konsep infeksi nosokomial

28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Infeksi Nosokomial 1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan bertahan hidup dengan cara menyebar dari satu orang ke orang lain sehingga menimbulkan sakit pada seseorang. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif lainnya. Universitas Sumatera Utara

description

Konsep INOS

Transcript of konsep infeksi nosokomial

Page 1: konsep infeksi nosokomial

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Infeksi Nosokomial

1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian di atas

peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh

invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan bertahan hidup

dengan cara menyebar dari satu orang ke orang lain sehingga menimbulkan sakit

pada seseorang.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit

pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada

umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak,

perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi,

2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat

dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien

tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi

nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat

mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah

dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah sakit seperti

pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: konsep infeksi nosokomial

1.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Mekanisme transmisi patogen ke pejamu yang rentan melalui tiga cara

(WHO, 2002) yaitu:

1.2.1 Transmisi dari flora normal pasien (endogenous infection)

Bakteri dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi flora normal yang

dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora

normal pasien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya:

infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter.

1.2.2 Transmisi dari flora pasien atau tenaga kesehatan (exogenous cross-

infection)

Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang

bukan merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara

pasien (tangan, tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara

(tetesan atau kontaminasi dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui

petugas kesehatan yang telah terkontaminasi dari pasien lain (tangan,

pakaian, hidung dan tenggorokkan), melalui media perantara meliputi

peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari sumber

lingkungan yang lain (air dan makanan).

1.2.3 Transmisi dari flora lingkungan layanan kesehatan (endemic or epidemic

exogenous environmental infection)

Beberapa jenis organisme yang dapat bertahan hidup di lingkungan rumah

sakit yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan kadang-kadang di produk

yang steril atau desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium);

dalam barang-barang seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 3: konsep infeksi nosokomial

digunakan dalam perawatan atau perlengkapan rumah tangga; dalam

makanan; dalam inti debu halus dan tetesan yang dihasilkan pada saat

berbicara atau batuk.

1.3 Indikator Infeksi Nosokomial

Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu

kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang

digunakan untuk menilai suatu perubahan (Depkes, 2001).

WHO dalam Depkes (2001) menyatakan bahwa, indikator adalah variabel

untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama bila perubahan

tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksi nosokomial menurut

Depkes tahun 2001 meliputi Angka Pasien Dekubitus, Angka Kejadian dengan

jarum infus, dan Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi. Ketiga indicator ini dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1.3.1 Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)

Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya

yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring.

Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau dimiringkan

dalam waktu 2 x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya

penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus.

Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan dekubitus (APD)

adalah:

Banyaknya pasien dengan dekubitus/bulan x 100% Total pasien tirah baring total bulan itu

Universitas Sumatera Utara

Page 4: konsep infeksi nosokomial

1.3.2 Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate)

Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan

atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam

dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak

didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa

panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa

nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau

kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang digunakan untuk

mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKJ) adalah:

Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus/bulan x 100% Total kejadian pemasangan infus pada bulan tersebut

1.3.3 Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi

bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor),

kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu

lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat

luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka operasi (AILO)

adalah:

Banyaknya infeksi luka operasi bersih/bulan x 100% Total operasi bersih bulan tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 5: konsep infeksi nosokomial

1.4 Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pencegahan infeksi nosokomial yang dikemukakan oleh WHO (2002)

menyatakan bahwa infeksi nosokomial membutuhkan keterpaduan, pemantauan,

dan program dari semua tenaga kesehatan profesional yang meliputi: dokter,

perawat, terapis, apoteker, dan lain-lain. Pencegahan infeksi nosokomial yang

menjadi kunci utama yaitu: (1) membatasi transmisi organisme antara pasien

dalam melakukan perawatan pasien secara langsung melalui cuci tangan,

menggunakan sarung tangan, teknik aseptik yang tepat, strategi isolasi, sterilisasi

dan teknik desinfektan; (2) mengendalikan lingkungan yang berisiko untuk

infeksi; (3) melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang

tepat, nutrisi, dan vaksinasi; (4) membatasi risiko terjadinya infeksi endogenous

dengan meminimalkan prosedur invasif, dan mempromosikan penggunaan

antimikroba yang optimal; (5) surveilans infeksi, mengidentifikassi dan

mengendalikan wabah; (6) pencegahan infeksi pada tenaga kesehatan; (7)

meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan secara terus menerus dengan

memberikan pendidikan.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang

dikemukakan Darmadi (2008) adalah:

1.5.1 Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses

terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter,

perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan

material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: konsep infeksi nosokomial

lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal

perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan

eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan

sampah/pengelolahan limbah, makanan/minuman (hidangan yang disajikan

setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam

satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan),

pengunjung/keluarga (keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber

penularan).

