hipertensi-ensefalopati

34
BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Hipertnsi urgensi adalah peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi emergensi. Organ sasaran tersebut antara lain otak, ginjal, jantung, mata dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan tekanan darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovascular, ginjal, dan gangguan pada penglihatan. Ensefalopati hipertensi merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Oppenheimer dan Fishberg pada tahun 1928, yang menjelaskan keadaan ensefalopati dalam hubungannya dengan hipertensi maligna oleh karena kenaikan tekanan darah yang menyebabkan hipertensi vaskulopati dan edema intraserebral. Ensefalopati merupakan istilah umum yang menggambarkan kerusakan atau disfungsi otak. Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, gangguan metabolik, dan penyakit sistem organ lainnya. Gejala dapat bersifat reversibel selama ditangani dengan baik. Di Amerika Serikat, dari 60 juta orang yang menderita hipertensi, sekitar 1% diantaranya berkembang menjadi hipertensi emergensi. Morbiditas dan mortalitas pada ensefalopati hipertensi bervariasi sesuai dengan derajat dari kerusakan organ. Tanpa 1

description

hipertensi ensefalopati

Transcript of hipertensi-ensefalopati

Page 1: hipertensi-ensefalopati

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Hipertnsi urgensi adalah

peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran.

Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara mendadak yang dapat

menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi emergensi. Organ sasaran

tersebut antara lain otak, ginjal, jantung, mata dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan

tekanan darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovascular, ginjal, dan gangguan

pada penglihatan.

Ensefalopati hipertensi merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Oppenheimer dan

Fishberg pada tahun 1928, yang menjelaskan keadaan ensefalopati dalam hubungannya dengan

hipertensi maligna oleh karena kenaikan tekanan darah yang menyebabkan hipertensi

vaskulopati dan edema intraserebral. Ensefalopati merupakan istilah umum yang

menggambarkan kerusakan atau disfungsi otak. Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi,

trauma, gangguan metabolik, dan penyakit sistem organ lainnya. Gejala dapat bersifat reversibel

selama ditangani dengan baik.

Di Amerika Serikat, dari 60 juta orang yang menderita hipertensi, sekitar 1% diantaranya

berkembang menjadi hipertensi emergensi. Morbiditas dan mortalitas pada ensefalopati

hipertensi bervariasi sesuai dengan derajat dari kerusakan organ. Tanpa adanya tindakan, angka

mortalitas adalah sekitar 50 % dan meningkat menjadi 90 % pada 1 tahun kemudian.

Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang tinggi. Apabila

terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka dapat terjadi kerusakan pada

otak yang dapat bersifat permanen jika tidak ditangani dengan segera. Hipertensi dapat

menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan tekanan darah secara mendadak yang

melampaui kemampuan autoregulasi otak. Keadaan demikian dikenal sebagai hipertensi

ensefalopati.

1

Page 2: hipertensi-ensefalopati

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh kenaikan

tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. Ensefalopati

hipertensi dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100

mmHg. Tetapi, pada penderita hipertensi kronik hipertensi ensefalopati mungkin belum terjadi

meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg.

Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom dengan klinis-radiografi dan etiologi

yang beragam yang terjadi pada 1 % pasien dengan krisis hipertensi. Ensefalopati hipertensi

merupakan komplikasi neurologi yang diakibatkan peningkatan mendadak tekanan darah dan

merupakan salah satu manfestasi klinis dari hipertensi emergensi. Ensefalopati hipertensi dapat

didefinisikan sebagai sindrom serebral akut yang terjadi sebagai hasil kegagalan autoregulasi

vascular serebral, meningkat pada penghancuran sawar darah otak dan edem serebral.

Mekanisme pasti yang menyebabkan hilangnya fungsi endothelial belum diketahui.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sekitar 20 – 30 % orang dewasa di negara berkembang menderita hipertensi. Tekanan darah

meningkat sesuai bertambahnya usia. Hipertensi lebih sering terjadi pada pria dibandingkan

dengan wanita, terutama kelompok usia pertengahan dan paruh baya. Di Amerika, 60 juta ornag

menderita hipertensi, dan sekitar 1 % diantaranya berkembang menjadi hipertensi emergensi.

Ensefalopati hipertensi kebanyakan diderita pada usia paruh baya, yang mempunyai riwayat

hipertensi jangka panjang. Frekuensi ensefalopati hipertensi lebih sering terjadi pada etnis kulit

hitam.

