Infeksi nosokomial yarsi

download Infeksi nosokomial yarsi

of 31

description

INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

Transcript of Infeksi nosokomial yarsi

NOSOKOMIAL

INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICUA. Latar BelakangPelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas yang mempunyai peralatan yang sangat sederhana, sampai yang memiliki teknologi modern. Meskipun telah ada perkembangan dalam pelayanan di rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainya, infeksi terus pula berkembang terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit.Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3 x 24 jam sesudah masuk kuman.

Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 14 daerah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia Selatan Timur, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Sebanyak 5 - 10% pasien rawat inap mendapat infeksi nosokomial. 3% pasien meninggal akibat infeksi nosokomial meskipun angka kematian bervariasi untuk sumber sepsisnya. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahvva akibat infeksi nosokomial, lama perawatan bertambah rata-rata empat hari dan biaya perawatan meningkat. ICU yang mempunyai 2 - 7% dari tempat tidur rumah sakit, tetapi angka kejadian infeksi nosokomialnya 30 - 40%.B. TerminologiInfeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit.

Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa bakteri, virus, jamur, ricketsia, dan parasit.

Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3x24 jam sesudah masuk kuman.

C. PatogenesisInteraksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan menyebabkan penyakit tergantung dari factor-faktor kondisi tertentu harus ada:

Sebagaimana tampak pada gambar ini, suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk dapat menyebar ke orang lain:

Harus ada agen

Harus ada waduk / pejamu : manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, udara, dan air.

Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup.

Harus ada orang untuk dapat terjangkit. Untuk dapat terjangkit penyakit infeksi harus rentan terhadap penyakit itu.

Agen harus punya jalan untuk dapat berpindah dari pejamunya untuk menulasi pejamu berikutnya, terutama melalui: udara, darah atau cairan tubuh, kontak, fektal-oral, makanan, binatang atau serangga.

Mikroorganisme menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari factor dalam agen:

Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu

Dosis yang tidak efektif

Kemampuan untuk invasi dan reproduksi

Kemampuan memproduksi toksin

Kemampuan menekan system imun pejamu

Sedangkan factor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya infeksi nosokomial adalah:

Usia

Penyakit dasar

System imun

Dan factor lingkungan:

Factor fisik : suhu, kelembaban, lokasi (ICU, ruang rawat jangka panjang, sarana air).

Factor biologik : serangga perantara

Factor social : status ekonomi, perilaku, makanan dan cara penyajian.

D. Sumber InfeksiBeberapa hal yang dapat menjadi sumber kejadian infeksi nosokomial meliputi:1.Tindakan InvansifTindakan invansif adalah suatu tindakan menusukkan alat-alat kesehatan ke dalam tubuh pasien, sehingga memungkinkan mikro organisme masuk ke dalam tubuh. Tindakan invansif sangat banyak jemsnya, khususnya di ICU, dimana pasien sering menggunakan bermacam-macam selang sekaligus, atau mengalami beberapa tindakan seperti: Suntikan pungsi (vena, lumbat, perikardial, pleura, suprapubik, arteri, dll) Pemasangan alat (kontrasepsi, katheter urine, katheter jantung, intravena, arteri pipa endotrakheal, nasogaster, drain, dll). Tindakan bronkoskopi, angiografi, dll.2.Tindakan Invasif OperasiTindakan operasi ini membutuhkan sayatan pada tubuh pasien, sehingga micro organisme. dapat masuk ke dalam tubuh. Infeksi luka operasi menunjukkan 20 - 25 % dari semua infeksi nosokomial. Mikro organisme biasanya berasal dan flora pasien itu sendiri, tetapi dapat juga dari kontammasi alat cairan yang digunakan atau juga dari para petugas yang ada.3.Tindakan Non InvasifTindakan ini menggunakan alat-alat kesehatan tanpa memasukkan ke dalam tubuh pasien, telapi dapal menyebabkan micro organisme masi:k atau menular kepada orang lain. Dan semua komponen yang terlibat dan berada disekitar pasien dirawat dapat merupakan sumber infeksi. Hal ini meliputi:a. Prosedur tindakan dari petugas yang tidak baik/aseptik. b. Alat, bahan atau cairan yang terkontaminasi. c. Ruangan yang tidak memenuhi syarat, terutama dilihat dari sudut mikrobiologis. d. Ketidaktahuan/ketidakmautahuan petugas terhadap tindakan aseptik. e. Jumlah dan perilaku pengunjung.Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:

1. Petugas rumah sakit (perilaku)

Kurang memahami cara penularan penyakit

Kurang memperhatikan kebersihan

Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic

Menderita penyakit tertentu

Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan

2. Alat yang dipakai

Kotor

Rusak

Penyimpanan kurang baik

Dipakai berulang-ulang

Kadaluarsa

3. Pasien

Kondisi yang sangat lemah

Kebersihan kurang

Menderita penyakit kronis

Menderita penyakit menular

4. Lingkungan

Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk

Ventilasi udara kurang baik

Ruangan lembab

Banyak serangga.

E. Transmisi MikroorganismeTransmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara, bias lebih dari satu cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu: contact, droplet, airbone, common vehicle, dan vertorborne.

1. Contact transmissionContact transmission adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial, dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact. Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien. Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien.2. Droplet transmission (Percikan)Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan broschoskopi.

Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap / tinggal pada konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena. Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.3. Airbone transimisi (melalui udara)Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang mengandung mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan. Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.4. Common Vehicle TransmissionTransmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.5. Vectorborne transmissionTransmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus, serangga lainya.

