Kelainan Sal Reproduksi
-
Upload
vino-g-albert -
Category
Documents
-
view
72 -
download
3
Transcript of Kelainan Sal Reproduksi
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, kelainan-kelainan saluran genitalia dianggap sebagai anomali
perkembangan yang terjadi selama embriogenesis atau mungkin juga didapat dan
disebabkan oleh proses-proses yang biasanya terjadi pada masa dewasa.
Untuk memahami etiologi kelaianan perkembangan vagina, serviks, dan
uterus,kita mula-mula perlu memahami bagaimana struktur-struktur tersebut terbentuk.
Uterus terbentuk dari penyatuan dua duktus mulleri pada sekitar minggu ke-10.
Penyatuan mulai di bagian tengah dan kemudian meluas ke arah kaudal dan sefal.
Sekarang uterus memiliki bentuk khas, dengan proliferasi sel di bagian atas dan
peleburan sel-sel di kutub bawah secara simultan sehingga terbentuklah rongga uterus
yang pertama. Rongga ini terletak di kutub bawah dengan irisan jaringan yang tebal di
atasnya. Irisan jaringan tebal di bagian atas (septum) luruh secara perlahan sehingga
tercipta rongga uterus.proses ini biasanya selesai padaminggu ke-20. Setiap kegagalan
penyatuan dua duktus mulleri atau kegagalan penyerapan rongga di antara keduanya
kana mneyebabkan terbentuknya kornu uterus yang terpisah atau menetapnya septum
uterus dengan derajat bervariasi.
Vagina terbentuk diantara sinus urogenitalis dan tuberkel mulleri akibat larutnya
korda sel di antara kedua struktur. Diperkirakan bahwa pelarutan inidimulai di himen
dan meluas ke atas menuju serviks. Kegagalan proses ini akan menyebabkan korda sel
menetap,dan agenesis vagina atau kelainan yang lebih ringan akan menyebabkan
terbentuknya septum dengan derajat berbeda-beda.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Pada beberapa kasus, kehamilan dipersulit oleh kelainan saluran genitalia.
Secara umum, kelainan-kelainan tersebut dianggap sebagai anomali perkembangan
yang terjadi selama embriogenesis atau mungkin juga didapat dan disebabkan oleh
proses-proses yang biasanya terjadi pada masa dewasa.
1. KELAINAN PERKEMBANGAN SALURAN REPRODUKSI
Sejumlah defek genitourinaria akibat kelainan embriogenesis terjadi secara
sporadis. Defek berat sering menimbulkan morbiditas serius bagi bayi dan ibunya. Pada
sebagian, bahkan defek ringan pun dapat menyebabkan peningkatan insiden abortus
iminens dan kelainan letak janin.
1.1. Embriogenesis Saluran Reproduksi
Untuk memahami etiologi kelaianan perkembangan vagina, serviks, dan
uterus,kita mula-mula perlu memahami bagaimana struktur-struktur tersebut terbentuk.
Secara singkat, perkembangan dimulai saat duktus metanefros membesar dan
berhubungan dengan kloaka antaraminggu gestasi keempat sampaikelima. Antara
minggu keempat dankelima, terbentuk dua tunas ureter disebelah distal dari duktus
mesonefros dan mulai tumbuh ke arah kepala menuju mesonefros. Duktus mulleri
(paramesonefros) terbentuk di kedua sisi antara gonad dan mesonefros yang sedang
berkembang. Kedua duktus mulleri tersebut tumbuh ke arah bawah danlateral menuju
duktus mesonefros dan akhirnya berbelok kearah medial untuk bertemu dan menyatu di
garis tengah. Duktus mulleri yang berfusi turun ke arah sinus urogenitalis untuk
bergabung dengan tuberkel mulleri. Hubungan erat antara duktus mulleri dan
mesinefros penting secara klinis, karena kerusakan salah satu sistem duktus sering
menyebabkan kerusakan keduanyakornu uterus, ginjal, dan ureter.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Uterus terbentuk dari penyatuan dua duktus mulleri pada sekitar minggu ke-10.
Penyatuan mulai di bagian tengah dan kemudian meluas ke arah kaudal dan sefal.
Sekarang uterus memiliki bentuk khas, dengan proliferasi sel di bagian atas dan
peleburan sel-sel di kutub bawah secara simultan sehingga terbentuklah rongga uterus
yang pertama. Rongga ini terletak di kutub bawah dengan irisan jaringan yang tebal di
atasnya. Irisan jaringan tebal di bagian atas (septum) luruh secara perlahan sehingga
tercipta rongga uterus.proses ini biasanya selesai padaminggu ke-20. Setiap kegagalan
penyatuan dua duktus mulleri atau kegagalan penyerapan rongga di antara keduanya
kana mneyebabkan terbentuknya kornu uterus yang terpisah atau menetapnya septum
uterus dengan derajat bervariasi.
Vagina terbentuk diantara sinus urogenitalis dan tuberkel mulleri akibat larutnya
korda sel di antara kedua struktur. Diperkirakan bahwa pelarutan inidimulai di himen
dan meluas ke atas menuju serviks. Kegagalan proses ini akan menyebabkan korda sel
menetap,dan agenesis vagina atau kelainan yang lebih ringan akan menyebabkan
terbentuknya septum dengan derajat berbeda-beda.
1.1.1. Pembentukan Dan Klasifikasi Kelainan Mulleri
Karena fusi dua duktus mulleri membentuk vagina, serviks, dan korpus uterus,
golongan-golongan utama deformitas yang berasal dari tiga jenis defek embriologis
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Gangguan kanalisasi vagina menyebabkan terbentuknya septumvagina
trasversal, atau pada bentuk paling ekstrim, tidak adanya vagina.
2. Pematangan unilateral dukteus mulleri disertai gangguan atau tidak adanya
perkembangan di duktus yang berlawanan menimbulkan cacat yangdiakibatkan
oleh kelainan saluran kemih bagian atas.
3. Kelainan tersering adalah tidak adanya atau kegagalan fusi kedua duktus mulleri
di bagian tengah. Kegagalan total fusi mengahsilkan dua uterus, serviks, dan
vagina yang sama sekali terpisah. Resorpsi jaringan yang tidak sempyrna di
antara ke dua duktus mulleri uanh menyatu mengakibatkan terbentuknya septum
uterus.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Berbagai klasifikasi untuk anomali-anomali ini pernah diajukan, tetapi belim ada
yang benar-benar memuaskan. Salah satunya yang ditujukan untuk kelainan duktus
mulleri diajukan oleh Buttram dan Gibbons (1979) dan didasarkan pada kegagalan
perkembangan normal. Klasifikasi ini memisahkan beragam anomali menjadi
kelompok-kelompok dengan gambaran klinis, prognosis untuk kehamilan, dan terapi
yang serupa. Klasifikasi mencakup satu kategori untuk kelainan yang berkaitan dengan
pajanan ke dietilstibestrol (DES) semasa janin. Anomali vagina tidak diklasifikasikan
karena tidak berkaitan dengan kematian janin. Sering diakibatkan oleh uterus didelfis
dan anomali bikornuata.
Klasifikasi Anomali Mulleri
I. Agenesis atau hipoplasia mulleri segmental
A. Vagina
B. Serviks
C. Fundus
D. Anomali kombinasi
II. Uterus unikornuata
A. Dengan kornu rudimeter
1. Dengan rongga endometrium
a. Komunikans
b. Nonkomunikans
2. Tanpa rongga endometrium
B. Tanpa kornu rudimeter
III. Uterus didelfis
IV. Uterus bikornuata
A. Sempurna (terbagi sampai os interna)
B. Parsial
C. Arkuata
V. Uterus septata
A. Sempurna (septum samapi os interna)
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
B. Parsial
VI. Dietilstibestrol
1.2. Kelainan Vulva
Atresia vulva total atau atresia bagian bawah vagina tidak memungkinkan
terjadinya konsepsi, kecuali apabila diperbaiki. Umumnya atresia vulva
bersifatinkomplit, terjadi akibat perlekatan atau jaringan parut setelah cedera atau
infeksi. Defek ini dapat cukup menghambat pelahiran,tetapi resistensi biasanya akhirnya
teratasi oleh tekanan berkepanjangan yang ditimbulkan oleh kepala janin. Hal ini dapat
menyebabkan robekan perineum yang dalam kecuali apabila dicegah dengan episiotomi
yang memadai.
1.3. Kelainan Vagina
Terdapat beberapa kemungkinan kelainan perkembangan vagina :
1. Tunggal. Vagina normal.
2. Bersekat longitudinal. Septum longitudinal sempurna atautidak sempurna.
3. Ganda.vagina ganda sering sulit dibedakan dengan vagina berseptum sempurna.
Vagina ganda sejati memiliki dua introitus dan menyerupai senapan laras ganda,
dengan masing-masing saluran berakhir di serviks yang terpisah dan tersendiri.
Kadang-kadang pada vagina ganda salah satunya buntu.
4. Bersekat transversal. Hal ini terjadi lebih akibat kegagalan kanalisasi duktus
mulleri primordial yang telah meneyatu daripada kegagalan fusi longitudinal.
Vagina septata biasanya dijumpai saat pemeriksaan dalam urin rutin atau oleh
wanita yang bersangkutan saat menyadari bahwa tampon vagina tidak selalu
efektif menyerap darah haid.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.3.1. Septum Dan Striktur
Septum longitudinal sempurna biasanya tidak menyebabkan distosia karena
seluruh vagina tempat lewatnya janin secara berangsur-angsur akan berdilatasi dengan
memuaskan. Namun, septum yang tidak sempurna kadang-kadang mengganggu
penurunan janin. Pada kasus seperti ini, septum dapat teregang di sekitar bagian
presentasi menjadi suatu pita dengan ketebalan bervariasi. Kadang-kadang septum
cukup resisten sehingga harus dipotong atau harus dilakukan seksio sesarea.