2.3 ETIOLOGI

Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit

ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma,

sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati

2

Page 3: hipertensi-ensefalopati

hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama.

Ensefalopati hipertensi dapat terjadi setelah cedera/trauma kepala hebat, seperti perdarahan

kontusional yang mengakibatkan rupture vena yang terjadi dalam ruangan subdural.3,4

Perdarahan subdural dapat terjadi pada:

- Trauma kapitis

- Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak

terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh dan terduduk.

- Trauma pada leher keguncangan pada badan, hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan

subdural lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orang tua dan juga anak-anak.

- Pecahnya ancurysma atau malformasi pembuluh darah didalam ruangan subdural

- Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan pendarah subdural yang

spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intracranial.

- Pascaoperasi(kraniotomi, CSF hunting)

- Pada orang tua, alkoholik, dan gangguan hati

Faktor risiko untuk hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:

- Alkoholisme

- Epilepsi

- Koagulopati

- Kista arachnoid

- Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)

- Penyakit kardiosvaskular (misalnya, hipertensi, arterioclcrosis)

- Trombositopenia

- Diabetes mellitus

Trauma kapitis dapat menyebabkan pergeseran atau putaran otak terhadap duramater,

misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah

di dalam ruang subdural, dan/atau gangguan pembekuan darah.

2.4 PATOFISIOLOGI

Otak dan mendula spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang konsentrik.

Membrane yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater, membrane tengah tipis dan

halus serta diketahui sebagai arachnoidea meter, dan membrane paling dalam halus dan bersifat

3

Page 4: hipertensi-ensefalopati

vaskuler serta berhubungan erat denga permukaan otak dan mendulla spinallis serta dikenal

sebagai piameter.1,3

Duramater mepunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum

tulang –tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi

untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya sera saraf –saraf cranial dengan membentuk

sarung yang menutupi setiap saraf cranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang

mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher.

Pemisah duramater yang berbentuk sabit disebut falx serebri, yang terletak vertical antara

hemispherium serebri dan jembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang

berproyeksi kedepan diantara serebrum dan serebellum, yan berfungsi untuk membatasi

gerakan berlebihan otak di kranium.4

Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih titpis dari durater dan

membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater menjebatani suklus –

suklus dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri. Ruang aantara

arachnoidea dengan pia mater diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan

cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan bahan

pengapung otak serta melindungi jarinag saraf dari benturan mekanis yang mengenai

kepala.

Piameter merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otot dengan erat

suatu sarung piameter menyertai cabang – cabang arteri serebralis ada saat mereka

memasuki substansia otak. Secara klinis, durameter disebut pachymenix dan arachnoidea

serta pia mater disebut sebagai leptomeninges.

Perdarahn terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi

akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di

permukaan otak dan simus venosus didalam duramater atau karan robeknya araknoidea.

Karena otak yang bermandikan cairan cervrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus

venosus dalam keadaan teriksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dan

dapat merobek beberapa vena pada tempat diamana mereka menembus duramater.

Perdarahan yang tidak terlalu besar akan mebeku dan ada disekitarnya akan tumbuh

jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan

4

Page 5: hipertensi-ensefalopati

menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri

karena tekana intracranial yang berangsur meningkat.3

Gambar 9.Lapisan Pelindung otak

Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena

jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga

walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut.

Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering

menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul pada

pendarahan. Pada perdarahan subdural yang kecilsering terjadi perdarahan yang spontan.

Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membrane vascular yang

membungkus hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah

didalam membranm ini memegang pernana sangat penting. Karena pembuluh darah pada

membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari

perdarahan subdural kronik.5

Akibat dari perdarahn subdural, dapat meningkatkan tekanan intracranial dan

perubahan dari bentuk otak. Naik nya tekanan intra cranial di kompensasi oleh efluks dari

carian likuor ke axis soinal dan dikompresi oleh system vena. Pada vase ini peningkatan

tekanan intra cranial terjadi relative perlahan karena komplains tekana intra cranial yang

cukup tinggi. Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu

akan melampui maknisme kompensasi tersebut.5

Complain intra cranial mulai berkurang menyebabkan terjadinya peningkatan

tekanan intra cranial yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi

iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subsfalkin. Herniasi

5

Page 6: hipertensi-ensefalopati

tonsilar melalui foramen magnum dapt terjadi jika seluruh batang otak terdorong

kebawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanansupra tentorial. Juga pada