F. Upaya Pengendalian Infeksi NosokomialPengendalian infeksi nosokomial merupakana kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan denga tujuan untuk menurunkan kejadian infeksi nosokomial.

Pengendalian infeksi sudah dilakukan sejak lama di AS sedangkan di Indonesia baru mulai dilakukan pada tahun 1980an dan dianggap sebagai salah satu managemen resiko dan kendali mutu pelayanan rumah sakit.

Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi nosokomial terutama ditujukan pada penurunan laju infeksi (VAP, ISK, decubitus, MRSA, dll). Untuk itu perlu disusun pedoman standar / kebijakan pengendalian infeksi nosokomial, meliputi:

Penerapan standar precaution (cuci tangan dan penggunaan alat pelindung) Isolasi precaution Antiseptik dan aseptic Desinfeksi dan sterilisasi Edukasi Antibiotik SurveliansTujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :

Melindungi pasien

Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung

Mencapai cost effectiveDampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:

Bagi pasien

LOS lebih panjang

Cost / pembiayaan meningkat

Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnya

GDR meningkat

Bagi staff: medis dan non medis

Beban kerja bertambah

Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan

Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek

1. Penerapan Standar PrecautionStandar precaution pertama kali disusun pada tahun 1985 oleh CDC dengan tujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari terinfeksi HIV dan infeksi melalui darah, seperti hepatitis virus.

Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah penularan infeksi melalui darah dan cairan tubuh tanpa memandang diagnosa medisnya atau dengan kata lain diterapkan pada semua pasien yang berobat / dirawat di rumah sakit.

Prinsip Dasar Standar Precaution:

Bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir penderita dianggap sebagai sumber potensial untuk penularan infeksi termasuk HIV. Komponen utama standar precaution :

a. Cuci tangan

Pedoman mencuci tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana melakukan cuci tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an. Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam mencuci tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan mencuci tangan masih kurang, yaitu:

Skin irritation

Inaccessible handwashing supplies

Being too bussy

No thinking abut it

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004). Secara umum langkah cuci tangan dikenal dengan seven step cuci tangan :

a. Telapak tangan dengan telapak tangan

b. Telapak kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya

c. Jari saling berkaitan

d. Punggung jari pada telapak tangan lainya

e. Jempol digosok memutar oleh telapak tangan lainya

f. Jari-jari menguncup digosokkan memutar pada telapak tangan lainya

g. Cuci pergelangan tangan

Cuci tangan digolongkan atas 3 bagian :

a. Cuci tangan rutin / social

b. Cuci tangan procedural

c. Cuci tangan pembedahanKetiga bagian cuci tangan di atas dilakukan sesuai seven step cuci tangan.

Cuci tangan rutin dilakukan dengan tujuan cuci tangan adalah proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.Prosedur cuci tangan rutin :

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun biasa (bahan antiseptic tidak perlu) yang memiliki pH normal di telapak tangan yang sudah dibasahi.

Buat busa secukupnya.

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ( ikuti 7 langkah (seven step) selama 10 15 detik dengan memperhatikan daerah di bawah kuku tangan dan di antara jari-jari.

Bilas dengan air bersih

Tutup kran dengan siku / tissue (hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / kertas tissue.Cuci tangan rutin bagi tenaga kesehatan, sebaiknya dilakukan pada :

Waktu tiba di RS

Sebelum masuk ruang rawat dan setelah meninggalkan ruang rawat

Di antara 2 tindakan atau pemeriksaan

Di antara pasien

Setelah melepas sarung tangan

Sebelum dan sesudah makan

Setelah membersihkan sekresi hidung

Jika tangan kotor

Setelah ke kamar kecil

Sebelum meninggalkan rumah sakit

Cuci tangan antiseptic dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran, debu serta mengurangi baik flora sementara maupun flora tetap menggunakan sabun yang mengandung antiseptic (klorheksidin, iodofor, atau triclosan) selain sabun biasa.

Prosedur cuci tangan antiseptic:

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun anti microbial di telapak tangan yang sudah dibasahi

Buat busa secukupnya

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ( ikuti 7 langkah cuci tangan selama 1 menit (60 detik)

Bilas dengan air bersih

Tutup kran dengan siku / tissue

(hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / tissue.

Cuci tangan procedural / antiseptic dilakukan pada waktu :

Memeriksa / merawat pasien yang rentan (mis. Bayi premature, pasien manula, penderita AIDS stadium lanjut)

Melakukan prosedur inversive. Seperti pemasangan IV line, kateter, dll)

Meninggalkan ruang isolasi (mis. Hepatitis atau penderita yang kebal terhadap obat seperti MRSA).

Cuci tangan bedah yaitu menghilangkan kotoran, debu, organisme sementara secara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan. Tujuanya adalah mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan dan lengan dokter bedah dan asistenya.

