II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Penyuluhandigilib.unila.ac.id/16354/15/BAB II.pdf · rasa takut...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Penyuluhandigilib.unila.ac.id/16354/15/BAB II.pdf · rasa takut...
-
23
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Penyuluhan
Dalam commentary paper yang ditulisnya 20 tahun kemudian, Berry (2002)
mengulas bahwa gagasan dan konsep pokok paper klasiknya tetap relevan,
lima strategi utama Relationship Marketing yang saling berkaitan dan bisa
digunakan secara simultan:
1. Core Service Strategy, yaitu merancang dan memasarkan jasa inti (core
service) yang bisa mendasari bertumbuhnya relasi pelanggan. Jasa inti
ideal adalah jasa yang bisa menarik para pelanggan baru melalui
karakter pemenuhan kebutuhannya: memperkuat relasi bisnis melalui
kualitas, multi komponen dan karakteristik jangka panjangya dan
memberikan basis bagi penjualan layanan tambahan sepanjang waktu.
2. Relationship Customization, yaitu mengadaptasi jasa atau layanan yang
di ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik
pelanggan individual. Strategi ini akan lebih efektif jika kapabilitas jasa
personal dikombinasikan dengan kapabilitas teknologi informasi.
3. Service Augmentation, yaitu menambahkan layanan ekstra pada jasa
utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari penawaran
para pesaing.
4. Relationship Pricing, yaitu menggunakan harga sebagai insentif untuk
menjalin relasi jangka panjang.
5. Internal Marketing, yaitu menciptakan iklim organisasi yang bisa
memastikan bahwa staf layanan yang tepat menyampaikan jasa secara
tepat. Kepuasan karyawan tak kalah pentingnya dibandingkan kepuasan
pelanggan.
Strategi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan penyuluhan maka
diberikan panduan sebagai berikut:
a. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
-
24
1) Penanggung Jawab: Seksi Pelayanan
2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi)
a) Petugas pada Seksi Pelayanan melakukan penyuluhan (edukasi)
dalam bentuk pelaksanaan kegiatan Penjelasan Tiga Menit yang
pada intinya menjelaskan hak dan kewajiban WP setelah mendaftar
untuk memiliki NPWP.
b) Petugas pada Seksi Pelayanan menyampaikan NPWP disertai
dengan Starter Kit NPWP Panduan dasar Wajib Pajak Orang
Pribadi dan surat pernyataan WP telah menerima edukasi.
b. Kegiatan Triple One bagi WP Baru
1) Penanggung Jawab: Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi)
a) Petugas pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan melakukan kegiatan
Triple One yang difokuskan terhadap WP Orang Pribadi non
Karyawan dan WP Badan non PKP.
b) Dalam rangka menjalankan kegiatan Triple One, Seksi
Ekstensifikasi meminta data WP baru dari Seksi Pelayanan atau
memperoleh melalui Sistem Informasi DJP atau aplikasi lain yang
disediakan.
c. Kegiatan Kelas Pajak
1) Penanggung jawab: Tim Penyuluhan Perpajakan
2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi):
a) Setiap unit kerja agar menyelenggarakan kegiatan Kelas Pajak
secara berkala yaitu Minggu I dan II setiap bulan.
b) Kegiatan Kelas Pajak minggu I difokuskan kepada edukasi terkait
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak baru, sedangkan minggu II
bersifat tematik sesuai Analisa Kebutuhan Penyuluhan (AKP) yang
dilakukan masing-masing unit kerja KPP.
c) Kegiatan Kelas Pajak minggu II dapat dikembangkan dalam bentuk
sosialisasi dengan menggandeng pihak ketiga misalnya perbankan
terkait bagaimana WP (khususnya UMKM) dapat mengakses
-
25
modal atau terkait tema pencatatan dan pembukuan yang dilakukan
secara sederhana. Pengembangan tema dimaksud diharapkan dapat
menarik minat WP untuk hadir dan mengikuti kelas pajak.
d) Mengumumkan secara luas jadwal waktu pelaksanaan kelas pajak
melalui pemasangan spanduk/poster/pamflet/media dan
menempatkan (menempel) jadwal dimaksud pada lokasi yang
mudah dilihat oleh Wajib Pajak seperti di Tempat Pelayanan
Terpadu (TPT) atau halaman kantor.
e) Pelaksanaan kelas pajak menjadi tanggung jawab tim penyuluhan
dengan koordinator (Kepala Bidang P2Humas/Kepala Seksi
Pelayanan/Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan).
f) Kegiatan kelas pajak agar tetap dilakukan sekalipun belum
mendapatkan respon yang memadai (jumlah peserta sedikit) dari
masyarakat WP. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen
layanan informasi perpajakan kepada masyarakat bahwa jika
masyarakat WP memiliki keinginan belajar pajak, maka tersedia
saluran yang disediakan oleh DJP untuk membantu masyarakat WP
menekan cost of compliance yaitu memilnimalisir pengeluaran
biaya dalam belajar pajak.
g) Kegiatan kelas pajak juga dapat dijadikan media pembelajaran bagi
pegawai di lingkungan unit kerja masing-masing untuk menjadi
Penyuluh Pajak yang baik. Proses pembelajaran ini dapat
dilakukan dalam bentuk OJT (on the job training) melalui
penugasan bersama antara pegawai lain yang memiliki potensi
kompetensi yang sama namun belum memperoleh kesempatan
cukup untuk melakukan penyuluhan. Misalnya sebagai pembicara
ditunjuk seorang Account Representative bersama dengan
pelaksana pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan (pairing).
