering dilakukan pada tanaman kakao lindak dengan

menggunakan benih. Walaupun bibit yang dihasilkan cenderung tidak seragam,

namun lebih sederhana dan efektif dalam pengaplikasiannya. Oleh karena itu,

untuk mendapatkan hasil bibit sesuai yang diharapkan ada baiknya memiliki

pemahaman lebih jauh mengenai sifat beinh, proses pembibitan dan faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhinya.

1. Pembuatan Benih

Untuk menghasilkan tanaman kakao yang baik, benih harus berasal dari

indukan yang sehat, memiliki pertumbuhan yang normal, serta berdaya

produksi tinggi.benih yang disimpan dalam buah memiliki daya tumbuh

selama 15-20 hari waktu penyimpanan. Sebaliknya, bila benih yang

disimpan diluar buah tidak diberi perlakuan yang khusus, benih akan cepat

berkecambah hanya dalam waktu 3-4 hari. Untuk mempertahankan daya

tumbuhnya, benih kakao harus diberi perlakuan khusus terlebih dahulu

selama dalam masa penyimpanan.

2. Perkecambahan benih

Page 19: kakao cetaak

28

a. Perkecambahan dengan bedengan

Perkecambahan ini dilakukan dalam bedengan setinggi 1,5 m,

lebar 0,8 – 1 m, dan panjangnya sesuai kebutuhan. Bedengan

sebaiknya berupa lahan yang datar yang telah dibersihkan dengan

gulma, akar-akar pohon, atau batu. Bedengan tersebut dilapisi dengan

media pasir stinggi ± 15 cm. Dibagian tepi diberi bata merah untuk

mencegah pasir terbawa oleh air siraman. Sementara itu, dibagian

atas bedengan dibuat atap dari daun kelapa atau alang-alang yang

sengaja dibuat miring kea rah barat, tinggi atap sebelah timur 1,5 m

dan sebelah barat 1,20 m.

Perkecambahan benih dalam bedengan dilakukan dengan cara

meletakkan bagian tubuh benih dengan ujung besar atau di tempat

keluarnya akar (radikula) dibagian bawah. Benih kemudian disusun

dengan kerapatan tanaman yang berjarak alur sekitar 3 cm dan jarak

antar benih sekitar 1 cm. Benih akan mulai berkecambah pada hari ke-

4 atau hari ke-5. Pada hari ke-12, semua benih biasanya telah

berkecambah. Apabila keping biji telah mulai terlihat, pertanda benih

siap untuk dipindah ke media pembibitan.

b. Perkecambahan dengan karung goni

Page 20: kakao cetaak

28

Perkecambahan dengan karung goni juga membutuhlan lahan yang bebas

dari gulma, kotoran-kotoran akar atau daun. Untuk menjamin drainase,

pada dasar lahan diletakkan karung goni. Sebelum benih disemaikan,

karung goni disiram dengan air sampai jenuh. Benih kakao disusun diatas

karung dengan jarak tanam 2x 3 cm setelah itu benih ditutup kembali

dengan karung goni lain yang sudah disterilkan ke dalam larutan

fungisida. Setelah 4 hari, karung goni dilepas dan biasanya benih telah

berkecambah.

3. Pembibitan

Pada hari ke-4 dan ke-5, benih yang telah berhasil dikecambahkan

selanjutnya dipindahkan ke media pembibitan berupa campuran tanah

subur, pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Sebelum

digunakan, campuran media tersebut diayak terlebih dahulu dan

dimasukkan ke dalam polybag berukuran 20 x 30 cm sampai sekitar 1-2

cm dibawah tepi polybag.

Seperti halnya media perkecambahan, media pembibitan juag

dilengkapi dengan atap untuk menaungi kecambah. Selain rutin disiram 2

kali sehari, bibit juga perlu diberi perlakuan pemupukan.

4. Pemindahan bibit ke kebun

Page 21: kakao cetaak

28

Bibit yang paling baik untuk ditanam di lapangan adalah yang

berumur 4-5 bulan, tinggi 50 – 60 cm, berdaun 20 – 45 helai, dan

berdiameter batangnya 8 mm. Namun, untuk kakao mulia senaiknya

setelah bibit berumur 6 bulan. Untuk jarak tanam 3 x 3 cm, dibutuhkan

bibit sekitar 1.250 batang, termasuk untuk bibit sulaman. Agar bisa

beradaptasi, sebelum bibit dipindahkan di kebun, bibit diaklimatisasi

terlebih dahulu, yakni melalui panjarangan (hardening) yaitu dengan

cara membuka atap bedengan secara bertahap sehingga pada saat

bibit dipindahkan atap telah terbuka penuh seperti kondisi kebun. Pada

saat bibit ditanam di kebun, idealnya pohon naungan harus sudah

tumbuh terlebih dahulu.

b). Perbanyakan Vegetatif

Pembaiakan vegetatif dapat dilakukan pada tanaman kakao

meliputi sambung pucuk (grafting), okulasi (budding), setek (cutting),

cangkokan (air layering), dan kultur jaringan (somatic embryogenesis).

Metode lain yang dapat digunakan untuk merehabilitasi adalah metode

sambung samping (side cleft grafting).

Diantara metode perbanyakan tersebut, metode okulasi merupakan

yang paling lazim digunakan, karena penggunaannya cukup hemat dan

menggunakan satu mata entres saja. Namun pertumbuhan tunasnya

Page 22: kakao cetaak

28

memakan waktu cukup lama,sekitar 9 bulan.Selain itu penggunaannya

terbatas untuk perkebunan besar. Dari bidang pemuliaan tanaman,

perbanyakan denngan sambung pucuk dan okulasi dapat mempersingkat

waktu untuk menguji klon baru. Hanya dengan menempelkan entries atau

mata okulasi ke batang bawah yang sedang dalam fase pertumbuhan

generative, tanaman akan cepat berbunga. Metode ini juga dapat

digunakan untuk menguji adanya penyakit yang sifatnya sistemik serta

menguji ketahan suatu klon baru terhadap penyakit, baik disebabkan oleh

virus maupun parasit.

V. Konservasi dan Persiapan Lahan

Pilihan komposisi pertanaman dan praktik bercocok tanam yang diterapkan

atas suatu lahan seyogyanya mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah misalnya

pembuatan teras, penanaman menurut kontur, pembuatan saluran pembuangan air

huajn, dan drainase menurut kontur, serta pembuatan rorak. Selain itu mempersiapkan

areal penanaman sesuai petunjuk misalnya lahan tanpa semak, gulma, dan

memperhatikan kebutuhan air, hara, dan cahayanya.

VI. Pola Tanam dan Tumpang Sari

Page 23: kakao cetaak

28

Diversifikasi tanaman merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi resiko

kegagalan usaha penanaman kakao. Peluang melakukan diversifikasi horizontal pada

tanaman kakao masih terbentang luas karena tanaman kakao toleran terhadap

penaungan. Pemakaian pohon penaung yang bernilai ekonomis tinggi dan tanaman

sela yang tepat merupakan beberapa bentuk dari diversifikasi tanaman yang layak

untuk dikembangkan. Pada lahan yang kering, diversifikasi tanaman kakao hanya bisa

dilakukan dengan metode tumpang sari (intercropping) karena tumpang sari menjamin

keberhasilan pertanaman yang terganggu akibat iklim yang tidak menentu dan faktor-

faktor lainnya.

Dari beberapa alternatif tanaman tumpang sari tersebut, kelapa merupakan

salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti karena menunjukkan kombinasi

yang baik dengan tanaman kakao.