Selama bertahun-tahun tangan pra bedah menghendaki sekurang-kurangnya 6-10 menit penggosokan dengan sikat / spon antiseptic namun sejumlah penelitian melaporkan bahwa iritasi kulit akibat penggosokan dapat mengakibatkan meningkatnya pergantian bacteri dari kedua telapak tangan (Dineen, 1966; Kakuchi-Numagami dkk, 1999)

Sikat dan spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri pada kedua telapak tangan petugas hingga tingkat yang dapat diterima. Misalnya cuci tangan selama 2 menit dengan sabun dan air bersih diikuti dengan penggunaan khlorheksidin 2 4% atau povidon iodine 7,5 10% sama efektifnya dengan cuci tangan selama 5 menit dengan sabun antiseptic (Deshmukh, Kramer, dan Kjellberg 1996; Pereira, Lee dan Weda 1997)Prosedur cuci tangan pembedahan:

Pakailah tutup kepala dan masker

Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir sampai siku

Gunakan sabun anti microbial 2 5 cc di telapak tangan yang sudah dibasahi

Buat busa secukupnya

Gosok tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ( ikuti 7 langkah cuci tangan selama 5 menit pertama kemudian di ulang selama 3 menit

Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari pada siku

Bilas dengan air bersih dengan tetap posisi tangan lebih tinggi dari siku

Tutup kran dengan siku

Hindarkan menyentuh benda di sekitar setelah mencuci tangan

Keringkan dengan handuk / tissue steril

Penggosok Antiseptik Tangan. Bukan pengganti cuci tangan, akan tetapi antiseptis tangan dilakukan hanya dengan tujuan mengurangi baik flora sementara atau tetap. Teknik antiseptic tangan sama dengan teknik mencuci tangan biasa. Penggosok antiseptic tangan yang dianjurkan adalah larutan berbasisi alcohol 60 90% (Larson, 1990; Pierce, 1990)

Teknik melakukanya adalah :

Gunakan cairan antiseptis secukupnya untuk melumuri seluruh permukaan tangan dan jari tangan

Gosokkanlah larutan tersebut dengan cara menekan pada kedua belah telapak tangan khususnya di antara jari-jari dan bawah kuku hingga kering.

Isu isu dan pertimbangan lain yang berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan tangan :

a. Sarung tangan : Bahwa tangan tidak memberikan perlindungan penuh terhadap kontaminasi tangan, bakteri dan pasien ditemukan hingga 30% petugas yang memakai sarung tangan sewaktu merawat pasien. (Kotilanen dkk, 1989). Doubeling dan koleganya pada tahun 1988 menemukan bahwa sejumlah bakteri yang cukup banyak pada kedua tangan petugas yang tidak mengganti sarung tangan di antara pasien dengan pasien lainya, tetapi hanya mencuci tangan memakai sarung tangan.

b. Pelumas dan krim tangan.Dalam upaya untuk meminimalkan dermatitis kontak akibat seringkali mencuci tangan (>30 kali per shift) pelembab / sabun antiseptis (alcohol 60 90%) kurang mengiritasi kulit. Penggunaan pelumas tangan atau krim pelembab pada kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pelumas atau krim yang teratur (sekurang-kurangnya 2 kali sehari) dapat membantu mencegah dan merawat dermatitis kontak (McCormickk dkk, 2000).

c. Kulit pecah dan lesi lainya

Kulit kuku, tangan, dan lengan bawah harus bebas lesi dan pecah kulit. Luka dan lecet harus ditutup dengan pembalut tahan air. Apabila tidak mungkin membalut, bagi petugas bedah dengan lesi di kulit tangan / lengan bawah sebaiknya tidak melakukan pembedahan hingga lesi tersebut sembuh.

d. Kuku jari :

Penelitian membuktikan bahwa di sekitar pangkal kuku (ruang subungal) mengandung jumlah mikrobia terbanyak dari seluruh bagian tangan (McGinley, Larson dan Leydon 1988), kuku panjang dapat berfungsi sebagia waduk bagi basil gram negative (P.Aeruginosa), ragi dan pathogen lainya (Hedderwick, 2000)

e. Kuku palsu yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat menambah penularan infeksi nosokomial (Hedderwick, 2000)

f. Cat kuku

Tidak ada larangan untuk memakai cat kuku, tetapi tenaga kesehatan sebaiknya memakai cat kuku cerah yang baru dipoles, cat kuku yang berwarna gelap akan menghalangi penglihatan dan pembersihan terhadap kotoran dan debu di bawah kuku jari.

g. PerhiasanSejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kulit di balik cincin lebih banyak terkontaminasi daripada arua kulit yang sama tanpa cincin (Jacobson dkk, 1985), tetapi pada saat ini belum diketahui apakah memakai cincin akan menyebabkan penularan pathogen yang besar atau tidak.

b. Alat Pelindung diri

1) Sarung Tangan

Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan komponen kunci (penerapan standar precaution standar kewaspadaan) dalam menimialkan penularan penyakit serta mempertahankan lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986).

Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan, yaitu :

Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bacterial dari pasien

Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien

Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke lainya (kontaminasi langsung)Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak langsung dengan benda / alat yang diduga / terbukti secara nyata terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita (darah, pus, urine, faeces dan muntahan), melakukan tidakan-tindakan invasive.Penggunaan sarung tangan bukan pengganti cuci tangan. Sarung tangan terdiri dari 2 macam :

1) Steril2) Non steril / re-use

Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive. Sedang sarung tangan non steril digunakan pada waktu melakukan tindakan non invasive yang diduga atau secara nyata terdapat cairan tubuh, sebelum kontak dengan alat / benda yang terkontaminasi cairan tubuh . ( lihat table penerapan standar precaution

2) Masker, pelindung mata dan wajah

1) Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah / cairan tubuh pasien

2) Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan.

3) Gaun / apron

Memakai gaun selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.

Segera melepas gaun dan cuci tangan untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien dan lingkunganya.

4) Kegiatan lainya tentang kapan cuci tangan dan penggunaan alat pelindung dilakukan ?