Walaupun jarang, vagina dapatmengalami obstruksi oleh pitaatau striktur anular
kongenital. Striktur ini kecil kemungkinannya mengganggu pelahiran secara serius
karena biasanya melunak selama kehamilan dan kalah oleh kepala yang turun. Insisi
jarang diperlukan.
Kadang-kadang vagina bagian atas terpisahdari jalan lahir lainnya oleh sebuah
septum transversal dengan satu lobang kecil. Beberapa bentuk kelainan ini disebabkan
oleh pajanan dietilstilbestrol (DES) ini utero. Striktur ini kadang-kadang disangka
bagian atas kubah vagina, dan pada saat persalinan, lubang septum secara salah
dianggap sebagai os eksterna yang tidak membuka. Setelah os eksterna mengalami
pembukaan sempurna, kepala menekan septum dan menyebabkannya menonjol keluar.
Apabila septum tidak kalah, penekanan ringan pada lubangnya akan menyebabkan
dilatasi lebih lanjut, tetapi kadang-kadang siperlukan insisi silang agar pelahiran dapat
berlangsung.
1.3.2. Atresia
Atresia vagina kongenital sempurna, kecuali apabila diperbaiki secara
bedah,merupakanpenghalangefektif bagi kehamilan. Atresia tidak sempurna dapat
merupakan manifestasi kegagalan perkembangan atau akibat kecelakaan, misalnya
jaringan parut karena cederaatau peradangan. Pada sebagian besar kasus atresia parsial,
obstruksi secara bertahap diatasi oleh tekanan yang ditimbulkan oleh bagian terbawah
janin karena pada kehamilan terjadi perlunakan jaringan. Kadang-kadang dibutuhkan
dilatasi manual atau hidrostatik atau insisi atau bahkan seksio sesarea.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.4. Kelainan Serviks Dan Uterus
1.4.1. Jenis Serviks
Dalam kaitannya dengan perkembangan, terdapat sejumlah anomali serviks.
1. Tunggal. Serviks normal.
2. Septata. Serviks terdiri dari satu cincin otot yang dibagi oleh sebuah sekat. Sekat
mungkin terbatas di serviks, atau yang lebih sering, merupakan lanjutan ke
bawah dari septum uterus atau perluasan ke atas dari septumvagina.
3. Ganda. Dua serviks tersendiri, masing-masing terbentuk dari pematangan duktus
mulleri yang berbeda.baik serviks bersekat maupun serviks ganda sejati sering
disertai oleh septum vagina longitudinal. Sayangnya, banyak serviks bersekat
secara salah digolongkan sebagai serviks ganda.
4. Hemiserviks tunggal. Keadaan ini terjadi akibat pematangan mulleri unilateral.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.4.2. Diagnosis Malformasi Serviks Dan Uterus
Beberapa dari kelainan ini ditemukan melalui inspeksi biasa atau sewaktu
pemeriksaan bimanual. Kelainan-kelainan ini sering dijumpai saat seksio sesarea atau
eksplorasi manual rongga uterus setelah melahirkan. Takikdi fundus, yang dipalpasi
melalui abdomen, umumnya mengisyaratkan malformasi uterus. Penapisan dengan
ultrasonografi untuk mencari anomali, walaupun 90 persen spesifik, hanya memiliki
sensitivitas 43 persen. Uterus bersekat sulit dibedakan dari uterus bikornuata tanpa
pemeriksaan radiologis, sonografibereseolusi tinggi, visualisasi langsung rongga uterus,
dan sering kali diperlukan pemeriksaan laparoskopik. Pemeriksaan histeroskopik dan
histerografi bermanfaat untuk memastikan konfigurasi rongga uterus. Bila dikombinasi
dengan konfigurasi laparoskopikuntuk memastikan ada tidaknya pemisahan
eksternaluterus serta ada tidaknya kornu uterus rudimenter, hampir semua kelainan
uterus dapat dijelaskan dan diklasifikasikan secara akurat seperti dijelaskan berikut ini.
1.4.3. Insiden
Belum tersedia angka yang akurat tentang anomali-anomaliini. Green dan Harris
(1976) mengidentifikasi 80 kelainan perkembangan uterus dari 31.836 pelahiran (1
dalam 400). Mereka menekankan bahwa deteksi paling besar selamasuatu periode
terjadi saat salah satu anggotastaf bersemangat melakukan eksplorasi uterus saat
persalinan, dan apabila dicurigai adanya suatu anomali, dilakukan histerosalpingografi
6sampai 8 minggu pascapartum.
Sonografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelainan perkembangan
uterus, walaupun kurang presisi dibandingkan dengan histeroskopi dan
histerosalpingografi. Namun, selam kehamilan atau disangka hamil, evaluasi
ultrasonografi cukup informatif. Magnetic resonance imaging (MRI) mungkin lebih
spedifik.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.4.4. Pemeriksaan Urologis
Apabila dijumpai perkembangan saluran reproduksi yang asimetris,
diindikasikan pemeriksaan urologis karena anomali ini sering berkaitan dengan kelainan
salurab kemih. Apabila terdapat atresia uterus di satu sisi atau apabila salah satu vagina
pada vagina ganda buntu,biasanya sering dijumpai anomali urologis ipsilateral.
1.4.5. Pemeriksaan Pendengaran
Sampai sepertiga wanita dengan defek mulleri dilaporkan mengalami gangguan
pendengaran. Gangguan ini ditandai oleh kelainan pendengaran sensorineural ringan
sampai berat dalam rentangfrekuensi tinggi.
1.4.6. Anomali Uterus Pada Tumor Wilms
Pasien tumor Wilmsyang jarangini dan bertahan hidup memperlihatkan
peningkatan insiden anomali saluran kemih dan reproduksi. Para penulis menyarankan
bahwapengamatan ini dapat secara parsial menjelaskan infertilitas pada para pasien
wanita yang bertahan hidup.
1.4.7. Makna Obstetri Kelainan Serviks
Atresia total serviks tidak memungkinkan kehamilan. Stenosis serviks akibat
jaringan parut dapat terjadi setelahberbagaijenis trauma serviks. Karena selama
kehamilan biasanya terjadiperlunakan jaringan, stenosis serviks secara berangsur-angsur
‘mengalah’ selama persalinan. Pada kasus-kasus yang jarang, stenosis dapat sedemikian
mencolok sehingga tidak mungkin terjadi pembukaan dan diperlukan seksio sesarea.
1.4.8. Makna Obstetri Hipoplasia Atau Agenesis Uterus
Kelas I Buttram Dan Gibbons. Hipoplasia atau agenesis vagina hampir tidak
memungkinkan kehamilan, dan bahkan pada beberapa kasus yang menyambungkan
uterus secara bedah ke sebuah vagina baru, kehamilan jarang terjadi. Berbagai jenis
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
sekatvagina dapat diperlebar, dipindahkan, atau dipotong secara bedah, serviks bersekat
berfungsi baik, tetapi selama persalinan dapat terjadi bahaya ruptur dan perdarahan.
Kelas II Sampai Vbuttram Dan Gibbons. Anomali uterus menimbulkan kesulitan
obstetri yang besar. Defek uterus yang terjadi akibat perkembangan hanya salah satu
duktus mulleri, atau akibat tidak terjadinya penyatuan, sering menghasilkan hemiuterus
yang tidak dapat dapat mengalamidilatasi dan hipertrofi secara benar. Hal ini dapat
menimbulkan beberapa kesulitan, termasuk keguguran, kehamilan ektopik, kehamilan
kornu rudimenter, pelahiran preterm, hambatan pertumbuhan janin, kelainan letak janin,
disfungsi uterus, dan ruptur uteri. Yang mengejutkan, bahkan pada keadaan-keadaan
ketika hanya terdapat sebuah sekat uterus, angka keguguran meningkat.
Kinerja Reproduksi Wanita Dengan Uterus Unikornuatus (Buttram Dan Gibbons
Kelas III). Anomali perkembangan yang menyebabkan terbentuknya uterus
unikornuatus. Insidennya dalam suatu penelitian terhadap 1160 anomali ueterus
adalah14 persen. Angka ini kemungkinan besar lebih rendah daripada sebenarnya,
karena diagnostik utama yang digunakan adalah histerosalpingografi, yang tidak dapat
mengidentifikasi kornu rudimenter nonkomunikans. O’Learly dan O’Learly (1963)
memperkirakan bahwa 90 persen uterus unikornuatus dengan kornu rudimenter tidak
memiliki saluran yang menghubungkan kedua kornu. Meningkatnya insiden infertilitas,
endometriosis, dan dismenorea pada kasus-kasus ini jelas lebih mudah dipahami.
Kelainan anatomis dan meningkatnya kematian janin secara parsial dapat
dijelaskan olehukuran uterus yang lebih kecil atau implantasi zigot di kornu rudimenter
komunikans. Ukuran hemiuterus yang kecil hampir merupakan penyebab meningkatnya
angka pelahiran preterm, hambatanpertumbuhan janin, presentasi bokong, persalinan
sulit, dan seksio sesarea.