1.5.2 Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti umur,

jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit

lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya.

1.5.3 Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),

menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam

satu ruangan.

1.5.4 Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan

merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber

penularan (reservoir) dengan penderita.

1.6 Faktor Keperawatan yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

Nosokomial

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan

dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung

jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam

pengendalian infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 7: konsep infeksi nosokomial

pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial (Potter & Perry, 2005).

Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,

jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan

standar asuhan keperawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar

asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah

klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan

dan mempraktikkan teknik aseptik, peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan

cukup, ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai, aspek

beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan

jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008).

1.7 Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial

Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan

konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan

menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan

biaya (Brooker, 2008). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk

pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002).

WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection

menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk (1) berpartisipasi

dalam Komite Pengendalian Infeksi; (2) mempromosikan pengembangan dan

peningkatan teknik keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi

nosokomial, dan pengawasan teknik aseptik yang dilakukan oleh perawat dengan

persetujuan Komite Pengendalian Infeksi; (3) mengembangkan pelatihan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: konsep infeksi nosokomial

program bagi setiap perawat; (4) mengawasi pelaksanaan teknik pencegahan

infeksi di daerah khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang

persalinan, dan ruang bayi baru lahir; (5) pemantauan kepatuhan perawat terhadap

kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan. Peran perawat selain yang diatas

adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu: (1) menjaga kebersihan rumah

sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan;

(2) pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, (3)

melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika

ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; (4)

melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular,

ketika layanan kesehatan tidak tersedia; (5) membatasi paparan pasien terhadap

infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan

yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan; (6) mempertahankan

suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan

memadai di ruangan.

Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah

perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung

jawab untuk (1) mengidentifikasi infeksi nosokomial; (2) melakukan penyelidikan

terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi; (3) berpartisipasi dalam

pelatihan; (4) surveilans infeksi di rumah sakit; (5) berpartisipasi dalam

penyelidikkan wabah; (6) memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan

pengendalian infeksi lokal maupun nasional; (7) menyediakan layanan konsultasi

untuk petugas kesehatan dan program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal

yang berhubungan dengan penularan infeksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: konsep infeksi nosokomial

2. Kepatuhan

2.1 Pengertian Kepatuhan dan Ketidakpatuhan

Kelman (1958 dalam Sarwono 1997) menyatakan bahwa, kepatuhan

adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan

displin. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang professional

terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati

(Setiadi, 2007).

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan

bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul

perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu

sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui

tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika

manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat

memberikan motivasi (Sarwono, 1997).

Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang

dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan.

Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku ini terbagi menjadi

tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2000) yaitu: (1) Competitive

Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan

bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer

perawat atau tidak masuk kerja. (2) Martyred Accomodator yang menggunakan

kepatuhan palsu. Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan

ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: konsep infeksi nosokomial

lainnya. (3) Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan,

berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) terbagi atas

dua yaitu:

2.2.1 Faktor Internal

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk

tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmojo (2007) yang mengutip

pendapat (Rogers, 1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri

orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan. Tingkatan pengetahuan

mencakup enam pengetahuan, yaitu:

1. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya

dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan.

2. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang

Universitas Sumatera Utara

Page 11: konsep infeksi nosokomial

yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan

contoh, dan meyimpulkan.

3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-

hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

4. Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek

tersebut dan masih terkait satu sama lain.

5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun

sendiri.

b. Sikap

Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan

dengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan

mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan

pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang

berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan

dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2007).

Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut

Notoatmodjo (2007) terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung

Universitas Sumatera Utara

Page 12: konsep infeksi nosokomial

jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang

lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan agama, dan faktor emosional.

c. Kemampuan

Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau

mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan

faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang

berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan,

perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata

terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2007).

Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan

seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena

tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat

mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa

keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich et al,

2007).

d. Motivasi

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang

merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku

manusia. Respon instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang

dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi diukur

dengan perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat (Swansburg, 2000). Motivasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: konsep infeksi nosokomial

dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang

menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori holistik

dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Individu akan lebih puas

bila kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai

maka individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan yang paling

mempengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri

merupakan upaya individu tersebut untuk menjadi seseorang yang seharussnya

(Ivancevich et al, 2007).

2.2.2 Faktor Eksternal

a. Karakteristik Organisasi

Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi

dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan

memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada

tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000). Ting dan Yuan

(1997 dalam Subyantoro, 2009) berpendapat bahwa karakteristik organisasi

meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor

yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu.

b. Karakteristik Kelompok

Rusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit komunitas

yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan

pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 14: konsep infeksi nosokomial

(1) adanya interaksi; (2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5)

ada suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi.

Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan,

pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksanakan hal ini melalui

hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan

interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah

dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut

tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).

c. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk

lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih

produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan

lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari

kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih

bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang

berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat

khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada di

dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga mempengaruhi

sikap atau perilaku terhadap pekerjaannya.

d. Karakteristik Lingkungan

Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan

berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: konsep infeksi nosokomial

lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap

pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan

(Swansburg, 2000).

3. Fungsi Manajemen Keperawatan

3.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam

menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC

(planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana

dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari

Nursalam, 2009).

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni

tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional

untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan

berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian

(controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen

keperawatan dan dari sub unit departemen.

3.2 Fungsi Manajemen Keperawatan

Henry Fayol (1949 dalam Robins & Coulter, 2007) merupakan salah satu

ahli yang pertama kalinya mengusulkan bahwa semua manajer melaksanakan

empat fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian

Universitas Sumatera Utara

Page 16: konsep infeksi nosokomial

(organizing), mengarahkan (coordinating or directing), dan pengendalian

(controlling). Henry Fayol juga menyakini bahwa fungsi-fungsi ini mencerminkan

inti dari proses manajemen secara akurat.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa fungsi manajemen terdiri atas lima

fungsi yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan

staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). Peneliti

akan membahas dan menjelaskan fungsi manajemen menurut Swansburg (2000)

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan dalam

manajemen keperawatan adalah proses mental dimana semua manajer perawat

menggunakan data yang valid dan dapat dipercaya untuk mengembangkan

objektif dan menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan dan cetak biru yang

digunakan dalam mencapai objektif. Tujuan utama dari perencanaan adalah

membuat kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan

alat (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi

manajemen yang digunakan untuk memilih prioritas, hasil, dan metode yang

digunakan untuk sebuah sistem dan kemudian membimbing sistem untuk

mengikuti arahan tersebut.

Robins dan Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi perencanaan

mencakup proses merumuskan sasaran, membangun strategi untuk mencapai

sasaran yang telah disepakati, dan mengembangkan perencanaan tersebut untuk

memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: konsep infeksi nosokomial

2. Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi manajemen keperawatan dalam organisasi adalah mengembangkan

seseorang dan merancang organisasi yang paling sederhana untuk menyelesaikan

pekerjaan. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang

diperlukan untuk mencapai objektif divisi keperawatan, departemen atau

pelayanan, dan unit (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah fungsi

manajemen yang berhubungan dengan mengalokasi dan mengatur sumber daya

untuk menyelesaikan tujuan yang dicapai. Peran manajer dalam fungsi

pengorganisasian adalah menentukan, tugas yang akan dikerjakan, individu yang

akan mengerjakan, pengelompokkan tugas, struktur pertanggungjawaban, dan

proses pengambilan keputusan. Manajer bertanggung jawab juga dalam

merancang pekerjaan staf yang digunakan untuk mencapai sasaran organisasi

(Robins & Coulter, 2007).

3. Pengaturan staf (Staffing)

Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam

manajemen keperawatan. Pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang

teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis

personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan

pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi

tertentu (Swansburg, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: konsep infeksi nosokomial

Pengaturan staf memerlukan banyak perencanaan dari manajer.