No.KegiatanCuci

tanganSarung tanganJubah/ CelemekMasker/

Google

Steril biasa

Perawatan umum

1. Tanpa luka

Memandikan / bedding

Reposisi

2.Luka terbuka

Memandikan / beddingK/P

ReposisiK/P

3.Perawatan perianal

4. Perawatan mulutK/PK/P

5.Pemeriksaan fisikK/P

6. Penggantian balutan

Luka operasiK/P

Luka decubitusK/PK/P

Central lineK/PK/P

Arteri lineK/PK/P

Cateter intravenaK/PK/P

Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urineK/PK/P

8.Ganti bag urine / ostomilK/PK/P

9. Pembilasan lambungK/PK/P

10.Pasang NGT K/P

11.Mengukur suhu axiliaK/P

12. Mengukur suhu rectal

13. KismiaK/PK/P

14.Memandikan jenazahK/PK/P

Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilatorK/P

16.SuctionK/P K/P

17. Mengganti plaster ETTK/P K/P

18.Perawatan TTK/P

19. PF dengan stethoscopeK/P

20.Resusitasi

21.Airway management

Perawatan Vasculer

22.Pemasangan infuseLebih baikK/PK/P

23.Pengambilan darah venaLebih baikK/PK/P

24. Punksi arteriLebih baikK/PK/P

25.Penyuntikan IM / IV / SC

26.Penggantian botol infuse

27.Pelesapan dan penggantian selang infuse

28.Percikan darah / cairan tubuh

29.Membuang sampah medis

30.Penanganan alat tenun.K/P

Kesehatan karyawan dan daerah yang terinfeksi pathogen

Untuk mencegah luka tusuk benda tajam :

Berhati-hati saat menangani jarum , scapel, instrument yang tajam atau alat kesehatan lainya yang menggunakan permukaan tajam.

Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau memanipulasinya dengan kedua tangan

Jangan pernah membengkokkan / mematahkan jarum

Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakai ke wadah yang tahan tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah dijangkau dari area tindakan.

Gunakan mouthpieces, resusitasi bags, atau peralatan ventilasi lain sebagai alternative mulut ke mulut.

2. Isolasi Precaution

a. Early Isolation Practise

Isolation precaution pertama kali dipublikasikan di AS pada tahun 1877, dimana pada waktu itu buku pegangan rumah sakit merekomendasikan penempatan pasien infeksi di fasilitas terpisah. Penempatan pasien penyakit infeksi pada fasilitas terpisah pada akhirnya menjadi dikenal sebagai rumah sakit penyakit infeksi. Walaupun demikian pasien penyakit infeksi dipisahkan dari pasien penyakit non infeksi, transmisi infeksi nosokomial berlangsung terus, sebab pasien penyakit infeksi tidak dipisahkan menurut jenis penyakit infeksinya.

Selanjutnya petugas di rumah sakit penyakit infeksi mulai memikirkn masalah transmisi penyakit infeksi nosokomial, dengan menata menempatkan pasien penyakit infeksi yang sama jenisnya dan melakukan teknik aseptic pada prosedur tindakan pada tahun 1890 1900.

Pada tahun 1910 praktek isolasi di AS diubah dengan memperkenalkan system kubikel, dimana pasien pada system kubikel ini pasien penyakit infeksi ditempatkan di ruang multiple bed. Pada system kubikel petugas rumah sakit memakai gaun terpisah dan mencuci tangan dengan larutan antiseptic setelah kontak dengan pasien dan melakukan desinfeksi peralatan yang terkontaminasi dengan pasien. Prosedur perawatan ini dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen kepada pasien lain dan petugas rumah sakit dan akhirnya prosedur ini dikenal sebagai barrier nursing.

Dengan menggunakan isolasi system kubikel dan prosedur barrier nursing maka rumah sakit umum mulai mengambil alternative menempatkan beberapa pasien di rumah sakit penyakit infeksi.

Sepanjang tahun 1950 di AS rumah sakit penyakit infeksi mulai tutup kecuali khusus untuk pasien infeksi tuberculosis. Pada pertengahan tahun 1960 rumah sakit penyakit infeksi tuberculosis juga mulai tutup, Karena pasien-pasien tuberculosis lebih menyukai rumah sakit umum dan rawat jalan. Akhirnya pada tahun 1960 pasien penyakit infeksi ditempatkan di rumah sakit umum dengan menempatkan di ruang isolasi satu kamar atau multiple-patient room.

CDC Isolation Manual

Pada tahun 1970 di Centers of Dissease Control (CDC) mempublikasikan secara detail menual isolasi isolation techniques for Use in Hospital untuk membantu rumah sakit umum dalam isolation precaution. Direvisi pada tahun 1975. manual ini dapat diaplikasikan pada rumah sakit kecil dengan sumber-sumber terbatas.

Manual ini memperkenalkan isolation precaution dengan system kategori. Direkomendasikan bajwa rumah sakit menggunakan satu dari tujuh kategori isolasi. Ketujuh kategori isolasi adalah: Stric Isolation, Respiratory Isolation, Protective isolation, Enteric Isolation, Wound and Skin Precaution, Discharge precaution, dan Blood Precaution. Pada pertengahan tahun 1970, 93% rumah sakit di US mengadopsi Isolation Manual ini.

Pada tahun 1980 rumah sakit mengalami endemic dan epidemic masalah infeksi nosokomial, beberapa disebabkan oleh multi-drug resistant mikroorganisme, adanya pathogen yang baru dikenal, yang memerlukan isolation precaution yang berbeda dari kategori isolasi yang ada. Adanya peningkatan kebutuhan isolasi precaution ditunjukkan lebih spesifik pada transmisi nosokomial di unit perawatan khusus / intensif. Selanjutnya sesuai dengan epidemiologi dan metode transmisi beberapa penyakit infeksi, CDC perlu merevisi isolation manual.

