Ensefalopati Dengue

27
INFEKSI VIRUS DENGUE PENDAHULUAN Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferientiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome) 1,2 .Manifestasi klinis yang bervariasi menunjukkan fenomena gunung es dimana DBD dan DSS sebagai puncaknya sedangkan kasus dengue ringan dan demam dengue merupakan dasarnya, 1,2 Perjalanan penyakit sering sukar diramalkan dimana sebagian kasus dengan renjatan berat dapat disembuhkan walau hanya dengan pengobatan sederhana sedang sebagian lain datang dengan kasus ringan tetapi meninggal dunia dalam waktu singkat walau telah mendapat perawatan dan pengobatan intensif 2 . DEFINISI Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 2,4,5 . Demam dengue adalah merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh arbovirus dengan karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash, leukopenia dan limfadenopati 1,4 . 1

Transcript of Ensefalopati Dengue

Page 1: Ensefalopati Dengue

INFEKSI VIRUS DENGUE

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis

yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferientiated febrile illness),

demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah dengue disertai

syok (dengue shock syndrome)1,2.Manifestasi klinis yang bervariasi menunjukkan

fenomena gunung es dimana DBD dan DSS sebagai puncaknya sedangkan kasus dengue

ringan dan demam dengue merupakan dasarnya,1,2 Perjalanan penyakit sering sukar

diramalkan dimana sebagian kasus dengan renjatan berat dapat disembuhkan walau

hanya dengan pengobatan sederhana sedang sebagian lain datang dengan kasus ringan

tetapi meninggal dunia dalam waktu singkat walau telah mendapat perawatan dan

pengobatan intensif 2.

DEFINISI

Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus akut, ditularkan oleh nyamuk

spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 2,4,5.

Demam dengue adalah merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh arbovirus

dengan karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash, leukopenia dan

limfadenopati1,4.

Demam berdarah dengue dalah suatu demam berat bahkan sering fatal yang

disebabkan virus dengue dengan karakteristik yang timbul akibat peningkatan

permeabilitas kapiler, hemostasis yang abnormal, dan pada beberapa kasus berat sindrom

syok (DSS) akibat kehilangan protein yang berhubungan dengan meningkatnya reaksi

imunologis 1,3,5.

Dengue shock syndrome adalah demam berdarah dengue yang disertai renjatan3

VEKTOR

1

Page 2: Ensefalopati Dengue

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan.

Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32OC dan

kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama

untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang

siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m – 1 km, dan ditularkan

oleh nyamuk betina yang terinfeksi.

CARA PENULARAN

Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.

Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti

makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan

jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus

memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit.

Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus

bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah

nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap

ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik

yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk,

nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).

EPIDEMIOLOGI

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan

oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue

menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse

koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian

karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi,

nyeri otot, dan nyeri kepala.

2

Page 3: Ensefalopati Dengue

Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian

disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan

meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat

penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di

daerah pedesaan.

Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang

paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur

lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-

25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%.

PATOFISIOLOGI

Mekanisme sebenarnya tentang patogenesis, patofisiologi, hemodinamika serta

perubahan biokimia pada DHF/DSS hingga kini belum pasti, karena sukarnya mendapat

model binatang percobaan yang dapat digunakan untuk menimbulkan gejala klinis seperti

pada manusia.

Sebagian besar ahli masih menganut The Secondary Heterologous Infection

Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis yaitu demam berdarah dengue

dapat terjadi setelah seseorang terinfeksi virus dengue pertama kali mendapat paparan

ulang dengan tipe virus yang berbeda(2,3,4), dalam jangka waktu tertentu yang berkisar

antara 6 bulan-5 tahun3.

Menurut teori ini (Suvatte-1977), akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang

berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti-dengue yang rendah, maka

respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan trasformasi limfosit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG

anti dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi pula dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus-antibodi kompleks) yang

selanjutnya:2,3

Akan mengaktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi

C3 dan C5 menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan

3

Page 4: Ensefalopati Dengue

menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Renjatan yang tidak

ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan , asidosis

metabolik dan berakhir dengan kematian.

Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah akan

mengakibtkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami

metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh system RE dengan akibat terjadinya

trombositopeni hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami

metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang mengaktivasi sistem

koagulasi.

Akibat aktivasi factor Hageman (XII), yang selanjutnya juga mengaktivasi sistem

koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravascular yang meluas. Dalam

proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang

berperan pada pembentukan anafilaktoksin dan penghancuran fibrin menjadi

Fibrin Degradation Product (FDP).

Disamping aktivasi factor XII akan menggiatkan juga sistem kinin yang berperan

dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurunnya factor

koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan

DHF dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diatesis

hemoragik. Pada kasus berat , renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat

bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah(3,9),

Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan demam dan

mencapai puncaknya pada masa renjatan, pada renjatan berat volume plasma dapat

menurun sampai dari 30%3. Jadi perdarahan massif pada DHF disebabkan oleh

trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi intravascular

deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

4

Page 5: Ensefalopati Dengue

MANIFESTASI KLINIS

Demam Dengue

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari)5, kepustakaan lain

1-7 hari 1. awal penyakit biasanya mendadak, disetai gejala prodromal meliputi nyeri

kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise. Terdapat

trias yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan dan timbul ruam5. Ruam timbul pada 6-12

jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari,

kepustakaan lain menyebutkan 24-48 jam setelah timbul demam1. Ruam bersifat

makulopapular, generalis dan menghilang pada tekanan1,5.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala yang timbul mendadak disertai kenaikan

suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi disertai rasa

menggigil. Beberapa penderita dijumpai demam bifasik atau menyerupai pelana kuda,

tetapi tidak dianggap patognomonik karena tidak dijumpai pada setiap pasien5.

Sering pula dijumpai anoreksia, obstipasi, rasa tak nyaman epigastrium disertai

nyeri kolik dan perut lembek. Dapat ditemui fotofobi, keringat bercucuran, serak, batuk,

epistaksis dan disuria. Kelenjar servikal sering dilaporkan membesar (Castelani’s sign)

dan dianggap sangat patognomonik. Manifestasi perdarahan jarang dijumpai.

Kelainan darah tepi berupa leukopeni selama periode prademam dan demam,

neutofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada

periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. Eosinofil menurun dan menghilang

pada permulaan dan pada puncak penyakit , hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama

periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan

terdapatnya tombositopeni. Darah tepi menjadi normal kembali dalam satu minggu3,5.

Demam Berdarah Dengue

Ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi mendadak dan terus-

menerus, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran

darah3,5,6,7. Lama demam 2-7 hari6,7, suhu dapat mencapai 40-41°C7 Juga dapat ditemui uji

tourniket yang positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.

Epistaksis dan perdarahan gusi jarang ditemui terlebih perdarahan saluran cerna yang

5

Page 6: Ensefalopati Dengue

biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain seperti

perdarahan subkonjungtival kadang-kadang ditemukan. Pada masa konvalesen seringkali

ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki3,5.

Halstead dkk(1970) membatasi pada penderita dengan kelainan khas, yaitu

hipoproteinemi dan trombositopeni, sehingga tidaklah digolongkan sebagai DHF bila

penderita infeksi dengue dengan perdarahan hebat bila tidak ditemukan hipoproteinemi

dan trombositopeni3.

WHO menggunakan kriteria sebagai berikut untuk mendiagnosis demam dengue

dan demam berdarah dengue9 :

Demam dengue ditandai gejala klinis berupa demam diikuti ≥ 2 gejala : nyeri

kepala, muntah,nyeri perut, nyeri otot, nyeri sendi, rash; mungkin disertai manifestasi

perdarahan berupa uji tourniket positif dan/atau perdarahan spontan; tidak terbukti

terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah, nilai hematokrit maksimal < 44%;

mungkin terdapat trombositopeni.3

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium.

Gejala klinis berupa :5

Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari

1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet (+) dan salah satu bentuk

perdarahan lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi),

hematemesis dan atau melena.

2. Pembesaran hati

3. Syok yang ditandai oleh ndai lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤

20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg), disertai kulit

yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien

menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar mulut.

