Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

25
EPHINEPRIN DAN DEKSAMETASON PADA ANAK DENGAN BRONKIOLITIS Amy C. Plint, M.D., M.Sc., David W. Johnson, M.D., Hema Patel, M.D., M.Sc., Natasha Wiebe, M.Math., Rhonda Correll, H.B.Sc.N., Rollin Brant, Ph.D., Craig Mitton, Ph.D., Serge Gouin, M.D., Maala Bhatt, M.D., M.Sc., Gary Joubert, M.D., Karen J.L. Black, M.D., M.Sc., Troy Turner, M.D., Sandra Whitehouse, M.D., and Terry P. Klassen, M.D., M.Sc., for Pediatric Emergency Research Canada (PERC) ABSTRAK LATA BELAKANG Meskipun berbagai penelitian telah banyak mempelajari manfaat penggunaan ephineprin nebulasi atau kortikosteroid tunggal untuk mengobati bayi dengan bronkiolitis, efektivitas penggunaan keduanya masih belum dibuktikan. METODE Kami telah melakukan percobaan diberbagai pusat penelitian dengan metode percobaan double blind dan placebo control dimana 800 bayi (6 minggu sampai 12 bulan) dengan bronkiolitis di instalasi gawat darurat khusus anak ditugaskan secara acak sebagai salah satu dari empat kelompok penelitian. Kelompok pertama

description

epinprin

Transcript of Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

Page 1: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

EPHINEPRIN DAN DEKSAMETASON PADA ANAK DENGAN

BRONKIOLITIS

Amy C. Plint, M.D., M.Sc., David W. Johnson, M.D., Hema Patel, M.D., M.Sc.,Natasha Wiebe, M.Math., Rhonda Correll, H.B.Sc.N., Rollin Brant, Ph.D.,

Craig Mitton, Ph.D., Serge Gouin, M.D., Maala Bhatt, M.D., M.Sc.,Gary Joubert, M.D., Karen J.L. Black, M.D., M.Sc., Troy Turner, M.D.,

Sandra Whitehouse, M.D., and Terry P. Klassen, M.D., M.Sc.,for Pediatric Emergency Research Canada (PERC)

ABSTRAK

LATA BELAKANG

Meskipun berbagai penelitian telah banyak mempelajari manfaat penggunaan

ephineprin nebulasi atau kortikosteroid tunggal untuk mengobati bayi dengan

bronkiolitis, efektivitas penggunaan keduanya masih belum dibuktikan.

METODE

Kami telah melakukan percobaan diberbagai pusat penelitian dengan

metode percobaan double blind dan placebo control dimana 800 bayi (6 minggu

sampai 12 bulan) dengan bronkiolitis di instalasi gawat darurat khusus anak

ditugaskan secara acak sebagai salah satu dari empat kelompok penelitian.

Kelompok pertama mendapatkan dua pengobatan dari ephineprin nebulasi (3 ml

ephineprin dalam 1: 1000 larutan tiap pengobatan) dan keseluruhan dari enam

dosis oral dexametason (1,0 mg/kgBB di instalasi gawat darurat dan 0,6 mg/kgBB

untuk tambahan 5 hari) (grup ephineprin – dexamethason), kelompok kedua

menerima pengobatan ephineprin nebulasi dan pengobatan placebo oral (grup

ephineprin), kelompok ketiga menerima pengobatan nebulasi placebo dan

dexamethason oral( grup dexametason), dan kelompok keempat mendapatkan

nebulasi placebo dan placebo oral (grup placebo). Hasil utamanya adalah 7 hari

sejak hari pertama masuk rumah sakit (kunjungan awal ke instalasi gawat darurat)

Page 2: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

HASIL

Setiap kelompok penelitian memiliki karakteristik klinik dasar yang

serupa. Dengan 7 hari, 34 bayi (17,1%) pada grup ephineprin – dexamethason, 47

(23,7%) pada grup ephineprin, 51 (25,6%) pada grup dexamthason, dan 53

(26,4%) pada grup placebo telah dirawat di rumah sakit. Dalam analisis yang telah

disesuaikan, hanya bayi dalam grup ephineprin – dexamethason yang kurang

memungkinkan dibandingkan mereka dalam grup placebo yang diterima dalam 7

hari (resiko relative 0,65, kepercayaan 95% interval 0,45 – 0,95, p= 0,02). Namun

dengan penyesuaian untuk beberapa penelitian, hasil ini memberikan nilai yang

tidak signifikan (p = 0,07). Tidak ada efek yang serius dari hasil penelitian ini.