h) Penerimaan pendaftaran calon peserta kelas pajak agar
dilaksanakan melalui berbagai saluran pendaftaran seperti:
pendaftaran langsung, melalui undangan tertulis, melalui telepon,
-
26
atau situs pajak pada alamat http://www.pajak.go.id. Pemilihan
saran pendaftaran tergantung dari kondisi wilayah dan masyarakat
yang akan menjadi target kelas pajak. Agenda kegaiatan kelas
pajak agar dicantumkan dalam situs pajak di sub menu kelas pajak
pada alamat http://www.pajak.go.id/kelas_pajak melalui
mekanisme publishing organization sesuai Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2011 tentang Tata Kelola
Konten Situs Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan penyuluhan (edukasi) di atas, maka
diminta kerjasama masing masing pimpinan unit kerja (Kantor Wilayah DJP
dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama) serta khusus untuk unit kerja Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) melaksanakan:
a) Dalam hal KP2KP juga melakukan kegiatan pemberian NPWP kepada
WP, maka KP2KP menyiapkan sarana penyuluhan (edukasi) berupa
Starter Kit NPWP bagi WP baru yang mengajukan permohonan
pendaftaran NPWP.
b) Melakukan pelatihan secara mandiri kepada petugas TPT sehingga mampu
melakukan kegiatan Penjelasan Tiga Menit baik dilakukan sendiri
maupun di bawah koordinasi Kantor Wilayah DJP/KPP masing-masing.
c) Memastikan pelaksanaan kelas pajak secara berkala (reguler) di KP2KP
sebagai bagian untuk memanfaatkan kelas pajak dalam rangka
meningkatkan pengetahuan perpajakan mereka dalam setiap kesempatan
penyuluhan baik secara langsung maupun melalui berbagai media yang
tersedia).
d) Menyampaikan keberhasilan pelaksanaan kegiatan penyuluhan (edukasi)
melalui berbagai media (saluran) yang ada seperti Kantor Bikin Berita
(porta kepegawaian), portal p2humas, situs pajak
(http://www.pajak.go.id.), blog kp2kp dan berbagai saluran lain yang
disediakan oleh DJP.
http://www.pajak.go.id/http://www.pajak.go.id/kelas_pajakhttp://www.pajak.go.id/
-
27
2.1.1. Economic Content
Economic content dapat diukur dengan nilai ekonomi (economic value)
dan service value (Lacey, 2003). Nilai ekonomi berhubungan dengan cost
benefit ratio yang dirasakan setiap pihak yang terlibat dalam relationship.
Keberhasilan dalam memberikan nilai ekonomi kepada pelanggan dapat
dengan meningkatkan kualitas, mengurangi pengorbanan yang dirasakan
pelanggan atau dengan meminimumkan biaya kepada pelanggan.
Lee dan Cunningham (2001) dalam Arduna Hasan (2009) menyatakan
bahwa keinginan pelanggan untuk terus menjalin hubungan dengan
penyedia jasa ditentukan oleh analisa perbandingan antara biaya dan
benefit yang ditimbulkan dari relationship antara pelanggan dan pemberi
jasa. Dalam proses transaksi, yang dimasukan dalam benefit adalah atribut
produk, kualitas produk, kualitas pelayanan dan ragam pilihan produk.
Sementara yang dikategorikan dalam pengorbanan adalah harga yang
harus dibayar, biaya roaming, waktu yang terbuang dan biaya transportasi.
Motivasi utama pelanggan terlibat dalam pemasaran relasional adalah
manfaat ekonomi, maka pelanggan yang terlibat dalam pemasaran
relasional harus dikenakan biaya yang lebih rendah. Penggunaan insentif
ekonomi seperti diskon dan hadiah untuk mempertahankan loyalitas
pelanggan tidak dapat diharapkan dapat memberikan keuantungan jangka
panjang bagi perusahaan kecuali jika dikombinasikan dengan strategi
relationship yang lain, karena insentif keuangan merupakan elemen
bauran pemasaran yang paling mudah ditiru dan tidak dapat membedakan
perusahaan dengan pesaingnya.
Economic content sering merupakan anteseden yang diperlukan
perusahaan yang memusatkan pemasarannya pada penciptaan transaksi
-
28
tunggal dan mungkin dengan pelanggan yang hanya sesekali melakukan
transaksi.
Economic content merupakan manfaat ekonomi yang diterima pelanggan.
Perusahaan dapat menggunakan economic content untuk mendorong
motivasi konsumsi pelanggan dan memperoleh loyalitas mereka dengan
menggunakan keputusan harga seperti tingkat tarif yang lebih rendah.
Selain itu pelanggan juga mempertimbangkan biaya (compliance cost),
waktu, dan usaha yang akan dikeluarkannya apabila ia beralih ke
perusahaan lain (switching cost).
Compliance cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam
rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak, besarnya biaya yang
harus dikeluarkan Wajib Pajak dalam menyelenggarakan kewajiban
perpajakannya, turut menentukan tingkat kepatuhan perpajakan. Biaya
kepatuhan pajak terbagi atas 3 yaitu direct money cost, time cost dan
psychological cost dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Direct money cost adalah biaya-biaya cash money (uang tunai)
yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban
pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak dan biaya
perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak.
b. Time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam
melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara lain waktu yang
digunakan untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya,
waktu yang digunakan untuk berkonsultasi dengan akuntan atau
konsultan pajak dalam mengisi SPT, dan waktu yang digunakan
untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.
c. Psychological cost meliputi ketidakpuasan, rasa frustasi, serta
keresahan Wajib Pajak dalam berinteraksi dengan sistem dan
otoritas pajak. Psychological cost adalah rasa stress dan berbagai
rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion. Wajib Pajak
-
29
berusaha patuh untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka
berharap agar dapat mengeluarkan biaya seminimal mungkin yang
terkait dengan pemenuhan kewajiban pajaknya, apabila jumlah
biaya kepatuhan pajak yang dikeluarkan lebih besar daripada
ekspektasi wajib pajak, maka timbul potensi dalam diri Wajib
Pajak untuk menjadi tidak patuh dalam melakukan pemenuhan
kewajiban pajaknya.
