Jurnal Blok 18

35
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Winda Anastesya Nim : 10 2009 246 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran udara ini Alamat email : [email protected] Page 1

Transcript of Jurnal Blok 18

Page 1: Jurnal Blok 18

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

( PPOK )

Winda Anastesya

Nim : 10 2009 246

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran

udara ini bersifat progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin

memburuk secara lambat dari tahun ke tahun, dan berhubungan juga dengan respons

inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun berbahaya. Dalam perjalanan penyakit ini

terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini,

antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti

kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.1

Alamat email : [email protected] Page 1

Page 2: Jurnal Blok 18

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang

memungkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru

seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat

perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu

diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.3

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup

bronkitis kronik dan emfisema yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan

fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya

penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi

beberapa waktu.2

Alamat email : [email protected] Page 2

Page 3: Jurnal Blok 18

DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara serta obstruksi menahun sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah :

Bronkitis kronis dan emfisema paru.2

COPD is a preventable and treatable disease with some significant extrapulmonary effects

that may contribute to the severity in individual patients. Its pulmonary component is

characterized by airflow limitations that is not fully reversible. The airflow limititaion is

usually progressive and associated with an abnormal inflammatory response of the lung to

noxious particle or gases.1

Anatomi fisiologi Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung

(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan

endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi

pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya

gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media,

dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.

2. Paru-paru kiri, terdiri dari ; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 8 segmen yaitu; 5 segmen pada lobus superior dan 3 segmen pada

inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu; 5 segmen pada lobus superior, 2

segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih

terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi

pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat

sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,

Alamat email : [email protected] Page 3

Page 4: Jurnal Blok 18

cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus

yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.

Letak paru-paru.

Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.

Pada bagian tengah itu terdapat hilus dan pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru

dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

1. Pleura viseral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.

2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan

normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis

dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya

(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu

bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel

kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih

kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain

aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dan aorta

melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan

dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.

Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa

darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya

menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan

membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung

udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.

Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan

sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui hilus ke serambi jantung kiri (darah

mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena

bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru

mempunyai persediaan darah ganda.

Alamat email : [email protected] Page 4

Page 5: Jurnal Blok 18

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara

didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-

dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-

paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,

2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.

Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter

3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas

biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)

4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak

kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut

akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan

sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan, bentuk menghembuskan napas

dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang

berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan.

Bersin adalah pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung,

dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.3

KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai

berikut ;

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ( batuk kronik berulang ) merupakan keadaan yang disebabkan oleh

berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu

berturut-turut dan/atau berulang paling sedikit 3X dalam 3 bulan dengan atau tanpa gejala

respiratorik lainnya.1

Etiologi

Penyebab penyakit bronkitis kronik paling sering dijumpai adalah virus tetapi bakteri juga

berperan dalam penyebab penyakit ini.

Rhinovirus

Alamat email : [email protected] Page 5

Page 6: Jurnal Blok 18

RSV ( respiratory syncitial virus )

Parainfluenza

Influenza

Adenovirus

Enterovirus

Bakteri : H. Influenza, Strep.pneumonia, Staf.aureus.

Bronkitis kronik dapat merupakan tanda adanya penyakit paru atau penyakit sistemik yang

mendasari. Keadaan yang berhubungan dengan bronkitis kronik, antara lain ;

1. Penyakit Jantung bawaan ( congenital heart defect ), baik pada katup maupun myocardium.

Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi

bakteri mudah terjadi.

2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang

dinding bronchus. Infeksi bronkitis berulang : klamidia, pertussis.

3. Asthma, TBC paru, kistik fibrosis, imunodefisiensi, sindrom kartegener dan imotil silia.

Patofisiologi

Bronkitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai

eksaserbasi akut dari bronkitis kronik. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,

sering kali merupakan awal dari serangan bronkitis akut.

Bronkitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-

infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi

yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.2

Pasien dengan bronkitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan

meningkatkan produksi mukus.