KESIMPULAN

Diantara bayi dengan pengobatan bronkiolitis di instalasi gawat darurat,

pengobatan dengan menggunakan kombinasi dexamethason dan ephineprin secara

signifikan dapat mengurangi keluhan di rumah sakit.

Page 3: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

Pada bayi, bronkiolitis merupakan infeksi akut yang umum atau biasa

terjadi di saluran pernapasan bagian bawah yang ditandai dengan rhinorrhea,

batuk mengi, sesak nafas, dan hipoksemia dan paling sering disebabkan oleh

respiratory syncytial virus (RSV). Rumah sakit menerima kasus bronkiolitis

hampir dua kali lipat selama 10 sampai 15 tahun di Kanada dan Amerika Serikat,

biaya tahunan rumah sakit akibat RSV terkait bronkiolitis diperkirakan mencapai

$ 365 juta menjadi $ 691 juta pada tahun 1998.

Pengobatan bronkiolitis baru – baru ini masih kontroversial. Bronkiolitis

dan kortikosteroid banyak digunakan tetapi tidak direkomendasikan sebagai

pengobatan rutin. Sebuah penelitian meta-analisis dari efek pengobatan nebulasi

beta agonis selektif gagal menunjukkan manfaat yang konsisten. Sedangkan meta

analisis dari efek pengobatan ephinefrin nebulasi yang disarankan dapat

menurunkan gejala klinis dibandingkan dengan placebo atau albuterol. Dalam satu

percobaan kecil, acak dan terkontrol pengobatan dengan dexamethason

mengurangi 40% keluhan dibandingkan dengan placebo. Namun, sebagian besar,

penelitian baru – baru ini gagal menunjukkan perbedaan penyebaran di rumah

sakit atau skor klinis pernapasan dibandingkan placebo.

Penelitian ini dilakukan sehubungan terhadap kontroversi lanjutan mengenai

penggunaan ephineprin nebulasi dan kortikosteroid sistemik dalam pengobatan

bronkiolitis pada bayi. Kami melakukan nya secara acak, doble blind, placebo –

controlled, percobaan klinik dengan desain factorial di beberapa situs untuk

menentukan apakah pengobatan dengan ephineprin nebulasi, dan dexametason

oral, atau pemberian keduanya menghasilkan penurunan klinis keluhan

bronkiolitis pada anak di instlasi gawat darurat rumah sakit.

METODE

Pasien

Pasien dipilih selama musim bronkiolitis (desember sampai april) di

delapan instalasi gawat darurat kanada dari tahun 2004 – 2007. Seluruh rumah

sakit adalah anggota kelompok riset Pediatric Emergency Research Canada

(PERC). Informed consent tertulis diperoleh dari orang tua atau wali dari semua

Page 4: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

bayi yang termasuk dalam penelitian ini, dan telah disetujui oleh komite etik di

setiap daerah dan oleh dinas kesehatan kanada. Protocol penelitian dan naskah

penelitian ditulis oleh peneliti, dan data dikumpulkan oleh perawat penelitian dan

dianalisis dengan statistic PERC. Seluruh badan pemberian termasuk semua

biaya, termasuk biaya obat – obatan, tidak menggunakan kerahasiaan perjanjian,

dan tidak memainkan peranan dalam penelitian ini.

Bayi dengan usia 6 minggu – 12 bulan dengan bronkiolitis yang

berpartisipasi di instalasi gawat darurat yang memenuhi syarat penelitian jika

memliki skor 4 sampai 15 pada espiratory distress assessment index (RDAI).