hematoama subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia

basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak lainnya. Terdapat 2 teori yang

menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari gardner yang

mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan

meningkatkan kdungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma

dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik di dalam kapsul subdural

hematoma. Karena tekanan onktonik yang didalam kapsul subdural hematoma. Karena

tekanan onktonik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dan

perdarahan tersebut, tetapi ternaya ada kontroversial dari teori gardner ini, yaitu ternayata

dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik didalam subdural kronik ternyata

hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang kedua

mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya

perdarahan subdural kronik, factor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan

terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut member bantuan pada pembentukan

peningkatan vaskularisasi diluar membrane atau kapsul dari subdural hematoma. Level

dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari

fibrinolitik dapat meyebabkan terjadinya SDH.

Perdarahan subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya

gejala – gejala klinis yaitu:5,8

1. Perdarahan akut

Gejala yang timbul sehingga berjam – jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada

cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih

lanjut pada paisen yang biasanya sudagh terganggu kesadarn dan tanda vitalnya.

Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnta tetapi melebar luas. Pada gambran

skening tomografinya, di dapatkan lesi hiperdens.

2. Perdarahan sub akut

Berekembang dalam beberapa haribiasanya sekitar 2 – 14 hari sesudah trauma.

Pada subdural subakut ini didapati campuran dan bekuan darah dan cairan darah.

Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula disekitarnya.

6

Page 7: hipertensi-ensefalopati

Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens . lesi

isoden didaptkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari

hemoglobin.

3. Perdarahan kronik

Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bias lebih.

Perdarahan kronik subdural, gejalanya bias muncul dalam waktu berminggu –

minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,

bahkan hanya terbentur ringan saja bias mengakibatkan perdarahan subdural

apabila pasien juga mengaami gangguan vascular atau gangguan pembekuan

darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati –hati karena hematoma

ini lama kelamaan bisa menjadi memebsar secara perlahan – lahan sehingga

mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula

jaringan ikat terbentuk mengeilingi hematoma, pada yang lebih baru, kapsula

masih belum terbentuk atau tipis didaerah permukaan arachnoidea. Kapsula ini

mengandung pembuluh darah yang tipis di dindingnya terutama pada sisi

duramater.karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat

menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini

dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan hematom.

Darah di dalam cairan kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat

menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan memebesar dan

akan menimbulkan gejala seperti pada tumor serebri. Sebagian besar hematoma

subdural kronik dapat dijumpai pada pasien yang berusia diatas 50 tahun. Pada

gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.

2.5 GEJALA KLINIS

1. Hematoma subdural akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologic dalam 24 sampai 48 jam

setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologic

proggerisf disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam

foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan in

7

Page 8: hipertensi-ensefalopati

dengan cepat menimbulkan berhntinya pernapasan dan hilangnya control atas denyut nadi

dan tekanan darah. 1,5

2. Hematoma Subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan deficit neurologic dalam waktu lebih dari 48 jam

tetapi kurang dari 2 minggu setelah cidera. Seperti pada hematoma subdural akut,

hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural

Analisis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang

menyebabkan ketidaksandaran, selanjutnya diikuti serta perbaikan status neurologic yang

perlahan lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita melihatkan tanda-tanda status

neurologic yang memburuk. Tingkat keadaran mulai menurun perlahan –lahan dalam

beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan itrakranial sering pembesaran hematoma,

penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap

rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial

yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan

melengkapi tanda – tanda neurologic dari komprensi batang otak.1,3,5

3. Hematoma subdural kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan

beberapa tahunsetelah edera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang

melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural.

Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam sampai 10 hari setelah

perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih

tekanan otomatic yang mampu menarik cairan kedalam hematoma, terjadi kerusakan sel

– sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini ynag menyebabkan

perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,

menambah ukuran dan tekanan hematoma.1,3

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi

tidak dihiraukan. Hematoma subdual pada bayi bias menyebabkan kepala bertambah

besar karena tulang tengkorak nya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang

8

Page 9: hipertensi-ensefalopati

kecil pada dewasa seringkali diserap spontan.Hematoma subdural yang besar, yang

menyebabkan gejala – gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri ini biasanya akan

mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang). Daerah tertentu pada

korteks serebri biasanya bertanggung jawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan

beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.4,5

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik

(misalnya menulis, memainkan alt music atau mengikat tali sepatu). Lobus frontaslis juga

mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis yang

bertanggung jawab terhadap aktifitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Efek perilaku dari kerusakan lobus fromtalis bervariasi, tergantung pada ukuran

dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil jika hanya mengelai satu

sisi otak, biasanya idak mengakibatkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun

menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis

bias menyebabkan apati, ceroboh, lalai, dan kadang inkontinesia. Kerusakan luas yang

mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita

mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menantang, kasar kasar dan kejam;

penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya. Lobus parietalis pada

korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur, dan berat badan kedalam

persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan mematikan matematikan dan bahasa berasal

dari daerah ini . lobus parietalis juga membanu mengarahkan posis pada ruang di

sekitarnya dan merasakan posisi pada bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan

lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang

agak luas bias menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian

pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia ) dan untuk menetukan arah kiri-kanan.

Kerusakan luar biasa mempengaruhi kemapuan penderita dalam mengenali bagian

tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bias mempengaruhi ingatan akan bentuk

yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).

Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun

melakukan pekerjaan sehari hari lainnya. Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru

saja terjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga

9

Page 10: hipertensi-ensefalopati

memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta

menghasilkan jalur emosional.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggu nya

ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri

menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam

dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus

temporalis sebelah kana yang non– dominan, akan mengalami perubahan epribadian

seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanitakan agama yang tidak biasa, obsesif dan

kehilangan gairah seksual.

Mekanisme yang bias menghasilkan hematoma subdural akut adalah dampak

berkecepatan tinggi ke tengkorak. Hal ini menyebabkan jaringan otak untuk

mempercepat atau memperlambat relatif terhadap structural dural tetap merobek

pembuluh darah.

Seringkali, pembuluh darah robek adalah pembuluh darah yang menghubungkan

permukaan korikal otak ke sinus dural (disebut vena bridging). Pada orang lanjut usia,

pembuluh darah bridging mungkin sudah meregang karena atrofi otak (penyusutan yang

terjadi dengan usia). Atau sebuah kapal kortikal, bai vena atu arête kecil, bisa rusak oleh

cedera langsung, atau laserisasi. Sebuah hematoma subdural akut karena arteri kortikal

pecah dapat berhubungan dengan cedera kepala hanya kecil, mungkin tanpa luka memor

otak terkait.

Telah menegaskan cedera otaku tama yang terkait dengan hemtoma subdural

memainkan peran utama dalam kematian. Namun, hematoma subdural yang paling di

perkirakan akibat dari vena bridging robek,sebagaimana dinilai oleh operasi atau otopsi

selain itu tidak semua hematoma subdural berhungan dengan cedera parenkim difus.

Seperti disebutkan sebelum nya, banyak asien yang menderita lesi ini mampu

berbicara ebelum kondisi mereka memburuk scenario yang tida mungkin pada pasien

yang mengalami kerusakan menyebar.

Cedera kepala yang dapat merobek, menemukan atau mengahncurkan saraf,

pembuuh darah dan jaringan didalam atau disekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada

jalur saraf perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan pembengkakan dan

penimbunan ciran (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh

10

Page 11: hipertensi-ensefalopati

pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat betambah luas,

maka peningkatan tekanan dapat merusak merusak jaringan otakatas bisa terdorong

kedalam yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan

herniasi. Sejenis herniasi serupa juga bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui

lubang dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medulla spinalis. Herniasu ini bisa

berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan

pernafasan).2,3

Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak

yang hebat. Usia anjut dan orang yag mengkomsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap

terjadinya pendarahan di sekeliling otak. Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran

menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar

disekitar mata dan di belakang telinga. Pasien seprti ini harus di observasi dengan teliti.

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam macam akibat dari cedera kepala

kepala. Banyak gejala yang muncul bersamaan pada saat terjadi cedera kepala.

Gejala yang sering tampak :3

- Penuruna kesaran , bisa sampai koma

- Bingung

- Penglihatan kabur

- Susah kepala

- Nyeri kepala yang hebat

- Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

- Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala

- Mual

- Pusing

- Berkeringat

- Pucat

- Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

Pada setiap kesadaran sebelum atau koma, bisa dijumpai hemirpase atau serangan

epilepsi fokal. Pda perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi

cahay permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi

tentorial. Terjadi pula kenaikan tekana darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran

11

Page 12: hipertensi-ensefalopati

menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai

akhirnay kedua pupil tidak menunjukan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda

kematian. Gejala- gejala resoirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya

disfungsi rostrocaudal batang otak.

