Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis
-
Upload
yunita-sari -
Category
Documents
-
view
56 -
download
7
description
Transcript of Ephineprin Dan Dexamethason Pada Anak Dengan Bronkiolitis
EPHINEPRIN DAN DEKSAMETASON PADA ANAK DENGAN
BRONKIOLITIS
Amy C. Plint, M.D., M.Sc., David W. Johnson, M.D., Hema Patel, M.D., M.Sc.,Natasha Wiebe, M.Math., Rhonda Correll, H.B.Sc.N., Rollin Brant, Ph.D.,
Craig Mitton, Ph.D., Serge Gouin, M.D., Maala Bhatt, M.D., M.Sc.,Gary Joubert, M.D., Karen J.L. Black, M.D., M.Sc., Troy Turner, M.D.,
Sandra Whitehouse, M.D., and Terry P. Klassen, M.D., M.Sc.,for Pediatric Emergency Research Canada (PERC)
ABSTRAK
LATA BELAKANG
Meskipun berbagai penelitian telah banyak mempelajari manfaat penggunaan
ephineprin nebulasi atau kortikosteroid tunggal untuk mengobati bayi dengan
bronkiolitis, efektivitas penggunaan keduanya masih belum dibuktikan.
METODE
Kami telah melakukan percobaan diberbagai pusat penelitian dengan
metode percobaan double blind dan placebo control dimana 800 bayi (6 minggu
sampai 12 bulan) dengan bronkiolitis di instalasi gawat darurat khusus anak
ditugaskan secara acak sebagai salah satu dari empat kelompok penelitian.
Kelompok pertama mendapatkan dua pengobatan dari ephineprin nebulasi (3 ml
ephineprin dalam 1: 1000 larutan tiap pengobatan) dan keseluruhan dari enam
dosis oral dexametason (1,0 mg/kgBB di instalasi gawat darurat dan 0,6 mg/kgBB
untuk tambahan 5 hari) (grup ephineprin – dexamethason), kelompok kedua
menerima pengobatan ephineprin nebulasi dan pengobatan placebo oral (grup
ephineprin), kelompok ketiga menerima pengobatan nebulasi placebo dan
dexamethason oral( grup dexametason), dan kelompok keempat mendapatkan
nebulasi placebo dan placebo oral (grup placebo). Hasil utamanya adalah 7 hari
sejak hari pertama masuk rumah sakit (kunjungan awal ke instalasi gawat darurat)
HASIL
Setiap kelompok penelitian memiliki karakteristik klinik dasar yang
serupa. Dengan 7 hari, 34 bayi (17,1%) pada grup ephineprin – dexamethason, 47
(23,7%) pada grup ephineprin, 51 (25,6%) pada grup dexamthason, dan 53
(26,4%) pada grup placebo telah dirawat di rumah sakit. Dalam analisis yang telah
disesuaikan, hanya bayi dalam grup ephineprin – dexamethason yang kurang
memungkinkan dibandingkan mereka dalam grup placebo yang diterima dalam 7
hari (resiko relative 0,65, kepercayaan 95% interval 0,45 – 0,95, p= 0,02). Namun
dengan penyesuaian untuk beberapa penelitian, hasil ini memberikan nilai yang
tidak signifikan (p = 0,07). Tidak ada efek yang serius dari hasil penelitian ini.
KESIMPULAN
Diantara bayi dengan pengobatan bronkiolitis di instalasi gawat darurat,
pengobatan dengan menggunakan kombinasi dexamethason dan ephineprin secara
signifikan dapat mengurangi keluhan di rumah sakit.
Pada bayi, bronkiolitis merupakan infeksi akut yang umum atau biasa
terjadi di saluran pernapasan bagian bawah yang ditandai dengan rhinorrhea,
batuk mengi, sesak nafas, dan hipoksemia dan paling sering disebabkan oleh
respiratory syncytial virus (RSV). Rumah sakit menerima kasus bronkiolitis
hampir dua kali lipat selama 10 sampai 15 tahun di Kanada dan Amerika Serikat,
biaya tahunan rumah sakit akibat RSV terkait bronkiolitis diperkirakan mencapai
$ 365 juta menjadi $ 691 juta pada tahun 1998.