Switching cost didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap
waktu, uang dan usaha yang diperlukan untuk menggati merk
perusahaan. Burham et al (2003) menyatakan bahwa switching cost
didefinisikan sebagai biaya-biaya yang dihubungkan dengan proses
perpindahan dari satu supplier ke supplier yang lain, tiga tipe switching
cost yaitu:
1. Procedural switching cost yang meliputi resiko ekonomi dan
biaya evaluasi dan melibatkan penggunaan waktu dan usaha.
2. Financial switcing cost yang melibatkan hilangnya benefit dan
sumber daya keuangan.
3. Relational switcing cost yang berhubungan dengan hilangnya
hubungan personel dan hubungan merk, yang melibatkan
ketidaknyamanan psikologikal dan emosional karena hilangnya
identitas dan putusnya hubungan.
2.1.2. Resource Content
Resource content merupakan sumber daya perusahaan yang dapat
digunakan untuk membangun hubungan dengan mitra. Sumber daya dapat
menjadi motivasi untuk membangun dan mempertahankan relationship.
Kemampuan perusahaan untuk membangun dan mempertahankan
relationship didasarkan pada kepemilikan sumber daya unik yang bernilai,
-
30
langka dan sulit untuk ditiru. Sumber daya dapat berarti sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai kekuatan atau kelemahan dari suatu perusahaan.
Secara lebih formal, sumber daya perusahaan dapat didefinisikan sebagai
aktiva berwujud atau tidak berwujud yang melekat pada perusahaan.
Resource content dapat diukur dengan reputasi perusahaan dan confidence
benefit (Lacey (2003), Boonajsevee (2003) dan Morgan (2000) dalam
Arduna Hasan (2009)). Reputasi perusahaan adalah persepsi seseorang
mengenai keadaan masa lalu dan prospek masa yang akan datang
mengenai kualitas perusahaan atau produk. Definisi lain adalah persepsi
pelanggan mengenai kualitas yang dihubungkan dengan nama perusahaan.
Ini berarti nama perusahaan memberi pengaruh positif pada respon
pelanggan terhadap produk atau jasa.
Kualitas reputasi perusahaan tidak terbatas hanya pada produk atau jasa
yang dihasilkan tetapi sering dihubungkan dengan reputasi perusahaan
secara keseluruhan. Ada dua hal penting yang perlu dilewati untuk
mencapai reputasi organisasi (Fombrun (1996) dalam Arduna Hasan
(2009)) adalah Identitas Organisasi, Citra Organisasi kemudian baru
menuju reputasi organisasi. Reputasi organisasi diawali dari identitas
organisasi sebagai starting point yang tercermin dalam nama perusahaan
(logo) ataupun penampilan fisik atau visual dalam berbagai bentuk
(interior, seragam karyawan, alat transportasi dan lingkungan). Dapat pula
materi komunikasi, brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan
media, materi presentasi dan audio visual.
Identitas organisasi bukan hanya berbentuk fisik atau verbal, tetapi juga
hal-hal yang bersifat non fisik seperti sejarah perusahaan, nilai-nilai dan
filosofi. Juga dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman
pelanggan dan masyarakat dalam hubungan personal dengan pemimpin
-
31
dan karyawan perusahaan. Di sini juga menyangkut pelayanan, gaya kerja
dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan pihak luar.
Identitas organisasi tersebut menimbulkan atau memberikan kesan pada
masyarakat atau memancarkan citra kepada stakeholder, citra di mata
konsumen, masyarakat sekitar dan karyawan sendiri. Kesan yang timbul
itulah yang dinamakan citra organisasi yang terkumpul di benak khalayak
atau publik itulah yang membentuk reputasi organisasi.Reputasi
mencerminkan persepsi publik terkait tindakan organisasi yang telah
berlalu dan prospek organisasi dimasa datang, tentunya dibandingkan
dengan organisasi sejenis atau pesaing.
Confidence benefit berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam
mengurangi kekhawatiran dan memberikan kenyamanan karena pelanggan
mengetahui apa yang diharapkan dari pemberi jasa. Konsumen bersedia
terlibat dalam pemasaran relasional karena mereka ingin mengurangi
resiko dan menikmati kenyamanan. Konsumen dapat menjalin pemasaran
relasional dengan merk atau perusahaan tertentu untuk mengurangi
keraguan terhadap produk atau jasa.
2.1.3. Social Content
Social content adalah hubungan sosial yang terbentuk dari adanya
interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan, menurut Morgan (2000)
dalam Arduna hasan (2009). Walaupun social content dapat tidak relevan
untuk beberapa perusahaan yang berorientasi transaksi, tetapi ini
dipertimbangkan menjadi dasar bagi kesuksesan pelaksanaan pemasaran
relasional, yang merupakan proses mengembangkan dan mendorong
relationship yang saling menguntungkan antara pemberi jasa dan pembeli.
-
32
Social content sebagai proses yang menjelaskan bagaimana tumbuhnya
relationship antara dua pihak. Social content dapat menghasilkan perasaan
suka, persahabatan dan social interactivity. Dari perspektif penyedia jasa,
mengenal pelanggan dapat membantu menghindari kesalahpahaman,
ketidakbersediaanuntuk bekerja sama atau akibat lainnya yang dapat
menyebabkan kegagalan relationship. Dari sudut pandang pelanggan,
personal relationship dengan penyedia jasa dapat mendorong pemahaman
yang benar sehingga karyawan lebih mudah untuk memahami kebutuhan
pelanggan, kekurangan kontak personal dapat mempengaruhi pelanggan
membentuk persepsi mengenai kualitas pelayanan.
