Hipertiroid

25
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Suirat Umur : 47 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Kp Pasir Awi RT 4 RW 1 Kel. Banjaragung Kec. Cipocok Status : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga II. ANAMNESA Autoanamnesa pada tanggal 24 Oktober 2015, pukul 05.30 WIB di ruang cempaka kamar 1. Keluhan Utama: Nyeri ulu hati Keluhan Tambahan: Panas, nyeri pinggang Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang pasien datang ke IGD RSUD dr. Drajat Prawirangara Serang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 22 hari SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar, dan semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pinggang dan panas sejak 22 hari SMRS, panas naik turun, panas dirasakan naik setiap malam hari. Pasien juga diare 5 kali/hari sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Sekali BAB sedikit, ± ½ aqua gelas, tidak terdapat darah, berwarna hijau, tidak terdapat lendir. Mual-muntah -. BAK biasa. Batuk, pilek, gusi berdarah, BAB hitam, mimsan, disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh tidak bisa tidur 3 hari 3 malam. Pasien merasa pusing dan lelah. Pasien mengaku akhir-akhir ini sering berkeringat, tidak nafsu makan, dan berat badan turun. Riwayat OAT disangkal.

description

CASE 2 state int, hyperthyroid

Transcript of Hipertiroid

Page 1: Hipertiroid

I. IDENTITAS PASIENNama : Ny. SuiratUmur : 47 tahunJenis Kelamin : PerempuanAlamat : Kp Pasir Awi RT 4 RW 1 Kel. Banjaragung Kec. CipocokStatus : Sudah menikahAgama : IslamPekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESAAutoanamnesa pada tanggal 24 Oktober 2015, pukul 05.30 WIB di ruang cempaka kamar 1.

Keluhan Utama:Nyeri ulu hati

Keluhan Tambahan:Panas, nyeri pinggang

Riwayat Penyakit Sekarang :Seorang pasien datang ke IGD RSUD dr. Drajat Prawirangara Serang dengan

keluhan nyeri ulu hati sejak 22 hari SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar, dan semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pinggang dan panas sejak 22 hari SMRS, panas naik turun, panas dirasakan naik setiap malam hari. Pasien juga diare 5 kali/hari sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Sekali BAB sedikit, ± ½ aqua gelas, tidak terdapat darah, berwarna hijau, tidak terdapat lendir. Mual-muntah -. BAK biasa. Batuk, pilek, gusi berdarah, BAB hitam, mimsan, disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh tidak bisa tidur 3 hari 3 malam. Pasien merasa pusing dan lelah. Pasien mengaku akhir-akhir ini sering berkeringat, tidak nafsu makan, dan berat badan turun. Riwayat OAT disangkal.

Sebelumnya pasien pernah ke klinik dan puskesmas, didiagnosis tipes. Pasien mengaku sebelumnya pernah operasi tumor di leher, mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, DM, dan jantung.

Riwayat Penyakit Dahulu :Diabetes Mellitus (+)Riwayat operasi tumor pada leherHipertensi (+)Jantung (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada.

Page 2: Hipertiroid

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : SedangKesadaran : Compos mentisTanda-tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit, irregulerRespirasi : 28x/menitSuhu : 36,9°C

IV. STATUS GENERALIS Kepala

Normochepal Mata

Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Edema palpebral -/-, RCL/RCTL +/+, Mata tampak menonjol keluar

HidungBentuk normal, nyeri tekan sinus frontalis dan maxilaris -, krepitasi -, septum deviasi -, pernapasan cuping hidung -.

MulutBibir pucat -, lidah kotor -.

TelingaBentuk normal, nyeri tragus -, serumen -, keluar berupa cairan atau darah dari liang telinga -.

LeherPembesaran kelenjar getah bening -, pembesaran tiroid +, JVP tidak

ThoraksSimetris saat statis dan dinamis, retraksi -

PulmoVesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

CORBunyi jantung I & II irregular, gallop -, murmur -.

AbdomenPerut datar, bising usus +, supel, nyeri tekan epigastrium +, nyeri perut kuadran kiri bawah +, pembesaran hepar dan lien -

EkstremitasAkral hangat, edema tungkai -.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Lab (24/10/2015)1. Hematologi

Heamoglobin : 10 g/dLLeukosit : 14.460/LHematokrit : 29,20%Trombosit : 88.000/LNeutrofil Batang : 0%

Page 3: Hipertiroid

Neutrofil Segmen : 84%Limposit : 10%Monosit : 6%Eosinofil : 0%Basofil : 0%Laju Endap Darah : 5mm/jam

2. Kimia DarahGula Darah Puasa : 75 mg/dLCholestrol : 79 mg/dLHDL : 11 mg/dLLDL : 46,6 mg/dLTrigliserid : 107 mg/dLProtein total : 5,8 g/dLAlbumin : 2,1 g/dLGlobulin : 3,7 g/dLSGOT : 21 U/LSGPT : 29 U/LCreatinin : 0,50 mg/dLAsam urat : 5,4 mg/dLNatrium : 131,5 mmol/LKalium : 3,1 mmol/LKlorida : 97 mmol/L

3. SerologiTSH : < 0,10 uIU/mLT4 : 170,46 nmol/L

VI. DIAGNOSISDiagnosis Kerja :

- Hipertiroid- CHF susp. Thyroid heart disease- Atrial Fibrilasi

VII. PENATALAKSANAANIVFD RL 20 tpmOmeprazol 2 x 1 ampPTU 3 x 200 mgPropanolol 2 x 20 mgAspilet 1 x 80 mgParacetamol 3 x 1 tablet jika demam

VIII. PROGNOSIS

Page 4: Hipertiroid

Ad Vitam : Dubia ad bonamAd Functionam : Dubia ad bonamAd Sanationam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: Hipertiroid

HIPERTIROID

1. DEFINISIHipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid

yang hiperaktif. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis yang kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sekitar 60-80% penaykit graves (PG) merupakan penyebab hipertiroidisme yang tersering.

Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali adalah struma (hipertrofi dan hyperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.

2. KLASIFIKASIBerdasarkan letak anatomi hipertiroid dibagi menjadi:

1. Hipertiroid primer, apabila kelainan terjadi di kelenjar tiroid2. Hipertiroid sekunder, apabila letak kelainan di luar kelenjar tiroid.

Kelainan

ini bisa timbul secara spontan ataupun akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan.

3. ETIOLOGIBerdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa

kategori, secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic adenoma, dan multinodular goiter. A. Graves’ Disease

Sekitar 80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease, biasanya terjadi pada usia 20–40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe 1.

Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid. Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr) sehingga memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal.

TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan

Page 6: Hipertiroid

umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine.

B. Toxic AdenomaSekitar 2–9% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan karena

hipertiroidisme jenis ini. Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat memproduksi hormon tiroid dan sebagian besar tidak muncul gejala atau manifestasi klinik seperti Graves’ disease. Nodul didefinisikan sebagai massa berupa folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi oleh kerja TSH. Menurut Gharib et al (2007), hanya 3–7% pasien dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20–76% pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound. Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi.

Sebagian besar nodul yang ditemukan pada kasus toxic adenoma bersifat benign (bukan kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang ditemukan. Namun apabila terjadi pembesaran nodul secara progresif disertai rasa sakit perlu dicurigai adanya pertumbuhan kanker.

Munculnya nodul pada tiroid lebih banyak ditemukan pada daerah dengan asupan iodine yang rendah. Menurut Paschke (2011), iodine yang rendah menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida di dalam kelenjar tiroid yang akan menyebabkan mutasi. Hal ini sesuai dengan Tonacchera dan Pinchera (2010), yang menyatakan pada penderita hipertiroidisme dengan adanya nodul ditemukan adanya mutasi pada reseptor TSH.

C. Toxic Multinodular GoiterSecara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma

karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan, namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.

D. Hipertiroidisme SubklinisSekitar 1% kasus hipertiroidisme disebabkan hipertiroidisme subklinis.

Pada hipertiroidisme sub klinis, kadar TSH ditemukan rendah disertai kadar T4 dan T3 bebas atau total yang normal. Menurut Ghandour (2011), 60%

kasus hipertiroidisme subklinis disebabkan multinodular goiter. Pada pasien yang menderita hipertiroidisme subklinis dapat ditemukan gejala klinis yang tampak pada pasien overt hyperthyroidism.

Tabel 1. Penyebab TirotoksikosisPenyebab TirotoksikosisHipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme

Page 7: Hipertiroid

Hipertirodisme Sekunder Penyakit Graves Gondok multinodula

toksik Adenoma toksik Obat: Yodium lebih,

litium Karsinoma tiroid

yang berfungsi Struma ovarii

(ektopik) Mutasi THS-r, Gs

Hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis faktisia)

Tiroiditis subakut (viral atau De Quervain)

Silent thyroiditis Destruksi kelenjar:

amiodaron I-131, radiasi,

adenoma, infark

TSH-Secreting tumor chGH secreting tumor

Tirotoksikosis gestasi (trimester pertama)

Resistensi hormon tiroid

4. PATOFISIOLOGIPatogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini belum diketahui secara

pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme

tersebut. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves’ dikelompokkan ke

dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves’. Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan TSH reseptor (TSH-R).

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.

Page 8: Hipertiroid

Gambar 1. Patogenesis Hipertiroid

5. MANIFESTASI KLINIKPenyakit graves terdiri atas tirotoksikosis struma difus, oftalmopati

(NOSPECS), dermopati (myxedema lokal), dan akropakia, walaupun kedua komponen terakhir sangat jarang ditemukan.

Hormon tiroid memiliki peranan yang vital dalam mengatur metabolisme tubuh. Peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah memacu peningkatan kecepatan metabolisme di seluruh tubuh. Salah satu gejala yang umum ditemui pada penderita hipertiroid adalah intoleransi panas dan berkeringat berlebihan karena peningkatan kadar tiroid memacu peningkatan basal metabolic rate. Selain itu hipertiroidisme juga mempengaruhi sistem kardiorespiratori menyebabkan kondisi palpitasi, takikardi dan dyspnea umum ditemukan pada pasien hipertiroidisme.

Akibat stimulasi sistem saraf adrenergik berlebihan, muncul gejala-gejala psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung dan insomnia. Peningkatan kecepatan metabolisme menyebabkan pasien hipertiroidisme cepat merasa lapar dan nafsu makan bertambah, namun demikian terjadi penurunan berat badan secara signifikan dan peningkatan frekuensi defekasi. Pada pasien wanita dapat terjadi gangguan menstruasi berupa oligomenorrhea, amenorrhea bahkan penurunan libido.

Pada pasien Graves’ disease, gejala klinis juga dapat berupa inflamasi dan edema di otot mata (Graves’ ophtalmopathy) dan gangguan kulit lokal (myxedema). Mekanisme terjadinya Graves’ ophtalmopathy dan myxedema

Page 9: Hipertiroid

belum diketahui secara pasti namun diperkirakan pada keduanya terjadi akumulasi limfosit yang disebabkan oleh aktivasi sitokin pada fibroblast.

Tabel 2. Gejala Penyakit Graves Berdasarkan Sistem OrganSistem Organ GejalaUmum Mudah lelah, lemahNeuropsikiatrik Gelisah, insomnia, irritableMata Mata berair, fotofibia, sensasi benda asing, nyeri, mata

meninjol, pandangan ganda, gangguan penglihatan.Kardiovaskular Berdebar-debar, sesak saat aktivitas, edema, nyeri

dadaRespiratorik Sesak napasGastrointestinal Peningkatan motilitas usus, sering buang air besarRenal Poliuria, polydipsiaReproduksi Gangguan siklus menstruasi, perubahan volume

menstruasi, impotensi, ginekomastiaNeuromuskular Tremor, mudah lelah, kelemahan otot proksimal,

kadang terjadi paralisis periodicSkeletal Nyeri punggung, riwayat fraktur, mudah lelahHematologi Mudah memarMetabolik Tidak tahan panas, penurunan berat badan, nafsu

makan tetap atau meningkat, control gula pada pasien diabetes memburuk

Dermatologi Miksedema lembab, berkeringat, onikolisis, alopesia, vitiligo, mixedema pretibial

6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGPenyakit Graves ditegakkan apabila ditemukan trias berikut: tirotoksikosis

disertai struma disfus dan oftalmopati.A. Anamnesis

Pada anamnesis, ditanyakan gejala-gejala tirotoksikosis yang dialami pasien seperti pada manifestasi klinik. Pada pasien lanjut usia, gejala yang timbul mungkin hanya berupa kelelahan dan penurunan berat badan, yang disebut dengan tirotoksikosis apatetik.

B. Pemeriksaan FisikGejala toksik pada pemeriksaan fisik dapat berupa: retraksi atau lag

kelopak mata, eksoftalmus, takikardi, fibrilasi atrial, ginekomastia, tremor, kulit yang hangat dan lembab, kelemahan otot, dan myopati proksimal.