Pada tahun 1981 1983 CDC Hospital Infection Program bersama spesialis penyakit infeksi, pediatric bedah, epidemiologi rumah sakit, petgas pengendalian infeksi melakukan revisi Isolation Manual.

CDC Isolation Guideline

Pada tahun 1983 CDC guideline for Isolation Practice in Hospital dipublikasikan. Pada Isolation Guideline, ada beberapa kategori yang dimodifikasi. Kategori Blood Precaution yang pada awalnya hanya ditujukan pada pasien dengan kronik Hepatitis B virus diubah menjadi Blood and Body Fluid Precaution dan diperluas dengan memasukkan AIDS dan cairan tubuh. Kategeri Protective Isolation dihapus, sehingga Isolation Guideline terdiri dari strict Isolation, Contact Isolation, Respiratory Isolation, Tuberculosis Isolation, Enteric Isolation, Drainage / Secretion Precaution, dan Blood and Body Fluid Precaution.A New Isolation Guideline

Guideline for Isolation Precaution in Hospital telah direvisi pata tahun 1990. Revisi Isolation Guideline terdiri dari dua baris precaution yaitu standard precaution, dan Transmission based Precaution.3. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah SakitIsolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial

a. Tujuan

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan.

b. Airborne Precaution

1) Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:

Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.

Pertukaran udara 6 12 kali/jam.

Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.

Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar

Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.

Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

2) Respiratory Protection Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis

Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95) respirator.

Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan.3) Patient Transport

Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.

Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

c. Droplet Precaution

1) Penempatan Pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart

Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya

2) Masker

Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft

Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan

3) Pemindahan pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu

Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker

d. Contact Precaution

1) Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart

2) Sarung tangan dan cuci tangan.

Gunakan sarung tangan sesuai prosedur

Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme

Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan

Segera cuci tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub

Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.

3) Gaun

Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka

Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.

Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain

4) Transportasi pasien

Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.

e. Peralatan Perawatan Pasien

Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort

Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.

Recommendation Isolation Precaution

administrative Controls1. Pendidikan

Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya. Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)

2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung.G. Pencegahan Infeksi NosokomialHemodialisis merupakan pilihan pengobatan bagi pasien yang mengalami gagal ginjal tahap akhir, selain itu juga merupakan metode awal pengobatan sampai menjalani transplantasi atau peritoneal dialysis (PD).

Untuk fasilitas HD, vascular akses melalui autologus arteriovenous (AV) Fistula, CVC External Cuff merupakan jalan masuknya infeksi aliran darah (BSIs : Blood Stream Infections). 11 rumah sakit dari 9 propinsi di AS dilakukan surveillance dari Desember 1998 Mei 1999, dari 233.158 prosedur dialysis selama 6 bulan ditemukan 184 BSIs (0,14%). 57 menunjukkan BSIs dan 127 menunjukkan masalah HD melalui AV Fistula seperti demam (45,9% dari prosedur dialisisi).

Melalui kultur darah ditemukan 4 mikroorganisme dari 184 BSIs yakni : S.Aureus (36,8%), Coaulosis Negative Staphylococus (35,1%), Enterococus species (98%), 10 % dari S.Aureus menunjukkan MRSA, tidak ditemukan VRE.

Dalam diskusi, infeksi yang didapat merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai Negara.

Infeksi nosokomial merupakan kontributror penting pada morbiditas dan mortalitas. Infeksi akan lebih penting sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan dampat ekonomis dan manusiawi karena:

Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk

Semakin seringnya masalah dengan gangguan imunitas

Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducci 1995).

Infeksi nosokomial merupakan focus penting pencegahan infeksi di negara berkembang. Infeksi ini adalah penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat dicegah, yang paling penting adalah:

Infeksi aliran darah

Peritonitis (CAPD)

Hepatitis (HD)

Pengelolaan benda-benda tajamBenda-benda tajam yang sering dijumpai adalah :

1. Jarum suntik / jarum hipodermik

2. Jarum jahitan

3. Silet

4. Pisau scapel, Memerlukan penanganan khusus karena benda-benda tajam ini dapat menyebabkan luka bagi petugas kesehatan, dan juga masyarakat sekitar jika sampah dibuang di tempat sampah umum.

EnkapsulasiEnkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda tajam, benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah penuh, bahan seperti semen, pasien, atau bubuk plastic dimasukkan dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam. (WHO 1999).

Pembuangan di daerah tindakanIngat: Untuk menghindari luka tertusuk jarum, jangan membengkokkan, mematahkan, atau menyarugkan jarum ketika akan membuang.

Tempatkan container di tempat yang mudah dicapai, sehingga petugas kesehatan tidak perlu membawa-bawa benda tajam.

Langkah-langkah:

1. Jangan menyarungkan kembali penutup atau melepaskan jarum spuit

2. Masukkan benda-benda tajam tersebut dalam wadah yang tahan tusukan misalnya kotak kardus tebal, botol plastic, atau kaleng berpenutup. Bukaan penutup harus cukup lebar untuk mudah memasukkan benda-benda tersebut, tatapi cukup kecil supaya sukar untuk dikeluarkan lagi. (botol cairan infuse intravena dapat digunakan tetapi mudah pecah).