Perencanaan pengaturan staf dipengaruhi oleh misi dan tujuan institusi, dan

dipengaruhi oleh kebijakan personel (Swansburg, 2000).

4. Kepemimpinan (Leading)

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk

menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan difokuskan kepada gaya

kepemimpinan situasi kemungkinan dan faktor-faktor seperti manusia, pekerjaan,

situasi, organisasi, dan faktor-faktor lingkungan. Manajer perawat dalam fungsi

ini berperan untuk merangsang motivasi dengan mempraktikkan fungsi

kepemimpinan karena perilaku motivasi merupakan promosi, autonomi, membuat

keputusan, dan manajemen partisipasi (Swansburg, 2000).

Fungsi kepemimpinan menurut Huber (2006) adalah fungsi manajemen

yang mengarahkan dan kemudian mempengaruhi individu tersebut untuk

mengikuti arahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati dan yang

telah ditentukan.

Fungsi kepemimpinan menurut Fayol dalam Robins & Coulter (2007)

adalah fungsi yang memotivasi stafnya ketika stafnya bekerja dan mencari

berbagai cara untuk menyelesaikan masalah perilaku stafnya.

5. Pengendalian atau Pengevaluasian (Controlling)

Pengendalian atau pengevaluasian adalah suatu fungsi yang terus menerus

dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian,

Universitas Sumatera Utara

Page 19: konsep infeksi nosokomial

dan pengerahan aktivitas. Melalui prsoses ini standar dibuat dan kemudian

digunakan, diikuti umpan balikyang menimbulkan perbaikan (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa fungsi pengendalian adalah fungsi yang

digunakan untuk memantau dan mengatur perencanaan, proses, dan sumber daya

manusia yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya.

Robins & Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi ini adalah fungsi yang

terakhir di dalam manajemen dan fungsi memantau dan mengevaluasi setiap

kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dan

memantau kinerja stafnya, Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan

sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila kinerja tersebut menyimpang

maka fungsi manajemen yang lain diperiksa kembali. Proses pengendalian ini

meliputi memantau, memperbandingkan, dan mengoreksi.

3.3 Fungsi Manajemen Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi

tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan

di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan mempunyai tanggung jawab

dalam manajemen menurut Depkes RI (1994) adalah secara admnistratif dan

fungsional bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Perawatan, secara teknis

medis operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab, dokter

yang berwenang/Kepala UPF.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: konsep infeksi nosokomial

Tugas pokok kepala ruangan adalah mengawasi dan mengendalikan

kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung

jawabnya. Adapun fungsi manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:

1. Fungsi Perencanaan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang

dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai pemikiran atau konsep-konsep tertulis

seorang manajer. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan

dikaji sistem, strategi organisasi dan tujuan organisasi, sumber-sumber organisasi,

kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritasnya. Perencanaan di ruang

rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim

dan kepala ruangan. Perencanaan kepala ruang sebagai manajer meliputi

perencanaan tahunan, bulanan, mingguan, dan harian (Swansburg, 2000).

Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan

kebutuhan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program

kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek,

menengah dan panjang. Kepala ruangan juga merencanakan kegiatan di ruangan

seperti pertemuan dengan staf pada akhir minggu (Swansburg, 2000).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruangan

dalam fungsi perencanaan sebagai berikut (1) menunjuk ketua tim yang bertugas

di ruangan masing-masing; (2) mengikuti serah terima pasien pada shift

sebelumnya; (3) mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien : gawat, transisi,

dan persiapan pulang, bersama ketua tim; (4) mengidentifikasi jumlah perawat

yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim,

mengatur penugasan/penjadwalan; (5) merencanakan strategi pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: konsep infeksi nosokomial

keperawatan; (6) mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,

tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan

dokter tentang tindakan yang dilakukan terhadap pasien; (7) mengatur dan

mengendalikan asuhan keperawatan meliputi membimbing pelaksanaan asuhan

keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan

keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, memberikan

informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk; (8) membantu

mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri; (9) membantu membimbing

peserta perawat didik keperawatan; (10) menjaga terwujudnya visi dan misi

keperawatan dan rumah sakit.

