Jurnal Blok 13

download Jurnal Blok 13

of 11

description

jurnal blok 13

Transcript of Jurnal Blok 13

Blok 13 Tumbuh KembangDEMENSIA DI USIA LANJUT DAN PENATALAKSANAANNYA

Winda AnastesyaFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta BaratEmail : [email protected]

Abstrak : Insidens demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah demensia Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat. Pasien dengan demensia mempunyai gangguan memori dan kemampuan mental. Defisit yang terjadi cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial. Tujuan utama penatalaksanaan pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya (caregivers). Penanganan yang dilakukan adalah pendekatan holistik/global berupa kombinasi terapi farmakologis ( obat ) dan non farmakologis sehingga dapat meningkatkan status kesehatan umum pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan demensia. Kata kunci : demensia Alzheimer, gangguan memori, caregivers, terapi farmakologis.

Abstrak : The incidence of dementia increased significantly with increasing age.Overall prevalence of dementia in the population over the age of 60 years is 5.6%.Dementia refers to clinical syndromes The most common cause of dementia in the United States and Europe is Alzheimer's disease, whereas in Asia is estimated to vascular dementia is a common cause of dementia.To make a diagnosis must be made through anamnesis and thorough physical examination, and supported by appropriate investigation.Patients with dementia have impaired memory and mental abilities.Deficit severe enough to affect work and social activities.The main purpose of the management of patients with dementia is to treat the causes of dementia that can be corrected and provide a comfortable situation and support for patients and pramuwerdhanya (Caregivers).Handling is done is a holistic approach to the global form of combination pharmacological therapy (drug) and non pharmacological so as to improve the general health status of patients and improve the quality of life of patients with dementia.Key words : dementia Alzheimer, impaired memory, caregivers, pharmacology therapy.

Pendahuluan Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-penyakit degenaratif ( yang beberapa di antaranya merupakan faktor risiko timbulnya demensia )serta makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas umur 65 tahun, persentase dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali lipat setiap pertambahan umur 5 tahun. Tanpa pecegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050. Dari segi sosial, keterlibatan emosional pasien dan keluarganya juga patut menjadi pertimbangan karena akan menjadi sumber morbiditas yang bermakna, antara lain akan mengalami stress psikologis yang bermakna. Secara klinis munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Selain itu, pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala-gejala penurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan demensia.Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko ( seperti hipertensi, diabetes melitus, stroke, riwayat keluarga, dan lain-lain ) berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada sebagian orang usia lanjut, maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-pasiennya dan dapat menatalaksanakannya baik secara farmakologis atau non farmakologis.1

Epidemiologi Insidens demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini dikonfirmasi oleh penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun mengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari seluruh penduduk sentenarian ( usia 100 tahun atau lebih ), 70% mengalami demensia dengan 76% nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidens penyakit Alzheimer meningkat secara eksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidens pada usia 95 tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek diatas 90 tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20-40% populasi berusia 85 tahun atau lebih.Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki ( sekitar 2/3 pasien adalah perempuan ), hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, serta berbagai faktor risiko timbulnya arterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak. Faktor pendidikan dan genetik juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.2

Patofisiologi & EtiologiKomponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak neuritik mengandung -amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara plak difus ( non neuritik ) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron.3 Deteksi adanya Apu-E di dalam plak -amyloid dan studi mengenai ikatan high-avidity antara Apo-E dengan -amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amyloidegenesis dan Apo- E. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor protein terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Down, yang diderita oleh semua penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun.1,4Sebenarnya jumlah plak senilis meningkat seiring usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum diketahui.Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filamen helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neurokorteks pada seseorang tanpa demensia. Neurofiubrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer.Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah infark multipel dan abnormalitas substansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi pasca stroke dapat menyebabkan demnsia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer) mana yang terkena. Sementara abnormalitas substansia alba biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaaan MRI pada daerah sub korteks bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormalyang umunya tampak di beberapa tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetik yang dikenal sebagai CADASIL ( cerebral autosomal dominant arteriopathy with subaortical infarcts and leukoencephalopathy, yang secara klinis terjadi demensia yang progresif yang muncul pada dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dan stroke berulang tanpa hipertensi.1,3,4

DiagnosisEvaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus ditentukan berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya ( penyakit Alzheimer, demensia vaskuler, atau tipe yang lain ). Hal ini berpengaruh terhadap penatalaksanaan dan prognosisnya. Demensia AlzheimerGejala penyakit Alzheimer dibagi dalam stadium awal, ringan, sedang, berat, dan lanjut dengan gejala yang semakin berat. Gejala gangguan daya ingat yang berat berupa disorientasi-tidak mengenal tempat, waktu, orang lain dan halusinasi. Pada stadium awal gejala klasik yang diidap oleh penyandang Alzheimer dan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk dilakukan sebagai evaluasi berikut : Kemunduran memori jangka pendek Kemunduran kemampuan mempelajari dan mempertahankan informasi baru Penyandang mengulang-ulang sesuatu dan lupa pembicaraan atau janji Kemunduran dalam membuat alasan atau berpikir abstrak, seperti kesulitan menunjuk waktu, tempat (disorientasi) atau memahami sebuah lelucon atau tugas lain yang membutuhkan tindakan berurutan. Kemunduran dalam perencanaan, pertimbangan dan membuat keputusan Keterampilan berbahasa terganggu Perubahan kepribadian dan perilaku. Kehilangan inhibisi dan kontrol impuls. Penyandang yang mulanya sabar ( pasif ) menjadi pemarah, agresif, mudah tersinggung, tidak percaya diri, dan kadang-kadang tidak pantas perilakunya. Berkurangnya inisiatif. Tidak ada motivasi untuk mengikuti aktivitas sosial.Diagnosis Banding Demensia vaskularAdanya infark multipel dan abnormalitas substansia alba. Riwayat adanya stroke dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark. Demensia multi infark umunya terjadi pada pasien-pasien dengan faktor hipertensi, fibrilasi atrium, penyakit vaskular perifer, dan diabetes.

Fronto temporal dementiaPerubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan mengarah terhadap demensia fronto temporal. FTD juga patut diduga bila ditemukan apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresif fungsi berbicara, atau keterbatasan kemampuan memori atau spasial.

Demensia Lewy bodyDiagnosis demensia lewy body dicurigai bila terdapat adanya gejala awal berupa halusinasi visual, parkinsonisme, delirium, gangguan tidur ( rapid eye movement ) REM, atau sindrom capgras, yaitu delusi bahwa seseorang yang dikenal digantikan oleh penipu.

Delirium Keadaan confusion ( kebingungan ), biasanya timbul mendadak, ditandai dengan gangguan memori dan orientasi ( sering dengan konfabulasi ) dan biasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek. Pada delirium terdapat penurunan tingkat kesadaran selain dapat pula hyperalert. Penyebab paling sering delirium meliputi enselopati akibat penyakit infeksi, toksik, dan faktor nutrisi atau penyakit sistemik.

Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat. Anamnesis Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita, tetapi pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terperinci dan terarah,sebagai berikut :a) Identitas penderita : nama, umur, perkawinan, anak ( jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut, duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain.b) Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit atau yang diminum dirumah, baik dari dokter atau yang dibeli bebas.c) Penilaian sistem : pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem dilakukan secara berurut, misalnya mulai dari sistema syaraf pusat saluran napas atas dan bawah seterusnya sampai kulit integumen, dan lain-lain.Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan allo-anamnesis dari orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.a) Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan ( merokok, mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain. )b) Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan lain-lain.c) Kepribadian perasaan hati, kesadaran dan afek ( allo-anamnesis atau pengamatan )d) Riwayat tentang problema utama geriatri ( sindrom geriatrik ) : pernah stroke, hipotensi ortostatik, fraktur, inkontinensia,demensia.

Pemeriksaan fisik dan neurologisPemeriksaan fisis dan neurologis pada pasien demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda vital ; Pemeriksaan tekanan darah, harus dalam keadaan tidur, duduk atau berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem ; pemriksaan syaraf kepala, pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut, pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis, pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan seterusnya samapai pemeriksaan ektremitas, refleks-refleks, kulit integumen.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan rutin pada usia lanjut : Foto toraks, EKG CT/ MRI kepala Laboratorium : darah/urin/feses rutin ; gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal ; fungsi tiroid ( T3, T4, TSH ) ; kadar serum B6, B12

Pemeriksaan fungsi fisik dan psikis penderita : Aktifitas hidup sehari-hari : kemampuan tubuh berfungsi sederhana misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/wc. Aktifitas hidup sehari-hari instrumental : yang selain kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit. Kemampuan mental dan kogntitif : yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE).