VII. Pemangkasan

Pemangkasan pada tanaman kakao ditujukan untuk menjaga kesehatan dan

meningkatkan produksi buah. Berdasarkan umur tanaman, pemangkasan terbagi

menjadi tiga, yaitu pemangkasan pada pembibitan, pemangkasan tanaman yang belum

menghasilkan, dan pemangkasan tanaman yang sudah menghasilkan. Bila dilihat dari

tujuannya, pemangkasan dibedakan menjadi empat, yaitu pemangkasan bentuk,

pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan produksi, dan pemangkasan

pemeliharaan.

Page 24: kakao cetaak

28

a). Pemangkasan bentuk

Pemangkasan ini dilakukan agar tanaman kakao memiliki bentuk/kerangka yang

baik sehingga pertumbuhannya seimbang dan semua daun terkena sinar

matahari secara merata. Agar pemangkasannya optimal, sebaiknya tanaman

dipangkas pada saat berumur 8-12 bulan (tanaman muda) dan pada saat berumur

18-24 bulan (tanaman remaja). Cara yang dapat dilakukan dalam pemangkasan

bentuk adalah sebagai berikut :

Hilangkan cabang-cabang primer yang sudah tidak layak lagi (lemah),

biarkan hanya tersisa 3-4 cabang yang memiliki kondisi sehat dengan arah

pertumbuhan merata ke segala arah.

Buang cabang-cabang sekunder yang tumbuh terlalu dekat jorket (sekitar

(30-60 cm dari jorket).

Atur agar cabang sekunder jaraknya tidak terlalu dekat satu dengan yang

lainnya. Upayakan agar arah sebaran cabang-cabang sekunder tersebut

berbentuk zig-zag.

Potong cabang-cabang yang menggantung dan batasi pertumbuhunnya agar

tidak terlalu tinggi. Upayakan agar tinggi tanaman kakao selalu terjaga 3-4 m.

b). Pemangkasan Pemeliharaan

Page 25: kakao cetaak

28

Pemangkasan ini bertujuan untuk memelihara tanaman kakao sehingga

pertumbuhannya bisa berlangsung sukses tanpa ada gangguan hama dan

penyakit.

Selain itu, untuk memacu pembentukan organ-organ tanaman seperti daun,

bunga, dan buah. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam pemagkasan pemeliharaan

adalah sebagai berikut :

Kurangi sebagian daun pada tajuk tanaman yang terlalu rimbun, yakni

dengan cara memotong ranting-ranting yang sangat ternaungi.

Pangkas cabang yang tumbuh dengan ketinggian > 3,5 m

Buang daun-daun yang menggantung agar tidak menghalangi pertumbuhan

cabang-cabangnya.

c). Pemangkasan Produksi

Pemangkasan produksi berkesinambungan dengan pemangkasan pemeliharaan.

Tujuannya adalah untuk memaksimalkan produktivitas tanaman. Cara ini

dilakukan dengan memangkas daun-daun agar tidak terlalu rimbun sehingga sinar

matahari tidak tersebar merata ke seluruh organ daun. Dengan demikian, proses

fisiologis terpenting dari tanaman, yakni fotosintetis bisa berjalan lancar sehingga

sirkulasi makanan dari daun ke seluruh organ tanaman juga lancer. Tanaman pun

akhirnya dapat berproduksi secara optimal.

Page 26: kakao cetaak

28

VIII. Pemupukan

Pemupukan pada dasarnya dialkukan dengan tujuan menambah unsur-unsur

hara yang kurang atau tidak tersedia di dalam tanah. Umumnya, pemupukan tanaman

kakao menggunakan pupuk urea atau ZA sebagai sumber N, pupuk TSP sebagai

sumber P, dan pupuk KCl sebagai sumber K. selain pupuk buatan tersebut, pada

tanaman kakao juga bisa ditambahkan pupuk organic berupa pupuk kandang atau

kompos.

Meskipun tanaman membutuhkan asupan tambahan berupa pupuk buatan

ataupun pupuk organik, pemberian pupuk tetap harus memperhatikan petunjuk dan

dosis yang dianjurkan. Hal ini penting untuk mencegah tanaman kakao mengalami

keracunan akibat kekurangan atau kelebihan dosis yang hanya akan mengganggu

produktivitas tanaman kakao.

a). Jumlah/dosis unsur hara (pupuk) yang diberikan

Hasil analisis jaringan tanaman kakao menunjukkan bahwa sekitar 200 kg N, 25

Kg P, 300 Kg K, dan 140 Kg Ca setiap hektar diperlukan untuk membentuk

kerangka dan kanopi kakao sebelum tanaman mulai berbuah. Tanaman dapat

memenuhi kebutuhan akan hara dengan cara memanfaatkan unsur-unsur hara

yang memang sudah tersedia di dalam tanah. Dalam melakukan pemupukan

ternyata tetap harus memperhatikan kondisi tanaman dan lingkungan.

Page 27: kakao cetaak

28

b). Jenis pupuk

Jenis-jenis pupuk yang umum diberikan dalam budidaya tanaman kakao adalah

sebagai berikut : Urea (46% N), ZA (21%N), TSP (46% P2O5), SP-36 (36% p2O5),

KCl (60% K2O), Kiserit (27% MgO) dan Dolomit (19% MgO).

c). Waktu Pemupukan

Pemupukan biasanya dilakukan dua kali dalam satu tahun. Waktu yang ideal untuk

melakukan pemupukan adalah pada saat musim penghujan atau pada akhir musim

hujan (Maret – April atau Oktober – November).

d). Aplikasi Pemupukan

Pemberian pupuk organic yang diaplikasinkan melalui tanah dapat diberikan

dengan cara meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat melingkar di sekeliling

pohon dan kemudian ditutup kembali. Penutupan dimaksudkan untuk mengurangi

hilangya pupuk akibat penguapan (urea) dan erosi.

Pupuk yang diaplikasikan melalui daun dapat diberikan apabila telah tampak gejala

kekurangan atau kekahatan atau hanya dilakukan pada pemupukan unsur mikro

(seperti Cu, Zn, Fe, atau Mn). Untuk meningkatkan efektifitas pupuk daun,

penyemprotan dilakukan secara merata pada permukaan bagian bawah daun dan

menghindari penyemprotan menjelang turun hujan.

IX. Pengendalian Hama

Page 28: kakao cetaak

28

Hama merupakan organisme pengganggu tumbuhan yang disebabkan oleh serangga,

tungau, dan mamalia. Pengendalian hama pada prinsipnya dilakukan melalui

pendekatan ekologis, yaitu tindakan evaluasi dan penggabungan semua teknik

pengendalian yang ada secara terpadu. Tujuannya adalah untuk mengelola populasi

hama agar tidak terjadi kerusakan secara ekonomis yang bisa berpengaruh buruk

terhadap lingkungan. Beberapa komponen teknologi pengendalian yang dapat

dipadukan antara lain adalah kultur teknis, mekanis, biologis, pemanfaatan tanaman

tahan, dan komponen kimiawi.

A. Penggerek Buah Kakao (PBK)

Hama PBK adalah ras biologis dari Conopomorpha cramerella Snell yang

hanya hidup pada kakao. Serangga dewasa hama PBK berbentuk ngengat yang

aktif terbang, kawin, dan meletakkan telurnya pada malam hari, yaitu muali pukul

18.00 sampai 07.00 keesokan harinya. Pada siang hari, ngengat bersembunyi

ditempat yang terlindung dari sinar matahari, yaitu pada bagian bawah cabang

horizontal.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa 63,43% imago PBK

menyukai cabang horizontal yang berdiameter antara 5,1-10 cm, sedangkan

cabang vertikal dengan diameter 0-5 cm, tetapi hama ini tidak menyukai cabang

yang diameternya lebih dari 20 cm sebagai tempat peristirahatannya. Ngengat PBK

tidak mampu terbang jauh dan arah terbangnya tidak menentu. Seekor serangga

Page 29: kakao cetaak

28

jantan hanya mampu terbang sejauh 153 m di lapangan terbuka, tetapi apabila

dilakukan penangkapan menggunakan feromon seks, ngengat jantan mampu

terbang sejauh 800 m.