Pengobatan bronkiolitis baru – baru ini masih kontroversial. Bronkiolitis
dan kortikosteroid banyak digunakan tetapi tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan rutin. Sebuah penelitian meta-analisis dari efek pengobatan nebulasi
beta agonis selektif gagal menunjukkan manfaat yang konsisten. Sedangkan meta
analisis dari efek pengobatan ephinefrin nebulasi yang disarankan dapat
menurunkan gejala klinis dibandingkan dengan placebo atau albuterol. Dalam satu
percobaan kecil, acak dan terkontrol pengobatan dengan dexamethason
mengurangi 40% keluhan dibandingkan dengan placebo. Namun, sebagian besar,
penelitian baru – baru ini gagal menunjukkan perbedaan penyebaran di rumah
sakit atau skor klinis pernapasan dibandingkan placebo.
Penelitian ini dilakukan sehubungan terhadap kontroversi lanjutan mengenai
penggunaan ephineprin nebulasi dan kortikosteroid sistemik dalam pengobatan
bronkiolitis pada bayi. Kami melakukan nya secara acak, doble blind, placebo –
controlled, percobaan klinik dengan desain factorial di beberapa situs untuk
menentukan apakah pengobatan dengan ephineprin nebulasi, dan dexametason
oral, atau pemberian keduanya menghasilkan penurunan klinis keluhan
bronkiolitis pada anak di instlasi gawat darurat rumah sakit.
METODE
Pasien
Pasien dipilih selama musim bronkiolitis (desember sampai april) di
delapan instalasi gawat darurat kanada dari tahun 2004 – 2007. Seluruh rumah
sakit adalah anggota kelompok riset Pediatric Emergency Research Canada
(PERC). Informed consent tertulis diperoleh dari orang tua atau wali dari semua
bayi yang termasuk dalam penelitian ini, dan telah disetujui oleh komite etik di
setiap daerah dan oleh dinas kesehatan kanada. Protocol penelitian dan naskah
penelitian ditulis oleh peneliti, dan data dikumpulkan oleh perawat penelitian dan
dianalisis dengan statistic PERC. Seluruh badan pemberian termasuk semua
biaya, termasuk biaya obat – obatan, tidak menggunakan kerahasiaan perjanjian,
dan tidak memainkan peranan dalam penelitian ini.
Bayi dengan usia 6 minggu – 12 bulan dengan bronkiolitis yang
berpartisipasi di instalasi gawat darurat yang memenuhi syarat penelitian jika
memliki skor 4 sampai 15 pada espiratory distress assessment index (RDAI).
RDAI yang memiliki kemampuan pengamatan yang baik dalam menentukan
tingkatan mengi dan gangguan pernapasan pada skala 0 – 17, dengan skor
tertinggi menunjukkan penyakit yang parah. Skor dibawah 4 mengindikasikan
penyakit yang sangat ringan, dan skor diatas 15 sebagai penyakit yang sangat
parah. Bronkiolitis didefinisikan sebagai episode pertama mengi yang
berhubungan dengan gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas selama puncak
musim RSV. Kami mengeluarkan bayi yang menerima bronkodilator di instalasi
gawat darurat sebelum dinilai oleh perawat penelitian, bayi yang telah menerima
kortikosteroid oral atau inhalasi selama 2 minggu sebelumnya, bayi dengan
episode sebelumnya mengi atau di diagnosis asma, pengguna bronkodilator
sebelumnya, setiap penyakit kardiopulmonar kronis, atau immunodefisiensi dan
bayi dengan gangguan pernapasan berat (didefinisikan sebagai denyut nadi > 200
x/menit, tingkat pernapasan > 80 x/menit, atau skor RDAI >15) atau dengan
letargi, dan bayi yang terkena varicella dalam 3 minggu sebelumnya, juga pada
bayi lahir kurang dari 37 minggu kehamilan. Dan yang terakhir bayi dengan
keterbatasan komunikasi atau hambatan dengan pihak keluarga.