Social content terbentuk dari adanya komunikasi dan kekeluargaan. Salah
satu karakteristik fundamental dari sebuah hubungan yang bekerja dengan
baik adalah komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan secara luas
sebagai informasi bermakna dan tepat waktu antara perusahaan dan
pelanggan, baik secara formal maupun informal. Komunikasi yang tepat
waktu dapat mempercepat kepercayaan dengan membantu menyelesaikan
perselisihan dan menyamakan persepsi dan harapan pelanggan perusahaan.
Ketika komunikasi terhambat, kemungkinan hubungan akan memburuk
demikian juga yang terjadi dalam hubungan antara perusahaan dan
pelanggannya. Pelanggan seringkali mengacu pada keberadaan
komunikasi sebagai bukti dari adanya sebuah hubungan.
Relationship tanpa komunikasi adalah hal yang tidak mungkin, karena
komunikasi merupakan hal yang penting bagi koordinasi dalam
organizational setting termasuk dalam pemasaran relatisonal. Komunikasi
antara penyedia jasa dengan kliennya merupakan bagian integral dari
fungsi pemasaran interaktif. Apa yang dikatakan karyawan, bagaimana
mereka mengatakannya, bagaimana perilaku mereka, bagaimana outlet
jasa, tampilan mesin dan sumber daya fiskal dan bagaimana mereka
mengkomunikasikan sesuatu kepada pelanggan.
-
33
Social content juga dihubungkan dengan kekeluargaan antara perusahaan
dengan pekerjanya. Kekeluargaan dapat digambarkan sebagai tingkat
pengakuan personal pelanggan oleh karyawan perusahaan sebagai hasil
dari interaksi dalam beberapa waktu. Karyawan dapat memakai peluang
untuk membangun hubungan dengan pelanggan dan kekeluargaan dapat
berkembang menjadi persahabatan anatara pelanggan dengan karyawan.
Hubungan yang meningkat ini akan membuat kedua belah pihak ingin
menjalin hubungan yang menimbulkan rasa memiliki dan persahabatan.
2.2. Kualitas Pelayanan
Layanan jasa (service) merupakan kunci dari nilai yang mendorong
kesuksesan sebuah perusahaan. Bagi konsumen, nilai merupakan manfaat
yang diterima untuk beban yang harus ditanggung konsumen seperti biaya,
lokasi yang tidak strategis, karyawan yang tidak ramah atau fasilitas layanan
jasa yang tidak menarik. Kualitas dari layanan jasa membantu perusahaan
untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalisir beban non biaya bagi
konsumennya. Kualitas ditentukan oleh konsumen, bukan berupa kesesuaian
dengan spesifikasi yang ditentukan perusahaan, melainkan kesesuaian dengan
spesifikasi dari konsumen.
Dalam melakukan kajian tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur,
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Pasuraman. Parsuraman dalam
Fandy Tjiptono, Ph.D & Gregorius Chandra (2011) dalam penelitian awalnya
mengidentifikasikan dimensi kualitas pelayanan kedalam sepuluh dimensi
kelompok, yaitu reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan,
komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan dan
bukti fisik, dalam penelitian selanjutnya Parasuraman mengelompokkan
sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu :
-
34
1. Kehandalan (realibility)
2. Daya Tanggap (responsiveness)
3. Jaminan/Keyakinan (assurance)
4. Kepedulian (emphaty)
5. Bukti Fisik/berwujud (tangible)
Dimensi yang paling penting dari kelima dimensi service quality adalah
reliability, kepercayaan pelanggan terhadap kemampuan perusahaan untuk
memberikan layananyang dijanjikan akan hilang apabila perusahaan sering
melakukan kesalahan dan tidak menepati janjinya. Sikap ramah dari
karyawan dan permohonan maaf yang tulus tidak dapat menggantikan
layanan yang tidak dapat diandalkan (Ujang S. et al, 2013).
2.2.1. Kehandalan ( Realibility)
Reliability merupakan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa
(pelayanan) sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu.
Dimensi ini lebih menekankan pada kemampuan perusahaan untuk
membuktikan janji-janjinya kepada pelanggan. Sebuah layanan yang
handal adalah dimana karyawan menyediakan layanan sesuai yang
dijanjikan, karyawan dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan
pelanggan, karyawan menyampaikan layanan sesuai waktu yang
dijanjikan, serta karyawan menyimpan catatan / dokumen tanpa kesalahan.
Kehandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun
dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu tertentu.. Inti dari
realibility adalah saat semua informan percaya bahwa pelayanan ditempat
tertentu sangat memuaskan. Faktor sumber daya manusia dalam dimensi
ini sangat penting, karena selain kesan pertama dari tampilan produk,
gedung, tempat parkir dan kecanggihan teknologi dalam pelayanan,
-
35
prilaku dari pembuat pelayanan dapat memberikan kesan baik dan buruk
bagi pelanggan. Prilaku yang baik dalam memberikan pelayanan adalah :
a. Self esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai
menghargai diri sendiri seorang karyawan akan berpikir dan bertindak
positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai pelanggan
dengan baik
b. Exceed expectation : memberikan pelayanan dengan melebihi harapan
pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten
c. Recovery : adanya keluhan pelanggan tidak dianggap sebagai beban
masalah namu dianggap sebagi peluang untuk memperbaiki dan
meningkatkan diri
d. Vision : Pelayanan prima sangat berkaitan dengan visi suatu organisasi
e. Pemberdayaan : memberdayakan agar karyawan dapat bertanggung
jawab
Atribut-atribut dalam dimensi kehandalan kualitas pelayanan meliputi:
pertama, memberikan pelayanan sesuai janji, kedua bertanggung jawab
tentang penanganan konsumen akan masalah pelayanan, ketiga
memberikan pelayanan tepat waktu dan Kelima memberikan infornasi
kepada konsumen tentang kapan pelayanan yang dijanjikan akan
direalisasikan.