3. Jika wadah sudah terisi , pindahkan dari area tindakan untuk dibuang.

4. Waktu membuang benda-benda tajam:

a. Pakailah sarung tangan rumah tangga yang tebal

b. Jika container sudah penuh, tutup/sumbat atau plaster dengan rapat. Pastikan tidak ada bagian benda tajam yang menonjol keluar wadah.

c. Buanglah wadah benda tajam tersebut secara dibakar, enkasulasi, atau dikubur.

d. Lepaskan sarung tangan (cuci setiap hari atau setiap kali terlihat kotor dan keringkan)

e. Cuci tangan dan keringkan dengan kain atau handuk bersih atau alat pengering lainya.

H. Kecendrungan Peningkatan Infeksi Nosokomial Akibat Penggunaan Antibiotik

1. Resistensi Antibiotik di ICU

Di ICU dimana penggunaan antibiotik dan dalam yang lebih besar dariapada area rumah sakit lainnya, resistensi terhadap antibiotik menjamin kelangsungan hidup beberapa patogen yang mengakibatkan infeksi nosokomial. Terdapat banyak faktor yang mempermudah terjadinya resistensi terhadap antibiotik di ICU. Penggunaan antibiotik spektrum luas yang lebih sering dibandingkan dengan ruangan lain, pasien dengan penyakit berat yang dikumpulkan dalam satu ruangan yang relatif kecil, jumlah tenaga medis yang tidak adekuat hingga memudahkan terjadinya transmisi bakteri dari orang ke orang; serta keberadaan pasien dengan penyakit yang lebih kronis dan akut sehingga memerlukan waktu perawatan lebih panjang merupakan beberapa di antaranya. Dari seluruh faktor risiko yang telah disebutkan di atas, dikatakan bahwa pemberian antibiotik inisial yang tidak adekuat merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik. Paling tidak 7 hari waktu penggunaan ventilator mekanik, penggunaan antibiotik sebelumnya, dan penggunaan antibiotik spektrum luas sebelumnya (sefalosporin generasi ketiga, fluorokuinolon, karbapenem atau kombinasi) adalah faktor risiko terpenting yang dihubungkan dengan pneumonia nosokomial.

Panjangnya waktu rawat di rumah sakit atau ICU juga merupakan faktor risiko yang penting. Hal ini kemungkinan sebagian disebabkan karena panjangnya waktu perawatan memungkinkan terjadinya kolonisasi bakteri baik dari luar pasien maupun oleh bakteri endogen. Sama dengan teori di atas, penggunaan alat kedokteran yang bersifat invasif juga meningkatkan kemungkinan timbulnya resistensi karena terjadinya kolonisasi. Kolonisasi bakteri akan memungkinkan timbulnya resistensi endogen dari bakteri. Secara umum, infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik mengakibatkan tingkat kematian di rumah sakit yang lebih tinggi serta perpanjangan waktu rawat di rumah sakit. Kolonisasi bakteri dan infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik juga meningkatkan kemungkinan terjadinya terapi antibiotik yang tidak adekuat. Terapi antibiotik yang tidak adekuat ini dihubungkan dengan peningkatan tingkat kematian akibat VAP.

Saat ini di Amerika Serikat biaya yang dikeluarkan selama setahun akibat infeksi oleh bakteri yang terhadap antibiotik diperkirakan antara 100 juta hingga 30 miliar dollar Amerika, termasuk untuk upaya pengembangan antibiotik baru.

2. Upaya Pencegahan Resistensi Antibiotik Tingginya tingkat infeksi nosokomial di ICU dan kecenderungan resistensi terhadap antibiotik yang semakin meningkat menjadi masalah yang harus dihadapi ICU di seluruh dunia. Upaya resistensi sendiri terfokus pada dua hal, penggunaan antibiotik yang tepat serta upaya pengendalian infeksi. Terdapat empat penting mengenai pencegahan timbulnya resistensi antibiotik. Pertama, melakukan upaya pengendalian infeksi nosokomial. Upaya kedua adalah dengan menurunkan kemungkinan terjadinya selection pressure antibiotik. Selain itu harus dilakukan upaya untuk menekan terjadinya resistensi akibat mutasi dan transfer materi genetik. Terakhir, melakukan pencegahan penyebaran bakteri yang memiliki resistensi terhadap antibiotik dari luar ke dalam rumah sakit.

Untuk melakukan pengendalian infeksi nosokomial perlu dilakukan berbagai strategi. Hal yang penting adalah memiliki sistem surveilens infeksi di rumah sakit. Dari hasil surveilens kemudian dapat diketahui besarnya permasalahan infeksi nosokomial yang terjadi di rumah sakit dan langkah-langkah selanjutnya yang dapat diambil untuk pencegahan. Dari sistem ini juga dapat diketahui data-data dasar yang diperlukan untuk mengetahui pola resistensi bakteri di rumah sakit yang kemudian dapat menjadi panduan dalam menyusun formularium obat di rumah sakit, maupun tiap ruangan rumah sakit. Hal lainnya yang dapat dilakukan adalah skrining terhadap pasien yang secara klinis diduga mengalami infeksi akibat bakteri dengan resistensi terhadap antibiotik lini diikuti dengan isolasi agar tidak terjadi transmisi ke pasien lainnya.