2. Mukus lebih kental

3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena

itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan

untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan

hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.

Alamat email : [email protected] Page 6

Page 7: Jurnal Blok 18

4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan

mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang

banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.

Bronkitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya

seluruh saluran nafas akan terkena.

5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama

selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kolaps, dan udara terperangkap pada bagian distal

dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan

asidosis.

6. Kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi

penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.

7. Terlihat cyanosis sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi

eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya

karena infeksi pulmonary.

8. Selama infeksi pasien akan mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan

FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya

menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru

yang ditandai dengan pembesaran/pelebaran secara abnormal saluran udara bagian distal

bronkus terminalis yang disertai destruksi dinding alveolus dan dinding kapiler.1

Patogenesis

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada penderita emfisema, yaitu:

1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan

saluran nafas kecil dengan jalan merusak serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung

alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit.

Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.

2. Hyperinflation paru pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi

istirahat normal selama ekspirasi.

3. Terbentuknya bullae dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk

suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.

Alamat email : [email protected] Page 7

Page 8: Jurnal Blok 18

4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap. Ketika penderita berusaha untuk ekshalasi

secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

Tipe Emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

1. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan

bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi

biasanya kantung alveolar tetap bersisa.

2. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya

termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul

sangat sering pada seorang perokok.

3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi

dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari

pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim

alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,

seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.3

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang

mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu

akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari

adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan

kehilangan elastisitas recoil.

Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut

blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan

peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas

atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru

untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi

oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai

dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya

berhubungan dengan bronkitis kronik dan merokok.2

Alamat email : [email protected] Page 8

Page 9: Jurnal Blok 18

ANAMNESIS

Harus dilakukan anamnesis yang akurat dan teliti untuk memperoleh gambaran keluhan

yang terjadi dan karakteristik keterkaitan dengan penyakit tertentu.4

Pada anamnesis penyakit paru obstruktif kronik perlu ditanyakan :

o Identitas dan pekerjaan

o Usia

o Keluhan awal

o Gejala yang menyertai

o Riwayat pajanan ; asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja. Alergen seperti

serbuk, jamur, zat kimia mengakibatkan iritasi jalan napas berakibat terjadinya

bronkospasme dengan bentuk keluhan sesak.

o Riwayat merokok

o Riwayat penggunaan obat

o Riwayat penyakit terdahulu

o Riwayat penyakit keluarga

Berikut ini beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses

penyakit:

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

2. Apakah ada batuk ?

3. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

4. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

5. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

6. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

7. Riwayat merokok?

8. Obat yang dipakai setiap hari?

9. Obat yang dipakai pada serangan akut?

10. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Alamat email : [email protected] Page 9

Page 10: Jurnal Blok 18

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi

pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi paru. Sedangkan pada PPOK

derajat sedang dan derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan

bentuk anatomi toraks.1

Fase awal : umumnya normal, kadang ada ekspirasi memanjang pada exhalasi paksa.

Fase lanjut : hiperinflasi, wheezing, ekspirasi memanjang, ronki, suara jantung jauh,

diameter AP memanjang.

Fase end stage : penggunaan “ full use” otot-otot pernapasan. Purse lips, sianosis,

astereksis, hepatomegali, dan distensi V.leher ( gagal jantung kanan ).2,4

Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Inspeksi

Bentuk dada barrel chest ( dada seperti tong ), terdapat cara bernapas purse lips

breathing ( seperti orang meniup ), terlihat penggunaan dan hipertrofi ( pembesaran )

otot bantu napas.

Palpasi

Teraba pelebaran sela iga, fremitus melemah.

Auskultasi

Suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, mengi ( biasanya

timbul pada eksaserbasi ), dan ronki.

Perkusi

Perkusi paru : hipersonor.4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG

Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,

menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,

memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :

bronchodilator test dan spirometri.

Alamat email : [email protected] 10

Page 11: Jurnal Blok 18

Radiologi : foto thorax, CT Scan.