Telur ngengat PBK berbentuk oval dengan panjang 0,45 – 0,50 mm dan

lebar 0,25 – 0,30 mm, pipih, berwarna orange pada saat baru diletakkan, dan

kemudian berubah menjadi abu-abu kehitaman apabila akan menetas. Telur PBK

lebih banyak diletakkan pada buah-buah yang berukuran panjang lebih dari 10 cm.

lama stadium telur berkisar antara 2-7 hari.

Hama ini menyerang buah-buah kakao mulai dari yang masih muda

(panjang ± 8 cm) sampai buah menjelang masak. Stadium yang menimbulkan

kerusakan pada tanaman kakao adalah stadium larva. Larva PBK cenderung

memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju biji, walaupun tidak

sampai menyerang biji.

Larva yang baru menetas dari telur berwarna putih transparan dengan

panjang kurang lebih 1 mm. larva tersebut langsung menggerek ke dalam buah dan

memakan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan saluran makanan ke biji

(palsenta). Lama stadium larva sekitar sekitar 14-18 hari, terdiri dari 4 instar. Pada

pertumbuhan penuh , panjangnya 12 mm dan berwarna putih kotor sampai hijau

muda. Menjelang pembentukan kepompong (pupa), larva membuat lubang keluar

pada kulit buah dengan diameter 1 mm. setelah berada di luar buah,larva tersebut

akan segera merayap pada permukaan buah atau menjatuhkan diri dengan

Page 30: kakao cetaak

28

pertolongan benang sutera untuk mencari tempat membuat kepompong. Sebelum

menjadi kepompong, larva terlebih dahulu memintal benang sutera untuk membuat

rumah kepompong (kokon).

Gejala serangan baru biasanya tampak dari luar, yakni pada saat buah

mulai dewasa. Serangan ditandai dengan memudarnya warna kulit buah,

munculnya belang berwarna hijau kuning atau merah jingga, dan bila buah dikocok

tidak berbunyi. Gejala serangan akan semakin terlihat saat buah dibelah, yakni

ditandai dengan daging buah yang tampak berwarna hitam dengan biji-biji melekat

satu sama lain, keriput, dan bobotnya sangat ringan. Kerugian akibat serangan PBK

merupakan resultan dari penurunan berat biji kualitas rendah, kehilangan hasil, dan

meningkatnya biaya panen yang disebabkan sulit untuk memisahkan biji yang

terserang dari kulit buah.

PBK adalah hama yang sulit dideteksi dan sulit dikendalikan. Oleh akrena

itu, untuk menanggulangi PBK diperlukan tindakan penanggulangan yang

didasarkan pada tingkat serangan dan keadaan tanaman kakao. Tindakan

pengendalian terpadu PBK terbagi menjadi dua, yaitu untuk daerah bebas PBk dan

daerah serangna. Pada daerah bebas PBK dapat dilakukan dengan melaksanakan

peraturan mengenai karantina domestic maupun internasional secara benar.

Tindakan karantina tersebut yaitu dengan tidak memasukkan bahan tanaman kakao

dari daerah terserang PBK. Selain karantina, hak yang juga perlu dilakukan adalah

melakukan kegiatan monitoring/pengamatan serangan PBK di tempat pengumpulan

Page 31: kakao cetaak

28

hasil (TPH) pada setiap panen dengan cara mengambil 100 buah contoh untuk

diamati serangan PBKnya.

Standar Operasional Pengendalian (SOP) PBK di daerah serangan PBK

dibagi menjadi teknik pengendalian yang wajib dilakukan oleh pekebun, yaitu

meliputi pemangkasan, pemupukan, panen sering, dan sanitasi, serta teknik

pengendalian lain jika serangan PBK masih tinggi dan dirasakan merugikan, yaitu

meliputi pengendalian hayati, penyarungan buah, penyemprotan insektisida,

pemasangan perangkap feromon, dan pemanfaatan tanaman tahan.

B. Kepik Pengisap Buah (helopeltis spp.)

Kepik pengisap buah Helopeltis spp. (Hemiptera, Miriade) merupakan

hama utama yang menduduki peringkat kedua setelah PBK. Terdapat lebih dari

satu spesies Helopeltis pada tanaman kakao, antara lain H.antonii, H. theivora, dan

H. caliver. Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp. menyerang tanaman

kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stilet) ke dalam jaringan tanaman,

yakni dengan menghisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan

stilet tersebut, Helopeltis spp. akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari

dalam mulutnya yang dapat mematikan jaringan tanaman disekitar tusukan. Gejala

serangan hama ini adalah munculnya bercak-bercak cekung berwarna cokelat

muda yang lama-kelamaan berubah menjadi kehitaman.

Page 32: kakao cetaak

28

Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada

buah yang terserang berat akan menyatu sehingga bila buah tidak mati dan

berkembang terus, maka permukaan kulit buah menjadi retak dan terjadi perubahan

bentuk (malformasi) yang dapat menghambat perkembangan biji di dalam buah.

Serangan pada pucuk atau ranting akan menyebabkan ranting menjadi layu, kering,

dan mati. Pada serangan yang berat, daun-daun akan gugur dan ranting tanaman

akan tampak seperti lidi. Serangan hama ini bisa meyebabkan penurunan produksi

buah sebesar 50-60%..

Semut hitam (D. thoracicus) merupakan salah satu musuh alami yang

dapat digunakan untuk mengendalikan hama ini. Aktivitas semut hitam yang selalu

berada di permukaan buah menyebabkan Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan

stiletnya atau bertelur diatas buah kakao sehingga buah pun terbebas dari

serangan Helopeltis spp. Semut hitam berfungsi sebagai agen pengendali hayati

jika populasi di ekosistem kakao cukup berlimpah.

C. Ulat Kilan

Ulat kilan (ulat jengkal), Hyposidra talaca Walker (Lepidoptera,

Geometridae) adalah hama pemakan daun, terutama menyerang daun yang masih

muda. Serangan dimulai sejak larva keluar dari telur. Daun-daun muda yang

diserang tampak berlubang dan pada serangan yang berat, daun-daun yang lebih

tua juga diserang sehingga tanaman akan gundul. Kerusakan tanaman kakao

Page 33: kakao cetaak

28

akibat serangan hama H. talaca tidak berpengaruh langsung terhadap produksi,

tetapi dengan gundulnya tanaman, maka proses fisiologis tanaman khususnya

proses fotosintesis menjadi sangat terganggu.

Pada serangan yang terbatas di beberapa ranting, pengendaliannya adalah

dengan momotong bagian ranting yang daun-daun mudanya rusak atau membunuh

ulat yang telah dikumpulkan, kemudian dibenamkan ke dalam tanah. Bila serangan

relatif luas, dianjurkan untuk melakukan penyemprotan menggunakan insektisida

berdasarkan system peringatan dini.

D. Penggerek Batang

Larva penggerek batang/cabang Zeuzera coffeae Nietn. (Lepidoptera,

Cossidae) mulai menggerek dari bagian samping batang/cabang yang meiliki

diameter 3-5 cm dengan panjang liang gerek mencapai 40-50 cm. akibatnya,

cabang menjadi berlubang dan pada permukaan lubang sering terdapat campuran

kotoran larva dan serpihan jaringan. Menjelang stadium pupa, larva membuat

rongga gerekan dengan arah melintang di ujung gerekan hingga mendekati kulit

batang/cabang dan sering meninggalkan liang gerekannya serta mulai membuat

lubang gerekan baru pada pangkal batang/cabang yang sama atau kadang-kadang

pada batang/cabang yang lain. Batang/cabang yang terkena gerekan ini akan layu,

kering, dan mati, terutama pada batang/cabang yang berukuran kecil.

