ETIOLOGI apendisitis akut

6
ETIOLOGI Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005). Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Di antaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica (Aleq, 2011). Penyebab dan faktor resiko appendisitis akut : (Longo, 2011) 1. Obstruksi (sumbatan) lumen abdomen a. Hiperplasia jaringan limfe b. Fekalit c. Tumor apendiks d. Cacing Ascaris sp

description

etiologi

Transcript of ETIOLOGI apendisitis akut

Page 1: ETIOLOGI apendisitis akut

ETIOLOGI

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris

dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh

konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal

yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.

(Sjamsuhidayat, 2005).

Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Di antaranya adalah obstruksi yang

terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja

yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam

tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Penyebab lain yang

diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica

(Aleq, 2011).

Penyebab dan faktor resiko appendisitis akut : (Longo, 2011)

1. Obstruksi (sumbatan) lumen abdomen

a. Hiperplasia jaringan limfe

b. Fekalit

c. Tumor apendiks

d. Cacing Ascaris sp

2. Erosi mukosa apendiks

a. Entamoeba hystolitica

b. Eschercia coli

c. Streptococcus sp

3. Gaya hidup

a. Konsumsi makanan rendah serat

b. Konstipasi à meningkatkan tekanan intrasekal à sumbatan fungsional apendiks à

peningkatan pertumbuhan kuman flora normal

Page 2: ETIOLOGI apendisitis akut

PRESDIPOSISI

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan

dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya

gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan

sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan

keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan

kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Sjamsuhidajat, 2005).

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam

tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi (Temple, 1995).  Penggunaan ligasi ganda

pada  setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh.

Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau

tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi

ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga

yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan

penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik

menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih

sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan

tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.

Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen,

terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan

kemampuan dokter bedah untuk operasi (Birnbaum, 2000).

Page 3: ETIOLOGI apendisitis akut

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis

insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,

melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral

garis yang menghubungkan spina liaka

anterior superior kanan dan umbilikus

(Skandalakis, 2004).

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat,

insisi transversal pada garis miklavikula-

midinguinal. Mempunyai keuntungan

kosmetik yang lebih baik dari pada insisi

grid iron (Russell, 2004).

Rutherford Morisson’s incision (insisi

suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi

McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak

di parasekal atau retrosekal dan terfiksir

(Patnalk, 2001).

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi

perforasi dan terjadi peritonitis umum

(Patnalk, 2001)..

Page 4: ETIOLOGI apendisitis akut

Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5

cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis

(Patnalk, 2001).

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

DAPUS

Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215:

337e48.

Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A

prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.

Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. 2004. Skandalakis’ Surgical

Anatomy. USA: McGrawHill.

Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. 2004. Editors. Bailey and Love’s Short Practice

of Surgery. 24th Ed. London: Arnold.

Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. 2001. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J

Anat. Soc. India 50(2) 170-178.

Longo,Dan L.2011.Horrison’s Principle of internal medicine. USA : The McGraw-Hill

Companies

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Aleq, Mochamad Sander. 2011. Apendisitis Akut: Bagaimana Seharusnya Dokter Umum

Dan Perawat Dapat Mengenali Tanda Dan Gejala Lebih Dini Penyakit Ini?. Volume 2,

Nomor 1. ISSN: 2086-3071