RDAI yang memiliki kemampuan pengamatan yang baik dalam menentukan

tingkatan mengi dan gangguan pernapasan pada skala 0 – 17, dengan skor

tertinggi menunjukkan penyakit yang parah. Skor dibawah 4 mengindikasikan

penyakit yang sangat ringan, dan skor diatas 15 sebagai penyakit yang sangat

parah. Bronkiolitis didefinisikan sebagai episode pertama mengi yang

berhubungan dengan gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas selama puncak

musim RSV. Kami mengeluarkan bayi yang menerima bronkodilator di instalasi

gawat darurat sebelum dinilai oleh perawat penelitian, bayi yang telah menerima

kortikosteroid oral atau inhalasi selama 2 minggu sebelumnya, bayi dengan

episode sebelumnya mengi atau di diagnosis asma, pengguna bronkodilator

sebelumnya, setiap penyakit kardiopulmonar kronis, atau immunodefisiensi dan

bayi dengan gangguan pernapasan berat (didefinisikan sebagai denyut nadi > 200

x/menit, tingkat pernapasan > 80 x/menit, atau skor RDAI >15) atau dengan

letargi, dan bayi yang terkena varicella dalam 3 minggu sebelumnya, juga pada

bayi lahir kurang dari 37 minggu kehamilan. Dan yang terakhir bayi dengan

keterbatasan komunikasi atau hambatan dengan pihak keluarga.

Seorang perawat peneliti hadir atau berada di bagian instalasi gawat

darurat selama 16 jam setiap hari untuk mendapatkan participant. Setelah dokter

telah mengkonfirmasi diagnosa dan izin dari orang tua bayi telah didapatkan,

informasi demografis didokumentasikan, diperoleh riwayat medis, dan

mendapatkan secret nasal-faring untuk uji RSV. Setiap bayi dengan saturasi

oksigen kurang dari 92%, sementara anak mendapatkan oksigen tambahan dan

Page 5: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

bayi dengan demam (temperature rectal >38oC) dan menerima acetaminophen (15

mg/kgBB)

INTERVENTION

Dengan menggunakan urutan acak yang dihasilkan computer, perawat

penelitian memberikan pengobatan dari tiap kelompok penelitian; ephineprin

nebulasi dan dexametason oral (grup 1), ephineprin nebulasi dan placebo oral

(grup2), placebo nebulasi dan dexametason oral (grup3) dan nebulasi placebo dan

placebo oral (oral4). Dua pengobatan nebulasi diberikan 30 menit terpisah dengan

menggunakan 1730 Updraft II Nebulizer (Hudson RCI) dan laju kecepatan

oksigen sebanyak 8 liter/menit, yang terdiri dari 3 ml ephineprin generic dalam

larutan 1 : 1000 atau setara dengan volume saline. Pengobatan oral berdasarkan

pada studi Schuh dkk, terdiri dari 1 mg/kgBB dexamethason (maksimum dosis 10

mg) atau placebo diberikan setelah pengobatan nebulasi pertama di instalasi gawat

darurat, diikuti oleh lima dosis sekali sehari dexamethason ( 0,6 mg/kgBB, maks

10mg) atau placebo. Dexametason suspensi terdiri dari dexamethason phospat

generic injeksi dicampur dengan Ora-Plus dan Ora-Sweet (Laboratorium

Paddock). Placebo terdiri dari Ora-Plus dan Ora-Sweet. Perawat penelitian

memberikan semua obat di instalasi gawat darurat serta memberikan edukasi

kepada orang tua bayi bagaimana menggunakan obat di rumah.

RANDOMIZATION

Urutan pengacakan yang dihasilkan computer, dikelompokkan oleh pusat,

menggunakan blok 8 dan 12 yang diubah secara acak. Pengkodean di jamin pada

setiap farmasi sampai pendaftaran dan entry data selesai diolah. Dalam rangka

menyembunyikan alokasi urutan, apotek disetiap tempat disiapkan obat penelitian

yang diberikan nomor urut. Obat aktif dan placebo diberikan penampilan, berat,

volume, bau, dan rasa yang sama.

