infeksi nosokomial

download infeksi nosokomial

of 28

description

infeksi nosokomial

Transcript of infeksi nosokomial

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Infeksi Nosokomial

    1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial

    Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

    mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian di atas

    peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh

    invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan bertahan hidup

    dengan cara menyebar dari satu orang ke orang lain sehingga menimbulkan sakit

    pada seseorang.

    Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit

    pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada

    umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak,

    perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi,

    2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat

    dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien

    tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

    Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi

    nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat

    mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah

    dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah sakit seperti

    pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif lainnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

    Mekanisme transmisi patogen ke pejamu yang rentan melalui tiga cara

    (WHO, 2002) yaitu:

    1.2.1 Transmisi dari flora normal pasien (endogenous infection)

    Bakteri dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi flora normal yang

    dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora

    normal pasien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya:

    infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter.

    1.2.2 Transmisi dari flora pasien atau tenaga kesehatan (exogenous cross-

    infection)

    Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang

    bukan merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara

    pasien (tangan, tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara

    (tetesan atau kontaminasi dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui

    petugas kesehatan yang telah terkontaminasi dari pasien lain (tangan,

    pakaian, hidung dan tenggorokkan), melalui media perantara meliputi

    peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari sumber

    lingkungan yang lain (air dan makanan).

    1.2.3 Transmisi dari flora lingkungan layanan kesehatan (endemic or epidemic

    exogenous environmental infection)

    Beberapa jenis organisme yang dapat bertahan hidup di lingkungan rumah

    sakit yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan kadang-kadang di produk

    yang steril atau desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium);

    dalam barang-barang seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang

    Universitas Sumatera Utara

  • digunakan dalam perawatan atau perlengkapan rumah tangga; dalam

    makanan; dalam inti debu halus dan tetesan yang dihasilkan pada saat

    berbicara atau batuk.

    1.3 Indikator Infeksi Nosokomial

    Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu

    kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang

    digunakan untuk menilai suatu perubahan (Depkes, 2001).

    WHO dalam Depkes (2001) menyatakan bahwa, indikator adalah variabel

    untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama bila perubahan

    tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksi nosokomial menurut

    Depkes tahun 2001 meliputi Angka Pasien Dekubitus, Angka Kejadian dengan

    jarum infus, dan Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi. Ketiga indicator ini dapat

    dijelaskan sebagai berikut:

    1.3.1 Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)

    Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya

    yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring.

    Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau dimiringkan

    dalam waktu 2 x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya

    penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus.

    Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan dekubitus (APD)

    adalah:

    Banyaknya pasien dengan dekubitus/bulan x 100% Total pasien tirah baring total bulan itu

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.3.2 Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate)

    Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan

    atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam

    dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak

    didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa

    panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa

    nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau

    kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang digunakan untuk

    mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKJ) adalah:

    Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus/bulan x 100% Total kejadian pemasangan infus pada bulan tersebut

    1.3.3 Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

    Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi

    bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor),

    kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu

    lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat

    luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka operasi (AILO)

    adalah:

    Banyaknya infeksi luka operasi bersih/bulan x 100% Total operasi bersih bulan tersebut

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.4 Pengendalian Infeksi Nosokomial

    Pencegahan infeksi nosokomial yang dikemukakan oleh WHO (2002)

    menyatakan bahwa infeksi nosokomial membutuhkan keterpaduan, pemantauan,

    dan program dari semua tenaga kesehatan profesional yang meliputi: dokter,

    perawat, terapis, apoteker, dan lain-lain. Pencegahan infeksi nosokomial yang

    menjadi kunci utama yaitu: (1) membatasi transmisi organisme antara pasien

    dalam melakukan perawatan pasien secara langsung melalui cuci tangan,

    menggunakan sarung tangan, teknik aseptik yang tepat, strategi isolasi, sterilisasi

    dan teknik desinfektan; (2) mengendalikan lingkungan yang berisiko untuk

    infeksi; (3) melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang

    tepat, nutrisi, dan vaksinasi; (4) membatasi risiko terjadinya infeksi endogenous

    dengan meminimalkan prosedur invasif, dan mempromosikan penggunaan

    antimikroba yang optimal; (5) surveilans infeksi, mengidentifikassi dan

    mengendalikan wabah; (6) pencegahan infeksi pada tenaga kesehatan; (7)

    meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan secara terus menerus dengan

    memberikan pendidikan.