Dapat menunjukkan hyperinflation/hiperlusen paru, flattened diafragma, peningkatan

ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan

bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

Laboratorium darah rutin : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan

eosinofil (asthma).

Analisa gas darah

Untuk mendeteksi berkurangnya fungsi saluran pernapasan dan alveoli. Pada bronkitis

PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi

vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang

pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-

60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan. Kekurangan Alpha 1-antitrypsin

kemungkinan terjadi pada emfisema.

Kultur sputum

Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi

untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.4

DIAGNOSIS BANDING

Asma

Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap

rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-

tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.2,5

Keluhan utama penderita  asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi

(wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang episodik. Pada beberapa

penderita  asma,  keluhan  tersebut  dapat  ringan,  sedang  atau  berat  dan sesak

napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-

tiba menjadi lebih berat. Wheezing  terutama  terdengar  saat  ekspirasi.  Berat

ringannya  wheezing tergantung  cepat  atau  lambatnya  aliran  udara  yang  keluar

masuk  paru.  Bila dijumpai  obstruksi  ringan  atau  kelelahan  otot  pernapasan,

wheezing  akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir

Alamat email : [email protected] 11

Page 12: Jurnal Blok 18

selalu ada, bahkan  seringkali  diikuti  dengan  dahak  putih  berbuih.  Selain  itu,

makin  kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.1,3      

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk

membungkuk  dengan  kedua  telapak  tangan  memegang  kedua  lutut.  Posisi  ini

didapati  juga  pada  pasien  dengan  Chronic  Obstructive  Pulmonary  Disease

(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung

yang sesuai  dengan  irama  pernapasan.  Frekuensi  pernapasan  terlihat  meningkat

(takipneu), otot bantu  pernapasan ikut  aktif, dan penderita tampak  gelisah. Pada

fase  permulaan,  sesak  napas  akan  diikuti  dengan  penurunan PaO2  dan  PaCO2,

tetapi  pH  normal  atau  sedikit  naik.  Hipoventilasi  yang  terjadi  kemudian  akan

memperberat  sesak  napas,  karena  menyebabkan  penurunan  PaO2  dan  pH  serta

meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut

nadi  sampai  110-130/menit,  karena  peningkatan  konsentrasi  katekolamin  dalam

darah akibat respons hipoksemia.

Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua

orang yang napasnya terdengar wheezing adalah penderita asma. Dan beberapa gejala

lain yang dialami penderita asma yaitu;

• Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).

• Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin.

• Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.

Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena

kesulitannya dalam mengatur pernafasan. Pada usia anak-anak, gejala awal dapat

berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa kecemasan

yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaanya. Sebagai reaksi

terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.4

Tipe asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit :

Asma intermiten

Gejala  muncul  <  1  kali  dalam  1  minggu,  eksaserbasi  ringan  dalam beberapa jam

atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal

dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced

Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%.

Asma ringan

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi  <  1 kali dalam 1  hari, eksaserbasi

Alamat email : [email protected] 12

Page 13: Jurnal Blok 18

mengganggu aktifitas  atau tidur,  gejala  asma  malam  hari terjadi > 2 kali dalam 1

bulan, PEF dan PEV1 > 80%.

Asma sedang (moderate)

Gejala muncul tiap  hari,  eksaserbasi  mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma

malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi  beta 2  agonis

kerja  cepat dalam  keseharian,  PEF dan  PEV1 >60% dan < 80%.

Asma parah (severe)

Gejala  terus  menerus  terjadi,  eksaserbasi  sering  terjadi,  gejala  asma malam  hari

sering terjadi,  aktifitas fisik  terganggu oleh  gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.2

Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi ( ekstasis )

dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau

irreversibel. Kelainan bronkus dapat disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding

bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan

pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umunya adalah bronkus kecil ( medium

size ), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.1,6

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada

kenyataannya bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

Kelainan Kongenital

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peranan penting.

Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut : Pertama,

bronkiektasis hampir mengenai seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua,

bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya;

sindrom Kartagener, cystic pulmonary fibrosis, hipo atau agamagloblinemia.