Seorang perawat peneliti hadir atau berada di bagian instalasi gawat
darurat selama 16 jam setiap hari untuk mendapatkan participant. Setelah dokter
telah mengkonfirmasi diagnosa dan izin dari orang tua bayi telah didapatkan,
informasi demografis didokumentasikan, diperoleh riwayat medis, dan
mendapatkan secret nasal-faring untuk uji RSV. Setiap bayi dengan saturasi
oksigen kurang dari 92%, sementara anak mendapatkan oksigen tambahan dan
bayi dengan demam (temperature rectal >38oC) dan menerima acetaminophen (15
mg/kgBB)
INTERVENTION
Dengan menggunakan urutan acak yang dihasilkan computer, perawat
penelitian memberikan pengobatan dari tiap kelompok penelitian; ephineprin
nebulasi dan dexametason oral (grup 1), ephineprin nebulasi dan placebo oral
(grup2), placebo nebulasi dan dexametason oral (grup3) dan nebulasi placebo dan
placebo oral (oral4). Dua pengobatan nebulasi diberikan 30 menit terpisah dengan
menggunakan 1730 Updraft II Nebulizer (Hudson RCI) dan laju kecepatan
oksigen sebanyak 8 liter/menit, yang terdiri dari 3 ml ephineprin generic dalam
larutan 1 : 1000 atau setara dengan volume saline. Pengobatan oral berdasarkan
pada studi Schuh dkk, terdiri dari 1 mg/kgBB dexamethason (maksimum dosis 10
mg) atau placebo diberikan setelah pengobatan nebulasi pertama di instalasi gawat
darurat, diikuti oleh lima dosis sekali sehari dexamethason ( 0,6 mg/kgBB, maks
10mg) atau placebo. Dexametason suspensi terdiri dari dexamethason phospat
generic injeksi dicampur dengan Ora-Plus dan Ora-Sweet (Laboratorium
Paddock). Placebo terdiri dari Ora-Plus dan Ora-Sweet. Perawat penelitian
memberikan semua obat di instalasi gawat darurat serta memberikan edukasi
kepada orang tua bayi bagaimana menggunakan obat di rumah.
RANDOMIZATION
Urutan pengacakan yang dihasilkan computer, dikelompokkan oleh pusat,
menggunakan blok 8 dan 12 yang diubah secara acak. Pengkodean di jamin pada
setiap farmasi sampai pendaftaran dan entry data selesai diolah. Dalam rangka
menyembunyikan alokasi urutan, apotek disetiap tempat disiapkan obat penelitian
yang diberikan nomor urut. Obat aktif dan placebo diberikan penampilan, berat,
volume, bau, dan rasa yang sama.
PENILAIAN
Perawat penelitian mencatat skor RDAI pasien, laju pernapasan, denyut
jantung, dan saturasi oksigen pada pemeriksaan, antara dua pemberian nebulasi,
dan pada menit 60, 90, 120, 180, dan menit 240; temperature rectal pada menit
120 dan 240; tekanan darah pada menit 240 dan efek samping selama periode
pengamatan di instalasi gawat darurat. Dengan menggunakan telepon sebagai
standar prosedur follow up, perawat peneliti yang memperoleh data mengenai
pemenuhan administrasi obat penelitian setelah pemberhentian konsumsi obat dan
kunjungan rumah, serta rincian tentang pemberian makan bayi, tidur, pernapasan,
dan batuk. Follow up dengan menggunakan telepon dilakukan hingga hari ke
tujuh, kemudian setiap 2 hari hingga hari ke 14, dan setiap 3 hari hingga hari ke
