jurnal blok 24 1

download jurnal blok 24 1

of 28

Transcript of jurnal blok 24 1

Anemia Defisiensi Besi

Winda AnastesyaNim : 10 2009 246 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat

PENDAHULUAN Anemia defisiensi besi ( ADB ) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan eritropoesis, karena cadangan besi kosong ( depleted iron store ) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolisme besi. Anemia defisiensi besi meru[pakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang meberikan dampak kesehatan yang sangat meruugikan serta dampak sosial yang cukup serius.1

Alamat email : [email protected]

Page 1

ZAT BESI (Fe) Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada : 1. Hemoglobin 66 % 2. Mioglobin 3 % 3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% 4. Pada transferin 0,1 %. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %. Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 12 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi. Kebutuhan Zat Besi Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula. Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15Alamat email : [email protected] Page 2

tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi. METABOLISME ZAT BESI Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu : 1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan) Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh. Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas. 2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan) Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.

Alamat email : [email protected]

Page 3

Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron 2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri 3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi 4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat 5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan 6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein 7. Asam askorbat dan asam organik tertentu Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat. Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.2,3

ANAMNESIS. Identitas Pasien. Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh lemas, lesu, dan pusing. Riwayat Kesehatan. Riwayat Penyakit Sekarang

Alamat email : [email protected]

Page 4

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien dulu pernah mengalami perdarahan hebat. Dan apakah pasien dulu pernah kekurangan makanan yang mengandung asam folfat, Fe. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia defisiensi besi yang cenderung diturunkan secara genetik.3

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisis dapat dijumpai : a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung1,3

PEMERIKSAAN LABORATORIUM A. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan dapat dilakukan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

Alamat email : [email protected]

Page 5

2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

Alamat email : [email protected]

Page 6

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

Alamat email : [email protected]

Page 7

7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia

Alamat email : [email protected]

Page 8

dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.1,2,5,6

DIAGNOSIS KERJA Anemia Defisiensi Besi Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah

Alamat email : [email protected]

Page 9

lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.2 Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan beberapa kelainan dalam hasil laboratorium.---Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai

adalah : 1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia. 2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecilkecil, sideroblast. 3. Kadar besi serum menurun 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%. 4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang

Alamat email : [email protected]

Page 10

rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik. 5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat. 6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus. 7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.5

gambar 1. Anemia defisiensi besi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.2 Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB 1. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO: a. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia b. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31 pg. c. Kadar Fe serum 20 % Positif kuat

Menurun/ N Menurun/ N Normal Normal/ Meningkat > 20 % Positif dengan ring sideroblast

Alamat email : [email protected]

Page 19

Protoporfirin eritrosit Feritin Serum Elektrofoesis Hb

Meningkat

Meningkat

Normal

Normal

Menurun < 20 g/dl N

Normal 20-200 g/dl N

Meningkat > 50 g/dl Hb. A2 meningkat

Meningkat > 50 g/dl N

Feritin Serum Elektrofoesis Hb

Menurun < 20 g/dl N

Normal 20-200 g/dl N

Meningkat > 50 g/dl Hb. A2 meningkat

Meningkat > 50 g/dl N

EPIDEMIOLOGI---Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini

adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 40%, pada anak sekolah 25 - 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.3

ETIOLOGI Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun ; 1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari : Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,Page 20

Alamat email : [email protected]

divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia Saluran kemih : hematuria Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi ( bioavaibilitas ) besi --yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

---Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia. Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau dilapangan dengan ADB dirumah sakit atau praktek klinik. ADB dilapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik pada umumnya disertai anemia derjat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan perdarahan.1

PATOFISIOLOGI Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.

Alamat email : [email protected]

Page 21

Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Alamat email : [email protected]

Page 22

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).2,4,5

Tabel 2.1. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Tabel 2.2. Perbandingan tahap keseimbangan zat besi yang negatif Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

Alamat email : [email protected]

Page 23

PENATALAKSANAAN PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa : 1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh ( iron replacement therapy ).

a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu: - Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfat ferous mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfat ferous 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg per hario yang dapat meninglkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. - Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfat ferous.

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15% sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan. Setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diebrikan preparat vitamin C, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi.

b. Besi parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral, yaitu : 1. Intoleransi terhadap pemberian oral 2. Kepatuhan terhadap obat rendah.Alamat email : [email protected] Page 24

3. Kolitis ulserativa 4. Perlu peningkatan Hb secara cepat ( misal preoperasi, hamil trimester tiga ). 5. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemebrian eritropoetin pada anemia gagal ginja kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex, dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengenmbalikan kadar hemoglobin dan mengisi sebesar 500 sampai 1000 mg.

Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan : 1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. 2. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. 3. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel. 4. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan). 5. Vitamin C : vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. 6. Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi atau adanya penyakit jantung anemikdengan anacaman payah jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.

Respon terhadap Terapi : Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberi respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika reson terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan : Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminumAlamat email : [email protected] Page 25

Dosis besi kurang Masih ada perdarahan yang cukup banyak Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi folat. Diagnosis defisiensi besi salah.1,2

PENCEGAHAN Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi Dapat dilakukan antara lain dengan cara: a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. b. Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat. Efek samping dari pemberian besi peroral adalah mual, ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan makanan. a. Fortifikasi zat besi Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu panganAlamat email : [email protected] Page 26

yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti. b. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakit infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan status besi tubuh.1,3

KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain.apabila anemianya berat, maka akan timbul komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi yang lain yang mungkin timbul adalah komplikasi dari tractus gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatitis.2

PROGNOSIS Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.5

KESIMPULAN Anemia Defisiensi Besi merupakan anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi tubuh untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang, yang ditandai dengan hipokromik mikrositer pada hasil labolatorium yang menunjukkan cadangan besi kosong, besi serum menurun, TIBC (total iron binding capacity) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, poengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi. Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.Alamat email : [email protected] Page 27

DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi V jilid II. Hematologi; Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 1127-37. 2. Bakta, I Made. Hematologi Klinik. EGC. 2007: 1691-1694. 3. Hoffbrand,A.V. Kapita Selekta Hematologi. Ed.2. Jakarta: EGC.2005: 28-44. 4. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson.20. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit,Vol 1,Ed 6. Jakarta: EGC. 2006: 255-261 5. Supandiman, Iman. Hematologi Klinik. Bandung: PT Alumni. 2006 : 45-50 6. E.N. kosasih, A.S kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jakarta : Karisma publishing group; 2008 : 262 65. 7. Weiss .G.,Goodnough, L.T. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 . 2005 : 1011-1023.

Alamat email : [email protected]

Page 28