Selain itu, sangat perlu penerapan disiplin dalam hal yang berhubungan dengan kebersihan, baik secara umum maupun saat tindakan di sakit. Penerapan kebiasaan cuci tangan, baik dengan sabun antiseptik maupun dengan cairan antiseptik dengan dasar alkohol harus ditingkatkan demi mencegah transmisi bakteri ke orang. Penggunaan triklosan dilaporkan menurunkan insidens infeksi MRSA di NICU. Saat ini penggunaan pembersih tangan berbahan dasar alkohol dilaporkan berhasil mencegah transmisi MRSA dari pasien ke pasien serta meningkatkan kepatuhan tenaga medis dalam menjaga kebersihan tangan. Upaya adalah menerapkan teknik aseptik yang sebelum melakukan prosedur. Kebersihan alat-alat harus diperhatikan dan dilakukan sterilisasi berkala, contohnya ventilator untuk mencegah terjadinya VAP. Sumber lain mengatakan bahwa kebersihan umum di lingkungan sakit juga perlu ditingkatkan karena dapat menjadi tempat kolonisasi bakteri, seperti contohnya pada tirai yang memisahkan tempat tidur pasien dari pasien lainnya serta kualitas udara di rumah sakit. Seperti telah disebutkan, penggunaan antibiotik inisial yang tidak adekuat adalah faktor yang paling berperan dalam timbulnya resistensi bakteri, maka harus diupayakan penggunaan antibiotik yang tepat pemilihan, dosis serta durasi penggunaan. Pemilihan antibiotik secara empiris harus didasarkan pada pola bakteri penyebab yang paling mungkin, penyakit yang mendasarinya, keadaan sistem imun pasien serta fungsi dan hati. Contohnya, jika pasien dinyatakan sepsis dan kemungkinan adalah bakteri yang berasal dari penggunaan kateter vena sentral maka pemilihan antibiotik hendaknya yang efektif melawan Staphylococcus aureus dengan dosis dan durasi penggunaan yang tepat.

Upaya lainnya adalah dengan mencegah terjadinya selection pressure antibiotik. Hal ini dapat ditempuh dengan penyusunan panduan atau protokol penggunaan antibiotik di rumah sakit dan ICU yang kemudian akan dapat membatasi penggunaan antibiotik di rumah sakit. Dari suatu studi, pembatasan penggunaan antibiotik sendiri dapat meningkatkan kepekaan semua antibiotik golongan beta laktam dan kuinolon. Pembatasan penggunaan antibiotik juga dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan antibiotik sebagai profilaksis, salah satunya membatasi prakter selective decontamination of digestive tract (SDD). Cara lainnya adalah dengan menggunakan antibiotik dengan spektrum sempit dan penggunaan antibiotik yang telah lama ditemukan ketimbang dengan penggunaan antibiotik yang relatif baru, sehingga dapat mencegah terjadinya resistensi terhadap antibiotik baru tersebut. Hal ini penting dilakukan karena perkembangan antibiotik baru saat ini tidak secepat perkembangan resistensi terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik secara kombinasi dilaporkan dapat mencegah terjadinya resistensi melalui selection pressure..

Terdapat beberapa strategi penggunaan antibiotik yang dapat mencegah terjadinya resistensi. Salah satunya adalah antibiotic cycling, yaitu penggunaan bergantian antibiotik dalam periode waktu tertentu, terbukti dapat menurunkan angka resistensi. Strategi lainnya, yaitu de-eskalasi yang merupakan penggunaan antibiotik spektrum luas untuk terapi inisial dilanjutkan dengan penggunaan antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit ketika penyebab infeksi dan pola resistensi bakteri telah diketahui; atau bahkan penghentian terapi bila tidak didapatkan tanda infeksi lebih lanjut.