22. Tinjauan grafik pasien rumah sakit selesai 22 hari setelah pendaftaran.
HASIL PEMERIKSAAN
Hasil utama sejak masuk rumah sakit sampai 7 hari setelah pendaftaran,
yang terjadi selama kunjungan ke instalasi gawat darurat ditentukan melalui
follow up telepon dan dikonfirmasikan melalui tinjauan grafik pasien, seperti
tingkat penerimaan pada saat pendaftaran dan pada hari ke 22. hasil yang kedua
terjadi perubahan pada perubahan jantung dan laju pernapasan, skor RDAI, dan
saturasi oksigen sejak pemeriksaan awal sampai menit 30, 60, 120, 240
ditentukan melalui pemeriksaan langsung oleh perawat peneliti. Hasil kedua dari
panjang dan beratnya gejala ditentukan dengan standar follow up telepon. Waktu
pemberhentian ditentukan melalui tinjauan grafik pasien yang ditentukan sebagai
waktu antara tiga waktu pada saat pendaftaran dan waktu pemberhentian sejak
datang ke instalasi gawat darurat atau dari sejak rawat inap terakhir disetiap
pasien dalam 7 hari berikutnya. Pasien kembali ke rumah sakit untuk gejala
bronkiolitis dalam waktu 22 hari penerimaan yang ditentukan dengan telepon dan
dikonfirmasi dengan grafik tinjauan pasien.
ANALISIS STATISTIK
Ukuran sampel hingga 800 bayi dipilih untuk memberikan daya 80%
(dengan 5% tingkat kesalahan) untuk mendeteksi perbedaan absolute dari 10
persen poin dalam poin penyebaran yang dihasilkan dari pemberian setiap obat
dan diasumsikan sebagai tidak ada interaksi antara epinephrine dan
dexamethasone. Analisis data di tunjukkan dengan menggunakan Strata Software,
versi 10.0. dua analisis sementara yang direncanakan dan dilaksanakan dengan
pendekatan Baybitte-Peto (dengan aturan berhenti yang ditentukan nilai P kurang
dari 0,001), kedua hasil analisis memiliki hasil tidak bermakna. Subgroup analisis
yang telah direncanakan termasuk analisis yang utama sesuai dengan ada atau
tidaknya atopi, RSV status, dan jangka waktu penyakit. Semua analisa
berdasarkan prinsip intention-to-treat. Pendaftaran dan kunjungan ulang karena
gejala bronkiolitis dianalisis dengan menggunakan regresi resiko relative untuk
hasil biner. Rencana analisis kami, sebagaimana ditentukan oleh protocol dan
berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan mengenai analisa data dalam penelitian
dengan desain factorial, yang pertama untuk melakukan analisis factorial,
berhubungan dengan istilah ephineprin, dexamethason, dan pusat penelitian,
kemudian pemeriksaan berhubungan dengan interaksi dan terakhir jika bukti dari
interaksi telah ditemukan. Analisis dan menyajikan hasil kami sebagai
perbandingan dari setiap tiga kelompok pengobatan dengan kelompok placebo.
Bukti interaksi klinis yang signifikan antara epineprin dan dexametason telah
ditemukan. Untuk mengakomodasikan ketidakpastian yang timbul dari interaksi
yang tak terduga, kami menyediakan dua hasil, yaitu hasil yang disediakan dan
hasil yang tidak disesuaikan untuk beberapa perbandingan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan Westfall dan seperti yang telah diterapkan oleh Hothorn
dkk. Waktu pemberhentian obat telah dianalisis dengan menggunakan Cox
proportional-hazards model. Untuk memungkinkan interval antara panggilan
follow up telepon dan mensensor sebelum akhir penelitian, waktu untuk
mengetahui gejala dianalisis dengan menggunakan model rerata parametric
survival dengan distribusi weibull. Kami menganalisis karakteristik klinik dengan
menggunakan campuran efek regresi, dan nilai – nilai dasar. Diasumsikan seperti
bahaya proporsi dan normalisasi yang diperiksa melalui grafik.