    1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

    Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang

    dikemukakan Darmadi (2008) adalah:

    1.5.1 Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses

    terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter,

    perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan

    material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan

    Universitas Sumatera Utara

  • lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal

    perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan

    eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan

    sampah/pengelolahan limbah, makanan/minuman (hidangan yang disajikan

    setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam

    satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan),

    pengunjung/keluarga (keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber

    penularan).

    1.5.2 Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti umur,

    jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit

    lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya.

    1.5.3 Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),

    menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam

    satu ruangan.

    1.5.4 Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan

    merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber

    penularan (reservoir) dengan penderita.

    1.6 Faktor Keperawatan yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

    Nosokomial

    Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan

    dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung

    jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam

    pengendalian infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai

    Universitas Sumatera Utara

  • pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

    nosokomial (Potter & Perry, 2005).

    Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,

    jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan

    standar asuhan keperawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar

    asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah

    klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan

    dan mempraktikkan teknik aseptik, peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan

    cukup, ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai, aspek

    beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan

    jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008).

    1.7 Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial

    Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan

    konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan

    menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan

    biaya (Brooker, 2008). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk

    pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002).

    WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection

    menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk (1) berpartisipasi

    dalam Komite Pengendalian Infeksi; (2) mempromosikan pengembangan dan

    peningkatan teknik keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi

    nosokomial, dan pengawasan teknik aseptik yang dilakukan oleh perawat dengan

    persetujuan Komite Pengendalian Infeksi; (3) mengembangkan pelatihan

    Universitas Sumatera Utara

  • program bagi setiap perawat; (4) mengawasi pelaksanaan teknik pencegahan

    infeksi di daerah khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang

    persalinan, dan ruang bayi baru lahir; (5) pemantauan kepatuhan perawat terhadap

    kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan. Peran perawat selain yang diatas

    adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu: (1) menjaga kebersihan rumah

    sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan;

    (2) pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, (3)

    melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika

    ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; (4)

    melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular,

    ketika layanan kesehatan tidak tersedia; (5) membatasi paparan pasien terhadap

    infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan

    yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan; (6) mempertahankan

    suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan

    memadai di ruangan.

    Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah

    perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung

    jawab untuk (1) mengidentifikasi infeksi nosokomial; (2) melakukan penyelidikan

    terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi; (3) berpartisipasi dalam

    pelatihan; (4) surveilans infeksi di rumah sakit; (5) berpartisipasi dalam

    penyelidikkan wabah; (6) memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan

    pengendalian infeksi lokal maupun nasional; (7) menyediakan layanan konsultasi

    untuk petugas kesehatan dan program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal

    yang berhubungan dengan penularan infeksi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Kepatuhan

    2.1 Pengertian Kepatuhan dan Ketidakpatuhan

    Kelman (1958 dalam Sarwono 1997) menyatakan bahwa, kepatuhan

    adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan

    displin. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang professional

    terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati

    (Setiadi, 2007).

    Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan

    bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul

    perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu

    sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui

    tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika

    manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat

    memberikan motivasi (Sarwono, 1997).

    Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang

    dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan.

    Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku ini terbagi menjadi

    tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2000) yaitu: (1) Competitive

    Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan

    bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer

    perawat atau tidak masuk kerja. (2) Martyred Accomodator yang menggunakan

    kepatuhan palsu. Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan

    ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang

    Universitas Sumatera Utara

  • lainnya. (3) Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan,

    berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat.

    2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) terbagi atas

    dua yaitu:

    2.2.1 Faktor Internal

    a. Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

    melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

    rasa dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk

    tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

    Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmojo (2007) yang mengutip

    pendapat (Rogers, 1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri

    orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan. Tingkatan pengetahuan

    mencakup enam pengetahuan, yaitu:

    1. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya

    dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dapat menyebutkan,

    menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan.

    2. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

    menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang

    Universitas Sumatera Utara

  • yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan

    contoh, dan meyimpulkan.

    3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-

    hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

    4. Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

    bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek

    tersebut dan masih terkait satu sama lain.

    5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

    dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk

    menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

    6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

    objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun

    sendiri.

    b. Sikap

    Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan

    dengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan

    mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan

    pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang

    berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan

    dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2007).

    Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut

    Notoatmodjo (2007) terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung

    Universitas Sumatera Utara

  • jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang

    lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

    pendidikan dan agama, dan faktor emosional.

    c. Kemampuan

    Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau

    mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan

    faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang

    berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan,

    perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata

    terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2007).

    Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan

    seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena

    tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat

    mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa

    keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich et al,

    2007).

    d. Motivasi

    Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang

    merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku

    manusia. Respon instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang

    dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi diukur

    dengan perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat (Swansburg, 2000). Motivasi

    Universitas Sumatera Utara

  • dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang

    menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

    Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori holistik

    dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Individu akan lebih puas

    bila kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai

    maka individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan yang paling

    mempengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri

    merupakan upaya individu tersebut untuk menjadi seseorang yang seharussnya

    (Ivancevich et al, 2007).

    2.2.2 Faktor Eksternal

    a. Karakteristik Organisasi

    Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi

    dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan

    memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada

    tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000). Ting dan Yuan

    (1997 dalam Subyantoro, 2009) berpendapat bahwa karakteristik organisasi

    meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor

    yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu.

    b. Karakteristik Kelompok

    Rusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit komunitas

    yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan

    pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah

    Universitas Sumatera Utara

  • (1) adanya interaksi; (2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5)

    ada suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi.

    Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan,

    pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksanakan hal ini melalui

    hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan

    interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah

    dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut

    tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).

    c. Karakteristik Pekerjaan

    Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk

    lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih

    produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan

    lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari

    kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih

    bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang

    berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat

    khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada di

    dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga mempengaruhi

    sikap atau perilaku terhadap pekerjaannya.

    d. Karakteristik Lingkungan

    Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan

    berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan

    Universitas Sumatera Utara

  • lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap

    pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan

    (Swansburg, 2000).

    3. Fungsi Manajemen Keperawatan

    3.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

    Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam

    menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC

    (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana

    dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari

    Nursalam, 2009).

    Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni

    tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional

    untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Swansburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan

    berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

    pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian

    (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen

    keperawatan dan dari sub unit departemen.

    3.2 Fungsi Manajemen Keperawatan

    Henry Fayol (1949 dalam Robins & Coulter, 2007) merupakan salah satu

    ahli yang pertama kalinya mengusulkan bahwa semua manajer melaksanakan

    empat fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian

    Universitas Sumatera Utara

  • (organizing), mengarahkan (coordinating or directing), dan pengendalian

    (controlling). Henry Fayol juga menyakini bahwa fungsi-fungsi ini mencerminkan

    inti dari proses manajemen secara akurat.

    Swansburg (2000) menyatakan bahwa fungsi manajemen terdiri atas lima

    fungsi yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan

    staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). Peneliti

    akan membahas dan menjelaskan fungsi manajemen menurut Swansburg (2000)

    yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Perencanaan (Planning)

    Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan dalam

    manajemen keperawatan adalah proses mental dimana semua manajer perawat

    menggunakan data yang valid dan dapat dipercaya untuk mengembangkan

    objektif dan menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan dan cetak biru yang

    digunakan dalam mencapai objektif. Tujuan utama dari perencanaan adalah

    membuat kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan

    alat (Swansburg, 2000).

    Huber (2006) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi

    manajemen yang digunakan untuk memilih prioritas, hasil, dan metode yang

    digunakan untuk sebuah sistem dan kemudian membimbing sistem untuk

    mengikuti arahan tersebut.

    Robins dan Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi perencanaan

    mencakup proses merumuskan sasaran, membangun strategi untuk mencapai

    sasaran yang telah disepakati, dan mengembangkan perencanaan tersebut untuk

    memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Pengorganisasian (Organizing)

    Fungsi manajemen keperawatan dalam organisasi adalah mengembangkan

    seseorang dan merancang organisasi yang paling sederhana untuk menyelesaikan

    pekerjaan. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang

    diperlukan untuk mencapai objektif divisi keperawatan, departemen atau

    pelayanan, dan unit (Swansburg, 2000).

    Huber (2006) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah fungsi

    manajemen yang berhubungan dengan mengalokasi dan mengatur sumber daya

    untuk menyelesaikan tujuan yang dicapai. Peran manajer dalam fungsi

    pengorganisasian adalah menentukan, tugas yang akan dikerjakan, individu yang

    akan mengerjakan, pengelompokkan tugas, struktur pertanggungjawaban, dan

    proses pengambilan keputusan. Manajer bertanggung jawab juga dalam

    merancang pekerjaan staf yang digunakan untuk mencapai sasaran organisasi

    (Robins & Coulter, 2007).