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam

melaksankan fungsi perencanaan adalah (1) merencanakan jumlah dan kategori

tenaga keperawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan; (2) merencanakan jumlah

jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sesuai kebutuhan; (3) merencanakan

dan menentukan jenis kegiatan dan asuhan keperawatan yang akan

diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

2. Fungsi Pengorganisasian Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan, dan

mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan

wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam

rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Ada tiga aspek penting

dalam pengorganisasian meliputi : pola struktur organisasi, penataan kegiatan, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: konsep infeksi nosokomial

struktur kerja organisasi. Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah pembagian

kerja, pendelegasian tugas, koordinasi, dan manajemen waktu (Warsito, 2006).

Nurhidayah (2003) menyatakan bahwa, kepala ruangan bertanggung jawab

untuk mengorganisasikan kegiatan asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk

mencapai tujuan pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi:

a. Struktur Organisasi

Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan.

Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada

besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Struktur organisasi

ruang rawat inap menggambarkan pola hubungan bagian atau staf atasan

baik vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat dilihat juga posisi tiap

bagian, wewenang, tanggung jawab serta tanggung gugat.

b. Pengelompokkan kegiatan

Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokkan kegiatan dilakukan

untuk memudahkan pembagian tugas perawat sesuai dengan pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta serta disesuaikan dengan

kebutuhan pasien/klien.

c. Koordinasi kegiatan

Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan

kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk

menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu, adanya

pedelegasian tugas perlu dilakukan kepada ketua tim atau perawat

pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: konsep infeksi nosokomial

d. Evaluasi kegiatan

Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi menilai apakah

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Kepala ruangan

berkewajiban untuk memberi asuhan yang jelas tentang kegiatan yang

dilakukan.

e. Kelompok kerja

Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerja sama antar staf dan

kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi

kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok, hal ini untuk

meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan

keperawatan.

3. Fungsi Pengaturan Staf Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Kegiatan pelayanan keperawatan bergantung pada kualitas dan kuantitas

perawat yang bertugas selama 24 jam terus-menerus di bangsal. Upaya

peningkatan mutu pelayanan yang diperlukan adalah dukungan sumber daya

manusia yang mampu mengemban tugas dan mengadakan perubahan. Hal ini akan

dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya perencanaan, baik jumlah

maupun klasifikasi tenaga kerja, serta pendayagunaan tenaga kerja sesuai dengan

sistem pengelolaan yang ada (Swansburg, 2000).

Swansburg (2000) berpendapat bahwa pengaturan staf keperawatan

merupakan proses yang teratur dan sistematis, berdasarkan rasional, diterapkan

untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk

memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada

Universitas Sumatera Utara

Page 24: konsep infeksi nosokomial

kelompok pasien dalam situasi tertentu. Proses pengaturan staf bersifat kompleks.

Komponen pengaturan staf adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staf,

penugasan rencana pengaturan staf, dan rencana penjadwalan.

Kebutuhan keperawatan dipengaruhi oleh karateristik populasi pasien yang

ditentukan oleh jumlah dan kemampuan staf medis. Kebutuhan khusus individu

dokter, waktu dan lamanya ronde; waktu, kompleksitas, dan jumlah tes, obat-

obatan, dan pengobatan; jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi

kualitas dan kuantitas personel perawatan yang diperlukan dan mempengaruhi

penempatan (Swansburg, 2000).

Pengaturan staf yang rendah mempunyai efek yang negatif terhadap moral

staf, kualitas pelayanan keperawatan, dan modalitas praktik keperawatan. Hal

tersebut dapat menurunkan jumlah pasien, menyebabkan penurunan kehadiran,

kebosanan, dan ketidakpuasan (Swansburg, 2000).

4. Fungsi Kepemimpinan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Fungsi kepemimpinan adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metoda

untuk mencapainya, serta suatu mobilisasi dari seluruh fasilitas yang diperlukan

untuk pencapaian hasil dari penyesuaian nilai-nilai terhadap faktor lingkungan

yang ingin dicapai dari tujuan perencanaan yang telah ditetapkan.

Fungsi kepemimpinan ini dipandang sebagai suatu proses interaktif yang

dinamis yang mencakup tiga dimensi yaitu: pimpinan, bawahan, dan situasi.

Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi, misalnya: pencapaian tujuan bukan

hanya bergantung pada sifat pribadi seorang pimpinan tetapi juga bergantung pada

kebutuhan bawahan dan bentuk dari suatu keadaan (Swansburg, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: konsep infeksi nosokomial

Fungsi kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap bertindak

sebagai manajer yang membuat tanggung jawab, membuat unit kerja, mendengar,

berbicara, membujuk dan dibujuk, menggunakan kebijaksanaan bersama untuk

membuat keputusan. Kepala ruangan di ruang rawat inap merupakan posisi

kepemimpinan yang paling berpengaruh. Kepala ruangan sebagai manajer perawat

dapat mempraktikkan fungsi kepemimpinan perilaku untuk merangsang motivasi

tenaga perawat diruangan (Swansburg, 2000).

Fungsi kepemimpinan merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja

sama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai

secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Kepala ruangan dalam melakukan

kegiatan kepemimpinan dengan cara: saling memberi motivasi, membantu

pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, melakukan, menggunakan

komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swansburg,

2000).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruangan

dalam fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut: (1) memberi pengarahan

tentang penugasan kepada ketua tim; (2) memberi motivasi dalam peningkatan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap; (3) menginformasikan hal-hal yang

dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien; (4) melibatkan

bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan; (5) membimbing bawahan yang

mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya; (6) meningkatkan

kolaborasi dengan anggota tim lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: konsep infeksi nosokomial

5. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan standar keberhasilan

program yang dituangkan dalam bentuk target pencapaian, prosedur kerja, dan

sebagainya harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu

dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar

penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk

mencapai tujuan program dapat diefektifkan (Muninjaya, 2004).

Fungsi pengawasan dan pengendalian ini sangat penting karena dapat

memberi gambaran kualitas pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan

keperawatan. Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan

dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan. Pencapaian kualitas

pelayanan keperawatan memerlukan supervisi keperawatan.

Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian berbagai sumber

yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai

tujuan organisasi (Nursalam, 2009) sedangkan Depkes (2000, dalam Nursalam,

2009), supervisi adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan

secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan

keperawatan, masalah ketenagaan, dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan

yang bermutu setiap saat.

Tujuan dari supervisi keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan

kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya. Supervisi difokuskan pada

kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat untuk melakukan tugasnya

(Nursalam, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: konsep infeksi nosokomial

Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus

dilaksanakan oleh manajer dari tingkatan yang rendah, menengah, dan atas.

Manajer yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor. Sasaran supervisi

adalah pekerjaan yang dilakukan bawahan yang melakukan pekerjaang. Di rumah

sakit yang bertindak sebagai manajer keperawatan yang melakukan supervisi

adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala bidang, dan

wakil direktur keperawatan (Nursalam, 2009).

Proses supervisi praktek keperawatan meliputi tiga elemen yaitu: standar

keperawatan sebagai acuan, fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai

pembanding untuk menetapkan pembanding untuk menetapkan pencapaian atau

kesenjangan, tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan

kualitas asuhan. Area supervisi meliputi: pengetahuan dan pengertian tentang

pasien dan diri sendiri, keterampilan yang dilakukan sesuai dengan standar, dan

sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan (Nursalam, 2009).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruang dalam

fungsi pengawasan adalah sebagai berikut: (1) melalui komunikasi seperti

mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana

mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien; (2) melalui

supervisi meliputi pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,

mengamati sendiri, atau laporan langsung secara lisan, dan

memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga;

pengawasan tidak langsung, yaitu memeriksa daftar hadir ketua tim, membaca dan

memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama proses

keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim

Universitas Sumatera Utara

Page 28: konsep infeksi nosokomial

tentang pelaksanaan tugas; evaluasi; mengevaluasi upaya pelaksanaan dan

membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua

tim; audit keperawatan.

3.4 Alat Ukur Fungsi Manajerial Keperawatan Kepala Ruangan

Alat ukur fungsi manajerial keperawatan kepala ruangan yang digunakan

merupakan hasil pengembangan/modifikasi. Alat ukur fungsi manajerial kepala

ruangan merupakan modifikasi dari beberapa sumber seperti dari Swansburg

(2000), Nursalam (2009), pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit

yang dikeluarkan oleh tim Depkes (1994), dan dari penelitian sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara