Hirschprung Disease
-
Upload
risdan-hardani-tjl -
Category
Documents
-
view
11 -
download
2
description
Transcript of Hirschprung Disease
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan berupa
aganglionik usus, mulai dari sphinter ani interna ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi, tetapi selalu masuk anus, setidak-tidaknya sebagian
rectum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional
[6,8,10]. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschprung
tahun 1886, dimana terdapat 2 kasus bayi meninggal dengan perut yang
gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh masa feses [8,10,14].
Salah satu komplikasi yang mungkin dan sering terjadi pada
Hirschprung’s disease adalah enterokolitis, yang dikenal sebagai
Hirschprung’s-associated enterocolitis (HAEC). Insidensi HAEC sendiri
mencapai 50% dengan angka mortalitas 30% [1]. Sedangkan dari hasil
survey terhadap 2824 bayi dan anak-anak penderita Hirschprung’s disease
di Amerika Utara dan Jepang, angka kejadian HAEC mendekati 1:4 kasus,
dengan angka kematian antara 6-30% [9,11]. Lama perawatan untuk
penderita HAEC sendiri menjadi 2 kali lebih lama bila dibandingkan dengan
Hirschprung’s disease tanpa enterokolitis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hirschprung’s Disease
Herald Hirschprung, seorang dokter bedah asal Swedia, pada tahun
1886, melaporkan kematian 2 orang pasiennya, masing-masing berumur 8
dan 11 bulan yang menderita konstipasi kronis, malnutrisi, dan enterokolitis.
Hirschprung meyakini penyakit ini sebagai megakolon kongenital. Teori
yang berkembang saat itu adalah diyakininya faktor keseimbangan saraf
sebagai penyebab kelainan ini, sehingga pengobatan diarahkan pada terapi
obat-obatan dan simpatomimetik [20]. Namun kedua jenis pengobatan ini
tidak memberikan perbaikan yang signifikan.
Valle, pada tahun 1920 sebenarnya telah menemukan adanya
kelainan pada patologi anatomi berupa absennya ganglion parasimpatik
pada pleksus mienterik dan pleksus sub-mukosa, namun saat itu
pendapatnya belum mendapatkan dukungan para ahli. Barulah pada 2
dekade kemudian, tahun 1938, Robertson dan Kermohan, mengemukakan
megakolon pada penyakit Hirschprung disebabkan oleh gangguan peristaltik
usus, mayoritas bagian distal, akibat defisiensi ganglion [10,20]. Kemudian
Swenson dan Fischer, pada tahun 1956, mengemukakan bahwa terdapat
hubungan antara enterokolitis dan penyakit Hirschprung, yang merupakan
penyebab mayor terjadinya morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-
anak penderita penyakit Hirschprung.
2.2 Gambaran Klinis
2.2.1 Neonatal
2
Ada trias gejala yang sering dijumpai yaitu pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau, dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda
klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari
pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah
hijau dan distensi abdomen biasanya berkurang manakala mekonium dapat
dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschprung, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi
[6,10,20].
2.2.2 Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan
3
colok dubur, biasanya feses keluar menyemprot, konsistensi semi liquid,
dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur,
sekali dalam beberapa hari, dan biasanya sulit untuk defekasi.
2.3 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran
obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus
halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam
menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke
arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi [10].
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium,
yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.
4
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces
kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat
menggumpal di daerah rektum dan sigmoid [6,10,20].
2.4 Hirschprung’s Associated with Enterocolitis (HAEC)
Bill dan Chapman adalah orang yang pertama kali secara akurat
menerangkan gejala klinis dari HAEC [1]. Mereka berhipotesis bahwa
penyebab dari penyakit ini adalah obstruksi mekanis yang mirip dengan
5
colitis yang berhubungan dengan obstruksi saluran pencernaan. Deskripsi
mereka telah membantu para ahli untuk waspada terhadap resiko tinggi dari
HAEC pada penderita penyakit Hirschprung.
Manifestasi klinis yang hadir antara lain berupa gejala klasik seperti
distensi abdomen, demam, dan feses berbau busuk [1]. Sedangkan gejala
lain yang dapat menyertai pasien Hirschprung dengan HAEC adalah
eksplosif diare, muntah, letargi, perdarahan rectal, bahkan shock [5].