    3. Pengaturan staf (Staffing)

    Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam

    manajemen keperawatan. Pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang

    teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis

    personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan

    pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi

    tertentu (Swansburg, 2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengaturan staf memerlukan banyak perencanaan dari manajer.

    Perencanaan pengaturan staf dipengaruhi oleh misi dan tujuan institusi, dan

    dipengaruhi oleh kebijakan personel (Swansburg, 2000).

    4. Kepemimpinan (Leading)

    Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk

    menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan difokuskan kepada gaya

    kepemimpinan situasi kemungkinan dan faktor-faktor seperti manusia, pekerjaan,

    situasi, organisasi, dan faktor-faktor lingkungan. Manajer perawat dalam fungsi

    ini berperan untuk merangsang motivasi dengan mempraktikkan fungsi

    kepemimpinan karena perilaku motivasi merupakan promosi, autonomi, membuat

    keputusan, dan manajemen partisipasi (Swansburg, 2000).

    Fungsi kepemimpinan menurut Huber (2006) adalah fungsi manajemen

    yang mengarahkan dan kemudian mempengaruhi individu tersebut untuk

    mengikuti arahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati dan yang

    telah ditentukan.

    Fungsi kepemimpinan menurut Fayol dalam Robins & Coulter (2007)

    adalah fungsi yang memotivasi stafnya ketika stafnya bekerja dan mencari

    berbagai cara untuk menyelesaikan masalah perilaku stafnya.

    5. Pengendalian atau Pengevaluasian (Controlling)

    Pengendalian atau pengevaluasian adalah suatu fungsi yang terus menerus

    dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian,

    Universitas Sumatera Utara

  • dan pengerahan aktivitas. Melalui prsoses ini standar dibuat dan kemudian

    digunakan, diikuti umpan balikyang menimbulkan perbaikan (Swansburg, 2000).

    Huber (2006) menyatakan bahwa fungsi pengendalian adalah fungsi yang

    digunakan untuk memantau dan mengatur perencanaan, proses, dan sumber daya

    manusia yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

    direncanakan sebelumnya.

    Robins & Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi ini adalah fungsi yang

    terakhir di dalam manajemen dan fungsi memantau dan mengevaluasi setiap

    kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dan

    memantau kinerja stafnya, Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan

    sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila kinerja tersebut menyimpang

    maka fungsi manajemen yang lain diperiksa kembali. Proses pengendalian ini

    meliputi memantau, memperbandingkan, dan mengoreksi.

    3.3 Fungsi Manajemen Kepala Ruangan

    Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi

    tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan

    di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan mempunyai tanggung jawab

    dalam manajemen menurut Depkes RI (1994) adalah secara admnistratif dan

    fungsional bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Perawatan, secara teknis

    medis operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab, dokter

    yang berwenang/Kepala UPF.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tugas pokok kepala ruangan adalah mengawasi dan mengendalikan

    kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung

    jawabnya. Adapun fungsi manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:

    1. Fungsi Perencanaan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

    Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang

    dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai pemikiran atau konsep-konsep tertulis

    seorang manajer. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan

    dikaji sistem, strategi organisasi dan tujuan organisasi, sumber-sumber organisasi,

    kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritasnya. Perencanaan di ruang

    rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim

    dan kepala ruangan. Perencanaan kepala ruang sebagai manajer meliputi

    perencanaan tahunan, bulanan, mingguan, dan harian (Swansburg, 2000).

    Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan

    kebutuhan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program

    kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek,

    menengah dan panjang. Kepala ruangan juga merencanakan kegiatan di ruangan

    seperti pertemuan dengan staf pada akhir minggu (Swansburg, 2000).

    Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruangan

    dalam fungsi perencanaan sebagai berikut (1) menunjuk ketua tim yang bertugas

    di ruangan masing-masing; (2) mengikuti serah terima pasien pada shift

    sebelumnya; (3) mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien : gawat, transisi,

    dan persiapan pulang, bersama ketua tim; (4) mengidentifikasi jumlah perawat

    yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim,

    mengatur penugasan/penjadwalan; (5) merencanakan strategi pelaksanaan

    Universitas Sumatera Utara

  • keperawatan; (6) mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,

    tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan

    dokter tentang tindakan yang dilakukan terhadap pasien; (7) mengatur dan

    mengendalikan asuhan keperawatan meliputi membimbing pelaksanaan asuhan

    keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan

    keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, memberikan

    informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk; (8) membantu

    mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri; (9) membantu membimbing

    peserta perawat didik keperawatan; (10) menjaga terwujudnya visi dan misi

    keperawatan dan rumah sakit.

    Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam

    melaksankan fungsi perencanaan adalah (1) merencanakan jumlah dan kategori

    tenaga keperawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan; (2) merencanakan jumlah

    jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sesuai kebutuhan; (3) merencanakan

    dan menentukan jenis kegiatan dan asuhan keperawatan yang akan

    diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

    2. Fungsi Pengorganisasian Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

    Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan, dan

    mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan

    wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam

    rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Ada tiga aspek penting

    dalam pengorganisasian meliputi : pola struktur organisasi, penataan kegiatan, dan

    Universitas Sumatera Utara

  • struktur kerja organisasi. Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah pembagian

    kerja, pendelegasian tugas, koordinasi, dan manajemen waktu (Warsito, 2006).

    Nurhidayah (2003) menyatakan bahwa, kepala ruangan bertanggung jawab

    untuk mengorganisasikan kegiatan asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk

    mencapai tujuan pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi:

    a. Struktur Organisasi

    Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan.

    Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada

    besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Struktur organisasi

    ruang rawat inap menggambarkan pola hubungan bagian atau staf atasan

    baik vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat dilihat juga posisi tiap

    bagian, wewenang, tanggung jawab serta tanggung gugat.

    b. Pengelompokkan kegiatan

    Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

    diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokkan kegiatan dilakukan

    untuk memudahkan pembagian tugas perawat sesuai dengan pengetahuan

    dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta serta disesuaikan dengan

    kebutuhan pasien/klien.

    c. Koordinasi kegiatan

    Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan

    kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk

    menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu, adanya

    pedelegasian tugas perlu dilakukan kepada ketua tim atau perawat

    pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap.

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Evaluasi kegiatan

    Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi menilai apakah

    pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Kepala ruangan

    berkewajiban untuk memberi asuhan yang jelas tentang kegiatan yang

    dilakukan.

    e. Kelompok kerja

    Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerja sama antar staf dan

    kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi

    kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok, hal ini untuk

    meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan

    keperawatan.

    3. Fungsi Pengaturan Staf Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

    Kegiatan pelayanan keperawatan bergantung pada kualitas dan kuantitas

    perawat yang bertugas selama 24 jam terus-menerus di bangsal. Upaya

    peningkatan mutu pelayanan yang diperlukan adalah dukungan sumber daya

    manusia yang mampu mengemban tugas dan mengadakan perubahan. Hal ini akan

    dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya perencanaan, baik jumlah

    maupun klasifikasi tenaga kerja, serta pendayagunaan tenaga kerja sesuai dengan

    sistem pengelolaan yang ada (Swansburg, 2000).

    Swansburg (2000) berpendapat bahwa pengaturan staf keperawatan

    merupakan proses yang teratur dan sistematis, berdasarkan rasional, diterapkan

    untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk

    memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada

    Universitas Sumatera Utara

  • kelompok pasien dalam situasi tertentu. Proses pengaturan staf bersifat kompleks.

    Komponen pengaturan staf adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staf,

    penugasan rencana pengaturan staf, dan rencana penjadwalan.

    Kebutuhan keperawatan dipengaruhi oleh karateristik populasi pasien yang

    ditentukan oleh jumlah dan kemampuan staf medis. Kebutuhan khusus individu

    dokter, waktu dan lamanya ronde; waktu, kompleksitas, dan jumlah tes, obat-

    obatan, dan pengobatan; jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi

    kualitas dan kuantitas personel perawatan yang diperlukan dan mempengaruhi

    penempatan (Swansburg, 2000).

    Pengaturan staf yang rendah mempunyai efek yang negatif terhadap moral

    staf, kualitas pelayanan keperawatan, dan modalitas praktik keperawatan. Hal

    tersebut dapat menurunkan jumlah pasien, menyebabkan penurunan kehadiran,

    kebosanan, dan ketidakpuasan (Swansburg, 2000).

    4. Fungsi Kepemimpinan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

    Fungsi kepemimpinan adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metoda

    untuk mencapainya, serta suatu mobilisasi dari seluruh fasilitas yang diperlukan

    untuk pencapaian hasil dari penyesuaian nilai-nilai terhadap faktor lingkungan

    yang ingin dicapai dari tujuan perencanaan yang telah ditetapkan.

    Fungsi kepemimpinan ini dipandang sebagai suatu proses interaktif yang

    dinamis yang mencakup tiga dimensi yaitu: pimpinan, bawahan, dan situasi.

    Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi, misalnya: pencapaian tujuan bukan

    hanya bergantung pada sifat pribadi seorang pimpinan tetapi juga bergantung pada

    kebutuhan bawahan dan bentuk dari suatu keadaan (Swansburg, 2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • Fungsi kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap bertindak

    sebagai manajer yang membuat tanggung jawab, membuat unit kerja, mendengar,

    berbicara, membujuk dan dibujuk, menggunakan kebijaksanaan bersama untuk

    membuat keputusan. Kepala ruangan di ruang rawat inap merupakan posisi

    kepemimpinan yang paling berpengaruh. Kepala ruangan sebagai manajer perawat

    dapat mempraktikkan fungsi kepemimpinan perilaku untuk merangsang motivasi

    tenaga perawat diruangan (Swansburg, 2000).

    Fungsi kepemimpinan merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja

    sama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai

    secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Kepala ruangan dalam melakukan

    kegiatan kepemimpinan dengan cara: saling memberi motivasi, membantu

    pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, melakukan, menggunakan

    komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swansburg,

    2000).

    Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruangan

    dalam fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut: (1) memberi pengarahan

    tentang penugasan kepada ketua tim; (2) memberi motivasi dalam peningkatan

    pengetahuan, keterampilan, dan sikap; (3) menginformasikan hal-hal yang

    dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien; (4) melibatkan

    bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan; (5) membimbing bawahan yang

    mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya; (6) meningkatkan

    kolaborasi dengan anggota tim lain.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian Keperawatan di Ruang Rawat Inap

    Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan standar keberhasilan

    program yang dituangkan dalam bentuk target pencapaian, prosedur kerja, dan

    sebagainya harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu

    dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar

    penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk

    mencapai tujuan program dapat diefektifkan (Muninjaya, 2004).

    Fungsi pengawasan dan pengendalian ini sangat penting karena dapat

    memberi gambaran kualitas pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan

    keperawatan. Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan

    dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan. Pencapaian kualitas

    pelayanan keperawatan memerlukan supervisi keperawatan.

    Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian berbagai sumber

    yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai

    tujuan organisasi (Nursalam, 2009) sedangkan Depkes (2000, dalam Nursalam,

    2009), supervisi adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan

    secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan

    keperawatan, masalah ketenagaan, dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan

    yang bermutu setiap saat.

    Tujuan dari supervisi keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan

    kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya. Supervisi difokuskan pada

    kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat untuk melakukan tugasnya

    (Nursalam, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus

    dilaksanakan oleh manajer dari tingkatan yang rendah, menengah, dan atas.

    Manajer yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor. Sasaran supervisi

    adalah pekerjaan yang dilakukan bawahan yang melakukan pekerjaang. Di rumah

    sakit yang bertindak sebagai manajer keperawatan yang melakukan supervisi

    adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala bidang, dan

    wakil direktur keperawatan (Nursalam, 2009).

    Proses supervisi praktek keperawatan meliputi tiga elemen yaitu: standar

    keperawatan sebagai acuan, fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai

    pembanding untuk menetapkan pembanding untuk menetapkan pencapaian atau

    kesenjangan, tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan

    kualitas asuhan. Area supervisi meliputi: pengetahuan dan pengertian tentang

    pasien dan diri sendiri, keterampilan yang dilakukan sesuai dengan standar, dan

    sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan (Nursalam, 2009).

    Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruang dalam

    fungsi pengawasan adalah sebagai berikut: (1) melalui komunikasi seperti

    mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana

    mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien; (2) melalui

    supervisi meliputi pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,

    mengamati sendiri, atau laporan langsung secara lisan, dan

    memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga;

    pengawasan tidak langsung, yaitu memeriksa daftar hadir ketua tim, membaca dan

    memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama proses

    keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim

    Universitas Sumatera Utara

  • tentang pelaksanaan tugas; evaluasi; mengevaluasi upaya pelaksanaan dan

    membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua

    tim; audit keperawatan.

    3.4 Alat Ukur Fungsi Manajerial Keperawatan Kepala Ruangan

    Alat ukur fungsi manajerial keperawatan kepala ruangan yang digunakan

    merupakan hasil pengembangan/modifikasi. Alat ukur fungsi manajerial kepala

    ruangan merupakan modifikasi dari beberapa sumber seperti dari Swansburg

    (2000), Nursalam (2009), pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit

    yang dikeluarkan oleh tim Depkes (1994), dan dari penelitian sebelumnya.

    Universitas Sumatera Utara