Page 34: kakao cetaak

28

Hama ini dapat dikendalikan dengan cara mekanis seperti memotong

batang/cabang yang terserang, yakni pada jarak 10 cm kea rah pangkal dari lubang

gerekan, kemudian larva atau kepompong yang ditemukan dibunuh. Pengendalian

secara biologis juga dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan jamur B.

Bassiana. Caranya adalah dengan memasukkan campuran (suspensi) spora B.

Bassiana dan air ke dalam lubang penggerek menggunakan alat semprot tangan.

Pengendalian secara kimia dengan insektisida juga dapat dilakukan yaitu dengan

cara menutup lubang gerekan dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi

larutan insektisida racun pernafasan, kemudian lubang ditutuo dengan potongan

kayu.

X. Pengendalian Penyakit

Penyakit utama pada tanaman kakao disebakan oleh organism mikroskopis

sehingga baru dapat diketahui setelah terjadi interaksi yaitu muncul gejala. Pada

kondisi lingkungan yang cocok dapat menyebabkan terjadinya epidemi penyakit.

Pada saat epidemi, pengendalian akan sangat sulit dan memerlukan biaya yang

besar. Tindakan sanitasi untuk menurunkan sumber inokulum sangat efektif untuk

menekan penyakit. Meskipun demikian, pada intensitas serangan sedang sampai

berat, fungisida lebih bertujuan sebagai tindakan preventif yaitu menlindungi bagian

tanaman yang masih sehat.

Page 35: kakao cetaak

28

Penyakit-penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia meliputi

penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora), kanker batang (Phytophthora

palmivora), antraknose colletotrochum (Colletotricum gloeosporioides), vascular

streak dieback (Oncobasidium yheobromae), dan jamur akar. Penyakit busuk buah

merupakan penyakit terpenting karena terddapat hamper di seluruh areal

penanaman kakao dan kerugiannya langsung dapat dirasakan dengan penurunan

produksi yang cukup tinggi.

XI. Pasca Panen

A. Pengolahan

1. Kapasitas Pengolahan

Panen kakao bersifat musiman, oleh karena itu titik kritis pengolahan

terjadi pada saat panen puncak. Kapasitas setiap batch pengolahan harus

mampu menampung saat panen maksimum. Jumlah panen harian maksimum

biji kakao biasanya adalah 1,022% dari produksi tahunan kering (PTK). Dengan

demikian, kapasitas pengolahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Jika rendemen biji kakao rata-rata 35%, rumusannya adalah sebagai berikut :

KP = LA x PB x 1,022/100

KP = LA x PB x 1,022/100

Page 36: kakao cetaak

28

Keterangan : PK = Produktivitas biji kakao kering (kg/ha/th)KP = Kapasitas maksimum pengolahan (kg biji kakao segar/hari)

= Produksi Kakao segar tertinggi (kg/hari)PB = Produktivitas biji kakao basah (kg/ha/th)

LA = Luas areal perkebunan (ha)

2. Pemetikan dan Sortasi Buah

Periode perkembangan buah kakao dari pembungaan sampai buah

masak adalah sekitar 5-6 bulan. Perkrmbangan buah kakao biasanya masih

lambat pada 40 hari pertama, kemudian menjadi sangat cepat sampai umur 75

hari. Setelah itu, pertumbuhan buah kakao menjadi lambat dan mulai terjadi

pertumbuhan embrio. Selama terjadi pertumbuhan embrio, lemak terakumulasi

pada biji yang sedang berkembang. Pembentukan gula pada pulp terjadi

selama 30-40 hari sebelum buah kakao betul-betul masak.

Pemetikan terhadap buah muda atau lewat masak hendaknya dihindari

karena hanya akan menurunkan mutu biji keringnya, terutama meningkatnya

jumlah biji gepeng dan biji berkecambah. Pemetikan buah dapat dilakukan

menggunakan gunting, sabit, atau alat tajam lainnya, asalkan tidak sampai

membuat buah atau bantalan buah rusak.

Buah hasil pemetikan harus dipisahkan antara yang baik dan jelek. Buah

jelek dapat berupa buah terserang hama/penyakit, buah muda, atau buah

Page 37: kakao cetaak

28

kelewat masak. Pemanenan meliputi kegiatan pengambilan buah kakao masak

dari pohon, pemecahan buah, dan pengambilan (extract) biji kakao segar. Pada

saat masak, warna kulit buah berubah dari hijau menjadi kuning-jingga, atau

dari merah menjadi jingga, terutama pada lekukan kulit buah.

3. Pemeraman (Penyimpanan) Buah

Pemeraman buah dilakukan selama 5-12 hari tergantung kondisi setempat dan

derajat kematangan buah. Selama pemerapam buah, dihindari buah kakao

terlampau masak, rusak, atau diserang jamur, yakni dengan cara sebagai

berikut :

Mengatur tempat pemeraman agar cukup bersih dan terbuka

Disimpan menggunakan wadah pemeraman seperti keranjang ata karung

goni

Member alas pada permukaan tanah dan penutup permukaan tumpukan

buah dengan daun-daun kering apabla dilakukan pemeraman di kebun.

Cara ini dapa menurunkan jumlah biji kakao yang rusak dari sekitar 15%

menjadi sekitar 5%

4. Pemecah Buah

Pemecahan buah dapat dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul berpisau,

atau dengan pisau bagi yang sudah berpengalaman. Walaupun pemecahan

dengan pisau tdak direkomendasikan karena beresiko merusak biji, tetapi cara

Page 38: kakao cetaak

28

ini paling umum dilakukan. Kerusakan biji segar karena terpotong pisau dapat

meningkatkan biji terserang jamur.

5. Fermentasi

Biji kakao yang dikeringkan tanpa difermentasi dahulu akan bermutu rendah

karena tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Begitupula dengan fermentasi

yang tidak benar, akan menghasilkan biji bercita rasa baik dan bermutu rendah.

Cita rasa khas cokelat terus berkembang dalam dua tahapan, yaitu fermnetasi

oleh pekebun dan penyangraian oleh pabrikan cokelat.

Biji kakao yang tidak difermentasi ditandai dengan ciri-ciri bertekstur pejal,

berwarna slaty (keabu-abuan), memiliki rasa sangat pahit dan sepat, serta

bercita rasa cokelat. Biji kakao yang difermentasi dengan baik akan bertekstur

agak remah atau mudah pecah, warna keping biji cokelat sampai cokelat

dengan sedikit warna ungu, cita rasa pahit dan sepat tidak dominan, dan

tentunya berkualitas baik.

Waktu fermentasi yang diterapkan bervariasi antara 2-6 hari, tetapi umumnya

petani menerapkan waktu fermentasi selama 2 hari, sedangkan petani yang

lebih mahfum akan tujuan fermentasi masih mau memfermentasi selama 5-6

hari, demikian pula unit-unit pengolahan inti. Namun, masih banyak petani yang

tidak menerapkan proses fermentasi maupun pencucian.

Page 39: kakao cetaak

28

6. Perendaman dan Pencucian

Pencucian terhadap biji kakao dilakukan karena masih banyaknya pulp yang

melekat pada kulit masih tebalsehingga menurunkan kadar kulit biji kering.

Siasanya sebelum pencucian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan

perendaman selama kurang lebih 3 jam. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan

jumlah biji bulat dengan penampilan menarik dan berwarna cokelat cerah.

Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermnetasi

dan memperbaiki penampilan biji. Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan

pencucian setengah bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan secara

manual, yakni dengan tangan atau

menggunakan mesin cuci.

7. Pengeringan

Proses pengeringan adalah

kelanjutan dari tahap oksidatif dari

fermentasi yang berperan penting

dalam mengurangi kelat dan

pahit. Tujuan utama pengeringan

adalah mengurangi kadar air biji

dari sekitar 60% menjadi 6-7%

Page 40: kakao cetaak

28

sehingga aman selama pengangkutan dan pengapalan menuju pabrikan.