Pemeriksaan neurologi menunjukkan adanya peningkatan refleks, wasting otot, dan myopati proksimal yang tidak disertai fasikulasi. Pemeriksaan kelenjar tiroid ditemukan pembesaran difus yang disertai bruit akibat peningkatan vaskularisasi kelenjar tiroid.

Page 10: Hipertiroid

C. Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan TSH dan

peningkatan FT4. Pemeriksaan radiologi dan EKG dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta/pengikut. Pemeriksaan FT3 dilakukan pada kondisi klinis tirotoksikosis namun hasil pemeriksaan FT4 normal. Kondisi ini dapat dijumpai pada T3 toksikosis.

1. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan hormon yang

diproduksi oleh hipofisis untuk menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Pada kondisi normal terdapat negative feedback pada pengaturan sekresi TSH dan hormon tiroid di sistem pituitary-thyroid axis. Apabila kadar hormon tiroid di aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan mengurangi sekresi TSH yang pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid kembali normal. Sebaliknya apabila kadar hormon tiroid rendah maka hipofisis akan mensekresi TSH untuk memacu produksi hormon tiroid.

Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan darah lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid

Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder atau yang disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang

normal sehingga pemeriksaan serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan.

2. T4 dan T3Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)

direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya.

Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3 dan TSH untuk

mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid.

Page 11: Hipertiroid

Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui

etiologi hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20

karena lebih banyak T3 yang disintesis pada kelenjar tiroid hiperaktif

dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada pasien

painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4< 20.

Menurut Beastall et al (2006), monitoring pada pasien hipertiroidisme yang menggunakan obat anti tiroid tidak cukup hanya ditegakkan dengan pemeriksaan kadar TSH. Hal ini disebabkan pada pasien hipertiroidisme terutama Graves’ disease kadar TSH ditemukan tetap rendah pada awal pemakaian obat anti tiroid sehingga untuk melihat efektivitas terapi perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 bebas.

3. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau

Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang biasanya diukur dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb), thyroid stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody (anti-TgAb). Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’ disease.

Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post partum. Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post partum.

4. Radioactive Iodine UptakeIodine radioaktif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui

berapa banyak iodine yang digunakan dan diambil melalui transporter Na+

/I-

di kelenjar tiroid. Pada metode ini pasien diminta menelan kapsul atau cairan yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur setelah periode tertentu, biasanya 6 atau 24 jam kemudian.

Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’ disease, toxic adenoma dan toxic multinodular goiter akan terjadi peningkatan uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau menyusui.

5. ScintiscanningScintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan

menggunakan unsur radioaktif. Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid

scintiscanning adalah radioiodine (I131

) dan technetium (99m

TcO4-).

Page 12: Hipertiroid

Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik dibandingkan dengan penggunaan radioiodine.

Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme. Menurut Gharib et al (2010), indikasi perlunya dilakukan scintiscanning di antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar TSH rendah dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat diketahui etiologi nodul tiroid pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold (fungsinya rendah).

6. Ultrasound ScanningUltrasonography (US) merupakan metode yang menggunakan

gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat. Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama pada kasus hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid (Gharib et al, 2010).

7. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid

(biopsi) dengan menggunakan jarum yang sangat tipis. Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker).

Menurut Ghorib et al (2011) pada pasien dengan nodul berukuran kecil yang tidak tampak atau tidak teraba, maka FNAC perlu dilakukan dengan bantuan ultrasonography. Selain itu penggunaan bantuan ultrasonography juga disarankan pada kondisi pasien dengan multinodular goiter dan obesitas.

DIAGNOSIS BANDING

Tabel 3. Diagnosis Banding TirotoksikosisTirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme primer Hipertiroidisme

Page 13: Hipertiroid

hipertiroidisme sekunderSilent thyroiditis Mutasi TSH- r1, G5 Resistensi hormone

tiroidDestruksi kelenjar: I-131, amiodaron, infark, adenoma, radiasi

Karsinoma tiroid yang berfungsi

Tirotoksikosis gestasional (trimester pertama)

Tiroiditis subakut (De Quervain, viral)

Obat: litium, yodium chGH secreting tumor

Tirotoksikosis faktisia (keadaan hormone tiroid berlebih)