Pemeriksaan fisik pasien dengan trauma kepala harus menekankan penilain status

neurologis dengan menggunakan Glasgow Coam Scale (GCS). Pemeriksaan neurologis

awal memberikan dasar penting yang harus digunakan untuk mengikuti kursus klinis

pasien. Ketika direkam dalam bentuk skor GCS, juga memberikan informasi prognostic

penting. Pasien dengan cidera lepala serisu sering diintubasi cepat dan diberikan

perawatan yang berorientasi trauma. Namun, karena signifikansi prognostic, pemeriksaan

neurologis singkat dihitung dengan menggunakan GCS merupakan komponen penting

dari penilaian sekunder dan membutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk

menyelesaikan GCS ini berfokus pada kemampuan pasien untuk menghasilkan pidato

dimengerti, membuka mata, dan ikut perintah. Selama pemeriksaan awal, pasien harus

dinilai untuk kemampuan membuka mata spontan atau sebagai respon surat atau rasa

sakit.

Gambaran klinis pasien dengan hematoma subdural akut tergantng pada ukuran

hematoma dan tingkat cedera otak parenkim terkait.

Gejala yang berhubungan dengan hematoma subdural akut meliputi:3

- Sakit kepala

- Mual

- Kebingungan

- Perubahan kepribadian

- Penurunan tingkat kesadaran

- Kesulitan berbicara

- Perubahan lain dalam status mental

- Gangguan penglihatan atau penglihatan ganda

- Kelemahan

12

Page 13: hipertensi-ensefalopati

Pemeriksaan neurologis untuk hematoma subdural kronis dapat menunjukan salah satu

dari berikut

- Perubahan status mental

- Papilledema

- Hypereflexsia atau reflex asimetri

- Hemianopsie

- Hemiparesis

- Disfungsi saraf cranial ketiga atau keenam

2.6 DIAGNOSIS

Adapun gejala neurologis merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat

keparahan dari trauma kapitis.Kemapuan pasien dalam berbicara,membuka mata dan respon

otot hsrus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar)

tempat,waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan.

Apabila pasien tidak sadar,pemeriksaan refleks pupil sangat penting dilakukan.7

Anamnesis

Dari anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan jejas dikepala

atau tidak,jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran atau

pingsan.Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada keadaan sadar seperti semula .Jika

pernah apakah tetap sadar seperti semula atau turun lagi kesadarannya dan diperhatikan

lamanya periode sadar atau lucid interval.Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah

disertai muntah dan kejang setelah terjadinya trauma kepala.Kepentingan mengetahui muntah

dan kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena

inspirasi atau sumbatan nafas atas atau karena proses intrakranial yang masih berlanjut.Pada

penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual,adanya kelemahan

anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak bisa ditahan.Ditanyakan juga penyakit

lain yang sedang diderita ,obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat ini dan apakah dalam

pengaruh alkohol.1,3

Pemeriksaan Fisik1,3,5,8

13

Page 14: hipertensi-ensefalopati

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang

dilanjutmencakup jalan nafas (airway) ,pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi

(circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi.Jalan nafas harus dibersihkan apabila terjadi

sumbatan atau obstruksi,bila perlu dipasang orofaring tube atau endotrakeal tube lalu diikuti

dengn pemberian oksigen .Hal ini bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi

jaringan tubuh.Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitr saturasi O2

Secara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi,syok

atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera

dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.Terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan

darah ,bradikardia dan bradipnea.

Pemeriksaan neurologik meliputi kesadaran penderita dengan menggunakan Skala

Koma Glasgow ,pemeriksaan diameter kedua pupil dan tanda-tanda defisit neurologis

fokal.Pemeriksaan kesadaran dengan Skala Koma Glasgow menilai kemampuan membuka

mata,respon verbal dan respon motorik pasien terdapat stimulasi verbal atau

nyeri .Pemeriksaan diameter kedua pupil dan adanya defisit neurologi fokal menilai apakah

telah terjadi herniasi di dalam otak dan terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang

kortex menuju medula spinalis.

Pada pemeriksaan sekunder,dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi GCS,

lateralisasi dan refleks pupil.Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini adanya gangguan

neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporalis (unkus) adalah dilatasi pupil dan

hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.Adanya trauma langsung pada mata membuat

pemeriksaan menjadi lebih sulit.

