k3 Sal Nafas

8
A. Sick Building Syndrome Secara sepintas ruangan gedung yang dibangun secara mewah dan dilengkapi dengan prasarana yang memadai, serta kondisi udara dalam ruangan yang dapat diatur senyaman mungkin merupakan hal yg dianggap tempat yang amat nyaman untuk bekerja. Namun pada kenyataannya justru di ruangan seperti inilah kesehatan orang yang bekerja kebanyakan sering terganggu . Berbagai keluhan dan gejala pun dapat timbul saat seseorang berada dalam gedung. Kuaitas udara, suhu, radiasi, ventiasi, pencahayaan serta penggunaan berbagai bahan kimia di dalam gedung, merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya keluhan dan gejala pada pekerja/pegawai pada saat mereka berada di dalam gedung. 1 Sick building syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970. Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah kesehatan akibat lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, IAQ dan buruknya ventilasi gedung perkantoran. World Health Organization (WHO) tahun 1984 melaporkan 30% gedung baru di seluruh dunia memberikan keluhan pada pekerjanya dihubungkan dengan IAQ. Di seluruh dunia 2,7

description

me

Transcript of k3 Sal Nafas

Page 1: k3 Sal Nafas

A. Sick Building Syndrome

Secara sepintas ruangan gedung yang dibangun secara mewah dan dilengkapi dengan

prasarana yang memadai, serta kondisi udara dalam ruangan yang dapat diatur senyaman

mungkin merupakan hal yg dianggap tempat yang amat nyaman untuk bekerja. Namun pada

kenyataannya justru di ruangan seperti inilah kesehatan orang yang bekerja kebanyakan

sering terganggu . Berbagai keluhan dan gejala pun dapat timbul saat seseorang berada dalam

gedung. Kuaitas udara, suhu, radiasi, ventiasi, pencahayaan serta penggunaan berbagai bahan

kimia di dalam gedung, merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya keluhan

dan gejala pada pekerja/pegawai pada saat mereka berada di dalam gedung.1

Sick building syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970.

Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah kesehatan

akibat lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, IAQ dan buruknya ventilasi

gedung perkantoran. World Health Organization (WHO) tahun 1984 melaporkan 30%

gedung baru di seluruh dunia memberikan keluhan pada pekerjanya dihubungkan dengan

IAQ. Di seluruh dunia 2,7 juta jiwa meninggal akibat polusi udara, 2,2 juta di antaranya

akibat indoor air pollution atau polusi udara di dalam ruangan.2

Etiologi

Sick building syndrome terjadi akibat kurang baiknya rancangan, pengoperasian dan

pemeliharaan gedung.2 Berdasarkan penelitian The National Institute for Occupational Safety

and Health (NIOSH) ada enam sumber utama pencemaran udara di dalam gedung, yaitu

pencemaran alat-alat di dalam gedung (17%), pencemaran dari luar gedung (11%),

pencemaran bahan bangunan (3%), pencemaran mikroba (5%), gangguan ventilasi (52%),

dan sumber yang tidak diketahui (12%).3

Page 2: k3 Sal Nafas

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan SBS sangat bervariasi salah satunya sumber

polusi dalam ruangan seperti berasal dari karpet, perekat (lem), mesin fotokopi dan bahan

pembersih yang mengandung gas toksik dan mudah menguap seperti formaldehid atau

volatile organic compounds (VOCs).2 Faktor yang paling dominan adalah gedung atau

bangunan itu sendiri. Gedung-gedung kantor yang megah yang dilengkapi dengan sistem AC.

Kondisi semakin buruk jika gedung yang bersangkutan menggunakan Air Conditioner (AC)

yang tidak terawat dengan baik. Selain itu, faktor-faktor yang bersifat individual seperti jenis

kelamin wanita, riwayat alergi, stres emosional yang terkait dengan pekerjaan, memberikan

andil bagi timbulnya SBS. Keluhan-keluhan pada SBS juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di

luar lingkungan, seperti problem pribadi, pekerjaan dan psikologis yang dianggap

mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap SBS.3

Tabel 1. Asal polusi dan polutan yang mempengaruhi IAQ lingkungan kantor2

Page 3: k3 Sal Nafas

Gejala

Gejala yang dapat terjadi berupa iritasi kulit, mata dan nasofaring, sakit kepala,

lethargy, fatique, mual, batuk, dan sesak. Gejala tersebut akan berkurang atau hilang bila

pekerja tidak berada di dalam gedung, hal tersebut dapat terjadi pada satu atau dapat tersebar