Kehamilan tuba dan kehamilan di kornu rudimenter nonkomunikans merupakan
merupakan masalah khusus. Rolen dkk. (1966) melaporkan bahwa pada 70 kehamilan
dengan implantasi di kornu rudimenter, biasanya terjadi ruptur uteri sebelum 20
minggu. Perdarahan intraperitoneumpada kasus-kasus ini dapat deras danmengancam
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
nyawa, tetapi pernah dilaporkan janin yang bertahan hidup walaupun jarang. Pada satu
kasus, janin kembar dilahirkan terpisah 8 hari. Pada kasus lain, kehamilan padakornu
rudimenter nonkomunikans disangka uterus inkarserata dengan sirkulasi. Penggunaan
MRI yang lebih liberal dapat mendiagnosis masalah kehamilan ini lebih dini.
Tidak terdapat hubungan antara kornu rudimenter dengan kornu yang
berlawanan atau vagina. Sperma harus bermigrasi keluar dari tuba fallopi kornu yang
paten dan menyeberang secara transperitoneal untuk masuk ke tuba yang bersambungan
dengan kornu rudimenter. Padaminggu ke 15, wanita yang bersangkutan mengeluh
nyeri abdomen bawah yang mendadak, terasa keram, dan parah. Teraba massa uterus
yang agak membesar dan nyeri tekan. Pada massa ini teridentifikasi gerakan jantung
janin. Pada laparotomi, dijumpai sekitar 200 ml darah bebas di dalam rongga
peritoneum. Dilakukan histerektomi total dan salpingo-ooferektomi kir. Tiga kehamilan
sebelumnya, yang semuanya dengan presentasi bokong, mengahsilkan bayi yang
beratnya 750 g(meninggal), 120g (hidup), dan 2815g (hidup).
Kinerja Reproduksi Wanita Dengan Uterus Didelfis (Buttram Dan Gibbons Kelas
III). Uterus didelfis dibedakan dari uterus bikornuata dan septata oleh adanya
reduplikasi lengkap serviks dan rongga hemiuterus. Dalam suatu penelitian terhadap 26
wanita yang mengidap kelainan ini, Heinonen (1984) melaporkan bahwa semua juga
memiliki sebuah septum vaginal longitudinal. Selain kehamilan ektopik dan kehamilan
kornu rudimenter, masalah-masalah yang berkaitan dengan uterus didelfis serupa
dengan yang dijumpai pada uterus unikornuatus. Heinonen (1984) melaporkan hasil
akhir kehamilan secara keseluruhan yang baik adalah 70 persen. Selain 30 persen
keguguran, dijumpai pelahiran preterm pada 20 persen, hambatan pertumbuhan janin
pada 10 persen, presentasi bokong pada 43 persen, dan angka seksio sesarea adalah 82
persen. Percobaan persalinan berikutnya menyebabkan peningkatan angka ruptur uteri.
Pada wanita dengan uterus didelfis, gestasi multijanin tidak lazim tetapi
bukannya jarang. Mashiach dkk. (1981) melaporkan satu kasus triplet dengan interval
pelahiran 72 hari.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Kinerja Reproduksi Wanita Dengan Uterus Bikornuata Dan Septata (Buttram Dan
Gibbons Kelas IV Dan V). Pada kelas IV dan V, terjadi peningkatan mencolok abortus
spontan. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya jaringan otot di septum.
Pengecualian adalah untuk uterus arkuata, yang hanya merupakan penyimpangan ringan
dari normal. Menurut Bruttam dan Gibbons (1979), kematian janin pada 20 minggu
pertama adalah 70 persen untuk uterus bikornuata dan 88 persen untuk uterus septata.
Kematian janin yang sangat tinggi ini kemungkinan karena implantasi parsial atau
lengkap pada septum yang umumnya avaskular. Pada 255 wanita dengan malformasi
ueterus, tiga dengan uterusseptata memiliki neonatus dengan defek reduksi ekstremitas.
Leible dkk. (1998) memperlihatkan bahwa dua pertiga wanita dengan anomali mulleri
plasenta lateral mengalami implantasi dan bahwa arteri uterina nonplasenta pada kasus-
kasus ini memperlihatkan rasio sistolik/diastolik yang tinggi. Apabila kehamilan sudah
berlangsung, maka hasil akhir keseluruhanmenyebabkan peningkatan insiden pelahiran
preterm, kelainan letak janin, dan seksio sesarea. Percobaan persalinan berikutnya akan
meningkatkan angka ruptur uteri.
Histerosalpingogram biasanya tidak dapat digunakan sendiri untuk membedakan
uterus septata dan uterusbikornuata, tetapi histerosonografi transvagina sangat
meningkatkan keakuratan diagnosis. Ultrasonografi tiga dimensi juga dilaporkan
meningkatkan keakuratan diagnosis, tetapi seperti histerosonografi, caraini tidak100
persen akurat. Buttram dan Gibbons (1979) menekankan pentingnya laparoskopi
untukmemastikan adanya pemisahan eksternal uterus. Diagnosis ini sekarang dapat
ditegakkan dengan cara noninvasif menggunakan MRI. Percobaan persalinan memiliki
angka ruptur uteri yangtinggi.
1.4.9. Penatalaksanaan Anomali Uterus
Kelainan presentasi janin sering terjadi pada uterus abnormal. Upaya-upaya
versi kaki luar kecil kemungkinannya berhasil dan mungkin malah membahayakan.
Apabila terjadi disfungsi uterus, tampaknya kurang bijaksana untuk mengatasi
gangguan uterus ini dengan oksitosin. Seksio sesarea lebih aman, tetapi sayangnya
diagnosissering tidakdiperkirakan.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.4.10. Cerclage
Pengikatan (cerclage) serviks terapeutik dan profilaktik mungkin diindikasikan
bagi wanita dengan uterus didelfis dan uterus bikornuata atau unikornuata. Peningkatan
serviks melalui abdomen menawarkan harapan terbaikbagi wanita dengan atresia
serviks parsial atau hipoplasia serviks yang ingin kehamilannya berhasil. Caspi dkk.
(1990) melaporkan metode Shirodkarmodifikasi yang menutupos interna tanpa perlu
melakukan prosedur melalui abdomen. Teknik ini dikerjakan dengan membuat sebuah
insisi melintang kecil di taut vagina kandung kemih anterior dan memajukan kandung
kemih sampai setinggi os interna. Sebuah jarum bulat besar digunakan untuk
memasukkan sebuah benangmonofilamen di sekeliling kedua sisi serviks di bawah
mukosa vagina. Benang dikeluarkan di bawah mukosa vagina dalam sul-de-sac dan
diligasi. Prosedur ini dilakukan pada wanita yang serviknya pendek atau mengalami
laserasi dan pada wanita dengan riwayat kegagalan cerclage McDonald.
1.4.11. Metroplasti
Wanita dengan anomali septata atau bikornuata serta gangguan hasil akhir
kehamilan mungkin akan mendapat manfaatdaritindakan perbaikan uterus.
Perbaikan uterus bikornuata adalah dengan metroplasti transabdomenyang
mencakup reseksi septum dan rekombinasi fundus. Setelah perbaikan aktivitas ueterus
normal apabila kedua kornu uterus yang secara anatomis simetris telah disatukan.
Perbaikan uterusseptata paling baik dilakukan dengan reseksi septum secara
histeroskopis. Infus dekstran berlebihan selama tinadakan histeroskopis ini dapat
menyebabkan edema paru yang mengancam nyawa dan memicu koagulopati berat. Pada
prosedur ini, reseksi septum dengan laser tampaknyahanya menambahwaktu dan biaya.
Tidak perlu pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim dan terapi hormon pascaoperasi
untuk mencegah fusi septum.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.6. Kelainan Saluran Reproduksi Akibat Dietilstilbestrol.
Hampir selama seperempat abad, sampai awal tahun 1970-an, dietilstilbestrol
(DES), suatu estrogen nonsteroidsintetik, diresepkan bagi sekitar 3 juta wanita hamil di
Amerika Serikat.laporan-laporan awaltanpa kontrol mengklaim bahwa obatini
bermanfaat untuk mengobati abortus, preeklamsia, diabetes, dan persalinan preterm.
Selain kurang efektif, masalah serius pertama yang dikaitkan dengan pemakaiannya
adalah ditemukannya adenokarsinoma sel jernih vagina pada beberapa anak perempuan
yang terpajan in utero.
Beberapa kelainan non neoplastik di vagina dan serviks juga pernah dilaporkan.
Yang tersering adalah adenosis vagina dan ektropion serviks. Kelainan struktural nayor
di vagina, serviks, uterus, dan tuba fallopi juga pernah dijumpai, dan kelainan-kelainan
ini menyebabkan peningkatan risiko insiden gangguan hasil akhir reproduksi.
1.6.1. Kelainan Struktural
Sebanyak seperempat sampai separuh wanita yang terpajan DES in utero
memperlihatkan variasi strukturaldi vagina dan serviks. Variasi-variasitersebut
mencakup septum transversum,rigi melingkar yang mengenai serviks dan vagina, dan
kerah serviks (servical collars). Anomali ronggauterus tampak pada histerografi dari
sekitar dua pertiga wanita yang terpajan. Rongga uterus yang secara bermakna lebih
kecil, pemendekan segmen atas uterus, dan rongga berbentuk huruf T juga pernah
dilaporkan. Sekitar separuh wanita dengan defek uterus juga mengalami defek serviks,
terutama hipoplasia serviks. Akhrnya, berbagai kelainan tuba fallopi pernah dilaporkan,
termasuk pemendekan, penyempitan, dan tidak adanya fimbria. Kipersztok dkk. (1996)
beranggapan bahwa untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan ini histerosalpingografi
tetap merupakan prosedur pilihan dibandingkan dengan MRI dan ultrasonografi
transvagna.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
1.6.2. Kinerja Reproduksi
Wanita yang terpajan DES semasa janin dilaporkan memperlihatkan penurunan
angka konsepsi. Dari mereka yang mengandung, terjadi peningkatan angka keguguran,
kehamilan ektopik, dan kelahiran preterm. Risiko paling besar adalah bagi wanita yang
memperlihatkan kelainan struktural.