Selain itu, proses pengeringan dilakukan untuk mengahsilkan biji kakao kering

yang berkualitas baik, terutama dalam hal fisik, calon cita rasa, dan aroma yang

baik.

Kecepatan pengeringan juga turut mempengaruhibiji kering yang dihasilkan.

Jika pengeringan terlalu lambat, hal ini bisa menjadi lebih berbahaya karena

bisa menstimulan kehadiran jamur yang berkembang dan masuk ke dalam biji.

Sementara itu pengeringan yang terlalu cepat juga bisa mengganggu

kesempurnaan reaksi oksidatif yang berlangsung dan dapat menyebabkan

tingkat keasaman berlebih. Hal ini terjadi karena reaksi asam asetat sangat

dipengaruhi oleh pengeringan.

Pengeringan biji kakao dapat dilakukan dengan penjemuran, memakai alat

pengering, atau kombinasi keduanya. Cara pengeringan yang dianjurkan

adalah dengan melakukan penjemuran. Namun, bila keadaan tidak

memungkinkan, terutama dalam pengolahan skala besar, penjemuran dapat

diganti denganproses penghembusan (aspiration) udara dengan suhu

lingkungan selama 72-80 jam dan dilanjutkan dengan hembusan udara panas

45-60oC sampai biji kering.

Page 41: kakao cetaak

28

8. Tempering

Tempering adalah proses penyesuaian suhu pada biji kakao dengan suhu

udara sekitarnya setelah dikeringkan. Tujuannya adalah agar biji kakao tidak

mengalami kerusakan fisik pada tahap pengolahan berikutnya (misalnya sortasi

dan pengemasan) serta untuk menjaga stabilitas kadar air dan berat. Tempat

tempering bisa disebut gudang timbun sementara. Kapasitas gudang timbun

sementara ini umumnya adalah 330 kg biji kakao kering/m2. Gudang biasanya

didesain sedemikian rupa agar mampu menampung sekitar 30% jumlah

produksi tahunan.

9. Sortasi

Sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari

kotoran yang melekat dan

mengelompokkan biji

menjadi berdasarkan

kenampakan fisik dan

ukuran biji. Sortasi

sebaiknya segera dilakukan

setelah biji kakao kering lebih dari 5 hari. Setiap

Page 42: kakao cetaak

28

orang membutuhkan sortasi 4m2. Pengelompokan mutu dan grading dilakukan

mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan.

10. Pengemasan dan Penyimpanan di Gudang

Pengendalian mutu biji kakao pasca pengemasan menyangkut masalah

penyimpanan di gudang, pengangkutan, ekspor, dan pengapalan. Badan

Agribisnis Departemen Pertanian pada tahun 1998 telah menerbitkan Standar

Prosedur Operasional (SPO) di tingkat hilir yang teridri dari SPO penanganan

biji kakao di eksportir, SPO fumigasi kakao yang gudang, dan SPO fumigasi

kakao di container.

B. Mutu

Biji kakao Indonesia yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan SNI biji

kakao (SNI 01-2323-1991). Standar ini meliputi defenisi, klasifikasi, syarat mutu,

cara pengambilan sampel, cara uji, syarat pendanaan, cara pengemasan, dan

rekomendasi. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman,

jenis mutu, dan ukuran berat biji. Berdasarkan jenis tanaman dibedakan atas dua

klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Sementara

berdasarkan jens mutunya terdapat dua golongan, yaitu Mutu I dan Mutu II.

Page 43: kakao cetaak

28

Menurut ukuran bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram, biji kakao

dikelompokkan menjadi 5 golongan.

Tabel 3. Penggolongan Ukuran Biji Kakao

Ukuran Jumlah Biji/100 gramAA Maksimal 80A Maksimal 100B Maksimal 110C Maksimal 120S > 120

Persyaratan mutu biji kakao terbagi dalam dua kelompok syarat mutu, yaitu

syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus

dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor seperti yang tercantum

dalam Tabel 4. Persyaratan khusus biji kakao merupakan persyaratan yang harus

dipenuhi untuk klasifikasi jenis mutu (Tabel 5.)

Tabel. 4 Persyaratan Umum Biji Kakao

Karakteristik Persyaratan

Kadar air (b/b)* Maks. 7,5%Biji berbau asap dan atau abnormal, dan atau berbau asing Tidak ada

Page 44: kakao cetaak

28

Serangga hidup Tidak adaKadar air biji pecah dan atau pecahan Maks 3%Biji dan atau pecahan kulit (b/b) Kadar benda-benda asing (b/b)

Maks 0%

Table 5. Persyaratan Khusus Biji Kakao

KarakteristikPersyaratan (Maksimal)Mutu I Mutu II

Kadar biji berkapang (b/b) 3% 4%Kadar biji tidak terfermentasi (biji/biji) 3% 8%Kadar biji berserangga, pipih, dan berkecambah 3% 6%

XII. Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Coklat

Cokelat memiliki tiga sifat utama yang membedakannya dari produk-produk lain, yaitu

kekhasan cita rasa, tekstur, dan warnanya. Padatan cokelat berperan sebagai

pemberi cita rasa dan warna, sedangkan lemak dalam cokelat berperan dalam

mengendalikan tekstur produk.

A. Kontribusi Kakao terhadap Cita Rasa Produk Cokelat

1. Aroma Cokelat

Page 45: kakao cetaak

28

Komponen-komponen aroma cokelat terbentuk

selama penyaringan biji kakao dari calon-calon

pembentuk cita rasa seperti asam amino, peptide,

gula pereduksi dan kuinon. Senyawa-senyawa

tersebut terbentuk selama proses penyiapan biji,

khususnya selama fermentasi dan pengeringan.

Selama penyangraian, senyawa calon pembentuk cita rasa bereaksi satu sama

lain melalui reaksi maillard menghasilkan komponen-komponen yang mudah

menguap dan beraroma khas cokelat. Komponen-komponen tersebut termasuk

dalam golongan alcohol, eter, furan, tiazol, piron, asam, ester, aldehida, imin,

amin, oksazol, pirazin, dan pirol. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa

aroma khas cokelat tidak hanya ditentukan oleh satu komponen saja,

kekhasannya merupakan suatu fungsi dari beratus-ratus komponen

penyusunnya, walaupun 2-fenil-5-metil-2-heksanal dianggap sebagai

pembentuk karakter dari aroma cokelat.

Senyawa Karakter Cita Rasaa) Konsentrasi

(µg kg-1) b)

Pirazin Tajam (pungent), manis -

2-Metilpirazin Seperti kacang, khas kakao, khas cokelat 4

2-5Dimetilpirazin Khas kakao, seperti kacang sangria 60

50

Page 46: kakao cetaak

28

2-6Dimetilpirazin Seperti kacang. Khas kopi, bau rumput (green) 88

2-Etilpirazin Bau lemak kacang, apek, seperti kacang -

2-3Dimetilpirazin Khas caramel, khas kakao 19

2,3,5-Trimetilpirazin Khas kakao, seperti kacang sangria 1,200

2-3,5,6-Tetrametil- pirazin

Khas cokelat, khas kakao, khas kopi 2,900

Sumber: a) Bonvehi & Coll, b) Puziah et al (1998a)

2. Rasa Pahit khas Cokelat

Rasa pahit adalah cita rasa khas lain yang alami yang bisa dikecap dari

cokelat. Rasa tersebut berasala dari komponen-komponen alkaloid seperti

theobromine dan caffeine, komponen fenolic, pirazin, beberapa peptide, dan

asam amino bebas. Rasa pahit cokelat seringkali rancu dengan rasa sepat,

karena sebagian orang tidak sepenuhnya mengerti sifat-sifat dan perbedaan

antara kedua rasa tersebut. Terlebih lagi tannin atau polifenol dalam cokelat

sebagai komponen yang banyak bertanggungjawab terhadap rasa sepat, juga

menghasilkan rasa pahit.