Dari Laboratorium adanya peningkatan permeabilitas kapiler dengan nilai hematokrit ≥

20%; hitung trombosit mimimal ≤ 100.000/mm3.

Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi

serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.

6

Page 7: Ensefalopati Dengue

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-

tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu

pada hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi

imunologis. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit

teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak

tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh

nyeri didaerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri

perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri daerah retrosternal

tanpa sebab yang jelas dapat memberi petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal yang

hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis yang

buruk. Disamping kegagalan sirkulasi syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil,

sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun sampai 20mmHg atau kurang dan

tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah3,5.

DIAGNOSIS

Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih didasarkan atas patokan yang telah

dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria

laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria

klinik pertama, dengan ketepatan diagnosis 70-90%2 atau 87%2345.

Kriteria Klinik 2,3,4,5,9:

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, dengan

sebab tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretik maupun

surface cooling.

2. Manifestasi perdarahan :

1. Dengan manipulasi yaitu uji tourniket positif

2. Spontan yaitu petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis

dan melena.

3. Pembesaran hati

4. Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba, tekanan

nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah (sistolik)

7

Page 8: Ensefalopati Dengue

menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol, disertai kulit yang teraba lembab

dan dingin terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi

lemah, gelisah sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar

mulut.

Kriteria Laboratorik :

1. Trombositopeni : jumlah trombosit ≤ 100.000/mm.

2. Hemokonsentrasi : meningginya nilai hematokrit atau Hct ≥ 20% dibandingkan

dengan nilai pada masa konvalesen.

Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitannya dengan

pengelolaan dan prognosis, maka WHO (1975) membagi DBD dalam 4 derajat setelah

kriteria laboratorik terpenuhi yaitu:

Derajat I : Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah uji tourniket positif.

Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan

lain.

Derajat III : Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi (sistolik ≤ 80

mmHg) disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : Derajat III ditambah syok berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan

darah yang tak terukur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran,

sianosis dan asidosis.

Derajat I dan II disebut DBD/DHF tanpa renjatan sedang derajat III dan IV disebut

DBD/DHF dengan renjatan atau DSS2,8

PENATALAKSANAAN

DBD derajat I

DBD derajat I tidak perlu dirawat inap, kalau orang tua bisa diajak kerjasama.

Prinsip penanganan adalah istirahat, diet TKTP, banyak minum, kalau perlu

8

Page 9: Ensefalopati Dengue

antipiretik(parasetamol). Nasihat untuk kontrol, terutama bila timbul tanda yang tak

diinginkan atau panas tidak mau turun4.

DBD derajat II

DBD derajat II sebaiknya dirawat inap, mengingat kemungkinan timbulnya

perdarahan akut dan berkembangnya menjadi derajat III.4 Demam berdarah dengue tanpa

disertai renjatan pengobatannya hanya bersifat simptomatis dan suportif.meliputi2 :

- Pemberian cairan yang cukup. Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan

dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita perlu diberi minum

sebanyak mungkin (1-2 L dalam 24 jam) berupa air the dengan gula, sirup atau susu.

Pada beberapa penderita dapat diberikan oralit.

- Antipiretik. Seperi golongan Asetminofen, jangan memberikan golongan salisilat

karena menambah perdarahan.

- Surface cooling

- Antikonvulsan. Bila penderita kejang dapat diberikan diazepam(valium) atau

fenobarbital(luminal). Anak berumur lebih dari satu tahun diberikan luminal 75 mg dan

dibawah satu tahun 50 mg secara IM3. bila dalam waktu 15 menit kejang tidak berhenti

pemberian luminal diulang dengan dosis 3 mg/kgBB. Anak diatas satu tahun diberikan

50 mg dan dibawah satu tahun 30 mg dengan memperhatikan adanya depresi fungsi

vital(pernafasan,jantung).

Pemberian Intravenous fluid drip (IVFD) pada DBD tanpa renjatan dilaksanakan apabila:

1. Penderita terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan peroral,

sedangkan muntah-muntah itu mengancam terjadinya dehidrasi dan asidosis.

2. Nilai hematokrit cenderung terus meningkat.

DBD dengan renjatan2

Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi; lanjutkan penggantian

cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24 jam , atau paling lama

48 jam; koreksi keseimbangan asam-basa; beri darah segar bila ada perdarahan hebat

- Mengatasi renjatan.