Dari ketiga fungsi tersebut di atas dapat ditentukan tiga tingkat kemampuan dari seorang penderita lansia, yaitu ; Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut diatas tanpa bantuan orang lain. Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan. Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang lain.1,5Penatalaksanaan Demensia Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya ( caregivers ). Menghentikan obat-obat yang bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi kognitif banyak memberikan manfaat. Antidepresi yang mempunyai efek samping minimal terhadap fungsi kognitif, seperti serotonin selective reuptakeinhibitor ( SSRI ), lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi.1Agitasi, halusinasi, delusi, dan kebingungan ( confusion ) seringkali sulit ditatalaksana, dan sering menjadi alasan utama memasukkan seorang usia lanjut dengan demensia ke panti werdha atau rumah rawat usia lanjut. Sebelum memberikan obat untuk berbagai gangguan perilaku tersebut, harus disingkirkan faktor lingkungan atau metabolik yang mungkin dapat dikoreksi atau dimodifikasi. Imobilisasi, asupan makanan yang kurang, nyeri, konstipasi, infeksi, dan intoksikasi obat adalah beberapa faktor yang dapat mencetuskan gangguan perilaku, dan bila diatasi maka tidak perlu memberikan obat-obatan antipsikosis. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk meredam agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia diantaranya haloperidol dosis rendah ( 0,5 sampai 2 mg ), trazodone, buspiron, atau propanolol. Beberapa penelitian yang membandingkan terapi obat ( farmakoterapi ) dengan intervensi perilaku ( behavioral intervention ) menunjukkan kedua pendekatan tersebut sama efektifnya. Walaupun demikian, karena terkadang terapi perilaku yang dilakukan secara benar dan dilakukan setiap hari dengan intensif sulit dilakukan, maka pilihan terapi medikamentosa lebih disukai. Terapi kolinesterase inhibitor sebagai terapi terpilih untuk meningkatkan fungsi kognitif pada pasien demensia, seringkali dapat pula mengurangi gejala apati, halusinasi visual, dan beberapa gejala psikiatrik lain.3Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi demensia, maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan infeksi saluran napas bagian atas, septikemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien dengan demensia, sehingga pencegahan dan penatalaksanaan menjadi sangat penting. Pada stadium awal penyakit, seorang dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam rangka mempertahankan status kesehatan pasien, seperti melakukan latihan ( olahraga ), mengendalikan hipertensi, dan berbagai penyakit lain, imunisasi terhadap pneumokok dan influenza, memperhatikan higiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kaca mata dan alat bantu dengar bila terdapat gangguan penglihatan ataupun pendengaran. Pada fase lanjut demensia, merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus. Yang juga penting dalam pengelolaan secara paripurna pasien dengan demensia adalah kerjasama yang baik antara dokter dengan pramuwerdha ( caregivers ).6 Pramuwerdha pasien dengan demensia merupakan orang yang sangat mengerti kondisi pasien dari hari ke hari dan bertanggung jawab terhadap berbagai hal seperti pemberian obat dan makanan, mengimplementasikan terapi non farmakologis kepada pasien, meningkatkan status kesehatan umum pasien, serta mampu memberikan waktu-waktu yang sangat berarti sebgai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan demensia. Penanganan yang dilakukan adalah pendekatan holistik/global berupa kombinasi terapi farmakologis ( obat ) dan non farmakologis. Terapi farmakologis dengan parasetam, gingko biloba, vitamin E, kolinesterase inhibitor, antioksidan, antiinflamasi ( NSAID ), hormon estrogen. Terapi non farmakologis mencakup terapi suportif ( pendidikan dan pelatihan ), psikoterapi dan rekreasi terapeuitik ( terapi stimulasi kognitif , terapi fisik, terapi really orientation ).5,6Prognosis dari demensia ini buruk karena sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih ( irreversible ) dan tidak jarang menyebabkan kematian.Penutup Munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya ( caregivers ). Penanganan yang tepat dan cepat akan memperlambat proses demensia ke arah yang lebih lanjut. Tatacara diagnosis pada penderita geriatrik berbeda dengan tatacara diagnostik pada populasi lainnya. Penatalaksanan tidak hanya bersifat farmakologis tetapi juga harus dengan non farmakologis dari berbagai aspek, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan umum pasien, serta mampu memberikan waktu-waktu yang sangat berarti sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan demensia.

Daftar pustaka Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta; 2009 : 837-44. Van de Flier WM, Scheltens P. Epidemiology and risk factors of dementia. J Neurol Neurosurg Pschiatry; 2005 :762-7. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harissons principles of internal medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. P. 2393-406. Cummings JL. Alzheimer disease. N Engl J Med; 2004 : 1010-7. Hazzard WR, Blass JP, Halter Jb et all. Principles of geriatric medicine and gerontology. Edisi ke-4. New york; Oxford University Press ; 2000 :922-31. Padmo Santjojo. Masalah kesehatan di hari tua. FKUI; 2003 :32 No.4; 191-99.

2