Banyak kasus diare dan distensi abdomen sering salah didiagnosa sebagai
gastroenteritis atau obstruksi sphincter, yang sebenarnya adalah kasus
HAEC ringan. Dalam kasus HAEC juga bisa terdapat perforasi dari saluran
pencernaan proksimal sampai ke segmen aganglionik.
Tabel 1. Sign and symptom dari penyakit Hirschprung yang berkembang
menjadi enterokolitis (hasil penelitian terhadap 19 pasien yang menderita
HAEC, dari total populasi 80 pasien, di RS Anak Colombus, Ohio, antara
tahun 1975-1985) [22]
Untuk mendiagnosis HAEC, didasari dari gejala klinis klasik yang
timbul disertai dengan riwayat konstipasi yang dimulai pada awal kelahiran.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen disertai perkusi yang
hiperesonan. Pada colok dubur ditemukan gas dan feses yang menyembur.
Rontgen foto abdomen akan sangat membantu dimana dapat ditemukan
kolon proksimal yang distensi dengan gambaran toxic megacolon. Tanda
lain yang sangat membantu adalah “cut-off sign” pada regio recto-sigmoid
6
dengan absennya udara pada distal [5]. Tanda ini dapat dijumpai pada
semua penderita HAEC.
Clinical grading system for Hirschsprung's-associated
enterocolitis
Grade Clinical symptoms
IEksplosif diare ringan, distensi perut yang ringan atau moderate, tidak ada manifestasi sistemik
IIEksplosif diare sedang, distensi abdomen yang sedang hingga berat, manifestasi sistemik yang ringan.
IIIEksplosif diare ringan, distensi abdomen yang jelas, syok atau syok yang tertunda.
[23]
2.4.1 Patofisiologi
Adanya segmen usus aganglion menyebabkan gangguan pada
komposisi musin dan penurunan dari fungsi GALT sebagai pertahanan.
Sehingga bakteri yang terdapat di dalam intestin menempel pada epitel
intestine yang tidak terlindungi dan bakteri menginvasi epitel sehingga
menyebabkan reaksi inflamasi yang bermanifestasi sebagai gejala klinis
enterokolitis. Bila berlanjut dapat menyebabkan sepsis dan koagulopati [23].
7
[23]
Pathologic grading of HAEC
GradePathologic findings
0 Normal mucosa
I Crypt dilatation, mucin retention
II Cryptitis or < 2 crypt abscesses/HPF
III Multiple crypt abscesses/HPF
IV Fibrinopurulent debris and mucosal ulceration
V Transluminal necrosis or perforation
[23]
2.4.2 Insidensi HAEC
Insidensi HAEC sangatlah bervariasi dengan rata-rata 25 %,
namun cakupan kisaran ini masih sangat luas (17-50 %).
Report OverallTrisomy
21Incidence of
Long segmentPre-
pullthroughMX*
8
Kleinhaus 18% ns 25% 15% 30%
Ikeda ns ns 44.3%29.2%(24.3 to
44.3)1.8-
2.4%
Teitelbaum 24% 46% 29% 16% 16%
Elhalaby 33.9% 37.5% 55% not stated 0%
Rescorla 18% 26% 32% 6% 9%
Caneiro 32% 50% not different 16% 4%
Bill 50% ns 66% 45% 33%
Foster 17% ns 5% 10% 0%
Surana 30% 47% 38% 13% 10%
[23]
2.4.3 Faktor Resiko HAEC
Beberapa faktor telah dihubungkan dengan kejadian meningkatnya
enterokolitis pada penyakit Hirschprung. Faktor resiko tersebut adalah :
1. Keterlambatan diagnosa penyakit Hirschprung [19,22]
2. Riwayat terkena enterokolitis sebelumnya
3. Panjangnya segmen yang aganglionik
4. Trisomi kromosom 21
Untuk riwayat terkena enterokolitis sebelumnya, hal ini masih dalam
perdebatan, karena para ahli menyatakan bahwa infant yang pernah terkena
HAEC sebelumnya, maka di masa mendatang kemungkinan terkena
penyakit yang sama akan lebih besar [13], sedangkan pendapat lain
menyatakan bahwa jika infant terkena HAEC, maka akan terbentuk system
imun yang dapat menghalangi terjadinya HAEC [3,7,22].