Clifford (1985) menegaskan bahwa theobromine menampakkan rasa pahit

metallic yang tidak langsung dirasakan di permukaan lidah dan bersifat stabil,

sedangkan rasa pahit cokelat lebih cepat terasa dan menghilang di permukaan

lidah dengan cepat. Rasa pahit cokelat dapat dirasakan di seluruh rongga

Page 47: kakao cetaak

28

mulut, sedangkan rasa pahit theobromine hanya terasa di bagian pangkal lidah.

Terdapat korelasi positif yang nyata antara total polifenol dalam pasta cokelat

dan tongkat kepahitannya.

3. Rasa Asam

Diantara atribut-atribut rasa cokelat, rasa asam merupakan atribut penting yang

berkontribusi secara nyata tehdap cita rasa keseluruhan produk cokelat.

Kehadiran rasa asam dalam jumlah sedikit akan menyumbang keseimbangan

cita rasa cokelat, tetapi pada jumlah yang lebih besar, rasa asam dianggap

sebagai cacat rasa. Biji kakao dengan keasaman yang dinyatakan dalam

satuan pH pada nilai 5,20 - 5,50 atau nilai titrasi asam 0,12 – 0,15 meq g -1

diterima sebagai biji kakao dengan tingkat keasaman yang optimal oleh

pabrikan cokelat. Asam dalam biji kakao termasuk dalam asam-asam organik

yang terbagi dalam kelompok asam organik mudah menguap (terutama asam

asetat) dan asam organik yang tidak mudah menguap (asam laktat, suksinik,

malik, oksalat, dan tartarat), asam asetat merupakan komponen asam dengan

konsentrasi paling besar, yaitu mencapai 788 µg/g.

Page 48: kakao cetaak

28

4. Rasa Manis

Rasa manis adalah sifat rasa yang mempengaruhi cita rasa keseluruhan

cokelat. Rasa manis ini terutama diperoleh dari penambahan padatan gula

dalam proses formulasinya. Beberapa asam amino bebas seperti glisin dan

alanin serat beberapa peptida juga memberikan rasa manis. Namun, bila

dibandingkan rasa manis yang berasal dari padatan gula, kontribusi asam-

asam amino tersebut sangat kecil. Arti penting asam amino dan gula dalam biji

kakao sangat besar dalam pembentukan komponen cita rasa, terutama selama

proses penyangraian. Konsentrasi asam amino dan gula akan menurun secara

nyata selama proses tersebut, yakni sejalan dengan peningkatan jumlah

komponen cita rasa.

5. Cacat Cita Rasa

Kesalahan-kesalahan dalam pengolahan hulu dan hilir cokelat bisa menjadi

penyebab terjadinya cacat cita rasa cokelat. Rasa sepat yang menonjol

merupakan salah satu cacat serius yang pada cokelat yang disebabkan karena

biji tidak difermentasi. Cacat rasa ini sangat sulit untuk diperbaiki selama

pabrikasi cokelat. Rasa ini sangat menimbulkan rasa kurang nyaman karena

mengganggu saraf di lidah dan seolah-olah menyegat dan menimbulkan rasa

kering. Hal itu karena polifenol yang berlebihan pada cokelat berinteraksi

dengan protein dengan kaya prolin di air liur dan mengendapkannya. Asam

Page 49: kakao cetaak

28

asetat dan asam laktat adalah komponen yang juga ditenggarai sebagai

penyebab cacat cita rasa.

B. Kontribusi Kakao terhadap Tekstur Produk Cokelat

“The real chocolate” atau cokelat yang baik harus memiliki

tekstur halus (smooth dan buttery) yang bisa meleleh

dengan lembut dan perlahan di dalam mulut dengan

cita rasa yang kompleks dan menyenangkan.

Cokelat harus langsung meleleh dalam mulut,

yakni ketika dimakan tanpa perlu meninggalkan

kesan keras. Tekstur seperti lilin (waxy mouth-feel)

menandakan bahwa cokelat mengandung sejumlah lemak.

Cokelat harus dapat dicetak, disimpan, dan disajikan dengan mudah pada suhu

kamar, yakni berada sedikit di bawah suhu badan (350), tetapi begitu di dalam

mulut lemak kakao akan bertindak sebagai pelumas dan menajdi media penyebar

dari cita rasa cokelat. Lemak kakao juga mampu mengubah persepsi rasa cokelat

di dalam mulut. Seperti diketahui, daerah permukaan lidah memiliki kepekaan yang

Page 50: kakao cetaak

28

berbeda-beda terhadap rasa. Namun, tidak ada aroma yang ditimbulkan oleh

lemak kakao.

C. Kontribusi Kakao terhadap Warna Produk Cokelat

Warna cokelat dapat dibentuk selama proses pabrikasi, khusunya melalui proses

alkalisasi, oksidasi polifenol yang terkandung bubuk cokelat (utamanya senyawa

katekin dan prosianidin) dapat menghasilkan warna produk yang berbeda-beda.

Dalam kondisi yang ekstrim, warna hitam bahkan bisa dibuat dengan melakukan

alkalisasi berat. Hanya saja, dalam alkalisasi harus diperhatikan agar penambahan

alkali tidak sampai membuat prosuk cokelat memiliki kadar abu yang berlebihan

dan melebihi ambang batas yang disyaratkan.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Cokelat

Sifat genetis, kondisi lingkungan, pemanenan, pengolahan biji, dan pabrikasi

adalah beberapa diantara banyak faktor yang berpengaruh besar terhadap cita

rasa, tekstur, dan warna produk cokelat. Produk cokelat berkualitas hanya dapat

diperoleh dari biji kakao yang berasal dari buah sehat dan bermutu baik. Selain itu,

Page 51: kakao cetaak

28

juga ditentukan oleh pengolahan di tingkat hulu (fermentasi dan pengeringan) yang

dilakukan dengan baik pengolahan di tingkat hilir (pabrikasi) yang baik pula. Selain

dipengaruhi oleh distribusi partikel, proses tempering dan penggunaan bahan

penstabil, serta bahan pengemulsi, tesktur cokelat juga banyak dipengaruhi oleh

sifat kekerasan yang secara intristik ada pada lemak kakao dan lemak susu.

XIII. Industri Hilir

A. Tahapan Pengolahan

1. Pembersihan dan Sortasi

Tahap pertama dari semua proses produksi adalah pembersihan dan sortasi.

Tidak masalah seberapa higienisnya pekebun mengolah atau bagaimanapun

bersihnya penanganan dan penggudangan, pasti masih mengandung material

yang harus dibuang. Hal ini bukan hanya untuk menjamin bahwa pabrikan

menggunakan bahan yang sehat tetapi juga untuk menlindungi mesin-mesin dari

potongan-potongan logam atau batu yang bisa menyebabkan rusaknya

peralatan. Oleh karena itu, operator seringkali melakukan sortasi dengan cara

memilah-milah biji kakao dan memisahkannya dari benda-benda asing yang

besar seperti batu besar atau cabang-cabang tanaman kakao. Akhir-akhir ini,

pelaksanaan pekerjaan pemilahan ini dilakukan langsung oleh pekebun atau

eksportir sebelum biji kakao dikirim ke pabrikan cokelat. Pengiriman biji kakao,

Page 52: kakao cetaak

28

baik dalam bentuk curah atau di dalam karung, harus terpisah dari biji-biji yang

melekat dan bahan-bahan lain. Pemisah bermagnet, sikat, dan hembusan udara

bisa digunakan untuk menghilangkan semua kotoran dari biji kakao.

2. Penyangraian dan Sortasi

Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas

cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit

biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah sehingga

memudahkan penghancuran dan penghalusan.

