PresRef HIPERTIROID

39
KATA PENGANTAR Puji, puja dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan referat ini dalam memenuhi kewajiban tugas pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Pusat. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Jusi Susilawati, sp.PD yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar lebih banyak tentang Hipertiroid sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini. Saya menyadari dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat kekurangan, maka saya dengan lapang dada menerima koreksi, kritikan dan saran yang membangun demi terciptanya hasil yang lebih baik. Saya berharap presentasi kasus ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. 1

Transcript of PresRef HIPERTIROID

Page 1: PresRef HIPERTIROID

KATA PENGANTAR

Puji, puja dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-

Nya yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan referat ini dalam

memenuhi kewajiban tugas pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Pasar

Rebo, Jakarta Pusat.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Jusi Susilawati, sp.PD yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar lebih banyak tentang Hipertiroid

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat kekurangan,

maka saya dengan lapang dada menerima koreksi, kritikan dan saran yang membangun demi

terciptanya hasil yang lebih baik. Saya berharap presentasi kasus ini dapat memberikan

sumbangan pikiran dan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2012

Penulis

1

Page 2: PresRef HIPERTIROID

ANATOMI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir

bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama

dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah

bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk

sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini

akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi

kelenjar disepanjang jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah.

Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau menutupnya duktus akan ada kemungkinan

terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal , persistensi duktus tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal,

sedangkan desensus yang terlalu jauh akan memberikan tiroid substernal. Branchial pouch keempat

pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang

memproduksi kalsitonin.

2

Page 3: PresRef HIPERTIROID

Gambar 1 : anatomi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus

sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada

usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada

fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya

kelenjar kearah kranial. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu

bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke kelenjar

berasal dari a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi

oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke

kelenjar getah bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefalikus.

Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari tiroid.

Gambar 2 : anatomi kelenjar tiroid

FISIOLOGIS KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh.

Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui 2 cara :

1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.

2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.

Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk menghasilkan

hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang terdapat di dalam makanan

dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan kira-kira sepertiga hingga

setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon

tiroid dibentuk melalui penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang

3

Page 4: PresRef HIPERTIROID

disebut tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin. Kompleks

yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk

membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :

1. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya memiliki efek

yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.

2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu triiodotironin

(T3).

T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk T3 dan empat

untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam darah adalah T4, tetapi T3

secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu

protein plasma.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping

Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel.

Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum

dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.

Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam

serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini

dirangsang oleh TSH.

2. Oksidasi

Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi

terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah

iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk

monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).

Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi

kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin

sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3

akan lebih banyak daripada T4.4

Page 5: PresRef HIPERTIROID

3. Coupling

Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk

dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk

triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini

disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada

ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke

dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)

Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di

dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan

dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Deiodinasi

Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan

mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini

dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

6. Proteolisis

TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di

dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes

koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta

deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)

Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian

ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding

Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25%

dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada

ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar

hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada

seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik 5

Page 6: PresRef HIPERTIROID

cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa

yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati

yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas

akan meningkat.

Gambar 3 : fisiologi hormon tiroid

Efek Primer Hormon Tiroid

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek primer hormon

tiroid adalah:

6

Page 7: PresRef HIPERTIROID

1. Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein,

lemak, dan karbohidrat.

2. Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran. Kedua fungsi bertujuan untuk

meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi peningkatan laju metabolisme basal,

pembakaran kalori, dan peningkatan produksi panas oleh setiap sel.

3. Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga meningkatkan

frekuensi jantung.

4. meningkatkan responsivitas emosi.

5. Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan kontraksi

otot rangka.

6. Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh dan

dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

Gambar 4 : Pengaruh hormon tiroid terhadap tubuh

Pengaturan Faal Tiroid

Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

7

Page 8: PresRef HIPERTIROID

Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus.

TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle Stimulating Hormone

(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)

TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan

iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon

Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain berefek pada

hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis

terhadap rangsangan TRH.

Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.

Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar

hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon

tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH

dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka

kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.