2.2.2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap merupakan kesediaan membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat. Dalam dimensi ini suatu perusahaan harus
memberikan pelayanan dan menanggapi permintaan dari sudut pandang
pelanggan bukan dari sudut pandang perusahaan. Ketanggapan yaitu
sebagai kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
cepat responsive dan tepat kepada pelanggan dengan menyampaikan
informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya
suatu alas yang jelas menyebabkan presepsi yang negative dalam kualitas
pelayanan.
-
36
Dalam dimensi ini perusahaan bersedia 24 jam menerima keluhan dari
pelanggan dan sigap memberikan keterangan-keterangam yang jelas
tentang pelayanan atau informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan, dalam
dimensi ini karyawan harus memiliki pengendalian emosional karena
setiap pelanggan yang melakukan keluhan berkeinginan setiap masalahnya
dapat diselesaikan secepat mungkin. Perbedaan tingkat pendidikan,
budaya dan kebiasaan masyarakat setempat meneyababkan perbedaan
prilaku dan cara menyampaikan keluhan, sehingga hal tersebut terkadang
menimbulkan ketegangan antara karyawan dan pelanggan.
Dimensi ini menuntut karyawan yang unggul dan kesiapan perusahaan
dalam melayani komplain dari pelanggan, untuk melihat harapan
pelanggan pada dimensi ini dapat dilihat dibawah ini :
a. Petugas perusahaan yang unggul memberitahukan secara pasti kepada
pelanggan kapan pelayanan dilakukan
b. Petugas yang unggul akan memberikan pelayanan dengan cepat dan
tepat kepada pelanggan
c. Petugas yang unggul akan selalu berkeinginan untuk membantu
pelangan
d. Pelanggan yang unggul tidak pernah terlalu sibut untuk menanggapi
tuntutan pelanggan.
2.2.3 Jaminan/Keyakinan (Assurance)
Pada dimensi ini Pelanggan mengharapkan personil pemberi pelayanan
memiliki sopan santun dan terpelajar. Dengan memperlakukan pelanggan
dengan baik diharapkan perusahaan memperoleh kepercayaan dan
keyakinan pelanggan kepada sebuahan perusahaan. Jaminan merupakan
pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan
-
37
untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
Dimensi ini terdiri dari komponen-komponen antara lain :
a. Komunikasi : kemampuan karyawan untuk berkumunikasi dengan
baik, efektif dan benar dengan pelanggan serta mudah tidaknya
pelanggan melakukan komunikasi dengan personal perusahaan.
b. Kredibiltas : Menyangkut sikap mental personal yang memberikan
pelayanan kepada pelanggan
c. Keamanan : Menyangkut keamanan dan kenyamanan pelanggan
selama berada di perusahaan dan jaminan menjalankan bisnis yang
aman dengan perusahaan.
d. Kompetan : Kecocokan personil pemberi layanan dengan bidang
pekerjaan yang ditangani
e. Sopan Satun : Prilaku perusahaan kepada pelanggan dengan sopan
santun.
2.2.4 Kepedulian (Emphaty)
Dimensi empathy merupakan sikap dan prilaku personil perusahaan yang
menujukkan perhatian yang tulus pada para pelanggan. Pada dimensi ini
karyawan dituntut seolah-olah merasakan kendala yang dimiliki oleh
pelanggan sehingga karyawan dapat memberikan kepeduliannya kepada
pelanggan dengan tulus, dimensi empathy terdiri dari :
a. Memberikan perhatian secara individu kepada pelanggan
b. Karyawan memperhatikan pelanggan dengan penuh perhatian
c. Karyawan harus mengerti kebutuhan pelanggan
Pada dimensi ini karyawan ditutut mengenal lebih jauh lagi tentang
pelanggan dan fokus memperhatikan hal-hal yang diperlukan oleh
pelanggan selama berada di perusahaan dan selama menjalin kerjasama
bisnis dengan perusahaan.
-
38
2.2.5 Bukti Fisik/berwujud (tangible)
Berwujud (tangible) dapat diartikan juga sebagai bukti fisik, yang
pengertiannya dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara
fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pelanggan sesuai dengan
penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu
pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan,
sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan
prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.
Dimensi tangible merupakan aspek kualitas pelayanan yang dinikmati,
dirasakan dan dinilai oleh pelanggan dengan menggunakan indra manusia.
Kemegahan gedung, kebersihan kantor, kerapihan kantor, kenyaman kantor,
dan kecanggihan peralatan, merupakan contoh-contoh dimensi tangible
dalam kualitas pelayanan. Aspek tangible juga merupakan faktor yang
mempengaruhi pelanggan, aspek tangible yang baik akan meningkatkan
harapan pelanggan menjadi tinggi.
Oleh karena itu, produsen harus mengetahui seberapa jauh aspek tangible
masih memberikan pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan tetapi tidak
menyebabkan harapan pelanggan menjadi terlalu tinggi. Dimensi tangible
umumnya lebih penting terhadap pelanggan baru, dimensi tangible
umumnya tidak terlalu penting bagi pelanggan yang telah lama menjalin
hubungan dengan perusahaan. Sehingga, perusahaan yang lebih
mengutamakan pelanggan lama untuk bertumbuhan harus lebih selektif
dalam berinvestasi pada aspek tangible (Hermawanto, 2012).