1.6.3. Kehamilan Ektopik
Insiden kehamilan ektopik dilaporkan 7 persen dibandingkan dengan nol pada
kontrol. Etiologinya mungkin adalah anomali tuba, tetap mengecilnya ukuran uterus
juga mungkin berperan.
1.6.4. Keguguran Dan Persalinan Preterm
Insiden persalinan preterm meningkat, mungkin karena anomali uterus dan
serviks. Abortus spontan meningkat, tetapi mekanisme penyebab abortus dini masih
belum sepenuhnya dipahami. Inkompetensi serviks tampaknya bertanggung jawab
menyebabkan peningkatan kematian janin pada pertengahan kehamilan dan persalinan
preterm. Hal ini dibuktikan secara grafis oleh Michaels dkk. (1989) dalam penelitian
ultrasonografik prospektif serial terhadap wanita yang terpajan DES. Dengan
menggunakan evaluasi sonografik serial terhadap segmen bawah uterus, serviks, dan
vagina, ditemukan pendataran dan pembukaan serviks dini pada 5 dari 21 kehamilan.
Pengikatan serviks dilakukan pada kelima kasus tersebut, dan semuanya berlanjut
sampai paling sedikit usia gestasi 36 minggu.
Michaels dkk. (1989) memberi tahu para wanita ini bahwa mereka berisiko
melahirkan preterm. Mereka diperiksa setiap minggu dengan surveilans ultrasonografi
serial daerah uterus bawah dan servikovagna, dimulai pada usia gestasi 14 minggu dan
berlanjut sampai minggu ke 27. Bila terdapat pendataran dan dilatasi serviks yang
progresif, maka dilakukan pengikatan serviks. Ayers dkk. (1988) serta Ludmir dkk.
(1987, 1991) menganjurkan pengikatan serviks pada sebagian besar wanita ini, tetapi
terutama mereka yang mengalami hipoplasia serviks. Hamptom dkk. (1990)
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
menganjurkan pengikatan serviks transabdomina bagi wanita dengan hipoplasia atau
atresia serviks parsial.
1.6.5. Infertilitas
Berkurangnya kesuburan pada para wanita ini kurang dupahami tetapi berkaitan
dengan hipoplasia dan atresia serviks. Perbaikan bedah dengan reanastomosis vagina
dan serviks pernah dilakukan. Kehamilan dapat dicapai dengan menggunakan berbagai
teknik tranfer zigot intra fallopi.
1.6.6. Terapi
Terapi bagi wanita yang terpajan DES adalah surveilans kontinu untuk
mendeteksi karsinoma sel jernih di vagina dan serviks. Pemeriksaan tahunan adekuat
bagi kebanyakan dar mereka, tetapi harus dilakukan dua kali setahun pada wanita
dengan adenosis luas di vagina. Wanita dengan serviks atau vagina atipik harus
diperiksa sesering yang diindikasikan. Tidak ada terapi spesifik yang dianjurkan untuk
adenosis tanpa atipia sel. Terapi karsinoma sel jernih di vagina adalah radiasi dan
ekstirpasi radikal.
Penangan bedah terhadap kelainan struktural dilaporkan dapat memperbaiki
kinerja reproduksi. Garbin dkk. (1998) menganjurkan metroplasti histeroskopik
menggunakan suatu kait monopolar untuk memotong tonjolan lateral dinding inferior
atas uterus pada uterus berbentuk T. Mereka juga memotong fundus arkuata pada
rongga uterus untuk memperbesar volume uterus. Mereka melaporkan penurunan
abortus dari 88 menjadi 13 persen dan peningkatan pelahran aterm dari menjadi 88
persen. Nagel dan Malo (1993) serta Katz dkk. (1996) melaporkan peningkatan hasil
akhir kehamilan setelah reaksi uterus histeroskopik menggunakan gunting,
elektrokoagulasi, dan elektrode pemotong.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2. KELAINAN SALURAN REPRODUKSI DIDAPAT
2.1. Kelainan Vulva
2.1.1. Edema
Pada wanita yang mengidap sindrom nefrotik dan hipoproteinemia, dapat terjadi
edema vulva yang mengganggu bahkan sejak pertengahan kehamilan. Kadang-kadang
pada wanita normal dan terutama yang mengidap preeklamsi berat, vulva dapat menjadi
edematosa selama persalinan. Trombosis vena dan hematom juga dapat menyebabkan
edema serta nyer sehingga membuat episiotomi sulit dilakukan.
2.1.2. Lesi Peradangan
Peradangan dan pembentukan jaringan parut perineum yang luas akibat
hidradenitis supurativa, limfogranuloma venereum, atau penyakit Crohn dapat
menyebabkan kesulitan dalam pelahiran pervaginam, episiotomi, dan perbaikannya.
Episiotomi mediolateral dapat mencegah sebagian dari kesulitan ini dan laserasi rektum.
2.1.3. Abses Bartolin
Apabila berbentuk suatu abses selama kehamilan, harus dilakukan drainase.
Pada sebagian kasus, analgesi lokal sudah memadai tetapi pada abses besar dengan
selulitis, drainase sebaiknya dilakukan di ruang operasi. Setelah insisi dan dranase, tepi-
tepi yang terpotong – apabila mengalami perdarahan aktif – dijahit dengan catgut kronik
halus. Sebuah kassa drainase dimasukkan untuk menjaga agar ostum tetap terbuka
sampai granulasi lengkap. Dalam pus dari abses semacam ini dapat dijumpai bakteri
aerob dan anaerob, tetapi Neisseria gonorrhoeae dijumpai pada kurang dar 10 persen.
Pasien perlu mendapat antibiotik spektrum luas sampai selulitisnya mereda.
2.1.4. Kista Bartolin
Karena kehamilan memicu hiperemia, maka terapi terhadap kista asimtomatik
sebaiknya ditunda sampai pasien melahirkan. Walaupun jarang, suatu kista labium yang
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
ukurannya cukup besar dapat menyulitkan persalinan. Dalam hal ini aspirasi dengan
jarum sudah memadai sebagai tindakan sementara.
2.1.5. Lesi Di Uretra Dan Kandung Kemih
Trauma di uretra atau infeksi kelenjar-kelenjarnya dapat menyebabkan abses
periuretra, kista, dan divertikulum. Abses biasanya mereda sendiri, dengan
pembentukan kista asimtomatik sebagai sekuele. Divertikulum uretra dapat terisi oleh
debris yang secara intermiten keluar melalui uretra dan menyebabkan proteinuria
sehingga etologi menjadi kabur. Secara umum, eksisi bedah terhadap kista atau
divertikulum jangan dlakukan selama kehamilan.1997) mengulas kepustakaan
mengenai tumor kandung kemih dan menyimpulkan bahwa pada sebagian kasus kanker
buli-buli diperlukan tindakan seksio sesarea untuk mengeluarkan janin.
2.1.6. Kondiloma Akuminata
Infeksi genital oleh virus papiloma manusia menimbulkan kondiloma
akuminata, yang serng disebut sebagai kutil kelamin. Pada sebagian kasus, kondiloma
genital dapat sedemikian besar sehingga persalinan pervaginam sulit.
2.1.7. Mutilasi Genital Wanita
Mutilasi genital wanita, yang secara salah disebut sebagai sirkumsisi wanita,
mengacu kepada modifikasi yang secara medis tidak diperlukan. Saat ini, mutilasi
wanita semacam ini dipraktekkan di negara-negara Afrika dan Timur Tengah serta pada
populasi muslim di Indonesia dan Malaysia. Tindakan ini dilakukan pada 80 sampai
110 juta wanita di seluruh dunia. Menurut World Health Organozation (1992),
sirkumsisi wanita secara bermakna berkaitan dengan kemiskinan, buta huruf, dan status
wanita yang rendah.
Terdapat beragam jenis modifikasi bedah terhadap genitalia wanita. World
Health Organization (1997) mengklasifikasikan mutasi genital wanita menjadi empat
jenis. Penulis-penulis lain menggolongkannya menjadi tiga bentuk. Sunna adalah satu-
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
satunya prosedur genital wanita yang dapat dengan benar dsebut sebagai sirkumsisi.
Tindakan ini adalah bentuk yang paling kurang ekstrim dan berupa klitoridektomi
subtotal dengan derajat bervariasi. Apabila dilakukan dalam keadaan steril, jarang
terjadi konsekuensi fisik jangka panjang. Jenis kedua adalah eksisi. Tindakan ini berupa
klitoridektomi dan kadang-kadang pengangkatan sebagian atau seluruh labia minora.
Prosedur ini dapat menyebabkan konsekuensi media yang lebh serius.
Bentuk ketiga dan yang paling ekstrim dikenal sebaga infibulasi atau sirkumsisi
firaun (pharaonic circumcision). Tindakan ini berupa pengangkatan seluruh klitoris,
seluruh labia minora, dan paling tidak dua pertiga labia mayora. Kedua sisi vulva
kemudian dijahit oleh benang sutera atau catgut dan disatukan oleh duri-duri.
Ditinggalkan sebuah lubang kecil biasanya dibuat dengan memasukkan batang korek
api untuk keluarnya darah haid dan urin. Kedua paha kemudian diikat dari pinggul
sampai pergelangan kaki selama 40 hari sehingga akan terbentuk jarngan parut.