Page 6: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

PENILAIAN

Perawat penelitian mencatat skor RDAI pasien, laju pernapasan, denyut

jantung, dan saturasi oksigen pada pemeriksaan, antara dua pemberian nebulasi,

dan pada menit 60, 90, 120, 180, dan menit 240; temperature rectal pada menit

120 dan 240; tekanan darah pada menit 240 dan efek samping selama periode

pengamatan di instalasi gawat darurat. Dengan menggunakan telepon sebagai

standar prosedur follow up, perawat peneliti yang memperoleh data mengenai

pemenuhan administrasi obat penelitian setelah pemberhentian konsumsi obat dan

kunjungan rumah, serta rincian tentang pemberian makan bayi, tidur, pernapasan,

dan batuk. Follow up dengan menggunakan telepon dilakukan hingga hari ke

tujuh, kemudian setiap 2 hari hingga hari ke 14, dan setiap 3 hari hingga hari ke

22. Tinjauan grafik pasien rumah sakit selesai 22 hari setelah pendaftaran.

Page 7: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

HASIL PEMERIKSAAN

Hasil utama sejak masuk rumah sakit sampai 7 hari setelah pendaftaran,

yang terjadi selama kunjungan ke instalasi gawat darurat ditentukan melalui

follow up telepon dan dikonfirmasikan melalui tinjauan grafik pasien, seperti

tingkat penerimaan pada saat pendaftaran dan pada hari ke 22. hasil yang kedua

Page 8: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

terjadi perubahan pada perubahan jantung dan laju pernapasan, skor RDAI, dan

saturasi oksigen sejak pemeriksaan awal sampai menit 30, 60, 120, 240

ditentukan melalui pemeriksaan langsung oleh perawat peneliti. Hasil kedua dari

panjang dan beratnya gejala ditentukan dengan standar follow up telepon. Waktu

pemberhentian ditentukan melalui tinjauan grafik pasien yang ditentukan sebagai

waktu antara tiga waktu pada saat pendaftaran dan waktu pemberhentian sejak

datang ke instalasi gawat darurat atau dari sejak rawat inap terakhir disetiap

pasien dalam 7 hari berikutnya. Pasien kembali ke rumah sakit untuk gejala

bronkiolitis dalam waktu 22 hari penerimaan yang ditentukan dengan telepon dan

dikonfirmasi dengan grafik tinjauan pasien.

ANALISIS STATISTIK

Ukuran sampel hingga 800 bayi dipilih untuk memberikan daya 80%

(dengan 5% tingkat kesalahan) untuk mendeteksi perbedaan absolute dari 10

persen poin dalam poin penyebaran yang dihasilkan dari pemberian setiap obat

dan diasumsikan sebagai tidak ada interaksi antara epinephrine dan

dexamethasone. Analisis data di tunjukkan dengan menggunakan Strata Software,

versi 10.0. dua analisis sementara yang direncanakan dan dilaksanakan dengan

pendekatan Baybitte-Peto (dengan aturan berhenti yang ditentukan nilai P kurang

dari 0,001), kedua hasil analisis memiliki hasil tidak bermakna. Subgroup analisis

yang telah direncanakan termasuk analisis yang utama sesuai dengan ada atau

Page 9: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

tidaknya atopi, RSV status, dan jangka waktu penyakit. Semua analisa

berdasarkan prinsip intention-to-treat. Pendaftaran dan kunjungan ulang karena

gejala bronkiolitis dianalisis dengan menggunakan regresi resiko relative untuk

hasil biner. Rencana analisis kami, sebagaimana ditentukan oleh protocol dan

berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan mengenai analisa data dalam penelitian

dengan desain factorial, yang pertama untuk melakukan analisis factorial,

berhubungan dengan istilah ephineprin, dexamethason, dan pusat penelitian,

kemudian pemeriksaan berhubungan dengan interaksi dan terakhir jika bukti dari

interaksi telah ditemukan. Analisis dan menyajikan hasil kami sebagai

perbandingan dari setiap tiga kelompok pengobatan dengan kelompok placebo.

Bukti interaksi klinis yang signifikan antara epineprin dan dexametason telah

ditemukan. Untuk mengakomodasikan ketidakpastian yang timbul dari interaksi

yang tak terduga, kami menyediakan dua hasil, yaitu hasil yang disediakan dan

hasil yang tidak disesuaikan untuk beberapa perbandingan dengan menggunakan

pendekatan berdasarkan Westfall dan seperti yang telah diterapkan oleh Hothorn

dkk. Waktu pemberhentian obat telah dianalisis dengan menggunakan Cox

proportional-hazards model. Untuk memungkinkan interval antara panggilan

follow up telepon dan mensensor sebelum akhir penelitian, waktu untuk

mengetahui gejala dianalisis dengan menggunakan model rerata parametric

survival dengan distribusi weibull. Kami menganalisis karakteristik klinik dengan

menggunakan campuran efek regresi, dan nilai – nilai dasar. Diasumsikan seperti

bahaya proporsi dan normalisasi yang diperiksa melalui grafik.