9

Page 10: Ensefalopati Dengue

Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yang isotonis atau yang sedikit hipertonis.

Cairan yang dapat dipakai: Ringer Laktat(RL); Glukose 5% dalam half strength NACL

0,9%; RL-D5, dibuat dengan menambahkan 6,25 cc RL dengan 6,25 cc D40%; atau NaCl

0,9% : D10% ditambahkan Natrium bikarbonas 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.

Plasma/plasma ekspander. Diperlukan pada penderita renjatan berat atau bila

tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid diatas. Bila dapat cepat

disiapkan , diberikan sebagai pengganti cairan pertama lalu setelah itu cairan pertama

dilanjutkan lagi. Bila setelah pemberian cairan pertama nilai hematokrit masih tinggi dan

hitung trombosit masih rendah. Dosis 10-20 cc/kgBB dalam 1-2 jam. Bila nadi/tekanan

darah masih jelek atau Ht masih tinggi, dapat ditambahkan plasma 10 cc/kgBB setiap jam

sampai total 40 cc/kgBB. Yang digunakan seperti Plasbumin (Human albumin 25%),

Plasmanate (plasma protein fraction 5%), plasmafuchsin, Dekstran L 40.

Dosis/kecepatan pemberian cairan kristaloid. Dosis yang biasa diberikan ialah 20-

40 cc/kgBB diberikan secepat mungkin dalam 1-2 jam. Untuk renjatan yang tidak berat,

cairan diberikan dengan kecepatan 20 cc/kgBB/jam dan dapat diulang hingga 2 kali,

bahkan bila vena kolaps dimana pemberian yang diharapkan tidak dapat dicapai, maka

dapat diberikan dengan semprit secara cepat sebanyak 100-200 cc. Untuk menentukan

guyur tidaknya pemberian cairan, maka dilakukan pengukuran central venous pressure

(CVP/JVP) dengan pemasangan kateter vena sentralis biasanya pada v. Basilica lengan

kiri atau kanan, apabila nilai kurang dari 5 maka cairan diguyur sampai nilai=5 dan

dipertahankan antara 5-8 cm H20.

- Cairan maintenance 2

Jenis cairan yang dapat diberikan:

1. D5/10 : NaCl 0,9 = 3:1, untuk anak besar dan anak bayi 4:1

2. D5 dalam NaCl 0,225 , kedalam cairan ini ditambahkan KCl 10 mEq, Vitamin B

komplek dan vitamin C secukupnya

3. D5/10 + KCl 10 mEq/botol, bila kadar natrium dan klorida dalam serum tinggi

4. NaCl 0,9 : D10 aa

5. ⅔ cairan kristaloid + ⅓ cairan plasma ekspander

10

Page 11: Ensefalopati Dengue

Atau cairan rekomendasi dari WHO ,berupa: 6

1. Ringer laktat (RL), atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat (D5/RL)

2. Ringer asetat (RA), atau dekstrosa 5% dalalm ringer asetat (D5/RA)

3. NaCL 0,9% (garam faali=GF), atau dekstrosa 5% dalam garam faali (D5/GF)

- Kecepatan/Dosis cairan maintenance

Setelah renjatan teratasi dan penderita mulai masuk kedalam stadium

penyembuhan, maka pemberian cairan hendaknya dilakukan secara hati-hati karena dapat

terjadi hipervolemia, hal ini karena cairan yang terdapat di ruang ekstravaskular mulai

direabsorbsi kedalam vascular. Dosis yang sering digunakan ialah 100-150 ml/kgBB/24

jam.

- Tranfusi darah

Sebaiknya darah segar; pada perdarahan hebat baik hematemesis, melena atau

epistaksis yang memerlukan tamponade; bila setelah 24-48 jam setelah pengobatan

renjatan anak jatuh ke dalam renjatan lagi walaupun belum terlihat perdarahan; pada

kadar hematokrit yang rendah (< 35-40%) tetapi anak masih syok; Dosis 10-20 ml/kgBB,

dapat ditambah bila perdarahan berlangsung terus. Pada perdarahan gastrointestinal hebat

(kadang dapat diduga dari menurunnya Hb dan Ht sedang perdarahan sendiri tidak

kelihatan)3.