Infibulasi menimbulkan konsekuensi medis paling sering. Knight dkk. (1999)
melaporkan bahwa hampir 80 persen wanita yang dsunat yang datang ke Royal
Women’s Hosptal di Melbourne telah menjalani infibulasi.
Tndakan ini biasanya dilakukan pada usia 7 tahun, walaupun diketahui bahwa
tindakan tersebut juga dilakukan pada usia berapapun dari bayi sampai pubertas.
Pembedahan basanya dilakukan tanpa anastesi oleh bidan atau dukun beranak. Alat
yang paling digunakan untuk melakukan mutilasi genitalia wanita adalah pisau silet,
pisau dapur, gunting, kaca, dan di beberapa tempat, gigi dukun beranak tersebut.
Bahaya yang paling akut dari mutilasi genitalia wanita adalah eksanguinasi.
Dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi berat. Masalahnya yang paling sering terjadi
pada wanta yang menjalani infibulasi adalah retensi urn akibat nyeri luka dan introitus
yang dijahit sempit. Penyulit jangka panjang adalah infeksi vagina dan uterus kronik,
yang dapat menyebabkan sterilitas, infeksi saluran kemih disertai gangguan berkemih
yang semakin parah, dismenorea, dispareunia, dan apareunia. Tindakan ini dapat
merupakan predisposisi bagi infeksi virus imunodefisiensi manusia.
Para wanita ini mengalami sejumlah penyulit obstetri akibat obstruksi jalan lahir
oleh jaringan parut. Dengan berbagai alasan, mereka tidak menginginkan deinfibulasi
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
sampai hamil. Nour (2000) menganjurkan bahwa tindakan ini dilakukan pada
pertengahan kehamilan di bawah anastesi spinal. Apabila tidak, jaringan parut biasanya
harus disayat terbuka saat pelahiran dengan episiotomi anterior. Tanpa tindakan ini
dapat terjadi robekan vagina yang parah yang dapat menghambat persalinan. Apabila
jaringan parut sirkumsisi dipotong cukup dini, mungkin tidak diperlukan lagi episiotomi
konvensional. Para wanita ni juga menderita konsekuensi dari episiotomi anterior
misalnya fistula rektovagina dan vesikovagna.
2.2. Kelainan Vagina
2.2.1. Atresia Parsial
Atresia tidak sempurna dapat terjadi akibat pembentukan jaringan parut akibat
cedera atau peradangan. Setelah suatu infeksi yang menyebabkan sebagan besar mukosa
vagina terkelupas, lumen vagina mungkin hampir seluruhnya lenyap sewaktu proses
penyembuhan. Cedera yang menyebabkan pembentukan jaringan parut luas, misalnya
trauma perkosaan pada ank-anak, juga dapat menyebabkan atresia vagina.
Sewaktu persalinan, atresia parsial biasanya teratasi oleh tekanan yang
ditimbulkan oleh bagan terbawah janin. Walaupun jarang, kadang-kadang diperlukan
insisi atau dilatasi manual atau hidrostatik. Apabila struktur sedemikian resisten
sehingga tampaknya tidak mungkin terjadi dilatasi spontan, pada awal proses persalinan
dilakukan seksio sesarea.
2.2.2. Kista Duktus Gartner
Kista ini dapat menonjol ke dalam vagina dan bahkan keluar melalui introitus
sedemikian sehingga menyerupai sistokel. Sewaktu persalinan, sistokel dapat dilatasi
dengan baik dengan kateterisasi kandung kemih dan melakukan tekanan ke atas dengan
tangan pada dinding vagina anterior yang prolaps. Kista duktus Gartner dapat terselip di
atas bagian presentasi janin, apabila tidak, maka kista dapat diaspirasi.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.2.3. Fistula Saluran Genital Akibat Persalinan
Pada partus macet, jaringan dari berbagai bagian saluran genital dapat tertekan
di antara kepala janin dan tulang panggul. Apabila tekanannya sngkat, tidak akan terjadi
apa-apa; tetapi apabila berkepanjangan, terjadi nekrosis dan dalam beberapa hari terjadi
kerontokan jaringan dan perforasi. Pada sebagian besar kasus, perforasi terjadi antara
vagina dan kandung kemih sehingga terbentuk fistula vesikovagina. Miklos dkk. (1995)
melaorkan suatu fistula vesikouterina yang sering terjadi setelah pelahiran pervaginam
pada wanita dengan riwayat seksio sesarea transversus rendah. Pada kasus-kasus lain
yang jarang, bibir serviks anterior tertekan ke simfisis pubis, dan akhirnya terbentuk
saluran abnormal antara kanalis servikalis dan kandung kemih, suatu fistula
vesikoserviks. Apabila wanita yang bersangkutan tidak mengalami infeksi, fistula dapat
sembuh secara spontan. Namun fistula umumnya menetap sehingga kemudian
diperlukan perbaikan.
2.3. Kelainan Serviks
2.3.1. Stenosis
Stenosis serviks sikatrikal dapat terjadi setelah kauterisasi luas atau persalinan
sulit yang disebabkan oleh infeksi dan destruksi jaringan dalam jumlah besar. Dari 10
kasus distosia serviks berat setelah tindakan pada serviks yang dilaporkan oleh Gibbs
dan Moore (1968), riwayat konisasi merupakan penyebab pada enam kasus. Bedah beku
dan terapi laser lebih kecil kemungkinannya menyebabkan stenosis. Demkian juga,
eksisi lengkung besar di zona transformasi dengan diatermi tampaknya tidak
mengganggu hasil kehamilan selanjutnya. Amputas serviks, disertai penjahitan untuk
menghasilkan hemostasis dan mendorong reepitelisasi, dapat menyebabkan stenosis,
walaupun lebih jarang dibandingkan dengan inkompetensi serviks.
Akibat pendataran serviks pada saat persalinan, conglutinated cervix (serviks
yang saling melekat) dapat mengalami obliterasi total, tetapi os serviks mungkin tidak
membuka. Karena itu, bagian terbawah janin sering dipisahkan dari vagina hanya oleh
suatu lapisan tipis jaringan servks. Biasanya dengan dorongan dari ujung jari segera
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
terjadi pembukaan lengkap, walaupun pada beberapa kasus yang jarang mungkin
diperlukan dilatasi manual atau insisi silang. Stenosis serviks hampir selalu ‘kalah’
(membuka) sewaktu persalinan.
2.3.2. Karsinoma Serviks
Distosia dapat disebabkan oleh infiltrasi ekstensif serviks oleh karsinoma karena
pembukaan tdak adekuat bahkan setelah uterus berkontraksi.
2.4. Pergeseran Uterus
2.4.1. Antefleksi
Derajat antefleksi yang berlebihan dan sering dijumpai pada awal kehamilan
tidak memiliki makna klinis. Pada bulan-bulan selanjutnya, terutama apabila dinding
perut terlalu kendur, uterus dapat jatuh ke depan. Kadang-kadang uterus sedemikian
menggayutnya sehingga fundus terletak di bawah batas bawah simfisis pubis.
Antefleksi uterus hamil yang berlebihan biasanya diakibatkan oleh diastasis rektum dan
abdomen pendulosa. Apabila posisi uterus di dalam abdomen menghambat transmisi
wajar kontraksi uterus ke serviks, pembukaan serviks serta cakapnya (engegement)
bagian terbawah janin terhambat. Perbaikan dapat dicapai dengan mempertahankan
uterus dalam posisi mendekati normal dengan stagenabdomen yang tepat.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.4.2. Retrofleksi
Uterus yang mengalami retrofleksi itu sendiri bukan merupakan temuan
patologis. Jarang diperlukan tindakan selama kehamilan, dan pengecualiannya adalah
pada kasus-kasus jarang ketka uterus retrofleksi yang sedang tumbuh tetap terjepit di
cekungan sakrum. Wanita dengan uterus yang mengalami retrofleksi harus sering
dievaluasi pada awal trimester kedua untuk memastikan bahwa uterus tidak mengalami
inkarserasi.
Gejala-gejala akibat uterus inkarserata biasanya mencakup rasa tidak nyaman di
perut dan kesulitan berkemih. Dapat juga terjadi retensi urin akut. Seiring dengan
meningkatnya tekanan dari kandung kemih yang membesar, sejumlah kecil urin keluar
secara tidak sengaja, tetapi kandung kemih tidak pernah benar-benar kosong –
inkontinensia paradoksis. Obstruksi urin dapat sedemikian parah sehingga terjadi
azotemia. Apabila obstruksi dilatasi akan terjadi diuresis besar. Setelah kateterisasi
kandung kemih, uterus biasanya dapat didorong keluar panggul dengan wanita berada
dalam posisi lutut – dada (knee – chest). Kadang-kadang diperlukan analgesi spinal atau
anastes umum untuk melakukan reposisi. Seubert dkk. (1999) menggunakan
kolonoskopi untuk mengeluarkan uetrus inkarserata pada lima wanita. Saat dilewatkan
setinggi fundus, endoskop menimbulkan tekanan di anterior sehingga uterus terlepas.
Kateter dbiarkan di tempatnya sampai tonus kandung kemih pulih. Insersi sebuah
pesarium lunak biasanya dapat mencegah reinkarserasi. Letteri dkk. (1994) melaporkan
tujuh kasus inkarserata uterus yang tiga diantaranya tidak teratasi dengan tindakan
sederhana ini. Pada dua wanita, digunakan laparoskopi pada usia gestasi 13 sampai 14
minggu untuk menggeser uterus keluar panggul menggunakan ligamentum rotundum
sebagai traksi.