Kelainan Didapat

Bronkiektasis yang paling sering dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut :

- Infeksi : Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia

yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan

komplikasi pertussis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis

paru, dan sebagainya.5

Alamat email : [email protected] 13

Page 14: Jurnal Blok 18

- Obstruksi bronkus : obstruksi bronkus yang dimaksud di sini dapat disebabkan

oleh berbagai macam penyebab ; korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan

dari luar lainnya terhadap bronkus.7

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda klinis pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya

penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas

penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi sputum jumlahnya banyak, adanya

hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat

pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit ringan.

Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.7

Keluhan –keluhan :

- Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip bronkitis kronik

( bronchitic-like-symptom )

- Jumlah sputum bervariasi, terutama pagi hari.

- Hemoptisis ( 50% kasus bronkiektasis )

- Sesak napas, wheezing.

- Demam berulang.

DIAGNOSIS KERJA

Penyakit paru obstruktik kronik ( PPOK )

Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien

PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan

yang bersifat akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari

kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien

memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini

biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau

obat golongan sedatif.5 Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui.

Pasien yang mengalami eksaserbasi akut ini dapat ditandai gejala yang khas seperti sesak

napas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi

sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue, dan

gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis eksaserbasi akut menjadi gejala

Alamat email : [email protected] 14

Page 15: Jurnal Blok 18

respirasi dan sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah

berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas

yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,

peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien.7

Diagnosis PPOK harus didukung dengan anamnesis yang akurat dan teliti, pemeriksaan

fisik, laboratorium dan penunjang serta gejala klinis yang menunjukkan Penyakit Paru

Obstruksi Kronik ( PPOK ).

Dinyatakan PPOK ( secara klinis ) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan

adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak

napas pada saat melakukan aktivitas berat pada seseorang yang berusis pertengahan atau

yang lebih tua.8

EPIDEMIOLOGI

Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease ( COPD ) atau penyakit paru

obstruksi kronik ( PPOK ) semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan

angka mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di

instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.00 memerlukan perawatan di rumah

sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian PPOK

menududuki peringkat keempat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit

serebrovaskular. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan

meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari

keduabelas menjadi kelima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari keenam

menjadi ketiga. Berdasarkan survey Dep. Kes RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial

menduduki peringkat keenam.1

PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOK juga lebih sering

terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor genetik. Bekerja di lingkungan yang

tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko

terjadinya PPOK. Tetapi kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan

pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK.2

Alamat email : [email protected] 15

Page 16: Jurnal Blok 18

Angka kematian karena emfisema dan bronkitis kronis pada perokok sigaret lebih tinggi

dibandingkan dengan angka kematian karena PPOK pada bukan perokok.

Sejalan dengan pertambahan usia, perokok sigaret akan mengalami penurunan fungsi paru-

paru yang lebih cepat daripada bukan perokok. Semakin banyak sigaret yang dihisap,

semakin besar kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru-paru.3

ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko

yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi paru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Defisiensi alfa-1 antitripsin

7. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.3

PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan

elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,

kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang

diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat

hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga

disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Alamat email : [email protected] 16

Page 17: Jurnal Blok 18

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga

menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan

terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau

obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada

saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air

trapping).

Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.

Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan

menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi

gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.2

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronkitis kronik.

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema.1

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Malaise, fatigue

2. Batuk

3. Sesak napas yang semakin bertambah, sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

4. Mengi atau wheezing

5. Ekspirasi yang memanjang

6. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

7. Penggunaan otot bantu pernapasan

8. Suara napas melemah

9. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal.8

Alamat email : [email protected] 17

Page 18: Jurnal Blok 18

KOMPLIKASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya penderita akan mengalami

perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul

cyanosis.

2. Asidosis respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara

lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama cor-pulmonal ( gagal jantung kanan akibat penyakit paru ), harus

diobservasi terutama pada penderita dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali

berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi penderita dengan emfisema berat juga

dapat mengalami masalah ini.