14

Page 15: hipertensi-ensefalopati

Tabel 1.GCS

Pemeriksaan Penunjang3,5

a) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi pemeriksaan darah rutin,elektrolit,profil

hemostasis /koagulasi.

b) Foto Tengkorak

Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya SDH.

Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan

intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara fraktur tengkorak dan SDH.

Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap SDH.

c) CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi

pasca-trauma,karena prosesnya cepat ,mampu melihat seluruh jaringan otak dan secra

akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-kranial dan ekstra-aksial.2

1. Perdarahan Subdural Akut

15

Page 16: hipertensi-ensefalopati

Perdarahan subdural akut pada CT-Sca (non-kontras) tampak sebagai

suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang

bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas

otak di daerah parsial.Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian

atas tentorium serebelli.Subdural hematom berbentuk cekung dan terbatasi oleh

garis sutura.Jarang sekali,subdural hematoma berbentuk lensa seperti epidural

hematom dan biasanya unilateral.

Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan

gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT-

window width.Pergeseran garis tengah (midline shift)akan tampak pada

perdatahan sundural yang sedang atau besar volumenya.Bila tidak tidak ada

midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift

hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang medasarinya.

Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum

relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi “bridging veins” yang terdapat

disana.Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan

gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan

dengan child abused.1,2,3

2. Perdarahan Subdural Subakut

Didalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap

jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT.Oleh karena

itu,pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus

perdarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah trauma kapitis.Pada

gambaran TI-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens.Pada pemriksaan

CT dengan kontras ,vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan

membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut

sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam

membedakannya dengan epidural hematoma.Pada alat CT generasi terakhir

tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural akut tanpa kontras.2,3

3. Perdarahan Subdural Kronik

16

Page 17: hipertensi-ensefalopati

Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada

gambaran CT tanpa kontras.Sekitar 20 % subdural hematom kronik bersifat

bilateral dan dapat mencegah terjadinya pergeseran garis tengah. Seringkali,

hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang

mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara

komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).2

d) MRI ( Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi

perdarahan ekstraserebral.Akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih cepat dan

akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan CT-scan ketimbang

MRI pada fase akut penyakit.MRI baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk

menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat

dilihat dengan pemeriksaan CT-scan.MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak non

perdarahan ,kontusio dan cedera axonal difus.MRI dapat mendiagnosis bilateral subdural

hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.

Gambar 10.MRI pada hematoma subdural

2.7 DIAGNOSIS BANDING 3

1. Epidural Hematom

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling

sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak.Perdarahan yang terjadi diantara duramater

dan tulang tengkorak.Perdarahan ini terjadi karena akibat robeknya salah satu cabang

17

Page 18: hipertensi-ensefalopati

arteris meningea media,robeknya sinus venosus duramater atau robeknya arteria

diploica.Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak.Gejala yang

dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval ( masa sadar setelah pingsan sehingga

kesadaran menurun lagi) tekanan darah yang semakin bertambah tinggi,nadi yang

semakin bertambah lambat,hemiparesis dan tejadi anisokori pupil.

Diagnosis diferensial dari hematoma subdural akut trauma adalah sama dengan

bahwa untuk setiap trauma,lesi massa intrakranial.Ini termasuk hematom intraserebral

dan luka memar.Karena tentu saja variable dan presentasi ,termasuk kurangnya sering

riwayat trauma kepala,sebanyak 72 % kasus hematom subdural kronis salah didagnosis di

era pra-computed tomography (CT).

2. Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah

didalamnya.

2.9 PENATALAKSANAAN

Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH,tentu kita

harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya.Didalam masa

mempersiapkan tindakan operasi,perhatian hendaknya ditujukan kepada pengobatan

dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial

(TIK).Seperti pemberian manitol 0,25 gr/kgbb ata furosemide 10 mg iv.

- Tindakan Tanpa Operasi 4,5,7,8

Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan

tindakan konservatif.Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadinya

penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat

mengalami pengapuran.

Penderita SDH akut yang berada dalam keadaan koma tetapi tidak menunjukkan

peningkan tekanan intrakranial (TIK) yang bermakna kemungkinan menderita suatu

diffuse axonal injury.Pada penderita ini operasi tidak akan memperbaiki defisit

neurologik dan karenanya tidak diindikasikan untuk tindakan operasi.

Beberapa penderita mungkin mendapat kerusakan berat parenkim otak dengan

efek massa (mass efect) tetapi SDH hanya sedikit .Pada penderita ini tindakan

18

Page 19: hipertensi-ensefalopati

operasi/evakuasi walaupun terhadap lesi yang kecil akan merendahkan TIK dan

memperbaiki keadaan intraserebral.

