HNP
-
Upload
amaliaturrahmah -
Category
Documents
-
view
132 -
download
9
Transcript of HNP
Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Syaraf ReferratProgram Pendidikan Dokter Universitas MulawarmanRSUD A.W.Sjahranie Samarinda
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS ( HNP )
OLEHAmaliaturrahmah06.55372.00315.09
PEMBIMBINGDr. Susilo Siswoto Sp.S, M.Pd, M.Si
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pinggang ialah bagian belakang badan yang mengemban bagian tubuh dari
thoraks ke atas dan perut. Secara anatomik pinggang adalah daerah tulang belakang
L-1 sampai seluruh tulang sakrum dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang
mempunyai fungsi yang sangat penting pada tubuh manusia. Fungsi penting tersebut
antara lain, membuat tubuh berdiri tegak, pergerakan, dan melindungi beberapa organ
penting.
Tiap ruas tulang belakang berikut dengan diskus intervertebralis sepanjang
kolumna vertebralis merupakan satuan anatomik dan fsiologik. Bagian depan yang
terdiri dari korpus vertebrae dan diskus intervertebralis berfungsi sebagai pengemban
yang kuat, tetapi cukup fleksibel serta bisa tahan terhadap tekanan-tekanan menurut
porosnya, dan yang menahan tekanan tersebut adalah nukleus pulposus. (praktek
umum)
Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak “Low
Back Pain” akibat proses degenerative. Biasanya mereka mengobatinya dengan pijat
urat dan obat-obatan gosok, karena anggapan yang salah bahwa penyakit ini hanya
sakit otot biasa atau karena capek bekerja. Penderita penyakit ini sering mengeluh
sakit pinggang yang menjalar ke tungkai bawah terutama pada saat aktifitas
membungkuk (sholat, mencangkul). Penderita mayoritas melakukan suatu aktifitas
mengangkat beban yang berat dan sering membungkuk.
Hernia Nucleus Pulposus mempunyai banyak sinonim antara lain : hernia disk
intervertebralis, rupture diskus, slipped disk, dan sebagainya. HNP merupakan salah
satu penyebab dari nyeri punggung bawah (NPB) yang penting. Prevalensinya
berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai
diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya NPB oleh karena HNP lumbalis akan
2
membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu. Tindakan pembedahan jarang diperlukan
kecuali pada keadaan tertentu.
1.2. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan
penulis khususnya mengenai Hernia Nukleus Pulposus mulai dari definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan radiologis, serta penatalaksanaan, dan komplikasi yang
ditimbulkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI1
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan
gangguan.
Gambar 2.1 Herniated Nucleus Pulposus
2.2 EPIDEMIOLOGI
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara
industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini
selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point
prevalence rata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling
sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke 2
untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di
rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
4
menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%.
Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17%.
Di Amerika insiden terjadinya HNP dapat ditemukan pada usia diatas 20
tahun. HNP dapat terjadi pada region cervical maupun lumbal, hal ini tergantung dari
kondisi dari setiap discus. HNP paling sering terjadi di daerah lumbalis (70-90 %)
sedangkan HNP di daerah servikalis sebanyak 10 persen di daerah thorax sangat
jarangn sekitar 1 persen. Sekitar 90% dari seluruh kejadian HNP lumbal terdapat pada
level L 4-5 dan L5-S1. Titik terlemah dari discus yang sering terjadi HNP adalah pada
posterolateral (49%), sedangkan pada posterocentral sekitar 8%, lateral <10%, dan
intraosseous (schmorl node) sekitar 14%.
Insiden HNP merata diseluruh dunia tidak tergantung dari ras, sedangkan
risiko antara wanita dan pria adalah sama. Usia dibawah 40 tahun jarang
menimbulkan keluhan, dan usia diatas 40 tahun sering berkaitan dengan degenerative
disk disease.
2.3 FAKTOR RISIKO
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya LBP:
1. Lifestyle seperti pengguna tembakau, kurangnya latihan atau olahraga, dan
juga inadekuat nutrisi yang dapat mempengaruhi kesehatan diskus.
2. Usia, perubahan biokimia yang natural menyebabkan diskus menjadi lebih
kering yang akhirnya menyebabkan kekakuan atau elastisitas dari diskus.
3. Postur tubuh yang tidak proposional yang dikombinasi dengan mekanisme
gerak tubuh yang tidak benar dapat menyebabkan stres dari lumbar spine.
4. Berat tubuh.
5. Trauma.
5
Beberapa membagi faktor risiko menjadi:
1. Faktor risiko fisiologis: usia 20-50 tahun, kurangnya latihan fisik,
postur tidak anatomis, kegemukan, scoliosis berat (kurvatura > 80°),
HNP, spondilitis, spinal stenosis, osteoporosis, merokok.