2.4.3. Sakulasi Uterus
Uterus hamil yang terus terperangkap di panggul dapat mengalami sakulasi
anterior. Friedman dkk. (1986) melaporkan satu kasus sakulasi uterus posterior setelah
terapi agresif terhadap adhesi intruterus (sindrom Asherman).
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Walaupun jarang, uetrus yang terus terperangkap mungkin tidak banyak
menimbulkan gejala, namun terjadi pelebaran ekstensif bagian bawah korpus uterus
untuk mengakomodasi janin. Pada satu kasus di Parkland Hospital, saat seksio sesarea,
bulbus kateter Foley terletak tepat di atas uretra di kandung kemih setinggi umbilikus.
Tinggi serviks juga setara. Sebagian besar dari janin 2500 g yang hidup, cairan amnion,
dan selaput ketuban terletak di dalam suatu sakulasi dinding anterior segmen bawah
yang sangat tipis. Kepala janin terperangkap di bagian paling atas sakulasi, bersama
dengan tiga lengkungan tali pusat, oleh sebuah cincin konstriksi miometrium. Fundus
uterus dan plasenta terletak di dalam panggul sejati di bawah promontorium sakrum.
Setelah persalinan, uterus segera berkontraksi dan menciut ke bentuk normalnya.
Spearing (1978) menekankan pentingnya deskripsi distorsi secara anatomis. Ia
menyarankan bahwa temuan vagina yang memanjang melewat kepala janin yang
terletak di rongga panggul dalam mengisyaratkan sakulasi atau kehamilan abdominal. Ia
juga menganjurkan perluasan insisi abdomen sampai ke atas umbilikus dan pengeluaran
keseluruhan uterus gravid dari abdomen sebelum diupayakan insisi terhadapnya.
Tindakan sederhana ini akan memulihkan susunan anatomi struktur-struktur terkait dan
mencegah insisi tidak sengaja menembus vagina dan kandung kemih.
Engel dan Rushovich (1989) melaporkan suatu divertikulum uterus sejati yang
disangka sakulasi. Akhirnya, retroversi dapat salah disangka sebagai sakulasi uterus.
2.4.4. Prolaps Uterus Hamil
Pada bulan-bulan pertama kehamilan, seviks, dan kadang-kadang sebagian
korpus uteri, dapat menonjol dari vulva dengan derajat bervariasi. Namun, seiiring
dengan kemajuan kehamilan, korpus uteri biasanya bergerak ke atas bersamanya.
Apabila uterus tetap berada dalam posisi prolaps, dapat timbul gejala-gejala inkarserasi
pada bulan ketiga atau keempat.
Pada awal kehamilan, uterus harus dikembalkan dan dipertahankan dalam posisi
dengan pesarium yang sesuai. Namun, apabila dasar panggul terlalu lemah sehingga
pesarium tidak dapat dpertahankan, wanita yang bersangkutan harus berbaring selama
mungkin sampai setelah bulan keempat. Apabila sebagian besar serviks tetap berada di
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
luar vulva dan tidak dapat dikembalkan, kehamilan harus dihentkan. Keberhasilan
kehamilan dan bahkan pelahiran per vaginam pernah dilaporkan setelah viksasi uterus
uterosakrum sakrospinosa untuk memperbaiki prolaps uteri yang parah.
2.4.5. Sistokel Dan Rektokel
Melemahnya fasia penunjang yang normalnya terletak di antara vagina dan
kandung kemih menyebabkan kandung kemih prolaps ke dalam vagina, atau sistokel.
Melemahnya fasia antara vagina dan rektum menyebabkan rektokel. Stasis kemih yang
disebabkan oleh sistokel besar akan memudahkan terjadinya infeksi. Rektokel besar
dapat terisi oleh feses yang kadang-kadang hanya dapat dikeluarkan secara manual.
Sewaktu persalinan, kedua lesi dapat menghambat penurunan normal janin kecuali
apabila kedua kentung tersebut dikosongkan dan didorong keluar dari jalan lahir.
Sistokel sering diakibatkan oleh inkontinensia stres urin akibat hilangnya sudut
uretrovesika posterior. Hal ini dapat diperparah oleh kehamilan akibat membesarnya
uterus dan meningkatnya tekanan intraabdominal. Para wanita ini memiliki tekanan
penutupan uretra yang rendah yang tidak cukup meningkat untuk mengkompensasi
peningkatan progresif tekanan kandung kemih yang ditimbulkan oleh pembesaran
uterus.
2.4.6. Enterokel
Pada kasus-kasus yang jarang, kehamilan dipersulit oleh suatu enterokel besar
yang terisi oleh gulungan usus. Apabila menimbulkan gejala, penonjolan harus
dikembalikan dan wanita yang bersangkutan diharuskan terus berbaring. Apabila
mengganggu pelahiran, massa enterokel harus didorong atau dijaga agar tidak
menghalangi jalan lahir.
Perbaikan prolaps uterus, sistokel, rektokel, dan enterokel secara bedah jangan
dilakukan selama periode antepartum atau intrapartum. Perbaikan definitif, sering
dengan histerektomi vagina untuk prolaps uterus terkat dan sterilisasi, harus dilakukan
setelah hiperemia panggul yang dipicu oleh kehamilan mereda.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.4.7. Torsio Uterus Hamil
Rotasi uterus hamil, umumnya ke kanan, sering terjadi selama kehamilan.
Namun, torsio dengan derajat yang cukup besar sampai menghentikan sirkulasi uterus
dan menimbulkan kegawatan abdomen jarang terjadi. Bakos dan Axelsson (1987)
melaporkan satu kasus levotorsio berat disertai deselerasi frekuensi denyut jantung janin
berulang yang mendorong segera dilakukannya seksio sesarea. Akibat torsio uterus
yang ekstrim, insisi secara tidak sengaja dilakukan di sisi posterior uterus. Seperti
ditekankan oleh Spearing (1978), uterus harus dkeluarkan dari abdomen sebelum insisi
uterus dilakukan. Sherer dkk. (1994) menekankan kenyataan bahwa keadaan ini dapat
dikacaukan dengan kehamilan abdomen. Keakuratan diagnosis antepartum mungkin
meningkat dengan pemeriksaan MRI dan identifikasi tanda X. Tanda ini didasarkan
pada kenyataan bahwa dalam keadaan normal vagina tampak pada MRI sebagai struktur
berbentuk H; tetapi pada torsio uterus dan vagina bagian atas, vagina tampak sebagai
struktur berbentuk X.
2.5. Leiomioma Uteri
Leiomioma atau mioma uteri, yang secara salah disebut juga “fibroid”, sering
dijumpai selama kehamilan. Rice dkk. (1989) mendapatkan bahwa 1,4 persen dari lebih
6700 kehamilan mengalami penyulit mioma. Katz dkk. (1989) melaporkan bahwa 1 dari
500 wanita hamil dirawat inap akibat penyulit yang berkaitan dengan mioma.
Mioma uteri dapat terletak tepat di bawah permukaan endometrium atau desidua
rongga uterus (submukosa), tepat di bawah serosa uterus (subserosa), atau terbatas di
miometrium (intramural). Mioma intramural, seiring dengan pertumbuhannya, dapat
membentuk komponen subserosa atau submukosa , atau keduanya. Mioma subserosa
atau submukosa kadang-kadang melekat ke uterus hanya melalui sebuah tangkai
(pedunkulata). Tumor ini dapat mengalami torsio disertai nekrosis yang mungkin
menyebabkan mioma tersebut terlepas dari uterus. Kadang-kadang mioma subserosa
menjadi parasitik, dan sebagian atau semua aliran darahnya berasal dari omentum yang
banyak mengandung pembuluh darah.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Mioma selama kehamilan atau masa nifas kadang-kadang mengalami degenerasi
“merah” atau “karnosa” akibat infark hemoragik. Gejala dan tandanya adalah nyeri
lokal, disertai nyeri tekan pada palpasi dan kadang-kadang demam ringan. Sering terjadi
leukositosis sedang. Kadang-kadang perineum parietalis yang menutupi mioma (yang
mengalami infark) meradang dan terjadi friction rub (bising gesek) peritoneum.
Degenerasi merah kadang-kadang sulit dibedakan dari apendisitis, solusio plasenta, batu
ureter, atau pielonefritis, tetapi teknik-teknik pencitraan yang akan kemungkinan besar
akan banyak membantu. Terapi berupa analgesia misalnya kodein. Umumnya gejala
dan tanda mereda dalam beberapa hari, tetapi peradangan dapat memicu persalinan.
Mioma dapat terinfeksi apabila terjadi abortus septik atau metritis masa nifas.
Hal ini paling sering terjadi apabila miomanya terletak dekat dengan tempat implantasi
plasenta atau terjadi perforasi mioma oleh instrumen, misalnya sonde atau kuret.
Apabila mioma mengalami infark, risiko infeksi meningkat dan kemungkinan
penyembuhan infeksi berkurang, kecuali apabila dilakukan histerektomi.
2.5.1. Efek Kehamilan
Efek stimulatorik kehamilan pada pertumbuhan mioma telah sejak lama di
kenali secara klinis. Efek ini kemudian diduga terjadi melelui reseptor estrogen dan
progesteron yang terdapat di jaringan uterus normal dan mioma. Sebenarnya, ekspansi
cepat uterus yang normal terjadi selama kehamilan besar kemungkinannya melibatkan
mekanisme yang lebih kompleks yang diperantarai sebagian oleh estrogen, progesteron,
dan sejumlah faktor pertumbuhan, terutama plateled – derived growth factor.