Page 10: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

HASIL

PEMILIHAN DAN KARAKTERISTIK PEMERIKSAAN

Sebanyak 3556 bayi disaring kelayakannya, 1715 memenuhi persyaratan

kriteria, dan 800 yang terdaftar (gambar 1). Dari 1841 bayi tidak memenuhi

syarat, 867 (47,1%) memiliki episode mengi atau didiagonsis asma sebelumnya,

90 (4,9%) memiliki skor RDAI diatas 15, dan 343 (18,6%) memiliki skor RDAI

dibawah 4. Sebanyak 200 pasien secara acak mendapatkan grup ephineprin dan

dexamethason, 199 mendapatkan grup ephineprin, 200 mendapatkan grup

dexamethason, dan 201 mendapatkan grup placebo. Tidak ada data yang tersedia

di hasil utama untuk tiga grup, pasien tersebut tidak termasuk dalam analisis

intention-to-treat. Karena kesalahan farmasi, total dari 23 pasien di grup 1 dan 23

pasien di grup 3 mendapatkan dexamethason pada 80% dosis yang direncanakan,

pasien tersebut termasuk kedalam analisis intention-to-treat. Deviasi dari protocol

setiap grup adalah kecil dan merata. Karakteristik pemeriksaan klinis dan

demografi sama disetiap grupnya. Sebagai tambahan penggunaan bronkodilator

90 menit setelah kunjungan pertama adalah serupa disetiap kelompok penelitian,

dengan 18,4% pasien menerima albuterol dan 20,6% menerima epinephrine.

Sebagai follow up, orang tua dan wali dari 19 bayi pada grup ephineprine –

Page 11: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

dexametason, 13 bayi pada grup epinephrine, 20 bayi pada grup dexamethason,

dan 12 bayi pada grup placebo telah dilaporkan bahwa mereka telah

menghentikan pemberian sirup oral, untuk semua 19 bayi grup ephineprine-

dexametason, smua 20 bayi grup dexametason, dan 3 dari 12 grup placebo,

sehingga dokter dapat memeberikan resep kortikosteroid oral. Kelompok -

kelompok obat penelitian tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok

pengguna obat non penelitian pada pemberhentian di instalasi gawat darurat

selama 7 hari.

MASUK RUMAH SAKIT

Selama 7 hari, 34 dari 199 bayi di grup 1 (17,1%) telah dirawat dirumah

sakit, sama seperti 47 dari 198 bayi di grup 2 (23,7%), 51 dari 199 bayi digrup 3

(25,6%) dan 53 dari 201 bayi di grup 4 (26,4%). Resiko relative penyebaran, yang

disesuaikan dan tidak disesuaikan untuk berbagai perbandingan di tunjukkan di

Page 12: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

gambar 2. Resiko relative untuk penyebaran pada hari ke 7 di grup 1 sebagai

perbandingan dengan kelompok 4 adalah 0,65 ( 95% kepercayaan, 0,45 hingga

0,95; p = 0.02 dan p= 0.07 untuk analisis yang sesuai dan tidak sesuai); 11 bayi

akan membutuhkan pengobatan untuk mencegah masuk rumah sakit. Sebaliknya

di kedua analisis yang disesuaikan dan tidak disesuaikan, baik pengobatan dengan

dexametason tunggal dan pengobatan dengan ephineprin tunggal menurunkan

angka penyebaran, sebagai perbandingan dengan placebo ( P= 0.87 dan p=0.52).

status RSV positif, riwayat perjalanan penyakit, presentasi di awal perjalanan

penyakit (<2hari setelah timbulnya gejala), penyakit berat (didefinisikan sebagai

nilai RDAI ≥ 6), dan kesalahan farmasi (dosis rendah dexametason) tidak

mempengaruhi hasil yang utama. Efek menggabungkan obatn ephineprin dan

deksametason yang paling jelas terlihat dalam 3 hari pertama setelah pendaftaran

awal penelitian.