5. Disritmia cardiac

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratory.

6. Status asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit

ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon

Alamat email : [email protected] 18

Page 19: Jurnal Blok 18

terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi

vena leher seringkali terlihat.3

PENATALAKSANAAN PPOK

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga

fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.7

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi faktor risiko, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi

udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu

diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu

sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk

mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1

- 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling

efektif.

3. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran

jasmani.9

Alamat email : [email protected] 19

Page 20: Jurnal Blok 18

Penatalaksanaan ( Medika mentosa )

Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengurangi gejala. Ada beberapa jenis

bronkodilator, dimana tidak ada yang superior efeknya satu dari lainnya, dan pemberian

secara inhalasi lebih disukai karena mempunyai keunggulan dapat meningkatkan kapasitas

olahraga dan mengurangi gejala sesak napas ( dispnoe ) dengan cepat. 9

1. Golongan simpatomimetik

Agonis β2 adregenik selektif

Mekanisme kerja : menyebabkan relaksasi otot polos bronkus dan bronkodilatasi

dengan cara merangsang enzim adenil siklase untuk membentuk siklik AMP, juga

memperbaiki Mucociliary Clearance

Sediaan : biasanya diberikan secara inhalasi dengan MDI ( metered dose inhaler )

- Short acting : albuterol, Levabuterol, Bitolterol dan terbutalin.

Memiliki selektivitas β2 lebih besar, mula kerja cepat dan lama kerja lebih

panjang daroi sediaan kerja cepat lainnya seperti : isoprosterenol,

metaproterenol dan isoetarin, yaitu 4-6 jam.

- Long acting : formoterol dan salmeterol, mempunyai lama kerja 12 jam,

namun karena mula kerjanya lama, maka obat ini tidak cocok untuk mengatasi

gejala akut.

Efek samping : jantung berdebar, takikardi, insomnia dan hipertensi.

2. Golongan antikolinergik

Mekanisme kerja : golongan obat ini menghambat secar kompetitif reseptor

kolinergik pada otot polos bronkus, terjadilah hambatan asetilkolin sehingga terjadi

peningkatan siklik Amp yang menyebabkan bronkodilatasi.

Terdapat juga sediaan kombinasi antikolinergik + simpatomimetik ; seperti albuterol

+ ipatropium dalam bentuk metered dose inhaler, yang dipakai sebagai terapi

penunjang ( maintenance ).

Kombinasi bronkodilator dengan mekanisme berbeda tadi mempunyai keunggulan

dosis efektif lebih kecil juga lebih rendah.

Efek samping : mulut kering, mual, rasa metalik, penglihatan kabur, takikardi dan

retensi urin.

Alamat email : [email protected] 20

Page 21: Jurnal Blok 18

3. Golongan metil xantin

Mekanisme kerja : golongan xantin bekerja menghambat fosfodiesterase sehingga

menyebabkan peningkatan siklik Amp, menghambat masuknya ion kalisum ke dalam

otot polos, merangsang katekolamin endogen, bersifat antagonis pada reseptor

adenosin dan prostaglandin dan menghambat lepasnya mediator kimiawi dari sel mast

dan lekosit. Sediaan : teofilin dan aminofilin.

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan karena efek antiinflamasinya, menurunkan permeabilitas

kapiler sehingga terjadi hambatan prostaglandin. Keunggulan klinis penggunaan

kortikosteroid sistemik tidak jelas, sehingga sebaiknya penggunaan jangka panjang

tidak dianjurkan bila tidak sangat dibutuhkan.

Penggunaan yang tepat hanya untuk kasus eksaserbasi akut, diberikan terapi jangka

pendek, dan pemberian inhalasi diperbolehkan pada PPOK kronis yang stabil, dengan

FEV < 50%, yang sering sekali eksaserbasi.

