Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

7
Fisiologi dan Anatomi Kolon (Defekasi) Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong. Gerakan Mencampur “Haustrasi”. Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.

Transcript of Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

Page 1: Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

Fisiologi dan Anatomi Kolon (Defekasi)

Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk

feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian

proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan

penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya

masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong.

Gerakan Mencampur “Haustrasi”.

Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot

sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot

longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian

usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas

puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat

terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh

karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan

feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan  cairan serta zat

terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.

Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”.

Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat

tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai

sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi

satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.

Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus

(sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh

rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus

Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan

parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam

Page 2: Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket

untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas

bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida

sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai

ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat

meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat

Absorpsi dalam Usus Besar

Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan

elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama

feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang

bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang

tepat (kolon  penyimpanan)

Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.

Mukosa usus besar mirip seperti usus  halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif

natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih

erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika

aldosteron teraktivasi.  Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di

sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air.

Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24jam, rata-rata 55mEq dari natrium dan 23mEq

dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn diamsorpsi dari chyme tergantung dari

kecepatan pergerakan kolon. Chyme biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi

peristaltik cepat (abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses

menjadi encer. Jika kontraksi peristaltik lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feses

yang keras sehingga menyebabkan konstipasi.

Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti

penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus

besar

Page 3: Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar

Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga

bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi

jumlah ini akan terjadi diare.

Kerja Bakteri dalam Kolon.

Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon

pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi), vitamin

(K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon,

khususnya CO₂, H₂, CH₄)

Komposisi feses.

Normalnya terdiri dari ³⁄₄ air dan ¹⁄₄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20%

anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari pencernaan

(pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan

urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak

dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari

karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0).  Bau feses

disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja

relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses

bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka

panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.

Flatus

Flatus dihasilkan dari tertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus dan

kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak bisa diserap. Fermentasi dari karbohidrat (seperti kol

dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang dapat merangsang peristaltik. Orang dewasa

biasanya membentuk 400-700 ml flatus setiap hari.

Defekasi

Page 4: Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang

lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan rectum serta sudut tajam

yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi

rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang

terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani

eksternus

Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum

mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus

melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic

(diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.

Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen

menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon

descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic

mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus

dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi

defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang

Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter

dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-

otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang

dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau

melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.

Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi,

sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla

spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis,

kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui

serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang

peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic

menjadi proses defekasi yang kuat

Page 5: Fisiologi Dan Anatomi Kolon Defekasi

Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil

napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon

turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin

anus mengeluarkan feses.

Daftar Pustaka:

Ganong W. F. 19.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.