Penilaian Klinis

Skor RDAI dan tingkat pernapasan meningkat pada semua kelompok

selama kunjungan instalasi gawat darurat. Bayi dengan grup ephineprine dan

mereka dalam kelompok ephineprin – deksametason memiliki skor RDAI yang

secara signifikan lebih rendah selama jam pertama penelitian daripada bayi dalam

placebo kelompok, skor RDAI untuk bayi dengan dexametason grup tidak

menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan perubahan skor

untuk bayi dalam grup placebo. Bayi dalam kelompok epineprin – dexametason

juga memiliki tingkat pernapasan yang rendah selama jam pertama dibandingkan

dengan mereka pada kelompok placebo. Sebagai perbandingan dengan bayi pada

kelompok placebo, mereka dengan grup ephineprin dan ephineprin-dexametason

memiliki detak frekuensi detak jantuk yang meningkat selama satu jam pertama,

sedangkan bayi dengan grup dexamethason tidak terjadi peningkatan frekuensi

denyut jantung.

Page 13: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

Hasil lainnya

waktu rata – rata hingga pemberhentian dari instalasi gawat darurat untuk grup 1

Page 14: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

adalah sedikit lebih pendek dari grup 4 (4.6 dan 5.3 jam, masing – masing;

disesuaikan p=0.02), sedangkan baik kelompok 3 (5.1 jam) atau kelompok 2 (4.9

jam) berbeda dari kelompok 4. Pada kelompok 1, 95 pasien (47,7%) kembali ke

penyedia layanan kesehatan untuk gejala bronkiolitis terkait, seperti yang

dilakukan 93 pasien dalam grup 2 (47%), 106 dikelompok 3 (53,3), dan 86 pasien

dalam kelompok 4 (42,8%), hanya perbedaan antara kelompok 3 dan kelompok 4

yang terlihat secara signifikan, dan dalam analisis yang disesuaikan (p=0.04).

Bayi dalam kelompok 1 terlihat kembali membaik dalam pernapasan atau hampir

makan normal lebih cepat dibandingkan pada grup 4. Efek Samping

efek samping yang jarang terlihat. Pucat dilaporkan sekitar 76 bayi (9,5%), tremor

pada 15 bayi (1,9%), dan muntah pada 14 bayi (1,8%), dengan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara kelompok tersebut. Satu bayi dirawat dalam

kelompok 2 dan satu l bayi dalam kelompok 3 memiliki gejala hipertensi ringan

yang cepat disembuhkan.

Page 15: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

DISKUSI

Dalam uji coba secara acak pengibatan bronkiolitis akut pada bayi, kami

menemukan suatu sinergisme yang tak terduga antara epineprin dan

deksametason. Kombinasi terapi dengan epinephrine dan dexametason,

dibandingkan placebo, menunjukkan penurunan masuk rumah sakit di hari ke 7

sejak awal masuk hingga 9%, dengan penurunan resiko relative dari 35%. Hasil

ini tidak dimodifikasi RSV status, ada atau tidak adanya riwayat atopi, atau

tingkat keparahan penyakit. Efek menggabungkan epinephrine dan dexametason

yang paling jelas terlihat adalah dalam 3 hari pertama sejak awal penelitian. Kami

menemukan manfaat nyata dari menggabungkan terapi pada hasil kedua. Bayi

dalam kelompok ini dihentikan lebih awal dari perawatan medis dan kembali

bernapas dengan tenang makan normal lebih cepat dari kelompok placebo.

Sebaliknya tidak dengan grup dexametason atau epinephrine yang memiliki efek

sendiri pada hasil tersebut.

Tiga penelitian kecil dengan dua yang diterbitkan sejak tiga percobaan

dimulai juga melaporkan manfaat dari menggabungkan ephineprin dan

dexametason atau albuterol dan dexametason pada populasi yang sama dan telah

melaporkan tidak ada manfaat dari pemberian ephineprin dan albuterol tunggal.

Selanjutnya, meskipun mekanisme kerjanya tidak diketahui, sinergisme antara

kortikosteroid dan beta-agonis dalam pengobatan asma telah didokumentasikan.

Dexsametason telah dipelajari kemiripannya di populasi yang sama,

dengan hasil yang bertentangan. Schuh dkk melaporkan penurunan 40% masuk

rumah sakit, sedangkan Corneli dkk melaporkan secara garis besar tidak ada efek

di berbagai pusat penelitian. Para pasien dalam penelitian yang dilakukan oleh

Schuh dkk. Secara konsisten diobati dengan bronkodilaor, sedangkan pasien

dalam studi corneli dkk, tidak diobati.