Efek samping dapat menyebabkan suara serak, nyeri telan, kandidiasis oral, skin

bruising, dan bila hebat dapat terjadi supresi kelenjar adrenal, osteoporosis dan

katarak, teruatam pada pemberian inhalasi kronis dosis tinggi.

5. Antimikroba

Hanya diberi bila terjadi eksaserbasi yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri

atau virus, terutama bila terdapat gejala dispnoe, meningkatnya volume sputum dan

sputum berubah menjadi purulen.

Sediaan : golongan makrolid, azitromisin, klaritomisin, sefalosporin generasi II dan

III serta doksisiklin. Bila kuman penyebab adalah pembentuk β laktamase, maka

pilihan antimikroba : amoksilin + klavulanat, levoploksasin, gafifloksasin dan

moxifloksasin. Dan bila kuman penyebab adalah Gram ( - ) terutama pseudomonas

aeruginosa, maka pilihlah golongan fluorokuinolon.10

Alamat email : [email protected] 21

Page 22: Jurnal Blok 18

PROGNOSIS

PPOK termasuk penyakit yang akan mengalami perburukan yang serius dan menyebabkan

kematian jika tidak ditangani sedini mungkin dan menghindari faktor-faktor pencetus.

Kematian bisa disebabkan oleh kegagalan pernapasan, pneumonia, pneumotoraks ( adanya

udara bebas di kavum pleura ), aritmia jantung, atau emboli paru ( penyumbatan arteri yang

menuju ke paru-paru ). Dari jumlah angka kematian karena PPOK, 30% penderita PPOK

dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun, dan 95% meninggal

dalam waktu 10 tahun. Resiko terjadinya kanker paru juga akan terjadi pada penderita

PPOK.1

PENCEGAHAN

o Menghentikan kebiasaan merokok

o Edukasi ; terangkan tentang keburukan/ dampak merokok.

o Latihan fisik atau olahraga

o Nutrisi

KESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran

udara ini bersifat progresif. Penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan

PPOK adalah : Bronkitis kronis dan emfisema paru. Penyakit paru obstruktif kronik sering

dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh

infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Diagnosis

PPOK harus didukung dengan anamnesis yang akurat dan teliti, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan penunjang serta gejala klinis yang menunjukkan Penyakit Paru Obstruksi

Kronik ( PPOK ). PPOK termasuk penyakit yang akan mengalami perburukan yang serius

dan menyebabkan kematian jika tidak ditangani sedini mungkin dan menghindari faktor-

faktor pencetus. Pentingnya pencegahan dini dan jalur penatalaksanaan yang tepat akan

mengurangi laju progresivitas penyakit dan angka kematian.

Alamat email : [email protected] 22

Page 23: Jurnal Blok 18

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal

medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.

2. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor

edisi bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit.

Edisi 6. EGC. Jakarta; 2005 : 235-40.

3. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-82.

4. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ; alih bahasa, Annisa

Rahmalia ; editor bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga, 2007: h.28-9 :

58-9.

5. Gillespie S.H, Barmford K.B. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi; alih bahasa,

Stella Tinia ; editor edisi bahasa Indonesia, Rina Astikawati, Amalia Safitri. –Ed. 3. –

Jakarta : Erlangga, 2009: 182-93.

6. Robbins. Buku ajar patologi editor, Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L.

Robbins ; alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati

Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari. –Ed. 7 – Jakarta : EGC,2007 :671-

78.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam,

edisi V jilid III. Obstruksi saluran pernapasan akut. Jakarta: Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 2216-29

8. Snider, GL. Diagnosis of chronic obstructive pulmonary disease. Ed-12(1). In Rose :

2004. 121-6.

9. Sutherland, E P. & Cherniack, RM. Current consepts : Management of chronic

obstructive pulmonary disease. N Eng J Med. 2004; 350: 2689-97.

10. Sulistia G, Rianto S, Elysabeth ( dkk ). Farmakologi dan terapi. Obat otonom. Edisi- 5.

FKUI. Jakarta ; 2005 : 29-121.

Alamat email : [email protected] 23

Page 24: Jurnal Blok 18

Alamat email : [email protected] 24