9
Panjangnya segmen yang aganglion diyakini berhubungan dengan
terjadinya HAEC. Hal ini disebabkan karena komplikasi yang terjadi akibat
terjadinya obstruksi, dimana bila semakin panjang segmen aganglion, maka
derajat obstruksi akan semakin besar, sehingga insidensi HAEC akan
semakin meningkat. Namun hal ini masih belum sepenuhnya terbukti
[3,7,19,22].
Trisomi kromosom 21 merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
HAEC [4]. Hampir 45% dari infant yang terkena penyakit Hirschprung
kemudian menjadi HAEC memiliki trisomi kromosom 21 [22]. Hubungan
ini diduga berhubungan dengan defisiensi imun, baik humoral maupun
selular [2,12,17].
Tabel 2. Angka kejadian HAEC berhubungan dengan trisomi kromosom 21
(hasil penelitian terhadap 80 pasien di RS Anak, Colombus, Ohio, antara
tahun 1975-1985) [22]
2.4.4 Penatalaksanaan HAEC
Swenson (1964) menyarankan bahwa penatalaksanaan pada HAEC
adalah dekompresi pipa rectal. Resusitasi cairan dan elektrolit, wash-out
sebaiknya adalah penatalaksanaan awal pada yang menunjukkan adanya
HAEC. Seiring dengan wash-out juga diberikan antibiotic intravena atau
pada kasus yang ringan diberikan metronidazole peroral. Bila tidak ada
perbaikan atau keadaan umum memburuk dilakukan colostomy. Hal ini
10
sering terjadi pada Hirschprung yang mengenai segmen usus yang panjang,
dimana wash-out tidak efektif karena tidak mencapai proksimal dari usus
yang dilatasi [18].
2.5 Post Pull-Trough Enterocolitis
Angka kejadian dari post pull-through enterocolitis bervariasi,
antara 2% hingga 27%. Pada dua kelompok yang terbesar, angka kejadian
enterocolitis meningkat pada post pull-through metode Swenson. Post-
operative enterocolitis telah dihubungkan dengan angka mortalitas yang
tinggi. Bahkan, setelah dilakukan penelitian mengenai kematian yang
disebabkan oleh penyakit Hirschprung, dilaporkan sekitar 50% dari
kematian tersebut diakibatkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan
enterocolitis [23].
Enterokolitis yang didapat setelah prosedur pull-trough paling sering
sebagai akibat dari striktur anorektal. Pemeriksaan diagnostik standard yang
dapat menolong menjelaskan etiologi dari disfungsi prosedur pull-trough
yaitu barium enema, biopsi rectal, dan anal manometry [22] .
2.5.1 Profilaktik dan Penatalaksanaan HAEC Post Pull-Trough
2.5.1.1 Profilaktik HAEC Post Pull-Trough
Irigasi rektal dilakukan untuk profilaktik setelah prosedur pull-
trough definitif. Dilaporkan terdapat reduksi jumlah pasien yang menderita
enterokolitis post pull-trough yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena
washout dilakukan untuk dekompresi intestin, atau dapat mencegah distensi
kolon, atau dapat “membersihkan” organisme enteropatogenik pada lumen
kolon [15].
2.5.1.2 Penatalaksanaan HAEC Post Pull-Trough
11
Bila serangan berulang enterocolitis tetap terjadi setelah prosedur
definitif pull-trough, maka pemeriksaan mengenai mekanisme penyebab
harus dilakukan.
Diawali dengan kontras enema untuk meyakinkan tidak adanya
obstruksi pada neo-rectum [22] . Bila hasilnya normal, harus dilakukan
suction rectal biopsy untuk menyingkirkan retensi dari sejumlah kelebihan
usus yang aganglion [16]. Jika hasil biopsi normal, dipertimbangkan
dilakukan posterior anal myotomy atau myetomy.
[23]
12
BAB III
KESIMPULAN
Enterokolitis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada infant dan anak-anak dengan penyakit Hirschsprung.
Eliminasi enterokolitis pada neonatal memerlukan diagnosis
penyakit Hirschsprung dalam hari-hari pertama kehidupannya. Faktor resiko
yang signifikan untuk terjadinya HAEC diantaranya terlambatnya dalam
mendiagnosa dan adanya trisomi 21.
Meskipun neonatus dengan enterokolitis menjadi lebih lama dirawat
di rumah sakit, namun penyembuhan tanpa terjadinya episode rekurensi
HAEC dapat diantisipasi.