Kondisi penyangraian sangat dipengaruhi oleh jenis olahan akhir yang dituju,

suhu penyangraian untuk bubuk kakao biasanya lebih tinggi dari pada untuk

permen cokelat. Suhu penyangraian yang umum untuk bubuk kakao adalah

106-121oC, sedangkan untuk permen cokelat adalah 99-104oC. Penyangraian

pada suhu rendah atau terllu cepat akan menyebabkan aroma cokelat kurang

tajam, tetapi jika suhu terlalu tinggi atau terlalu lama bisa menyebabkan biji

kakao beraroma gosong.

Waktu penyangraian cukup bervariasi, mulai dari 15 menit hingga 2 jam,

tergantung pada tipe penyangrai dan tujuan hasil olahan akhir serta kadar air biji

Page 53: kakao cetaak

28

kakao. Biji kakao kering yang berkadar air 6,5% mengandung nib lebih kurang

87,1% kulit 12,0%, dan germ 0,9%. Setelah penyangraian, kadar air nib turun

menjadi 2,5% - 3% dan kadar air kulit menjadi 4%. Selama penyangraian, biji

kakao akan kehilangan berat kurang lebih 4,6% yang berasal dari kotiledon dan

1,4% dari kulit. Namun, secara teoritis rendemen nib biji kakao yang telah

disangrai adalah 88,5%.

Pada prinsipnya, terdapat dua tipe penyangrai, yaitu tipe batch dan tipe

kontinyu. Penyangraian tipe batch biasaya berbentuk drum berputar dengan

pemanasan dari luar menggunakan burner minyak tanah, kayu, arang, atau LPG

(Liquid petroleum gas). Penyangrai tipe kontinyu biasanya menggunakan udara

panas yang dialirkan berlawanan dengan aliran biji kakao.

3. Pemisahan Nib dan Biji

Setelah penyangraian, biji kakao sebaiknya dipecahkan sedikit guna membantu

pemisahan kulit dari nib. Pabrikan melakukannya dengan melewatkan biji

diantara dua roll bergigi atau dengan roll pemukul yang mampu melemparkan

biji ke plat baja. Meskipun telah pecah dan terpisah, nib dan kulit masih

tercampur sehingga membutuhkan pemisahan lebih lanjut menggunakan blower

atau mesin pemisah. Mesin pemisah menggunakan kombinasi antara ayakan

dan aliran udara untuk memisahkan kulit dari nib berdasarkan ukuran dan berat

jenis.

Page 54: kakao cetaak

28

Terdapat dua sebab yang menjadikan proses pemisahan kulit merupakan suatu

prosesyang kritis. Pertama, berhubungan dengan kemurnia produk akhir. Nib

kakao tidak mungkin bebas dari kulit karena teknik pemisahan tidak mungkin

berlangsung sempurna. Batas maksimum kulit pada bubuk kakao adalah 1,75%.

Kedua, adalah faktor profitabilitas. Proses penyangraian sangat menentukan cita

rasa dan warna karena proses pemisahan kulit sangat menentukan hasil

rendemen. Mesin-mesin yang dipasang kurang baik atau dikendalikan dengan

tidak baik akan membuat hilangnya nib karena terbawa dengan kulit. Kehilangan

nib pada tahap ini berpengaruh pada harga pembelian biji kakao.

4. Nib, Alkalisasi, Penyangraian, dan Sterilisasi

Dalam pembuatan beberapa jenis bubuk kakao, prosedurnya dapat dimodifikasi.

Pertama, biji kakao dimasukkan ke dalam microniser yang menerapkan panas

radiasi infra merah ke biji bersih dalam waktu singkat. Alat ini cukup untuk

menggelembungkan kulit tanpa mempenagruhi kotiledon. Biji kakao kemudian

dipecah dan dipisahkan dari kulitnya sehingga rendemennya menjadi lebih

tinggi. Hal ini dikarenakan kotiledon belum renyah. Temperature yang lebih

rendah juga menjamin sedikit lemak kakao yang mengalir ke kulit biji sehingga

rendemen lemak lebih tinggi.

Kedua, dengan penambahan alkali biasanya berupa larutan potassium karbonat

pada nib. Alkali merubah warna nib selama proses penyangraian, yang terus

Page 55: kakao cetaak

28

berlanjut terhadap warna bubuk kakao. Alkali dapat ditambahkan sampai 3%

dari berat nib (berat kering). Biasanya akan terjadi perubahan pH dari 5,5% -

5,6% menjadi 6,8% - 7,5%. Walaupun untuk bubuk kakao gelap dapat mencapai

8,5%, tetapi dapat mengurangi cita rasa sehingga hanya layak untuk merubah

warna. Tahap akhir dari proses penyangraian melibatkan penyemprotan air ke

dalam oven. Tujuannya adalah untuk membunuh organism dan mikroba yang

masih melekat.

5. Penghancuran dan Penghalusan

Proses berikutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao sebagai produk

primer kakao pertama. Oleh karena setengah dari berta nib adalah lemak,

pengaruh dari kegiatan penggilingan bersama-sama dengan panas yang

ditimbulkan adalah nib padat menjadi pasta cair. Proses ini menyebabkan titik

cair sesungguhnya. Pengoperasian mesin penggilingan bervariasi menurut

keadaan nib dan produk yang dimaksudkan. Sebagai contoh, suhu penggilingan

untuk nib, sumber aroma dipertahankan agar tetap rendah sehingga cita rasa

yang mudah menguap tidak hilang. Oleh karena itu, idealnya peralatan modern

untuk penggilingan harus dilengkapi dengan pendingin air. Walaupun dapat

membuat cita rasa produk cokelat susu menjadi kasar, tetapi suhu yang tinggi

dapat menguapkan cita rasa yang tidak diharapkan.

Page 56: kakao cetaak

28

Tingkat kehalusan ukuran partikel sangatlah penting. Jika pasta kakao ditujukan

untuk produksi lemak dan bubuk, penghalusan yang berlebihan dapat

menyulitkan tahap pengepresan, tetapi jika terlalu kasar, pengempaan menjadi

tidak sempurna karena masih banyak tertinggal dalam struktur jaringan sel.

Selain berpengaruh terhadap rendemen lemak, ukuran partikel yang dihasilkan

dari proses grinding sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel bubuk. Proses

selanjutnya dari bungkil dan bubuk tidak mengurangi ukuran partikel yang telah

diatur pada proses grinding, tetapi adang-kadang terhadap pemacahan

aglomerasi partikel bubuk kakao.

6. Pencampuran (Blending)

Proses pencampuran ini dapat dilakukan pada setiap tahap pengolahan, tetapi

sangat jarang dilakukan sebelum penyangraian karena perbedaan biji atau nib

membutuhkan kondisi penyangraian yang berbeda. Selain itu, pencampuran

yang dilakukan pada saat pemecahan kulit bisa membuat masalah baru pada

pengaturan mesin. Biji berkulit keras membutuhkan mesin lebih kuat daripada

yang berkulit tipis. Pencampuran juga akan mengahsilkan rendemen yang lebih

rendah karena biji berkulit tipis akan lebih duluan hancur daripada biji lainnya.

Walaupun pencampuran dapat dilakukan setelah tahap penyangraian, tetapi

seringkali ditunda setelah proses penggilingan karena pencampuran dapat

menyulitkan proses penggilingan.

Page 57: kakao cetaak

28

B. Hasil Olahan Akhir

1. Pasta Kakao

Pasta cokelat dikenal juga sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang

merupakan hasil setengah jadi. Produk pasta cokelat ini biasa dipasarkan dalam

skala besar, baik dari pabrikan ke makanan cokelat atau dalam skala rumah

tangga, yakni oleh pengecer-pengecer yang akan digunakan sebagai bahan

baku pembuatan kue rumah tangga. Untuk menghasilkan bubuk kakao dengan

cita rasa yang lebih baik, dalam pembuatan pastanya perlu dilakukan proses-

proses seperti pasteurisasi, deasidifikasi, alkalisasi, dan penambahan gula

reduksi terlebih dahulu. Gula reduksi diharapkan dapat meningkatkan cita rasa

melalui peningkatan reaksi Maillard. Selain karena cita rasa pasta kakao yang

baik, lezatnya makanan cokelat juga ditentukan oleh penggunaan bahan dasar

yang baik dan resep yang sesuai.