EVALUASI KELENJAR TIROID

Pada pasien yang mengalami pembesaran kelenjar tiroid (goiter), pemeriksaan kelenjar

sangatlah penting dan dapat ditunjang dengan memilih tes fungsi tiroid yang optimal, seorang ahli

bedah harus mengetahui metode yang sistematis untuk melakukan pemeriksaan, yang harus

diperhatikan pada pemeriksaan adalah besar, konsistensi, penampang, perlengketan pada trakea

dari kelenjar tiroid, serta melakukan palpasi pada KGB daerah servikal.

Serum T3, T4, TSH dapat diperiksa secara akurat dengan radioimmunoassay, T4 juga dapat

diperiksa dengan metode competitive protein binding. Dengan tes sensitive TSH dapat digunakan

untuk mengetahui keadaan pasien dengan hipertiroid atau hipotiroid, Pengukuran T3RU secara in

vitro dapat secara langsung mengetahui konsentrasi dari tiroksin binding globulin di dalam serum.

Pengukuran serum T4 dan TSH menggunakan tes sensitive tinggi TSH merupakan cara

terbaik dalam menentukan fungsi tiroid, pengukuran T3 biasanya di barengi dengan pemeriksaan

8

Page 9: PresRef HIPERTIROID

T3RU untuk mengkoreksi pertukaran ikatan protein. Sebagai contoh pada pasien yang hamil atau

sedang mengkonsumsi esterogen yang tinggi terdapat peningkatan T4 tetapi T3Runya menurun, jadi

nilai tiroid indexnya normal (T4 x T3RU). Pengukuran kadar T3 dilakukan pada pasien dengan

kecurigaan hipertiroidism.

HIPERTIROID

1. PENGERTIAN

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan

kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan

biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh

metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson: 337)

Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid

bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam

darah.

Hipertiroidisme adalah kadar TH yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi

akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J. Corwin: 296).

2. KLASIFIKASI

1. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)

Kondisi yang disebabkan,  oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh

dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar

tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus.

9

Page 10: PresRef HIPERTIROID

Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya

dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor

keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan

tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.

2. Nodular Thyroid Disease

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak

disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya

timbul seiring dengan bertambahnya usia.

3. Subacute Thyroiditis

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan

mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.

Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada

beberapa orang.

d. Postpartum Thyroiditis

Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan

terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara

perlahan-lahan.

4. ETIOLOGI

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid

autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan.

Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:

1. Toksisitas pada strauma multinudular

2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)

3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)

10

Page 11: PresRef HIPERTIROID

4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-

TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)

5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan

dengan hipertiroid sementara pada fase awal.

6. PATOFISIOLOGI

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada

kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari

ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke

dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan

dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa

kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang

“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang

disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran

yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi

cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien

hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini

mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,

berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid

yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar

hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar

batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.

Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat

hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas

normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita

hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang

mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya

tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami

11

Page 12: PresRef HIPERTIROID

gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah

satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan

reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot 

ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

7. MANIFESTASI KLINIS

Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut,

lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada

beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering

timbul antara lain adalah :

1. Peningkatan frekuensi denyut jantung

2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap

katekolamin

3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,

intoleran terhadap panas, keringat berlebihan

4. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan

baik)

5. Peningkatan frekuensi buang air besar

6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

7. Gangguan reproduksi

8. Tidak tahan panas

9. Cepat letih

10. Tanda bruit

11. Haid sedikit dan tidak tetap

12. Mata melotot (exoptalmus).

12

Page 13: PresRef HIPERTIROID

Gambar 5 : Tanda dan gejala hipertiroid

Gambar 6 : Pembesaran kelenjar tiroid

8. DIAGNOSTIK

1. Gejala dan Tanda

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal

dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal

berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat

sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa

manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien

13

Page 14: PresRef HIPERTIROID

mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila

panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat,

palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi

ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya

terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai

80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan

berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan

mata) dan kegagalan konvergensi. (3) Gambaran klinik klasik dari penyakit

graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan

eksoftalmus. (5)

Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid

Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan

NOSPECS) :

Kelas Uraian

0 Tidak ada gejala dan tanda

1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)

2 Perubahan jaringan lunak orbita

3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)

4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular

5 Perubahan pada kornea (keratitis)

6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan

awal tirotoksikosis Graves yang dapat sembuh spontan bila keadaan

tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.

Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.

Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema

periorbita, kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).

Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel

exophthalmometer.

Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif

terutama pada musculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran

14

Page 15: PresRef HIPERTIROID

menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis,

maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.

Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).

Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan menyebabkan

kebutaan.

Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler

disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang

orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan

proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola

mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola mata dapat

diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan

otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang

akan menimbulkan kebutaan.

Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum

ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare,

berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada

wanita muda gejala utama penyakit graves dapat berupa amenore atau

infertilitas.

Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses

pematangan tulang.

Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi klinis yang

lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati,

ditandai dengan adanya palpitasi , dyspnea d’effort, tremor, nervous dan

penurunan berat badan. (1,2)

Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif jarang

ditemukan, diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan.

Kebanyakan pasien dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit graves aktif

tetapi dapat juga terjadi pada ibu dengan keadaan hipotiroid atau eutiroid

15

Page 16: PresRef HIPERTIROID

karena tiroiditis autoimun, pengobatan ablasi iodine radioaktif atau karena

pembedahan. (8)

2. Pemeriksaan laboratorium

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema

dibawah ini :

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk

menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid

pada tes supresi tiroksin. (1)

9. DIAGNOSTIK BANDING

16

Page 17: PresRef HIPERTIROID

Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis kadang-

kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati akibat penyakit

Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.

Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “ dapat

ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang

dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan

peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH normal. Disamping tidak

ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal

pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit Graves.

Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki etnik Asia dapat

terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.

Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian

suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan pengobatan

tirotoksikosis yang adekuat.

Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-gejala kelainan

jantung, dapat berupa :

- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin

- High-output heart failure

Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan

gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap tirotoksikosisnya.

Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat badan, struma

yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari

manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan

“apathetic hyperthyroidism”. (2)

10. KOMPLIKASI

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid

storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani

17

Page 18: PresRef HIPERTIROID

terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak

terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang

menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak

diobati dapat menyebabkan kematian.

Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves,

dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat

antitiroid. Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan

11. TATALAKSANA

Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit

Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif.

Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis,

usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya

serta penyakit lain yang menyertainya. (1,2)

a.Obat Antitiroid : Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan

dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan

karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama

dengan metimazol.

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid

yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara

menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah

struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme

aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer

(hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-

3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera

hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan

18

Page 19: PresRef HIPERTIROID

biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis

tunggal.

Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu

pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat

anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya

dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya

diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis

pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).

Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam.

Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.

Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat

konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada

fase akut dari penyakit Graves.

Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali

sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan,

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2)

Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya

tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan

metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.

Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.

Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU

50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan

klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum

memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai

dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan

pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. (1)

19

Page 20: PresRef HIPERTIROID

Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu

agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil),

gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama

pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian

terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium

radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk

mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti

Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan

Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai

terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan

diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping,

penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu,

dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi. (1,2)

Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat

jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. (1)

Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah

penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan

paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna

menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga

dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan

hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian

evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi

pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-

keadaan sebagai berikut :

1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.

2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis

rendah.

3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

20

Page 21: PresRef HIPERTIROID

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis),

karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap

rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai.

Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar

tiroid, dan mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk

mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi,

tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di

samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit-

menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal

propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4

Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih

panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50

mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.

Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang

dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih

jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan

penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal

jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada

keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi

penghambat monoamin oksidase.

c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium

perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid,

tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat

tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi

atau setelah terapi iodium radioaktif.

21

Page 22: PresRef HIPERTIROID

Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran kelenjar

yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT)

mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6

bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan

OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar

antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis,

lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan.

Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif

terhadap OAT.

Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi,

dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

d. Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin

Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT

dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka

kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi

kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol

yang hanya mendapatkan terapi methimazole.

Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :

Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg

perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin

saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang

sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada

kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini

mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan

molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang

pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan

kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH),

maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi

antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar

22

Page 23: PresRef HIPERTIROID

penyesuaian dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu

sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.

e. Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar.

Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT

(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan

Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi

vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang

pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.

Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves

yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan ,

dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan

tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah

mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.

Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi

pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.

f. Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang

lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta

dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid

tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti

dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai

respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang

ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi

hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.

Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian

dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli

ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat

karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan

dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.

23

Page 24: PresRef HIPERTIROID

Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui. Pada

pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu

bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada

kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi

diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif

merupakan cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada

kelompok ini seringkali kambuh dengan OAT.

Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi

alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis I131

yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.

Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang.

Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau

OAT.

Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis

I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium

dalam makanan sehari-hari.

Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme.

Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang

diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme.

Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan tiroid, didapatkan

angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap

tahun berikutnya.

24

Page 25: PresRef HIPERTIROID

KESIMPULAN

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan

kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan

biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh

metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson: 337)

Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid

bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam

darah.

Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:

1. Toksisitas pada strauma multinudular

2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)

3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)

4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan

mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)

5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat

berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang

“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang

disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran

yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi

cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien

hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini

mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,

berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid

25

Page 26: PresRef HIPERTIROID

yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar

hipofisis anterior.

Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :

1. Peningkatan frekuensi denyut jantung

2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap

katekolamin

3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,

intoleran terhadap panas, keringat berlebihan

4. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan

baik)

5. Peningkatan frekuensi buang air besar

6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

7. Gangguan reproduksi

8. Tidak tahan panas

9. Cepat letih

10. Tanda bruit

11. Haid sedikit dan tidak tetap

12. Mata melotot (exoptalmus).

Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat

penyakit Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif.

26

Page 27: PresRef HIPERTIROID

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh. Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003.

2. Guyton, Arthur C. Hormon Thyroid, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, edisi ketiga. Jakarta, EGC. 1995.

3. Geneser, Finn. Kelenjar Thyroid, Buku Teks Histologi, jilid 2, edisi pertama. Jakarta, Binarupa Aksara.1994.

4. Sadler, T. W. Glandula Thyroidea, Embriologi Kedokteran Langman, edisi ketujuh. Jakarta, EGC. 2000.

5. Sabiston, David C. Glandula Thyroidea, Buku Ajar Ilmu Bedah, jilid 1. Jakarta, EGC. 1995.

6. Sloane, Ethel. Kelenjar Thyroid, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, edisi pertama. Jakarta, EGC.2004.

7. Guibson, John. Kelenjar Thyroid, Fisiologi & Anatomi untuk Perawat, edisi kedua. Jakarta, EGC. 2003.

8. Moore, Keith L. and Anne M. R. Agur. Glandula Thyroidea, Anatomi Klinis Dasar. Jakarta, Hipokrates. 2002.

9. Putz, R. and R. Pabst. Neck, Sobotta, Atlas of Human Anatomy, part 1, 12th edition. Los Angeles, Williams & Wilkins. 1999.

10. Kierszenbaum, Abraham L. Endocrine System, Histology and Cell Biology, an Introduction to Pathology, 1st edition. Philadelphia, Mosby, Inc. 2002.

11. Junqueira, L. Carlos, et al. Tiroid, Histologi Dasar, edisi kedelapan. Jakarta, EGC. 1998.

12. Price, Sylvia Anderson, et. al. Gangguan Kelenjar Thyroid, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2006.

13. Syaifuddin. Kelenjar Thyroid. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia, edisi pertama. Jakarta, Widya Medika. 2002.

14. Schwartz, Seymour I., et. al. Tiroid dan Paratiroid, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2000.

27

Page 28: PresRef HIPERTIROID

15. Thomson, A. D., et. al. Penyakit Kelenjar Endokrin, Catatan Kuliah Patologi, edisi ketiga. Jakarta, EGC.1997

28