2. Faktor risiko lingkungan: duduk terlalu lama, terlalu lama menerima
getaran, terpelintir, olahraga (golf, tennis, senam dan sepak bola)
terlalu sering
3. Faktor risiko psikososial: ketidaknyamanan bekerja, depresi dan stress.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab LBP dapat dibagi menjadi:
1. Diskogenik (sindroma spinal radikuler).
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus pulposus
yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk suatu
protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan
kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan
jarang sekali pada daerah torakal. Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan
yang dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga,
gel dari nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus
sampai dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian
dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian
vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang
epidural.
Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik
secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.
Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus
berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi
ataupun kompresi akar saraf.3
6
2. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut
sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh
neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n. iskiadikus
dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka,
sendi pelvis sampai sepanjang jalannya n. iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).4
2.5 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia yang
dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5
tulang lumbal, 5 tulang bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx).
Gambar 2.2 Anatomi tulang vertebrae
7
Gambar 2.3 Lumbar
vertebrae
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang
terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. dan
bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua
“kaki” atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus
yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus
tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung
disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah
yang disebut foramen intervertebrale.
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum
longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.
Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi
8
gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar
kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Gambar 2.4 Ligamen-ligamen yang terdapat pada vertebre
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.
Gambar 2.5 Nucleus Pulposus
9
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri
adalah:
Lig. Longitudinale anterior
Lig. Longitudinale posterior
Corpus vertebra dan
periosteumnya
Articulatio zygoapophyseal
Lig. Supraspinosum
Fasia dan otot.
2.6 PATOGENESIS
HNP atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai
Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering
nyeri pugggung bawah akut, kronik atau berulang. Penonjolan, ruptur, pergeseran
adalah istilah yang digunakan pada nucleus yang terdorong keluar diskus. Apabila
nucleus mendapat tekanan, sedangkan nucleus berada diantara dua end plate dari
korpus vertebra yang berahadapan dan dikelilingi oleh annulus fibrosus maka tekanan
tersebut menyebabkan nucleus terdesak keluar, yang disebut Hernia Nucleus
Pulposus.
Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering terjadi pada satu
sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu
sisi. Penyebabnya sering oleh karena trauma fleksi, dan terutama trauma berulang
dapat mengenai ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus yang telah
mengalami proses degenarasi. Sciatica, yang ditandai dengan nyeri yang menjalar ke
arah kaki sesuai dengan distribusi dermatof saraf yang terkena, adalah gejala yang
pada umumnya terjadi dan ditemukan pada 40% dari pasien dengan HNP.
HNP dapat terjadi tiba-tiba ataupun perlahan-lahan. Empat step terjadinya
HNP adalah:
1) Degenerasi discus: perubahan kimia yang terkait
dengan usia menyebabkan discus menjadi lemah.
10
2) Prolapse: bentuk ataupun posisi dari dskus dapat
berubah yang ditunjukkan dengan adanya
menonjolan ke spinal canal. Hal ini sering pula
disebut dengan bulge atau protrusion.
3) Extrusion: nucleus pulposus keluar melalui
robekan dari annulus fibrosus.
4) Sequestration atau Sequestered Disc: nucleus
pulposus keluar dari annulus fibrosus dan
menempati sisi luar dari discus yaitu pada spinal
canal.
Lokasi HNP dapat bermanifestasi pada keadaan klinis yang berbeda
tergantung dari arah ekstrusi dari nucleus pulposus:
1. Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior, hal ini tidak mengakibatkanya
munculnya gejala yang berat kecuali nyeri.
2. Bila menonjolnya nukleus ke arah dorsal medial maka dapat menimbulkan
penekanan medulla spinalis dengan akibatnya gangguan fungsi motorik
maupun sensorik pada ektremitas, begitu pula gangguan miksi dan defekasi
yang bersifat UMN.
3. Bila menonjolnya ke arah lateral atau dorsal lateral, maka hal ini dapat
menyebabkan tertekannya radiks saraf tepi yang keluar dari sana dan
menyebabkan gejala neuralgia radikuler.
4. Kadangkala protrusi nukleus terjadi ke atas atau ke bawah masuk ke dalam
korpus vertebral dan disebut dengan nodus Schmorl.
2.7 GEJALA KLINIS
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
b. Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari punggung
dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
11
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat
batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang saat beristirehat atau berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
f. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota
badan bawah/tungkai
g. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi
permanen.
h. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.
2.8. DIAGNOSIS
2.8.1. Anamnesis
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari
bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Hal ini dikarenakan
mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi tungkai bagian belakang.
Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke
tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang
berat.
Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara
dua krista iliaka).