HASIL
PEMILIHAN DAN KARAKTERISTIK PEMERIKSAAN
Sebanyak 3556 bayi disaring kelayakannya, 1715 memenuhi persyaratan
kriteria, dan 800 yang terdaftar (gambar 1). Dari 1841 bayi tidak memenuhi
syarat, 867 (47,1%) memiliki episode mengi atau didiagonsis asma sebelumnya,
90 (4,9%) memiliki skor RDAI diatas 15, dan 343 (18,6%) memiliki skor RDAI
dibawah 4. Sebanyak 200 pasien secara acak mendapatkan grup ephineprin dan
dexamethason, 199 mendapatkan grup ephineprin, 200 mendapatkan grup
dexamethason, dan 201 mendapatkan grup placebo. Tidak ada data yang tersedia
di hasil utama untuk tiga grup, pasien tersebut tidak termasuk dalam analisis
intention-to-treat. Karena kesalahan farmasi, total dari 23 pasien di grup 1 dan 23
pasien di grup 3 mendapatkan dexamethason pada 80% dosis yang direncanakan,
pasien tersebut termasuk kedalam analisis intention-to-treat. Deviasi dari protocol
setiap grup adalah kecil dan merata. Karakteristik pemeriksaan klinis dan
demografi sama disetiap grupnya. Sebagai tambahan penggunaan bronkodilator
90 menit setelah kunjungan pertama adalah serupa disetiap kelompok penelitian,
dengan 18,4% pasien menerima albuterol dan 20,6% menerima epinephrine.
Sebagai follow up, orang tua dan wali dari 19 bayi pada grup ephineprine –
dexametason, 13 bayi pada grup epinephrine, 20 bayi pada grup dexamethason,
dan 12 bayi pada grup placebo telah dilaporkan bahwa mereka telah
menghentikan pemberian sirup oral, untuk semua 19 bayi grup ephineprine-
dexametason, smua 20 bayi grup dexametason, dan 3 dari 12 grup placebo,
sehingga dokter dapat memeberikan resep kortikosteroid oral. Kelompok -
kelompok obat penelitian tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok
pengguna obat non penelitian pada pemberhentian di instalasi gawat darurat
selama 7 hari.
MASUK RUMAH SAKIT
Selama 7 hari, 34 dari 199 bayi di grup 1 (17,1%) telah dirawat dirumah
sakit, sama seperti 47 dari 198 bayi di grup 2 (23,7%), 51 dari 199 bayi digrup 3
(25,6%) dan 53 dari 201 bayi di grup 4 (26,4%). Resiko relative penyebaran, yang
disesuaikan dan tidak disesuaikan untuk berbagai perbandingan di tunjukkan di
gambar 2. Resiko relative untuk penyebaran pada hari ke 7 di grup 1 sebagai
perbandingan dengan kelompok 4 adalah 0,65 ( 95% kepercayaan, 0,45 hingga
0,95; p = 0.02 dan p= 0.07 untuk analisis yang sesuai dan tidak sesuai); 11 bayi
akan membutuhkan pengobatan untuk mencegah masuk rumah sakit. Sebaliknya
di kedua analisis yang disesuaikan dan tidak disesuaikan, baik pengobatan dengan
dexametason tunggal dan pengobatan dengan ephineprin tunggal menurunkan
angka penyebaran, sebagai perbandingan dengan placebo ( P= 0.87 dan p=0.52).
status RSV positif, riwayat perjalanan penyakit, presentasi di awal perjalanan
penyakit (<2hari setelah timbulnya gejala), penyakit berat (didefinisikan sebagai
nilai RDAI ≥ 6), dan kesalahan farmasi (dosis rendah dexametason) tidak
mempengaruhi hasil yang utama. Efek menggabungkan obatn ephineprin dan
deksametason yang paling jelas terlihat dalam 3 hari pertama setelah pendaftaran
awal penelitian.
Penilaian Klinis
Skor RDAI dan tingkat pernapasan meningkat pada semua kelompok
selama kunjungan instalasi gawat darurat. Bayi dengan grup ephineprine dan
mereka dalam kelompok ephineprin – deksametason memiliki skor RDAI yang
secara signifikan lebih rendah selama jam pertama penelitian daripada bayi dalam
placebo kelompok, skor RDAI untuk bayi dengan dexametason grup tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan perubahan skor
untuk bayi dalam grup placebo. Bayi dalam kelompok epineprin – dexametason
juga memiliki tingkat pernapasan yang rendah selama jam pertama dibandingkan
dengan mereka pada kelompok placebo. Sebagai perbandingan dengan bayi pada
kelompok placebo, mereka dengan grup ephineprin dan ephineprin-dexametason
memiliki detak frekuensi detak jantuk yang meningkat selama satu jam pertama,
sedangkan bayi dengan grup dexamethason tidak terjadi peningkatan frekuensi
denyut jantung.