2.3. Hubungan antar Variabel
2.3.1 Hubungan kualitas penyuluhan perpajakan terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur
-
39
Menurut Gundlach (1995) dalam dalam Arduna H (2009) mengkaji
komitmen dalam pemasaran, konseptualisasi yang paling luas
mengidentifikasi tiga aspek penting yang berhubungan dengan komitmen.
Pertama, komitmen dalam hunbungan bisnis yang mencakup dimensi
instrumental atau komponen masukan yang mengacu pada pertaruhan
kepentingan sendiri dan rekanan dalam satu hubungan (Meyer & Allen,
1991). Dimensi ini mengusulkan komitmen sebagai tindakan kalkulatif,
yaitu tindakan dimana biaya dan manfaat dipertukarkan. Hal ini
berkembang sebagai hasil dari investasi yang dijalankan dalam suatu
hubungan atau kurangnya alternatif yang menyebabkan tingkat biaya
pertukaran (switcing cost) yang berhubungan dengan penghentian suatu
hubungan.
Kedua, komitmen dalam suatu hubungan dikonseptualisasikan sebagai
suatu konstruk sikap (atittudinal construct). Dimensi ini menggambarkan
orientasi efektif dan keselarasan nilai dengan rekana bisnis yang terpisah
dari kemurnian nilai instrumennya. Hubungan yang didalammnya terdapat
keterkaitan individu dengan tujuan dan nilai organisasi sepertinya akan
berlangsung lebih lama (Ruyter dan Wetzels, 1999).
Ketiga, perhatian diarahkan komitmen sebagai dimensi temporal yang
berarti selama dilakukan dalam rentang waktu yang lama atau secara
konsisten. Dengan adanya kesinambungan, maka tingkat turn over
pelanggan dapat dikurangi dan pasangan kerja akan lebih meningkatkan
kerjasama dalam pencapaian tujuan bersama. Melalui komitmen hubungan
jangka panjang dan berkelanjutan berdampak pada peningkatan kerjasama
dan penurunan perilaku oportunistik.
Speakman dalam Morgan & Hunt (1994) telah mendefinisikan
kepercayaan sebagai dasar bagi persekutuan yang stratejik, dan
mengartikan kepercayaan sebagai keyakinan yang dimiliki dalam
-
40
hubungan dengan pasangan kerja terkait dengan sikap jujur dan saling
membantu satu sama lain.
2.3.2 Hubungan kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur
Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik
individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya. Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal adalah
faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan
lingkungan di sekitar Wajib Pajak.
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Arabella Oentari Fuadi dan
Yenni Mangoting (2013), penyebab rendahnya kepatuhan pajak dapat
disebabkan oleh kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak. Sistem self
assessment yang berlaku di Indonesia dengan Wajib Pajak diberikan
kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak
dengan menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Agar
self assessment dapat berjalan dengan baik, pemerintah dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak menjalankan salah satunya fungsinya yaitu
fungsi pelayanan.
Ada tiga kemungkinan yang diambil oleh pelanggan (wajib pajak) yang
mendapatkan masalah dengan layanan: pelanggan akan menyampaikan
keluhan dan puas dengan tanggapan perusahaan (KP2KP), pelanggan akan
menyampaikan keluhan dan tidak puas dengan tanggapan perusahaan, atau
pelanggan tidak menyampaikan keluhan dan terus merasa kecewa.
-
41
Banyak wajib pajak yang kecewa tidak menyampaikan keluhannya secara
langsung kepada KPP Pratama/KP2KP untuk menghindari terjadinya
konfrontasi, atau karena mereka merasa segan untuk menyampaikan
keluhan. KPP Pratama/KP2KP dapat mengatasi rasa segan pelanggan dan
memperbaiki layanan melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan dan memberikan kemudahan bagi wajib
pajak untuk menyampaikan keluhan. Contohnya kotak kepuasan
yang disediakan KPP Pratama/KP2KP, nomor telepon bebas biaya
500200 untuk menerima keluhan (inbound) dan mengingatkan
(outbound) wajib pajak yang di sentralisasi oleh Kantor Layanan
Informasi dan Pengaduan serta melalui twitter: @kp2kpsukadana
dan website http://www.pajak.go.id/blogs/kp2kpsukadana.
2. Cepat tanggap dan memberikan tanggapan secara personal. Dengan
memberikan tanggapan yang cepat memperlihatkan bahwa KPP
Pratama/KP2KP sangat memperhatikan kepuasan pelanggan.
3. Membangun sistem untuk menyelesaikan permasalahan. Karyawan
di bidang jasa harus mendapatkan pelatihan untuk menghadapi
wajib pajak yang emosi dan cara untuk membantu wajib pajak
menyelesaiakan masalah layanan yang dialami.
2.4 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Yusuf, 2013, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak
sebagai variabel bebas dan kinerja pendapatan pajak (realisasi dan
pertumbuhan penerimaan) sebagai variabel tidak bebas. Data yang digunakan
diperoleh dari data primer hasil penyebaran kuisioner dengan metode
sampling. Sampel terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi di Tangerang
Selatan, jumlah kuesioner yang disebar 50 set. Analisis menggunakan analisis
regresi berganda. Tingkat signifikansi untuk t-test penelitian adalah 0.030
http://www.pajak.go.id/blogs/kp2kpsukadana
-
42
untuk Kesadaran Wajib Pajak, 0.030 untuk Pelayanan Wajib Pajak dan 0.039
untuk pengaduan Wajib Pajak dan tingkat signifikansi untuk f-test adalah
0.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak,
Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak memiliki pengaruh yang
signifikan kepada kinerja pendapatan pajak (realisasi dan pertumbuhan
penerimaan).
Hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perpajakan pada
Direktorat Jenderal Pajak tahun Anggaran 2012 sesuai surat Direktur
Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Nomor: S-750/PJ.09/2013
tanggal 22 Mei 2013.
1. Tujuan survei untuk mengetahui:
a. Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan DJP
b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP
c. Efektifitas Penyuluhan dan Kehumasan
d. Sektor utama pemanfaatan pajak
e. Citra Ditjen Pajak
f. Efektivitas fasilitas layanan perpajakan.
2. Responden survei
Survei dilakukan terhadap 68 responden Wajib Pajak di 331 KPP atau
sebanyak 22.508 responden dengan metode wawancara tatap muka di
tempat Wajib Pajak dengan karakteristik umum responden adalah sebagai
berikut:
a. Berusia kurang dari 35 tahun, sebanyak 27,45% responden berusia
kurang dari 30 tahun dan 23,34% berusia 31 sampai 35 tahun.
b. Sebagaian besar Wajib Pajak Badan, sebanyak 67,27% responden
adalah Wajib Pajak Badan dan 32,73% responden Wajib Pajak Orang
Pribadi.
c. Bekerja sebagai karyawan swasta dan wirausaha, sebanyak 49,57%
responden adalah karyawan swasta dan 23,36% wirausaha.
-
43
d. Memiliki pendidikan terakhir S1 dan SMU, sebanyak 47,13%
responden lulusan S1 dan 34,59% lulusan SMU.
e. Terakhir ke KPP kurang dari 3 bulan dan 13,66% dalam 4 samapai 6
bulan sebelum survei.
f. Sebagaian besar berada dalam posisi staf perusahaan, sebanyak 48,6%
responden memiliki jabatan sebagai staf 17,02% lainnya dan 15,34%
sebagai pemilik.
3. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan DJP secara nasional
a. Indeks kepuasan pengguna layanan DJP dihitung dari persepsi dan
harapan responden atas 4 (empat) aspek pelayanan yang terdiri dari
aplikasi dan akses informasi, sumber daya manusia, Standard
Operating Procedure (SOP) dan fasilitas.
b. Indeks kepuasan pengguna layanan perpajakan DJP adalah 3,093 atau
sebesar 77,33%.
c. Prioritas utama untuk diperbaiki dalam aspek pelayanan adalah
Sumber Daya Manusia (SDM)
Dari aspek SDM, responden menilai bahwa 5 indikator yang memiliki
kesenjangan terbesar antara persepsi dan harapan adalah:
1) Kesesuaian jumlah petugan pelayanan di TPT.
2) Penguasaan peraturan dan kemampuan menjelaskan dengan
baik oleh petugas pajak (petugas TPT, petugas help desk, AR,
Pemeriksa, Juru Sita).
3) Konsistensi penanganan dalam hal masalah ditangani oleh
lebih dari satu petugas pajak.
4) Kecepatan petugas pajak menindaklanjuti pengaduan oleh
Wajib Pajak.
5) Pemenuhan janji oleh petugas dalam hal tenggat waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaiakan layanan.
4. Efektivitas Penyuluhan dan Kehumasan
-
44
a. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan diperoleh dari persepsi
responden atasia yang digunakan dalam melakukan aktivitas
penyuluhan dan kehumasan.
b. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan sebesar 73,34%.
c. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling banyak diakses oleh
responden adalah buku/booklet/brosur perpajakan, billboard/spanduk,
situs www.pajak.go.id.
d. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling efektif menurut
responden adalah sosialisasi langsung ke KPP, buku/booklet/brosur
perpajakan, billboard/spanduk, situs www.pajak.go.id.
e. Berturut-turut, prioritas untuk tema sosialisasi/penyuluhan yang paling
banyak dibutuhkan oleh responden adalah Hak dan Kewajiban Wajib
Pajak secara umum, manfaat pajak dan mekanisme pengisian dan
penyampaian SPT Tahunan.
5. Prosedur Administrasi Layanan di KPP
a. Sebanyak 55,91% responden menyatakan Tidak mengetahui tentang
standar waktu penyelesaian pelayanan dan 44,09% lainnya
mengetahui.
b. Sebanyak 82,2% responden menyatakan Tidak mengetahui tentang
16 layanan unggulan bidang perpajakan dan 17,8% lainnya
mengetahui.
c. Sebanyak 19,93% responden menyatakan Pernah dikenakan sanksi
atas kewajiban perpajakan, dan 80,07% lainnya tidak pernah.
6. Sektor Utama Pemanfaatan Pajak
Indikator ini diperlukan untuk melihat preferensi masyarakat atas
pemanfaatan pajak, yang dapat menjadi topik sosialisasi penyuluhan dan
kehumasan DJP. Tiga sektor utama pemanfaatan pajak yang paling
banyak dipilih responden adalah:
a. Sektor pendidikan, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap
Tuhan YME, Pemuda dan Olahraga.
b. Sektor industri.
http://www.pajak.go.id/http://www.pajak.go.id/
-
45
c. Sektor tenaga kerja.
7. Tingkat Kepercayaan terhadap DJP
a. Tingkat kepercayaan terhadap DJP diartikan sebagai kepercayaan
terhadap profesionalisme dari DJP dan pegawainya yang memberikan
pelayan terhadap Wajib Pajak.
b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP sebesar 84,16% sebanyak 4,76%
menyatakan sangat percaya dan 79,45% menyatakan percaya.