2. Lemak dan Bubuk Kakao

Lemak kakao diperoleh dari ekstarksi nib kakao. Ada tiga cara ekstraksi lemak

kakao yaitu, pengempaan hidrolik, pengempaan ulir (expeller press) dan

ekstraksi dengan pelarut. Lemak kakao yang berkualitas baik berasal dari nib

yang baik dan biasanya diperoleh dengan cara pengempaan hidrolik. Lemak

kakao tersusun dari komponen-komponen kimia seperti gliserida stearat,

palmitat, oleat, dan sedikit linoleat.

Page 58: kakao cetaak

28

Lemak kakao sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan baku

manisan/makanan cokelat dan sebagian kecil lainnya lansung dicampur susu,

gula, dan bahan tambahan lain menjadi permen cokelat putih, yang lebih dikenal

sebagai white chocolate. Lemak kakao sebagian kecil juga digunakan sebagai

bahan kosmetika (misalnya lipstick dan pelembab) serta untuk keperluan

farmasi (oabt-obatan suspositaria).

Proses pembuatan bubuk kakao pada pabrikan umumnya melalui penyangraian

biji, pemisahan nib dari kulit biji, penghancuran dan penghalusan nib,

pengempaan, penepungan bungkil kakao dan pengayakan, serta pemberian

aroma-aroma tambahan. Untuk memperbaiki warna dan aroma bubuk kakao

yang dihasilkan, selama pengolahan juga dapat dilakukan proses alkalisasi pada

nib, pasta kakao, atau bungkil kakao.

3. Makanan Cokelat

Makanan cokelat adalah hasil utama pengolahan biji kakao di pabrikan. Jenis

makanan cokelat yang paling banyak adalah berupa permen atau manisan

cokelat dengan atau tanpa susu. Pembuatan makanan cokelat melalui proses

utama, yaitu pembersihan, penyangraian, pemisahan nib dari kulit, penghalusan

nib menjadi pasta cokleat, pencampuran pasta cokelat dengan bahan lainnya

(gula, lemak cokelat, susu, emulsifier), homogenisasi campuran, pematangan,

pencetakan, serta pengemasan. Jenis-jenis makanan cokelat yang ada di

pasaran saat ini sangat beragam, tetapi yang paling terkenal adalah jenis

Page 59: kakao cetaak

28

cokelat susu (milk chocolate), dan cokelat gelap (dark chocolate), dengan atau

tanpa tambahan kacang (seperti kacang mete, kacang hazel, dan kacang

tanah), atau biscuit.

Begitupun dengan permen cokelat, ada dua macam permen cokelat yang

beredar di pasaran, yaitu permen cokelat gelap dan permen cokelat susu,

dengan atau tanpa bahan pengisi. Bahan pengisi yang biasa digunakan pada

permen cokelat adalah kacang mete, kacang almond, biscuit, atau crackers.

Page 60: kakao cetaak

28

DAFTAR PUSTAKA

Darjanto. M., 1977. Beberapa Catatan Tentang Pembungaan dan Pembentukan Buah

Cokelat. Menara Perkebunan.

Disbun, 2009. Kelapa Dalam, Data Statistik Perkebunan 2009. Dinas Perkebunan Provinsi

Sulawesi Selatan, Makassar.

Erwiyono, R & Sugiyanto. 2001. Kompetisi antara Bibit Kakao dan Tanaman Penutup

Tanah Arachis Pintoi. Pelita Perkebunan.

Prawoto. A., et al, 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga

Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, H.,, 1986. Budidaya dan Mutu Hasil Hibrida Antarklon Kakao dan Kaitannya

dengan Penanganan Kebun Benih. Pelita Perkebunan.

Page 61: kakao cetaak

28

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

A. Selamat Datang di Sulawesi Selatan................................................. 1

1. Potensi Wilayah............................................................................. 1

2. Luas Areal dan Produksi.............................................................. 3

3. Produktivitas dan Jumlah Petani................................................. 3

B. Visi dan Misi Perkebunan Prov. Sul-Sel........................................... 5

C. Budidaya.............................................................................................. 6

I. Pendahuluan ................................................................................. 6

a. Sejarah...................................................................................... 7

b. Prospek..................................................................................... 8

II. Keseuaian Lahan.......................................................................... 10

a. Tahapan Penilaian................................................................... 10

b. Sifat dan Karakteristik Lahan.................................................. 11

1. Iklim..................................................................................... 11

2. Tanah................................................................................... 14

Page 62: kakao cetaak

28

III.Bahan Tanaman............................................................................... 16

IV. Perbanyakan Tanaman................................................................. 16

a. Perbanyakan Generatif............................................................ 17

b. Perbanyakan Vegetatif............................................................ 20

V. Konservasi dan Persiapan Lahan............................................... 21

VI. Pola Tanam dan Tumpang Sari................................................... 22

VII. Pemangkasan............................................................................... 22

a. Pemangkasan Bentuk............................................................. 23

b. Pemangkasan Pemeliharaan................................................... 24

c. Pemangkasan Produksi.......................................................... 24

VIII.Pemupukan................................................................................... 25

a. Jumlah/Dosis Unsur Hara (pupuk) yang Diberikan.............. 25

b. Jenis Pupuk.............................................................................. 26

c. Waktu Pemupukan................................................................... 26

d. Aplikasi Pemupukan................................................................ 26

IX. Pengendalian Hama..................................................................... 27

a. Penggerek Buah Kakao (PBK)................................................ 27

b. Kepik Pengisap Buah.............................................................. 30

c. Ulat Kilan.................................................................................. 31

d. Penggerek Batang................................................................... 32

Page 63: kakao cetaak

28

X. Pengendalian Penyakit................................................................ 33

XI. Pasca Panen................................................................................. 34

a. Pengolahan .............................................................................. 34

b. Mutu.......................................................................................... 41

XII. Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Cokelat..................................... 43

a. Kontribusi Kakao Terhadap Cita Rasa Produk Cokelat........ 43

b. Kontribusi Kakao Terhadap Tekstur Produk Cokelat........... 48

c. Kontribusi Kakao Terhadap Warna Produk Cokelat............. 49

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cita Rasa, Tekstur,

dan Warna Cokelat................................................................... 49

XIII. Industri Hilir.................................................................................. 50

a. Tahapan Pengolahan .............................................................. 50

b. Hasil Olahan Akhir................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 59

Page 64: kakao cetaak

28

KATA PENGANTAR

Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial dalam

menyumbang devisa Negara. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah

Pantai Gading dan Ghana. Hal ini didukung dengan areal tanaman kakao yang masih banyak

tersedia, tenaga kerja, dan tenaga ahli kakao.

Dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu kakao, disamping harus ada lahan juga

harus tersedia modal, khususnya didalam penguasaan ilmu pengetahuan di bidang budidaya

cengkeh. Sebab itu, buku ini dimaksudkan untuk memberi banyak pengetahuan mengenai berbagai

hal seputar kakao.

Menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang dapat bekerja sendirian, maka izin kan

kami mencucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan buku ini. Akhir kata kami dedikasikan buku ini kepada semua pihak yang

membutuhkan.

Makassar, September 2010

Penyusun

Bidang Pasca Panen dan Sistem Informasi Perkebunan

Page 65: kakao cetaak

28

Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan

Jl. Perkebunan No. 7 Makassar

Sulawesi Selatan – Indonesia

Telepon (0411-449918, 449167)

Fax (0411-443865)