Pada penderita SDH akut dengan refleks batang otak yang negatif dan depresi

pusat pernafasan hampir selalu mempunyai prognosa akhir yang buruk dan bukan calon

untuk operasi.

- Tindakan Operasi 2,3,4,5

Baik pada kasus akut maupun kronik ,apabila ditemukan adanya gejala-gejala

yang progresif,maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran

hematoma.Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi,yang

tetap harus kita perhatikan adalah airway,breathing dan circulation (ABCs).Tindakan

operasi ditujukan kepada :

a. Evakuasi seluruh SDH

b. Merawat sumber perdarahan

c. Reseksi parenkimk otak yang nonviable

d. Mengeluarkan ICH yang ada

Kriteria penderita SDH dilakukan operasi :

a. Pasien SDH tanpa melihat GCS dengan ketebalan > 10 mm atau pergeseran

midline shift > 5 mm pada CT-scan.

b. Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK.

c. Pasien SDH dengan GCS < 9,dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan

pergeseran struktur midline shift.Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin antara

saat kejadian sampai saat masuk RS.

d. Pasien SDH dengan GCS < 9 dan atau didapatkan pupil dilatasi asimetris /fixed.

e. Pasien SDH dengan GCS < 9 dan atau TIK > 20 mmHg.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy ,twist drill

craniotomy,subdural drain.Dan yang paling banyak diterima untuk perdarahan subdural

kronik adalah burr hole craniotomy.Karena dengan teknik ini menunjukkan komplikasi

yang minimal.Reakumulasi dari perdarahan subdural pasca kraniotomi dianggap sebagai

komplikasi yang sudah diketahui.Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah

19

Page 20: hipertensi-ensefalopati

menunjukkan perbaikan klinis,reakumulasi yang terjadi kembali,tidaklah perlu untuk

dilakukan operasi ulang kembali.

Gambar 11.Kraniotomi

Trepanasi atau burr hole dimaksudkan untuk mengevakuasi SDH secara cepat

dengan lokal anastesi.Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan karena denga

trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang biasanya solid dan

kenyal apalagi jika volume hematoma cukup besar.Lebih dari seperlima penderita SDH

akut mempunyai volume hematoma lebih besar dari 200 ml.1,3,5

Pada pasien gtrauma,adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran ,pupil anisokor

dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya

penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya

massa ekstra axial.Indikasi operasi yaitu :

Penurunan kesadaran tiba-tiba didepan mata

Adanya tanda herniasi /lateralisasi

20

Page 21: hipertensi-ensefalopati

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,dimana CT –scan

kepala tidak bisa dilakukan.

2.10 KOMPLIKASI 7,8

Cedera parenkim otak biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan

dapat meningkatkan tekanan intrakranial.Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih

terdapat sisa hematom yang mungkin perlu tindakan pembedahan lagi.Sebanyak sepertiga

pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat.Infeksi luka dan

kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi.Meningitis atau abses serebri dapat terjadi

setelah dilakukan tindakan intrakranial.

2.11 PROGNOSIS

Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal.Pada beberapa kasus,perdarahan

tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,sehingga

hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan.Pada beberapa kasus yang lain,

memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

Tindakan operasi pada hematom subdural kronik memberikan prognosis yang

baik,karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total.Hematom subdural

disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas lebih tinggi dan berat.

Perdarahan subdural akut yang sedikit ( diameter < 1 cm) prognosanya baik.4,5

21

Page 22: hipertensi-ensefalopati

DAFTAR PUSTAKA

1. Heller,L jacob. 2012.Subdural Hematoma.Medline Plus

2. Win de jong ;Sjamsuhidajat. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2.jakarta : EGC

3. Meagher ,J.Richard. 2013.Subdural Hematoma.Medscape .

4. Banister,Sir Roger.2000.Brain and Bannister : Clinical Neurology.Seventh Edition.ELBS

5. Sastrodiningrat ,A Gofar.Memahami fakta-fakta pada Perdarahan Subdural Akut.Medan :

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 no.3.2006

6. Snell,Richard.2002Anatomi klinik.Jakarta : EGC

7. Mardjono,M.Sidharta,P.2006.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta :Dian Rakyat

8. Baehr,Mathias.2010.Diargnosis Topik Neurologi DUUS.Jakarta : EGC

22