Resistensi terhadap antibiotik terjadi sebagai akibat dari mutasi genetik atau transfer materi genetik yang mengandung gen penyebab resistensi dari satu bakteri ke bakteri lain. Hal ini dapat dicegah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kolonisasi bakteri, penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat serta dekontaminasi sesuai indikasi. Upaya lainnya adalah dengan konsentrasi bakteri, contohnya dengan melakukan drainase abses dan empiema. Hal terakhir adalah mencegah transmisi bakteri dan resistensi antibiotik dari luar ke dalam rumah sakit. Hal ini dapat dicegah dengan menerapkan skrining serta isolasi dengan dasar empiris pada pasien yang merupakan pasien transfer dari pusat perawatan jangka panjang ataupun rumah sakit lain. Upaya lainnya adalah dengan melakukan kajian terhadap pola resistensi bakteri yang diisolasi dari pasien sebelumnya, serta tetap melakukan isolasi hingga kemungkinan keberadaan bakteri resisten dapat disingkirkan.I. Transportasi Pada Pasien KritisTransportasi pasien atau memindahkan pasien dari salu tempat ke tempat lain seringkali diperlukan, namun perlu diingat bahwa pasien dengan sakit yang kritis tidak mempunyai atau hanya mempunyai cadangan fisiologik. Sehingga pemindaliaii pasien kritis dapat menimbulkan problem yang besar. Alasan itulah maka pemindahan pasien kritis memerlukan perencanaan yang cermat serta pengawasan yang ketat.1. Pedoman Transportasi Pasien KritisPemindahan pasien kritis dengan aman didasarkan atas 5 pedoman, yaitu :a. PerencanaanPerencanaan harus ditetapkan sebagai protokol dan dibuat sejelas mungkin. Perawatan selama pemindalian harus sebanding dengan perawalan selama di ruangan. Waktu pemindalian harus ditetapkan. Termasuk rule perjalanan yang akan dilcwati. Komuiukasi antar petugas untuk koordinasi ini mempunyai pearanan penting. Perencanaan yang salali akan menyebabkan memefektintas dan memperpanjang atau mempedama perjalanan pemindahan.b. Sumber Daya ManusiaJumlah tenaga, ketrampilan skill petugas harus dipertimbangkan sesuai dengan kondisi pasien yang dipindahkan. Tim transportasi merupakan kombinasi dari dokter, perawat dan profesi lain yang terkait. Setiap anggota tim harus familiar terliadap peralatan yang digunakan, mempunyai kemampuan serta berpengalaman mengenai dan mengatasi masalah, seperti kemampuan untuk pembebasan jalan nafas, ventilasi, resusitasi ataupun undakan kedaruratan lain. Di dalam tim harus ada pembagian tugas yang jelas, sehingga memudahkan prosedur.c. PeralatanPeralatan selama pemindalian harus tetap berfungsi sampai tempat tujuan. Peralatan harus mudah penggnnaannya, dan tidak dibenarkan peralatan diletakkan pada pasien atau dibawa oleh petugas. Peralatan yang dibawa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Monitor EKG, denyut nadi dan tcnsi dipedukan oleh setiap pasien (kecuali pada pemindalian pasien dalam proses penyembuhan ke bangsal perawatan biasa). Monitor respirasi, oksi metri, alat defebrilasi dan suction harus disediakan pada pasien yang tergantung pada ventilator atau pasien yang unstabil. Ventilator portable akan memberikan ventilasi yang lebih konsisten dibandingkan dengan kantong Resusilator manual.Monitor tekanan darah otomatis non invasif dan pompa infus sangat dibutulikan. Kotak emergency kit jangan berisi obal-obat emergency analgetik, sedatif, pelumpuh otot dan intubasi set sangat membantu untuk mengatasi masalah-masalah darurat yang mungkin terjadi selama tindakan transportasi pasien. Peralatan yang menggunakan arus listrik harus tetap berfungsi. Selama perjalanan, bila perlu membawa baterai cadangan.Peralatan yang terpasang pada pasien seperti drainage, USD, iiifus line alau cup line, catheter harus dipaslikan dalam keadaan ainan selama perjalanan. Semua peralatan tersebut harus siap pakai dan diperiksa secara teratur.d. ProsedurTim transport harus lerbebas dari tugas lain. Pelugas penenma lelali siap sebeluin pemindahan dimulai. Waktu kedatangan diketahui dengan jelas. Sebelum berangkat alal-alat siap, perbaikan pasien dapat dilakukan, pemberian sedatif, mengganti cairan infus, transfusi yang habis, memasukkan obat-obat motorik telah masuk ke dalam infus, dan sebagainya. Melakukan transport tidak boleh mengabaikan pengobatan dan perawatan dasar pasien.e. LintasanLintasan transportasi sangat penting untuk diperhatikan. Diusahkan menggunakan jalur terdekat dari ruang perawatan ke Icu atau dari ruang tindakan operasi menuju ruang ICU. Jalur dilalui bukan merupakan jalur umum yang merupakan jalan untuk pengunjung ke ruang perawatan. Sehingga tidak menghambat pemindahan oleh pengunjung dan dapat meminimalkan resiko yang terjadi saat pemindahan berlangsung.

2. Kategori Transportasi Pasiena. Transportasi intra mural (pemindahan dalam satu lingkup RS)Pemindahan pasien dalam lingkungan RS seringkali diperlukan, sebagai contoh dari UGD, kamar operasi atau dari ruangan/zaal yang akan masuk ke ICU, ataupun untuk keperluan diagnostik. Pemindahan pasien dalam lingkungan RS relatif sederhana, meskipun pada keadaan darurat tetap harus diperhatikan/diantisipasi.Keuntungan dari intervensi pemindahan pasien harus mempertimbangkan resiko dari pemindahan tersebut, lebih-lebih pada pasien kritis. Langkah-langkah pemindahan pasien harus ditata dengan baik, sehingga dapat terhindar dari bahaya baru atau resiko lain.b. Transportasi ekstra mural (pemindahan di luar RS).Ada 3 jenis pemindahan: 1) Pre RS (primer): Dari tempat kejadian ke RS2) Inter RS (sekunder): Pemindahan dari RS ke RS lain3) International: Jarak lebih dari 5.000 km. 3. Kategori Transportasi lainnya.1. Transportasi Neonatus/anak. 2. Transportasi pada pasien yang mengalami kecelakaan sewaktu menyelam.3. Transportasi pasien ICU pada saat kebakaran.Referensi:1. Tietjen, L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk): Panduan Pencegahan Infeksi : Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas2. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU, Dep.Kes.RI, Jakarta 20043. Kumpulan Makalah Kursus Dasar : Pengendalian Infeksi Nosokomial, PERDALIN JAYA, Jakarta, Februari 20054. Panduan Bagi Pengendalian Infeksi, www.ansellhealthcare.com, Ansell, 20025. Australian Dendal Association, Systemic Operating Procedures, ADA,20036. Larson, Elaine L,. RN, Phd, FAAN, CIC,. APIC Guidline for Handwashing and Hend Antiseptic in Healt Care Setting, Washington, 1995.7. http://ecofudi.blogspot.com/2013/01/pengendalian-infeksi-nosokomial-di-icu_8.html8. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125505-S09125fk-Pola%20resistensi-Literatur.pdfPejamu

Lingkungan

Agen

AGEN

PEJAMU YANGRENTAN

WADUK

Tempat hidup agen

Orang yang dapat terinfeksi

TEMPAT

KELUAR

Agen memasuki pejamu

TEMPATMASUK

Agen meninggalkan pejamu

CARAPENGELUARAN

Bagaimana agen berpindah dari tempat lain

PAGE 30