di seluruh lokasi gedung.2

Keluhan atau gejala SBS dapat dalam tujuh kategori sebagai berikut:4

1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair

2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk kering

3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum), seperti sakit

kepala, lemah, capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi

4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa berat di dada

5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal

6. Gangguan saluran cerna, seperti diare

7. Gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, dll.

Seseorang dikatakan terkena gejala SBS apabila menderita 2/3 dari sekumpulan gejala

seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit kepala, kulit gatal-gatal, mata

pedih, mata kering, mata tegang, pilek, pegal pegal, sakit leher/punggung dalam waktu

bersamaan. Seseorang disebut terkena SBS apabila terdapat lebih dari 20%-50% responden

mempunyai keluhan tersebut di atas. Akan tetapi apabila hanya 2-3 orang, maka kejadian

tersebut hanya diindikasikan flu biasa.4

Pencegahan SBS

Pencegahan SBS harus dimulai sejak perencanaan sebuah gedung, penggunaan bahan

bangunan mulai pondasi bangunan, dinding, lantai, penyekat ruangan, bahan, perekat (lem)

dan cat dinding yang dipergunakan, tata letak peralatan yang mengisi ruangan sampai

operasional peralatan tersebut perlu kewaspadaan dalam penggunaan bahan bangunan,

Page 4: k3 Sal Nafas

terutama yang berasal dari hasil tambang, termasuk asbes. Dianjurkan agar gedung didesain

berdinding tipis serta memiliki ventilasi yang baik. Pengurangan konsentrasi sejumlah gas,

partikel dan mikoorganisme di dalam ruangan, dapat dilakukan dengan pemberian tekanan

yang cukup besar di dalam ruangan. Peningkatan sirkulasi udara seringkali mejadi upaya

yang sangat efektif untuk mengurangi polusi di dalam ruangan, laju ventilasi dalam gedung

harus adekuat, direkomendasikan minimum 15 L/detik/ orang. Jendela dan atau pintu yang

dapat terbuka serta pemeliharaan rutin sistim HVAC dengan membersihkan dan mengganti

penyaring secara periodik (setiap 3 bulan) dapat memberikan ventilasi yang baik,

kenyamanan bekerja serta lingkungankerja yang sehat.2,4

Bahan-bahan kimia tertentu yang merupakan polutan yang sumbernya berada dalam

ruangan seperti bahan perekat, bahan pembersih, pestisida dan lain sebagainya sebaiknya

diletakkan di dalam ruangan khusus yang berventilasi atau ruang kerja. Untuk ruangan yang

menggunakan karpet untuk pelapis dinding atau lantai secara rutin harus dibersihkan dengan

penyedot debu apabila dianggap perlu dalam jangka waktu tertentu dilakukan pencucian,

demikian juga untuk pembersihan AC harus secara rutin. Hindari pula menyalakan AC

secara terus menerus. AC perlu dimatikan supaya kuman tidak berkembang biak di tempat

lembab. Ketika AC mati, jendela-jendela perlu dibuka lebar-lebar agar sinar matahari masuk

ke dalam ruangan, karena panas matahari akan membunuh sebagian besar kuman. Tata letak

peralatan elektronik memegang peranan penting. Tata letak terkait dengan jarak pajanan

peralatan yang menghasilkan radiasi elektromagetik tidak hanya dipandang dari segi

ergonomik, tetapi juga kemungkinan dapat menimbulkan SBS.4

Penatalaksanaan SBS

Penatalaksanaan terbaik adalah pencegahan dan atau menghilangkan sumber

kontaminasi penyebab SBS. Pasien dianjurkan menghindari gedung yang dapat menimbulkan

keluhan meskipun tidak selalu dapat terlaksana karena dapat menyebabkan kehilangan

Page 5: k3 Sal Nafas

pekerjaan. Menghilangkan sumber polutan, memperbaiki laju ventilasi dan distribusi udara,

membuka jendela sebelum menggunakan pendingin, menjaga kebersihan udara dalam

gedung, pendidikan dan komunikasi merupakan beberapa cara mengatasi SBS.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Nur Habibi Rahman, Furqaan Naiem, Samsiar Russeng. Studi tentang keluhan sick building syndrome (sbs) pada pegawai di gedung rektorat universitas hasanuddin makassar. Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar;2013.

2. Dian Yulianti, Mukhtar Ikhsan, Wiwien Heru Wiyono. Sick Building Syndrome. CDK-189. 2012;39(1):21-24.

3. Kriswiharsi Kun Saptorini, Eti Rimawati. Hubungan antara faktor individu dan faktor Bangunan dengan kejadian nyeri kepala sick building syndrome pada staf edukatif di lingkungan Universitas dian nuswantoro semarang. Jurnal visikes. 2010;9(1) :10-18.

4. Morrys Antoniusman. Hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang dan faktor demografi terhadap kejadian gejala fisik sick building syndrome (sbs) pada responden penelitian di gedung x tahun 2013[skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;2013.