Nyeri Spontan
Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah
hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
12
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis
serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat
disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena
gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
- Fleksi kedepan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu
diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut
dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di
sebelahnya (jackhammer effect).
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
- Nyeri NPB pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda
menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau
spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.
b. Palpasi
- Adanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya.
13
- Palpasi sepanjang columna vertebralis (ada tidaknya nyeri tekan pada salah
satu procesus spinosus, atau gibus/deformitas kecil dapat teraba pada
palpasi atau adanya spasme otot para vertebral)
c. Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri
pinggang bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau
karena sebab yang lain.
1. Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu
saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan
sensorik dengan menentukan batas-batasnya, dengan demikian segmen
yang terganggu dapat diketahui.
2. Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen
mana yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai
segmen L4 maka musculus tibialis anterior akan menurun
kekuatannya, gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi
tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki
yang berjingkat, motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
3. Pemeriksaan refleks
Refleks tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor
neuron bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri
punggung bawah yang disebabkan HNP maka reflek tendon dari
segmen yang terkena akan menurun atau menghilang
4. Tes-tes.
a. Tes lasegue (straight leg raising test)
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf
spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan
dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu
14
dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan
ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis dan
nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat
modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam
keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra
lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda
laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin
besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian
juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda
pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8%
dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8%
pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia
dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan
dengan yang muda (<30 tahun).
b. Tes kernig
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi,
setelah sendi coxa 900 dicoba untuk meluruskan sendi lutut.
c. Patrick sign (FABERE sign)
FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external,
rotasi, extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu
diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan
penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa
nyeri maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya
coxitis.
d. Chin chest maneuver
15
Fleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini
akan mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis
spinalis. Akibatnya maka akar-akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga,
terutama yang berada di bagian thorakal bawah dan lumbal atas. Jika
terasa nyeri berarti ada gangguan pada akar-akat saraf tersebu
e. Tes valsava
pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri
16
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
2.8.3.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat meliputi pemeriksaan darah lengkap dan
juga pemeriksaan cairan otak. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa sekaligus menyingkirkan diagnosa banding. Darah rutin
dan urine rutin biasanya tidak spesifik, liquor cerebrospinalis biasanya normal.
Jika terjadi blok akan didapatkan peningkatan kadar protein ringan dengan adanya
penyakit diskus. Kecil manfaatnya untuk diagnosis.
2.8.3.2 Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos vertebre
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi
sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus,
penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan gambaran
tidak langsung dari degenerasi diskus seperti kehilangan ketinggian diskus
intervertebralis, vacuum phenomen* dalam bentuk gas di disk, dan osteofit
endplate
Gambar 2.6 *Gambaran vacuum phenomena
17
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos
tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan. Foto
polos tidak dapat
memperlihatkan
herniasi, tetapi digunakan
untuk menyingkirkan
kondisi lainnya misalnya,
fraktur, kanker, dan
infeksi.
Gambar 2.7 Gambaran Rontgen Polos Lumbal
2. CT scan
adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
3. Mielografi
Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
4 . MRI (akurasi 73-80%)
18
Merupakan pemeriksaan non-invasif, dapat memberikan gambaran secara
seksional pada lapisan melintang dan longitudinal. Biasanya sangat sensitif
pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps MRI tulang
belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda
ekuina. MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum
jelas ,kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan
lunak suntuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi,
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma. Pada MRI, HNP muncul
sebagai fokus, tonjolan asimetris bahan diskus melampaui batas-batas dari
anulus. HNP sendiri biasanya hipointense. Selain itu, fragmen bebas dari
diskus dengan mudah terdeteksi pada MRI.
5. Mielografi atau CT mielografi dan Tatau MRI adalah alat diagnostik
yang sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli
bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan
menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor.
Gambaran MRI dari HNP Gambaran Rontgen Fraktur Kompresi
19
6. Discography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis
dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan ke
dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus
fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus
bila ada suatu lesi dengan cara memasukkan jarum ganda untuk
menegakkan diagnosa. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah
tidak begitu populer lagi karena invasive.
2.9 PENATALAKSANAAN
Penanganan HNP dapat dilakukan dalam beberapa langkah penatalaksanaan
diantaranya adalah:
1. Perawatan non-farmakologis.
Bed rest total di tempat tidur yang padat dengan posisi yang relaks, lutut agak
ditekuk dan di bawah pinggang untuk HNP lumbalis selama 2-3 minggu
tergantung keparahannya. Pada fraktur kompresi, dapat menggunakan
thoracolumbar spinal orthoses, lumbosacral corsets, hyperextension braces, dan
hyperextension casting
2. Perawatan farmakologi
Pemberian obat analgesik
Obat-obatan NSAID
Obat-obatan pelemas otot (muscle relaxant)
Penenang minor atau major bila diperlukan.