Adenoma toksik TSH-secreting tumor

Struma ovarii (ektopik)Gondok multinodular toksikPenyakit Graves

7. PENATALAKSANAANPrinsip pengobatan: tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien,

riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, risiko pengobatan, dsb. Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktif maupun tiroidektomi adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke level normal serta mencapai kondisi remisi

A. Tirostatika (Obat Anti Tiroid).Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai

kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Obat yang terpenting adalah kelompok derivate tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivate tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6 jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel plasenta dan air susu ibu. Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air susu. Dengan propranolol dan tiamazol aktivasi endotel putih menjadi normal, OAT juga menghambat HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik. Pemakaian teratur dan lama dosis besar tionamid berefek imunosupresif intratiroidal. Dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ, atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.

Ada dua metoda yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT, yaitu:

Page 14: Hipertiroid

1. Berdasarkan titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.

2. Blok-substitusi: pasien diberi dosis besar terus menerus dan apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormone tiroksin hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali.

Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5-20 mg perhari. Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3 x 100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor- faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.

Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia. Keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis dan yang paling ditakuti yaitu agranulositopenia jarang terjadi. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotik.

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih

modalitas pengobatan yang lain seperti I atau operasi. Bila timbul efek

samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba diganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.

Tabel 4. Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan tirotoksikosis

Page 15: Hipertiroid

Kelompok Obat Efeknya Indikasi

Obat Anti Tiroid

Propiltiourasil (PTU)

Metilmazol (MMI)

Karbimazol (CMZ MMI)

Antagonis adrenergic-β

Menghambat

sintesis hormone

tiroid dan berefek

imunosupresif

(PTU juga

menghambat

konversi T4 T3

Pengobatan lini

pertama pada

Graves. Obat

jangka pendek

prabedah/pra-RAI

B-adrenergic-antagonis

Propanolol

Metoprolol

Atenolol

Nadolo

Mengurangi

dampak hormone

tiroid pada

jaringan

Obat tambahan

kadang sebagai

obat tunggal pada

tiroiditis

Bahan mengandung Iodine

Kalium iodida

Solusi Lugol

Natrium Ipodat

Asam Iopanoat

Menghambat

keluarnya T4 dan

T3.

Menghambat T4

dan T3 serta

produksi T3

ekstratiroidal

Persiapan

tiroidektomi. Pada

krisis tiroid bukan

untuk penggunaan

rutin.

Obat lainnya

Kalium perklorat

Litium karbonat

Glukokortikoids

Menghambat

transport yodium,

sintesis dan

keluarnya

hormone.

Memperbaiki efek

hormone di

jaringan dan sifat

imunologis

Bukan indikasi

rutin pada subakut

tiroiditis berat, dan

krisis tiroid.

B. TiroidektomiPrinsip umum: operasi baru dikerjakan jika keadaan pasien eutiroid,

klinis maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali sehari, 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks

Page 16: Hipertiroid

mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme, atau residif.

C. Yodium RadioaktifPengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi

pilihan utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan

isotop iodine, yang paling umum digunakan adalah131

I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan. RAI dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi.

Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI diantaranya adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy dan peningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien dengan hipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien berusia lanjut,

atau pada pasien dengan risiko komplikasi hipertiroidisme perlu diberikan obat anti tiroid hingga mencapai kondisi euthyroid

Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Kontraindikasi ialah graviditas, Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas.

8. KOMPLIKASIKomplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis

tiroroksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 F), dan apabila tidak diobati, kematian penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves, dermopati Graves, infeksi.

Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pada orang Asia dapat terjadi episode paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau karbohidrat dan adanya hypokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi.

Page 17: Hipertiroid

Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi, berkurangnya jumlah sperma, dan ginekomastia.

9. PROGNOSISApabila tidak ditatalaksana optimal, kondisi tirotoksikosis akan

mengakibatkan berbagai komplikasi, seperti penyakit jantung tiroid, artimia, krisis tiroid, dan eksoftalmus maligna. Terjadinya remisi dipengaruhi oleh bebrbagai fakor. Faktor sebelum pengobatan meliputi ukuran struma, kadar hormone sebelum diobati, usia, jenis kelamin, oftalmopati, dan kebiasaan merokok. Selain itu faktor pengobatan seperti durasi, dosis, repon, dan regimen terapi juga berpengaruh terhadap remisi.