- Obat-obatan

Antibiotik. Diberikan bila prolonged shock, ada infeksi sekunder, sebagai

profilaksis. Dapat digunakan : Ampisilin 400-800 mg/kgBB/hari IV atau Gentamisin 2 x

5mg/kgBB/hari IV.

Antivirus. Seperti isoprinosin. Masih kontroversial, mungkin bermanfaat pada

stadium dini.

Heparin. Kho dkk.(1979) memberikan heparin pada penderita prolonged shock

dimana DIC diduga sebagai penyebab perdarahan (penurunan trombosit < 75000/mm³

dan fibrinogen < 100mg%), dosis 0,5 mg/kgBB IV tiap 4-6 jam. Sedang menurut

Sumarmo (1981) pemakaian heparin kurang mengesankan.

11

Page 12: Ensefalopati Dengue

Kortikosteroid. Penggunaannya belum ada kesepakatan.

Dipyridamol dan asetosal. Maksud pemberian obat ini adalah untuk mencegah

adhesi dan agregasi trombosit dalam kapiler, pula mencegah permulaan terjadinya DIC.

Sumarmo (1983) tidak menganjurkan pemakaian asetosal pada penderita dengan

kecenderungan perdarahan.

Carbazochrom Sodium Sulfonat (AC 17). Beberapa peneliti menggunakan obat

ini pada penderita DSS yang disertai dengan perdarahan saluran cerna yang hebat. Cara

kerja obat ini adalah menekan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, memiliki

aktivitas plasma ekspander, mempersingkat waktu perdarahan. Funahara dkk. (1986)

serta Sugiyanto dkk. (1987) memberikan preparat ini dengan cara berikut:

Hari I : suntikan 25 mg IV dilanjutkan infus secara kontinyu dengan dosis 300 mg/hari

dalam larutan RL selama 24 jam.

Hari II : infus AC 17 dengan dosis 3 x 100 mg/hari

Hari III : infus dengan dosis 3 x 50 mg/hari

Hari IV : pemberian obat dihentikan.

Ternyata efektivitas cukup memuaskan dengan menekan kebocoran plasma dan

mengurangi perdarahan. Sedangkan Sachro dkk.(1987) di Semarang tidak mendapat

perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Dopamin. Dipertimbangkan pada penderita DSS dengan renjatan yang belum

dapat teratasi, walau telah diberikan cairan yang adekuat. Dosis 5-10 mcg/kgBB/menit IV

setiap 4-6 jam.

Sedativa dan antikonvulsan. Diberikan pada penderita DSS yang amat gelisah dan

kejang. Dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis IV atau Klorhidrat 12,5-50

mg/kgBB Oral atau Rektal hanya satu kali (dosis maksimal 1 gr)

Antasida. Dipertimbangkan pemberiannya pada penderita DSS dengan muntah-

muntah hebat dan nyeri epigastrium yang tidak jelas dan disebabkan oleh pembesaran

hati yang progresif.

Diuretika. Furosemida diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/x, 1 x sehari bila ada

tanda/gejala overhidrasi.

Digitalisasi. Digitalisasi cepat dapat diberikan pada penderita dengan gejala/tanda

kegagalan jantung. Dosis 0,03 mg/kgBB untuk hari I

12

Page 13: Ensefalopati Dengue

- Observasi penderita4

Pengawasan dan pemantauan ketat merupakan hal terpenting untuk mencapai

keberhasilan.meliputi :

keadaan umum, tanda-tanda perdarahan (luar maupun organ dalam), rasa lemas,

keringat dingin, kesadaran.

TTV dipantau tiap jam dengan chart

Abdomen : hepatomegali, awasi nyeri epigastrium (awal syok)

Organ lain: jantung (takikardi supraventikular), paru (efusi pleura, pernafasan

kussmaul, edema paru akibat overhidrasi)

Urin tampung untuk memantau perbaikan perfusi ginjal (keberhasilan therapy)

Laboratorium

- Ht setiap 2 jam selama keadaan masih gawat, makin jarang sampai 1 atau 2

kali per 24 jam bila keadaan membaik.