3. Pembedahan
Pada HNP, dapat dilakukan tindakan:
Discectomy. Membuang sebagian ataupun keseluruhan intervertebral dics.
Laminotomy. Beberapa bagian lamina dibuang untuk mengurangi tekanan
pada saraf.
20
Laminectomy. Membuang keseluruhan lamina.
Sedangkan pada fraktur kompresi, dilakukan tindakan pembedahan jika:
15-25 derajat kifosis
40% kehilangan tingga vertebra
50% penyempitan kanal
Disertai cedera neurologis
Tindakan pembedahan, meliputi:
Pedicle screw fixation (untuk mempertahankan lordosis lumbal)
Posterior spinal fusion (cegah dekompresi kanal)
4. Perubahan gaya hidup
Melakukan pekerjaan sehari-hari secara ergonomic.
Menurunkan berat badan
5. Rehabilitasi
Aplikasi pemanasan di area yang nyeri.
Traksi tidak banyak membantu kecuali pasien menjadi lebih patuh di tempat
tidur.
TENS, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation.
Bila nyeri sudah berkurang dapat dilakukan latihan secara bertahap.
Pada mobilisasi diperlukan korset lumbal dan servikal
Berenang baik untuk pasca-HNP lumbalis namun tidak baik untuk HNP
servikal.
2.10 PROGNOSIS
Kebanyakan pasien penderita HNP -80 sampai 90%-akan membaik
keadaannya kepada aktivitas normal tanpa terapi yang agresif, dan dapat sembuh
sempurna dalam hitungan kira-kira 1-2 bulan. Tetapi sebagian kecil akan berlanjut
menjadi kronik nyeri punggung bawah walaupun telah menjalani terapi. Dan bila
berlanjut dengan adanya keluhan pada kontrol bowel dan bladder maka perlu
dipikirkan kembali untuk dilakukan tindakan bedah. Pada pasien yang dioperasi 90%
21
akan membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah
5% .
2.11 PENCEGAHAN
Bekerja atau melakukan aktifitas dengan aman, menggunakan teknik yang
aman. Mengontrol berat badan bisa mencegah trauma punggung atau pinggang pada
beberapa orang.
2.12 DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding dari LBP yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Disease or condition
Patient age (years)
Location of pain
Quality of pain
Aggravating or relieving faktors
Signs
Back strain 20 to 40 Low back, buttock, posterior thigh
Ache, spasm
Increased with activity or bending
Local tenderness, limited spinal motion
Acute disc herniation
30 to 50 Low back to lower leg
Sharp, shooting or burning pain, paresthesia in leg
Decreased with standing; increased with bending or sitting
Positive straight leg raise test, weakness, asymmetric reflexes
Osteoarthritis or spinal stenosis
>50 Low back to lower leg; often bilateral
Ache, shooting pain, "pins and needles" sensation
Increased with walking, especially up an incline; decreased with sitting
Mild decrease in extension of spine; may have weakness or asymmetric reflexes
Spondylolisthesis Any age Back, posterior thigh
Ache Increased with activity or bending
Exaggeration of the lumbar curve,
22
palpable "step off" (defect between spinous processes), tight hamstrings
Ankylosing spondylitis
15 to 40 Sacroiliac joints, lumbar spine
Ache Morning stiffness
Decreased back motion, tenderness over sacroiliac joints
Infection Any age Lumbar spine, sacrum
Sharp pain, ache
Varies Fever, percussive tenderness; may have neurologic abnormalities or decreased motion
Malignancy >50 Affected bone(s)
Dull ache, throbbing pain; slowly progressive
Increased with recumbency or cough
May have localized tenderness, neurologic signs or fever
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. HNP adalah keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan
gangguan
2. Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering
(90%) mengenai disk intervetebralis L5-S1, L4-L5
3. Untuk mendiagnosis HNP butuh pemeriksaan radiologi. MRI merupakan
pilihan dari berbagai pemeriksaan radiologi karena memiliki spesitifitas dan
sensitivitas yang tinggi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian Rakyat.
Jakarta. 2009
2. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999
3. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta 2002
4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
5. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru.Jakarta. 2006
6. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
7. Partono M. Mengenal Nyeri pinggang. http://mukipartono.com/mengenal-
nyeri-pinggang-hnp/ [diakses 8 April 2011]
8. Anonim. Hernia Nukleus Pulposus (HNP).
http://kliniksehat.wordpress.com/2008/10/02/hernia-nukleus-pulposus-hnp/
[diakses 8 April 2011]
9. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. In :
http://www.kalbe.co.id Sidharta, Priguna., 2004.
10. http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=130
Mansjoer, Arif, et all., 2007.
11. http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview diakses tanggal 8
April 2011
25
26