Hasil lainnya
waktu rata – rata hingga pemberhentian dari instalasi gawat darurat untuk grup 1
adalah sedikit lebih pendek dari grup 4 (4.6 dan 5.3 jam, masing – masing;
disesuaikan p=0.02), sedangkan baik kelompok 3 (5.1 jam) atau kelompok 2 (4.9
jam) berbeda dari kelompok 4. Pada kelompok 1, 95 pasien (47,7%) kembali ke
penyedia layanan kesehatan untuk gejala bronkiolitis terkait, seperti yang
dilakukan 93 pasien dalam grup 2 (47%), 106 dikelompok 3 (53,3), dan 86 pasien
dalam kelompok 4 (42,8%), hanya perbedaan antara kelompok 3 dan kelompok 4
yang terlihat secara signifikan, dan dalam analisis yang disesuaikan (p=0.04).
Bayi dalam kelompok 1 terlihat kembali membaik dalam pernapasan atau hampir
makan normal lebih cepat dibandingkan pada grup 4. Efek Samping
efek samping yang jarang terlihat. Pucat dilaporkan sekitar 76 bayi (9,5%), tremor
pada 15 bayi (1,9%), dan muntah pada 14 bayi (1,8%), dengan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok tersebut. Satu bayi dirawat dalam
kelompok 2 dan satu l bayi dalam kelompok 3 memiliki gejala hipertensi ringan
yang cepat disembuhkan.
DISKUSI
Dalam uji coba secara acak pengibatan bronkiolitis akut pada bayi, kami
menemukan suatu sinergisme yang tak terduga antara epineprin dan
deksametason. Kombinasi terapi dengan epinephrine dan dexametason,
dibandingkan placebo, menunjukkan penurunan masuk rumah sakit di hari ke 7
sejak awal masuk hingga 9%, dengan penurunan resiko relative dari 35%. Hasil
ini tidak dimodifikasi RSV status, ada atau tidak adanya riwayat atopi, atau
tingkat keparahan penyakit. Efek menggabungkan epinephrine dan dexametason
yang paling jelas terlihat adalah dalam 3 hari pertama sejak awal penelitian. Kami
menemukan manfaat nyata dari menggabungkan terapi pada hasil kedua. Bayi
dalam kelompok ini dihentikan lebih awal dari perawatan medis dan kembali
bernapas dengan tenang makan normal lebih cepat dari kelompok placebo.
Sebaliknya tidak dengan grup dexametason atau epinephrine yang memiliki efek
sendiri pada hasil tersebut.
Tiga penelitian kecil dengan dua yang diterbitkan sejak tiga percobaan
dimulai juga melaporkan manfaat dari menggabungkan ephineprin dan
dexametason atau albuterol dan dexametason pada populasi yang sama dan telah
melaporkan tidak ada manfaat dari pemberian ephineprin dan albuterol tunggal.
Selanjutnya, meskipun mekanisme kerjanya tidak diketahui, sinergisme antara
kortikosteroid dan beta-agonis dalam pengobatan asma telah didokumentasikan.
Dexsametason telah dipelajari kemiripannya di populasi yang sama,
dengan hasil yang bertentangan. Schuh dkk melaporkan penurunan 40% masuk
rumah sakit, sedangkan Corneli dkk melaporkan secara garis besar tidak ada efek
di berbagai pusat penelitian. Para pasien dalam penelitian yang dilakukan oleh
Schuh dkk. Secara konsisten diobati dengan bronkodilaor, sedangkan pasien
dalam studi corneli dkk, tidak diobati.