Page 16: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

Sebuah meta – anlisis telah memperkirakan bahwa ketika ephineprin digunakan

pada pasien rawat jalan dengan diagnosis bronkiolitis, dibandingkan dengan

placebo atau salbutamol, ada perbaikan jangka pendek pada pemeriksaan klinis.

Penelitian kami menunjukkan peningkatan skor klinis pada jam pertama setelah

pengobatan dengan epineprin, dibandingan dengan grup placebo, tetapi dengan

tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam tingkat masuk rumah sakit.

Meskipun tidak ada peristiwa yang merugikan dan serius dalam jangka pendek

antara bayi yang terdaftar dalam penelitian ini, kami tidak menemukan dari tindak

lanjut jangka panjang untuk menentukan apakah pengobatan dalam penelitian ini

menyebabkan supresi adrenal, penghentian pertumbuhan somatic, atau

keterlambatan perkembangan saraf. Supresi adrenal dari penggunaan

kortikosteroid eksogen tetap beresiko, namun dengan penggunaan singkat

kortikosteroid, penekanan apapun mungkin dapat bersifat sementara. Keprihatinan

yang telah diungkapkan tentang kemungkinan penundaan tumbuh kembang

setelah pengobatan dengan kortikosteroid. Hingga saat ini, khekawatiran ini telah

terbatas pada bayi premature dengan berat bayi lahir sangat rendah (<1501 gr)

yang diberikan kortikosteroid dalam beberapa hari pertama kehidupan. Pengaruh

sesaat dalam pemberian kortikosteroid pada bayi sehat masih belum di ketahui.

Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasa. Pertama, dalam rangka

menyingkirkan anak dengan asma, kami membatasi pendaftaran untuk bayi yang

telah mengi pertama kali. Hasil kami yang demikian tidak di umumkan untuk

anak remaja atau mereka yang memiliki mengi berulang, tetapi mereka langsung

berhubungan dengan bayi yang dengan bronkiolitis virus yang khas. Kedua, kami

kami mendaftarkan bayi di pusat akademis. Meskipun demikian, kriteria

kelayakan dipilih dengan maksud dengan mendaftarkan bayi sehat dengan

berbagai tingkat derajad gejala yang tidak memiliki kondisi hidup yang kompleks,

sehingga hasilnya bisa diumumkan secara luas. Ketiga, kita tidak mengantisipasi

sinergisme antara epinefrin dan dexametason dalam desain penelitian kami, dan

keempat, desain penelitian factorial ini meningkatkan masalah beberapa

perbandingan. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kami menyajikan hasil dari

Page 17: Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis

kedua analisis yang disesuaikan dan analisis yang tidak disesuaikan untuk sebagai

perbandingan. Hasil analisis yang tidak disesuaikan menunjukkan bahwa

kombinasi antara epinephrine dan dexametason menyebabkan penurunan yang

signifikan dalam kasus masuk rumah sakit, tetapi hasil analisis yang tidak

disesuaikan berada diatas ambang batas untuk statistic signifikansi

Singkatnya, penelitian dari berbagai pusat penelitian kami 800 bayi

dengan bronkiolitis menunjukkan bahwa gabungan pengobatan dengan ephineprin

dan dexametason mengurangi jumlah bayi yang masuk rumah sakit sama seperti

waktu dalam memberikan obat dan durasi dari beberapa gejala. Dengan adanya

sinergi yang tak terduga kami temukan antara pemberian epinephrine dan

dexametason dan tidak adanya manfaat nyata ketika kedua obat tersebut

digunakan secara tunggal, hasil kami ini dapat di pertimbangkan untuk terus

dikembangkan. Meskipun beberapa dokter mempertimbangkan percobaan

bronkodilator menjadi standar terapi, data yang telah dipublikasikan

menunjukkan, paling banyak, manfaat klinis dan tidak berpengaruh pada tingkat

masuk rumah sakit. Oleh karena itu, konfirmasi temuan kami dengan studi di

dukung untuk membandingkan kombinasi epineprin dan terapi dexametason

dengan placebo yang dibutuhkan.