8. Citra DJP dibandingkan tahun 2011
a. Citra DJP adalah gambaran pandangan masyarakat tentang institusi
DJP secara utuh, indikator ini diukur untuk mengetahui apakah kinerja
dan upaya perbaikan yang dilakukan oleh DJP diketahui oleh
masyarakat.
b. Sebanyak 2,89% responden menyatakan Citra DJP jauh lebih baik dari
tahun 2011, 49,51% responden menyatakan Citra DJP lebih baik dari
tahuan 2011, dan 43,52% responden menyatakan Citra DJP sama
dengan tahun 2011.
9. Efektivitas Fasilitas Layanan Perpajakan
a. Sehubungan dengan beberapa inovasi layanan yang diberikan oleh
DJP kepada Wajib Pajak, survei ini juga mengukur seberapa jauh
inovasi tersebut bermanfaat bagi pengguna layanan. Fasilitas layanan
perpajakan yang diukur adalah Drop Box SPT, e-SPT dan e-Filing.
b. Sebanyak 70,7% responden menyatakan bahwa Drop Box efektif.
c. Sebanyak 71,05% responden menyatakan bahwa e-SPT efektif.
d. Sebanyak 62,61% responden menyatakan bahwa e-Filing efektif.
Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pajak, menurut Yesi Mutia Basri et.al. (2013) diantaranya
dilakukan oleh Verboon dan Dijke (2007) yang meneliti pengaruh
kepentingan pribadi dan keadilan pajak terhadap kepatuhan pajak. Pengaruh
kualitas pelayanan, power dan trust terhadap kepatuhan pajak juga diteliti
oleh Alabede et al., (2011), meneliti kualitas pelayanan pemerintah terhadap
-
46
kepatuhan pajak di Nigeria. Kemudian Meulbhacher dan Kirchler (2010) dan
Kamleitner, Korunka, Kirchler (2012) meneliti kepatuhan pajak pada
perusahaan kecil di Hongkong dll. Siahaan (2005) dan Mustikasari (2007)
melakukan kajian empiris mengenai kepatuhan pajak badan menunjukkan
bahwa tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif,
niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, pengaruh orang sekitar (perceived social
pressure).
Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Peneliti Tujuan
Penelitian
Alat Analisis Hasil
Penelitian Nama Thn
1. Pengaruh
Kualitas
Pelayanan
Petugas Pajak,
Sanksi
Perpajakan dan
Biaya
Kepatuhan
Pajak Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
UMKM
- Arabella
Oentari
Fuadi
- Yenni
Mangoting
2013 Untuk
mengetahui
apakah
kualitas
pelayanan
petugas pajak,
sanksi
perpajakan
dan biaya
kepatuhan
pajak
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
kepatuhan
Wajib Pajak
UMKM
(usaha mikro,
kecil dan
menengah)
baik secara
parsial
maupun
Pengujian
Validitas dan
Realiabilitas
Variabel
biaya
kepatuhan
pajak
mengalami
peningkatan
1 satuan
maka
kepatuhan
Wajib Pajak
UMKM
akan
menurun.
-
47
simultan
2. Analisis
Pengaruh
Kualitas
Layanan dan
Reputasi
Perusahaan
Terhadap
Loyalitas
Nasabah Bank
Mandiri Bandar
Lampung
Eddy 2013 Pengaruh
Kualitas
Layanan dan
Reputasi
Perusahaan
Terhadap
Loyalitas
Nasabah
Pengujian
Validitas dan
Realiabilitas
Kualitas
Layanan
lebih
berpengaruh
daripada
Reputasi
Perusahaan
Terhadap
Loyalitas
Nasabah
3. Pengaruh
Modernisasi
Sistem
Administrasi
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Pada Kantor
Pelayanan
Pajak Pratama
Makassar Utara
Irmayanti
Madewing
2013 Untuk
mengetahui
pengaruh
antara
modernisasi
sistem
administrasi
perpajakan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
Pengujian
Validitas dan
Realiabilitas
Modernisasi
sistem
administrasi
perpajakan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
4. Pengaruh
Economic
Content,
Resource
Content, Social
Content dan
Trust Terhadap
Komitmen
Pelanggan
Kartu Halo PT
Telkomsel di
Bandar
Lampung
Arduna Hasan 2009 Untuk
mengetahui
pengaruh
Economic
Content,
Resource
Content,
Social Content
dan Trust
Terhadap
Komitmen
Pelanggan
Pengujian
Validitas dan
Realiabilitas
Variabel
Economic
Content,
Resource
Content,
Social
Content dan
Trust
memiliki
pengaruh
baik secara
gabungan
maupun
-
48
secara
parsial
terhadap
komitmen
5. Studi
Ketidakpatuhan
Pajak: Faktor
Yang
Mempengaruhi
nya (Kasus
Pada Wajib
Pajak Orang
Pribadi Yang
Terdaftar Di
Kpp Pratama
Tampan
Pekanbaru)
- Yesi Mutia
Basri
- Raja Adri
Satriawan
Surya
- Resy
Fitriasari
- Rahmat
Novriyan
- Tengku
Septiani
Tania
2013 Untuk
menguji
pengaruh
keadilan
sistem
perpajakan,
norma sosial
dan norma
moral, sanksi
legal,
religiusitas,
niat
berperilaku
tidak patuh
terhadap
ketidak
patuhan Wajib
Pajak
Pendekatan
Structural
Equation Model
(SEM) dengan
menggunakan
software Partial
Least Square
(PLS)
Keadilan,
norma
sosial,
resiko
terdeteksi
kecurangan,
besarnya
sanksi,
religiusitas,
berpengaruh
terhadap
niat untuk
berperikau
tidak patuh