Selama fase sekretorik siklus mentruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen
di miometrium normal berkurang. Pada mioma, reseptor estrogen dapat ditemukan
sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekspresi reseptor tersebut tertekan selama
kehamilan. Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Antigen terkait proliferasi sel Ki-67 lebih banyak di sel-sel
miometrium selama kehamilan, tetapi lebih tinggi lagi pada mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Maka, faktor-faktor yang merangsang pertumbuhan normal
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
uterus selama kehamilan tampaknya adalah estrogen, progesteron, berbagai faktor
pertumbuhan, dan meningkatnya sel-sel dengan antigen Ki-67.
Efek stimulatorik mioma uteri pada wanita tidak hamil tampaknya terjadi akibat
meningkatnya reseptor estrogen dan progesteron, sel Ki-67, dan epidermal growth
factor (EGF, faktor pertumbuhan epidermis). EGF tampaknya dirangsang oleh estrogen.
Pengamatan-pengamatan ini mendukung konsep bahwa hormon atau faktor
pertumbuhan yang sama atau serupa yang biasanya merangsang pertumbuhan uterus
selama kehamilan, juga merangsang pertumbuhan leiomoma pada awal kehamilan. Hal
ini dapat menjelaskan pengamatan paradoks bahwa mioma besar tidak berubah atau
mengecil pada akhir kehamilan. Mungkin selama kehamilan reseptor estrogen mioma
mengalami penurunan (downregulated) akibat adanya estrogen dalam jumlah besar.
Tanpa reseptor estrogen yang efektif, peningkatan faktor pertumbuhan epdermis juga
berkurang.
Lev-Toaff dkk. (1987), dengan menggunakan pemantauan ultrasonografi serial,
mengamati bahwa hanya separuh mioma yang ukurannya berubah secara bermakna
selama kehamilan. Secara spesifik, selama trimester pertama, mioma dari segala ukuran
tidak mengalami perubahan atau membesar. Selama trimester kedua, mioma kecil (2
sampai 6 cm) biasanya tetap tidak berubah atau membesar, sedangkan mioma yang
lebih besar mengecil (dimulainya pengurangan reseptor estrogen). Berapapun ukuran
awal mioma, selama trimester ketiga ukuran mioma biasanya tidak berubah atau malah
mengecil. Hal penting dari pengamatan ini adalah bahwa pertumbuhan mioma tidak
dapat diprediksi dengan akurat.
2.5.2. Efek Ukuran, Letak, Dan Jumlah Mioma Pada Kehamilan
Beberapa peneliti berupaya menilai efek ukuran, lokasi, dan jumlah mioma
terhadap kehamilan. Dalam kaitannya dengan ukuran, Rice dkk. (1989) menyimpulkan
bahwa wanita dengan mioma berukuran lebih dari 3 cm memperlihatkan peningkatan
angka persalinan preterm, solusio plasenta, nyeri panggul, dan seksio sesarea yang
bermakna. Tumor berukuran kurang dari 3 cm tidak bermakna secara klinis. Lev-Toaff
dkk. (1987) mencatat bahwa seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah mioma,
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
terjadi peningkatan frekuensi retensi plasenta, malpersentasi janin, dan kontraksi
preterm yang signifikan. Hasan dkk. (1990) tdak mendapatkan keterkaitan dalam
hubungannya dengan ukuran mioma kecuali meningkatnya kemungkinan obstruksi
persalinan apabila ukuran mioma lebih dari 6 cm. Davis dkk. (1990) serta Roberts dkk.
(1999) mengamati tidak adanya hubungan antara penyulit dengan ukuran, letak, dan
jumlah mioma.
Coronado dkk. (2000) mengulas hasil-hasil akhir kehamilan pada 2065 wanita
dengan leiomioma yang dipastikan dari akte kelahiran negara bagian Washington.
Solusio plasenta dan presentasi bokong meningkat empat kali lipat, perdarahan trimester
pertama dan disfungsi persalinan dua kali lipat, dan seksio sesarea enam kali lipat.
Kemungkinan solusio plasenta tampaknya meningkat apabila plasenta berkontak atau
menutupi suatu mioma uterus. Abortus dan perdarahan pascapartum tidak meningkat
kecuali apabila plasenta terletak di samping atau menutup suatu mioma. Walaupun
insiden perdarahan pascapartum tidak meningkat, apabila terjadi maka perdarahan
biasanya masif, sulit diatasi, dan sering hanya dapat ditangani dengan histerektomi.
Lev-Toaff dkk. (1987) mendapatkan peningkatan insiden retensi plasenta pada kasus
mioma segmen bawah uterus.
Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari laporan-laporan ini :
1. Pertumbuhan mioma selama kehamilan tidak dapat diperkirakan.
2. Implantasi plesenta yang menutupi atau berkontak dengan mioma meningkatkan
kemungkinan solusio plasenta, abortus, persalinan preterm, dan perdarahan
pascapartum.
3. Mioma multipel meningkatkan insiden malposisi janin dan persalinan preterm.
4. Degenerasi mioma mungkin menimbulkan gambaran sonografik khas.
5. Insiden seksio sesarea meningkat.
Pada wanita dengan mioma uterus, perlu dipertimbangkan pemeriksaan
ultrasonografi serial sepanjang kehamilan.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.5.3. Mioma Serviks
Mioma di serviks atau segmen bawah uterus dapat menghambat persalinan dan
mungkin disangka sebagai kelapa janin. Saat aterm diperlukan histerektomi sesarea.
Mioma yang terletak di dalam atau bersambungan dengan jalan lahir pada awal
kehamilan dapat tertarik ke atas seiring dengan membesarnya uterus sehingga pelahiran
per vaginam tidak terhambat. Keputusan mengenai metode pelahiran biasanya tidak
dibuat sebelum awitan persalinan.
2.5.4. Pencitraan Mioma
Masalah penting yang perlu dipecahkan setelah ditemukannya suatu massa
abdominopelvis adalah memastikan etiologinya. Ultrasonografi telah sangat banyak
membantu tidak saja dalam mengidentifikasi massa secara tepat tetapi juga dalam
mengikuti kemajuan, regresi, dan resppons terhadap terapi. Terdapat keterbatasan-
keterbatasan sonografi dalam mengevaluasi massa di pelvis. Massa di ovarium (baik
jinak maupun ganas), kehamilan mola, kehamilan ektopik, missed abortion, kelainan
usus, dan bahkan kepala janin dapat saja disangka-sangka sebagai mioma uterus. Pada
sebagian kasus dianjurkan pemakaian pencitraan Dropler berwarna.
Untuk meningkatkan akurasi, beberapa dokter menganjurkan bahwa MRI
menggantikan, atau paling tidak berfungsi sebagai pemeriksaan tambahan bagi
ultrasonografi. Telah dilakukan perbandingan antara ultrasonografi dengan MRI pada
kelompok wanita yang sama, dan MRI terbukti lebih baik daripada ultrasonografi,
terutama dalam mengidentifikasi mioma uteri secara tepat. Namun, bahkan dengan MRI
dapat terjadi kesalahan dalam mendiagnosis mioma uteri. Hal ini kembali menekankan
penting dan sulitnya menegakkan diagnosis noninvasif bagi suatu massa
abdominopelvis selama kehamilan. Beberapa peneliti melaporkan teknik-teknik yang
menggunakan MRI yang sangat meningkatkan kehandalan identifikasi mioma uteri bila
dibandingkan dengan struktur panggul lainnya.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.5.5. Miomektomi Selama Kehamilan
Miomektomi selama kehamilan harus dibatasi pada mioma yang jelas memiliki
tangkai yang dapat dijepit dan diikat dengan mudah. Mioma jarang dipotong dari uterus
selama kehamilan atau saat pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan deras dan
kadang-kadang terpaksa dilakukan histerektomi. Walaupun Glavind dkk. (1990)
berkeras bahwa pendekatan agresif tidak akan meningkatkan kematian janin
dibandingkan dengan tindakan nonbedah, tetapi hal ini masih perlu dibuktikan.
Biasanya mioma mengalami involusi nyata setelah pelahiran; karena itu, miomektomi
harus ditunda sampai terjadi involusi.
2.5.6. Miommektomi Sebelum Kehamilan
Pengangkatan suatu leiomioma intramural sangat berbahaya bagi kehamilan
berikutnya. Setelah miomektomi, terjadi peningkatan bermakna risiko ruptur uteri pada
kehamilan berikutnya. Selain itu, ruptur dapat terjadi pada awal kehamilan dan jauh
sebelum persalinan. Apabila miomektomi menyebabkan defek yang mengenai atau
dekat dengan endometrium, kehamilan berikutnya perlu diakhiri sebelum terjadi
persalinan aktif. Baru-baru ini dilakukan embolisasi arteri pada mioma uteri wanita
tidak hamil. Hasil dan penyulit pada kehamilan dan setelah tindakan ini diketahui.
2.6. Endometrosis
Endometriosis aktif yang parah jarang menjadi penyulit kehamilan. Gejala klinis
yang aneh dan menjengkelkan dapat disebabkan oleh ruptur kista endometrium.
Mungkin timbul gambaran klinis yang mirip dengan gejala pielonefritis, apendisitis
akut, atau kehamilan tuba. Walaupun jarang, endometrioma panggul yang membesar
dapat menyebabkan distosia; tetapi sebagian besar wanita dengan endometriosis
menjalani kehamilan dan persalinan tanpa penyulit.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
2.7. Adenomiosis
Azizz (1986) mengulas literatur selama 80 tahun terakhir dan melaporkan bahwa
adenomosis dan kehamilan terjadi bersamaan pada 17 persen wanita berusia lebih dari
35 tahun. Untungnya, keadaan ini jarang menyebabkan masalah obstetri atau bedah.
Namun, apabila terjadi, penyulit biasanya serius dan mencakup anatra lain ruptur uteri,
kehamilan ektopik, atonia uteri, dan plasenta previa. Kelahiran hidup dapat terjadi
setelah terapi adenomiosis dengan agonis gonadotropin-releasing hormone. Diagnosis
adenomiosis yang akurat dan noninvasif sekarang dapat dilakukan dengan teknik MRI.
2.8. Massa Ovarium
Semua jenis massa ovarium dapat menjadi penyulit pada kehamilan. Insiden
tumor dan kista bervariasi sesuai kelompok usia yang diteliti, serta pemakaian sonografi
rutin selama kehamilan. Dari kajian mereka, Katz dkk. (1993) mendapatkan insiden
rata-rata massa adneksa sebesar 1 dalam 200 kehamilan. Whitecar dkk. (1999)
melaporkan insiden massa yang memerlukan laparotomi sebesar 1 dalam 1300
kehamilan. Koonings dkk. (1988) melaporkan adanya satu neoplasma adneksa untuk
setiap 197 seksio sasarea.
Tumor ovarium yang tersering dijumpai adalah tumor kistik. Whitecar dkk.
(1999) melaporkan 130 kasus massa adneksa yang didiagnosis selama kehamilan; 30
persennya adalah teratoma kistik, 28 persen kistadenoma serosa atau musinosa, 13
persen kista korpus luteum, dan 7 persen kista jinak lainnya. Dari 130 massa, 5 persen
bersifat ganas. Separuh dari keganasan ini adalah karsinoma serosa dengan potensi
keganasan rendah. Pengamatan serupa dilaporkan oleh Sunoo dkk. (1990). Hopkins dan
Duchon (1986) mendapatkan bahwa teratoma kistik jinak dan kista korpus luteum
masing-masing merupakan penyebab pada sepertiga kasus massa adneksa.
Penyulit palng sering dan paling serius dari kista ovarium jinak selama
kehamilan adalah torsio. Torsio menjadi penyulit pada 5 persen dari 130 massa adneksa.
Torsio paling sering terjadi pada trimester pertama, dan dapat menyebabkan ruptur kista
ke dalam rongga peritoneum. Ruptur kista juga dapat terjadi saat persalinan atau
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
pelahiran secara bedah. Apabila mengahambat panggul, tumor dapat menyebabkan
ruptur uteri.
2.8.1. Penatalaksanaan
Pada awala kehamilan, ovarium mungkin membesar, menimbulkan kecurigaan
adanya neoplasma. Ovarium yang diameternya kurang dari 6 cm biasanya disebabkan
oleh terbentuknya korpus luteum. Thornton dan Wells (1987) melaporkan bahwa
dengan dikembangkannya sonografi beresolusi tinggi, dapat dilakukan pendekatan
konservatif terhadap kista ovarium berdasarkan karakterstik sonografiknya. Mereka
menganjurkan reseksi semua kista yang dicurigai mengalami ruptur, torsio, atau
menghambat persalinan, dan yang diameternya lebih dari 10 cm karena meningkatnya
risiko kanker pada kista besar. Kista yang ukurannya kurang dari 5 cm dapat dibiarkan.
Pada kista dengan diameter 5 sampai 10 cm kista dapat menunggu apabila gambarannya
berupa kista simpleks. Whitecar dkk. (1999) menentang pendekatan ini karena separuh
dari 41 wanita dengan kista simpleks pada sonografi ternyata mengidap neoplasma.
Dari 20 ini, terdapat dua yang mengidap tumor serosa dengan potensi keganasan
rendah. Sebagian besar sependapat bahwa apabila kista berukuran 5 sampai 10 cm
memiliki septa atau nodulus, atau apabila terdapat komponen padat, maka kista harus
direseksi.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
Fleischer dkk. (1990) menganjurkan observasi untuk wanita asimtomatik dengan
massa kurang dari 5 cm. Apabila massa membesar, menimbulkan gejala, atau
memperlihatkan gambaran sonografik yang mencurigakan, adanya keganasan sangat
perlu dipikirkan. Beberapa dar gambaran tersebut adalah septum ireguler, pertumbuhan
papiler berlebihan, atau daerah padat yang luas. Mereka melaporkan 49 wanita dengan
teratoma kistik ovarium berukuran kurang dari 6 cm yang didiagnosis secara sonografis.
Selain abortus, terjadi 63 kehamilan tanpa penyulit torsio, ruptur atau obstruksi
persalinan.
Hess dkk. (1988) menganjurkan reseksi elektif setiap massa ovarium berukuran
6 cm atau lebih yang menetap setelah 16 minggu. Mereka melaporkan perbaikan hasil
akhir kehamilan pada wanita yang menjalani tindakan ini dibandingkan dengan yang
terpaksa menjalani tindakan darurat karena mengalami ruptur, terpuntir, atau infark.
Platek dkk. (1995) melaporkan penatalaksanaan semacam ini pada massa adneksa
persisten yang ukurannya 6cm atau lebih termasuk yang bersifat simpleks atau
kompleks. Mereka menyebut insiden penyulit ini sebesar 1 per 1400 pada lebih dari
43.000 wanita setelah minggu ke-16. Penelitian mereka bersifat retrospektif dan multi
institusi; karenanya penanganan bervariasi. Dari 31 wanita dengan massa persisten, 60
persen menjalani intervensi operatif. Sebagian besar dari massa ini adalah kista jinak.
Dari 12 wanita yang ditangani secara konservatif, lima mengalami gejala dan dilakukan
drainase kista ovarium jinak dengan gambaran sitologi negatif. Laparoskopi pada usia
gestasi antara 9 dan 17 minggu untuk mengangkat teratoma kistik jinak pada 12 wanita.
Walaupun 10 dari 12 tumor ini, 5 sampai 13 cm mengalami ruptur saat dioperasi, tidak
timbul tanda-tanda peritonitis.
2.8.2. Neoplasma Ovarium
Neoplasma ovarum ganas jarang terjadi selama kehamilan, tetapi insiden tumor
ini mungkin meningkat akibat dikenalinya tumor-tumor borderline atau berpotensi
ganas ringan serta pemakaian ultrasonografi secara luas.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
BAB III
KESIMPULAN
Sejumlah defek genitourinaria akibat kelainan embriogenesis terjadi secara
sporadis. Defek berat sering menimbulkan morbiditas serius bagi bayi dan ibunya. Pada
sebagian, bahkan defek ringan pun dapat menyebabkan peningkatan insiden abortus
iminens dan kelainan letak janin.
Pada kelainan saluran reproduksi terdapat dua pembagian yaitu kelainan
perkembangan saluran reproduksi dan kelainan saluran reproduksi yang di dapat.
Untuk memahami etiologi kelaianan perkembangan vagina, serviks, dan
uterus,kita mula-mula perlu memahami bagaimana struktur-struktur tersebut terbentuk.
Secara singkat, perkembangan dimulai saat duktus metanefros membesar dan
berhubungan dengan kloaka antaraminggu gestasi keempat sampaikelima. Antara
minggu keempat dankelima, terbentuk dua tunas ureter disebelah distal dari duktus
mesonefros dan mulai tumbuh ke arah kepala menuju mesonefros. Duktus mulleri
(paramesonefros) terbentuk di kedua sisi antara gonad dan mesonefros yang sedang
berkembang. Kedua duktus mulleri tersebut tumbuh ke arah bawah danlateral menuju
duktus mesonefros dan akhirnya berbelok kearah medial untuk bertemu dan menyatu di
garis tengah. Duktus mulleri yang berfusi turun ke arah sinus urogenitalis untuk
bergabung dengan tuberkel mulleri. Hubungan erat antara duktus mulleri dan
mesinefros penting secara klinis, karena kerusakan salah satu sistem duktus sering
menyebabkan kerusakan keduanyakornu uterus, ginjal, dan ureter.
Uterus terbentuk dari penyatuan dua duktus mulleri pada sekitar minggu ke-10.
Penyatuan mulai di bagian tengah dan kemudian meluas ke arah kaudal dan sefal.
Sekarang uterus memiliki bentuk khas, dengan proliferasi sel di bagian atas dan
peleburan sel-sel di kutub bawah secara simultan sehingga terbentuklah rongga uterus
yang pertama. Rongga ini terletak di kutub bawah dengan irisan jaringan yang tebal di
atasnya. Irisan jaringan tebal di bagian atas (septum) luruh secara perlahan sehingga
tercipta rongga uterus.proses ini biasanya selesai padaminggu ke-20. Setiap kegagalan
penyatuan dua duktus mulleri atau kegagalan penyerapan rongga di antara keduanya
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
kana mneyebabkan terbentuknya kornu uterus yang terpisah atau menetapnya septum
uterus dengan derajat bervariasi.
Vagina terbentuk diantara sinus urogenitalis dan tuberkel mulleri akibat larutnya
korda sel di antara kedua struktur. Diperkirakan bahwa pelarutan inidimulai di himen
dan meluas ke atas menuju serviks. Kegagalan proses ini akan menyebabkan korda sel
menetap,dan agenesis vagina atau kelainan yang lebih ringan akan menyebabkan
terbentuknya septum dengan derajat berbeda-beda.
Susi Hartuti 07171022
2011
1
KELAINAN SALURAN REPRODUKSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. Gary. Dkk. 2006. Obstetri Williams. Vol 2. Jakarta : EGC
2. Wiknjosastro H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
3. Sastrawinata S. Ginekologi. 1989. Obstetri dan Ginekologi. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran-Bandung Percetakan Elstar Offset.
4. Rayburn, William F. 2001. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.
5. Mochtar, Rustam. 1995. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Susi Hartuti 07171022