Sebuah meta – anlisis telah memperkirakan bahwa ketika ephineprin digunakan
pada pasien rawat jalan dengan diagnosis bronkiolitis, dibandingkan dengan
placebo atau salbutamol, ada perbaikan jangka pendek pada pemeriksaan klinis.
Penelitian kami menunjukkan peningkatan skor klinis pada jam pertama setelah
pengobatan dengan epineprin, dibandingan dengan grup placebo, tetapi dengan
tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam tingkat masuk rumah sakit.
Meskipun tidak ada peristiwa yang merugikan dan serius dalam jangka pendek
antara bayi yang terdaftar dalam penelitian ini, kami tidak menemukan dari tindak
lanjut jangka panjang untuk menentukan apakah pengobatan dalam penelitian ini
menyebabkan supresi adrenal, penghentian pertumbuhan somatic, atau
keterlambatan perkembangan saraf. Supresi adrenal dari penggunaan
kortikosteroid eksogen tetap beresiko, namun dengan penggunaan singkat
kortikosteroid, penekanan apapun mungkin dapat bersifat sementara. Keprihatinan
yang telah diungkapkan tentang kemungkinan penundaan tumbuh kembang
setelah pengobatan dengan kortikosteroid. Hingga saat ini, khekawatiran ini telah
terbatas pada bayi premature dengan berat bayi lahir sangat rendah (<1501 gr)
yang diberikan kortikosteroid dalam beberapa hari pertama kehidupan. Pengaruh
sesaat dalam pemberian kortikosteroid pada bayi sehat masih belum di ketahui.
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasa. Pertama, dalam rangka
menyingkirkan anak dengan asma, kami membatasi pendaftaran untuk bayi yang
telah mengi pertama kali. Hasil kami yang demikian tidak di umumkan untuk
anak remaja atau mereka yang memiliki mengi berulang, tetapi mereka langsung
berhubungan dengan bayi yang dengan bronkiolitis virus yang khas. Kedua, kami
kami mendaftarkan bayi di pusat akademis. Meskipun demikian, kriteria
kelayakan dipilih dengan maksud dengan mendaftarkan bayi sehat dengan
berbagai tingkat derajad gejala yang tidak memiliki kondisi hidup yang kompleks,
sehingga hasilnya bisa diumumkan secara luas. Ketiga, kita tidak mengantisipasi
sinergisme antara epinefrin dan dexametason dalam desain penelitian kami, dan
keempat, desain penelitian factorial ini meningkatkan masalah beberapa
perbandingan. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kami menyajikan hasil dari
kedua analisis yang disesuaikan dan analisis yang tidak disesuaikan untuk sebagai
perbandingan. Hasil analisis yang tidak disesuaikan menunjukkan bahwa
kombinasi antara epinephrine dan dexametason menyebabkan penurunan yang
signifikan dalam kasus masuk rumah sakit, tetapi hasil analisis yang tidak
disesuaikan berada diatas ambang batas untuk statistic signifikansi
Singkatnya, penelitian dari berbagai pusat penelitian kami 800 bayi
dengan bronkiolitis menunjukkan bahwa gabungan pengobatan dengan ephineprin
dan dexametason mengurangi jumlah bayi yang masuk rumah sakit sama seperti
waktu dalam memberikan obat dan durasi dari beberapa gejala. Dengan adanya
sinergi yang tak terduga kami temukan antara pemberian epinephrine dan
dexametason dan tidak adanya manfaat nyata ketika kedua obat tersebut
digunakan secara tunggal, hasil kami ini dapat di pertimbangkan untuk terus
dikembangkan. Meskipun beberapa dokter mempertimbangkan percobaan
bronkodilator menjadi standar terapi, data yang telah dipublikasikan
menunjukkan, paling banyak, manfaat klinis dan tidak berpengaruh pada tingkat
masuk rumah sakit. Oleh karena itu, konfirmasi temuan kami dengan studi di
dukung untuk membandingkan kombinasi epineprin dan terapi dexametason
dengan placebo yang dibutuhkan.