- Trombosit bila perlu tiap 6 jam, minimal setiap hari.

- Plasma protein (bila bisa) untuk menentukan keperluan pemberian plasma

- Kemungkinan DIC : masa perdarahan, masa pembekuan, trombositopeni,

morfologi eritrosit (burr cell, fragmentosit, helmet cell), bila ada perdarahan

merembes.

- Kriteria Memulangkan Pasien 5

Pasien dapat dipulangkan, apabila:

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/μl

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

KOMPLIKASI 2,4

13

Page 14: Ensefalopati Dengue

Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok ringan/berat, syok berulang, kegagalan

pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, asites, ensefalopati dengue,

kegagalan jantung, sepsis.

PROGNOSIS 2

Tergantung dari beberapa faktor seperti : lama dan beratnya renjatan, waktu,

metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya rekuren syok yang terjadi terutama

dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan, tanda-tanda

serebral.

ENSEFALOPATI DENGUE

14

Page 15: Ensefalopati Dengue

Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan tentang penderita DBD yang

disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari berbagai negara di kawasan Asia Tenggara

dan Pasifik Barat. 10

GEJALA KLINIS

Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai

kejang. 5 Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata

kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis penderita sehingga

apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga memberikan

suatu keyakinan bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap

penderita yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contoh kasus

ensefalopati dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis penderita DBD

dan bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu dijumpai. 10

PATOFISIOLOGI

Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolik, dan

disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan

perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Kecuali kejang, gejala

ensefalopati lain tidak/jarang menyertai penderita DBD.10

PENATALAKSANAAN

Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah

teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 dan

jumlah cairan harus segera dikurangi.

Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis,

dexametason 0,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi

bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati,

GDS diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan

mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.

15

Page 16: Ensefalopati Dengue

Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi

produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. 5

Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah

dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/hari +

kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat tersebut sudah menunjukkan tanda

resistan, maka obat ini dapat diganti dengan obat-obat yang masih sensitif dengan

kuman-kuman infeksi sekunder, seperti cefotaxime, cefritriaxsone, amfisilin+clavulanat,

amoxilline+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan

aminoglycoside. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya:

antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi

darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan

transfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.5

KESIMPULAN

Tingginya persentase ensefalopati dengue pada golongan umur 1 -- 4 tahun (yaitu

pada golongan umur tersering terjadinya kejang demam pertama kali) memerlukan

peningkatan kewaspadaan. Oleh karena itu di daerah endemis DBD perlu diperhatikan:

(1) pada setiap penderita demam disertai kejang dan penderita dengan diagnosis klinis

ensefalitis perlu dicari kemungkinan adanya manifestasi perdarahan, dan (2) sekiranya

penderita jatuh dalam renjatan, kita harus waspada terhadap kemungkinan DSS.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Ensefalopati Dengue

1. Prober, Charles G, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Jilid 2, edisi bahasa Indonesia

edisi 15, Jakarta 1999.

2. Rampengan,TH; Laurentz,IR: Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, EGC,Jakarta ,1993

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak,

Jakarta, 1985.

4. Komite medik RSUP DR SARDJITO. Standar Pelayanan Medis. Ed.2, Medika FK

UGM, Yogyakarta, 2000.

5. S, Sumarmo; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak

Indonesia, Jakarta, 2002

6. S.H, Sri Rezeki, Ed. Demam Berdarah Dengue “Pelatihan Bagi Pelatih Dokter

Spesialis Anak Dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dalam Tatalaksana Kasus

Demam Berdarah Dengue”, FKUI, Jakarta, 2004.

7. www.bhj.org/journal/2001.4303.july01/review.380.htm [diakses 13 Agustus 2010]

8. www.sph.uq.edu.qu/acithn/thesis/Thein.html [diakses 13 Agustus 2010]

9. American Journal Tropical Medicine. Hyg. 70(2), 2004, pp. 172-179 [diakses 13

Agustus 2010]

10. Sumarmo, Demam Berdarah Dengue, Aspek Klinis dan Penatalaksanaan, Bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Cermin

Dunia Kedokteran No. 60, Jakarta, 1990

17