Jadi, pengenalan terhadap adanya HAEC merupakan hal yang
penting baik dalam usaha pencegahan maupun dalam usaha penatalaksanaan
untuk intervensi awal.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Bill AH, Chapman ND. The enterocolitis of Hirschsprung's disease.
Its natural history and treatment. Am J Surg 1962; 103:70-74.
2. Burgio, G., A. Ugazio, L. Nespoli, and R. Maccario. 1983. Down's
syndrome: a model of immunodeficiency. In Primary
Immunodefiency Disease. R. Wedgwood, F. Rosen and N. Paul,
editors. Liss, New York. 325.
3. Caneiro, P., R. Brereton, D. Drake, E. Kiely, L. Spitz, and R.
Turnock : Enterocolitis in Hirschsprung's disease. Pediatr Surg Int,
7:356, 1992.
4. Caniano, D.A., D.H. Teitelbaum, and S.J. Qualman : Management of
Hirschsprung's disease in children with Trisomy 21. Am J Surg,
159:402, 1990.
5. Elhalaby, E.A., A.G. Coran, C.E. Blane, R.B. Hirschl, and D.H.
Teitelbaum : Enterocolitis associated with Hirschsprung's disease: A
clinical-radiological characterization based on 168 patients. J Pediatr
Surg, 30:76, 1995.
6. Fonkalsrud. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis
H, editors. Maingot’s Abdominal Operation. 10th ed. New York:
Prentice-Hall intl.inc.;1997.p.2097-105.
7. Foster, P., G. Cowan, and E. Wrenn, Jr. : Twenty-five years'
experience with Hirschsprung's disease. J Pediatr Surg, 25:531,
1990.
8. Heikkinen M, Rintala R, Luukkonen. Longterm anal spincter
performance after surgery for Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg
1997; 32: 1443-6.
14
9. Ikeda K, Goto S. Diagnosis and treatment of Hirschsprung's disease
in Japan. An analysis of 1628 patients. Ann Surg 1984;199:400-405.
10. Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur
Swenson dan Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI.
1993.
11. Kleinhaus S, Boley SJ, Sheran M, et al. Hirschsprung's disease. A
survey of the members of the Surgical Section of the American
Academy of Pediatrics. J Pediatr Surg 1979; 14:588-597.
12. Levin, S. 1987. The immune system and susceptibility to infections
in Down's syndrome. In Oncology and immunology in Down's
Syndrome. E. McCoy and C. Epstein, editors. Alan R. Liss, New
York. 143.
13. Lifschitz, C.H., and R. Bloss : Persistence of colitis in
Hirschsprung's disease. J Pediatr Gastroenterol Nutr, 4:291, 1985.
14. Lister J. Complications of Paediatric Surgery. London: Bailliere
Tindal; 1996. p.133-42.
15. Marty, T.L., T. Seo, J.J. Sullivan, M.E. Matlak, R.E. Black, and
D.G. Johnson : Rectal irrigations for the prevention of postoperative
enterocolitis in Hirschsprung's disease. J Pediatr Surg, 30:652, 1995.
16. Moore, S.W., A.J. Millar, and S. Cywes : Long-term clinical,
manometric, and histological evaluation of obstructive symptoms in
the postoperative Hirschsprung's patient. J Pediatr Surg, 29:106,
1994.
17. Nair, M., and S. Schwartz : Association of decreased T-cell-
mediated natural cytotoxicity and interferon production in Down's
syndrome. Clin Immunol immunopathol, 33:412, 1984.
18. Rehbein, F., H. Halsband, and S. Hofmann : [Hirschsprung's disease
with a long narrow segment]. Dtsch Med Wochenschr, 94:708, 1969.
15
19. Surana, R., F. Quinn, and P. Puri : Evaluation of risk factors in the
development of enterocolitis complicating Hirschsprung's disease.
Pediatr Surg Int, 9:234, 1994.
20. Swenson, O., and J.H. Fisher : Hirschsprung's disease during
infancy. Surg Clin North Am, 36:115, 1956.
21. Swenson, O., J. Sherman, J. Fisher, and E. Cohen : The treatment
and postoperative complications of congenital megacolon: a 25 year
follow-up. Ann Surg, 182:266, 1975.
22. Teitelbaum, D.H., S.J. Qualman, and D.A. Caniano : Hirschsprung's
disease. Identification of risk factors for enterocolitis. Ann Surg,
207:240, 1988.
23. http://www.um-pediatric-surgery.org/
16