Editan Psikologi Studi Kasus
-
Upload
annisa-istiqomah -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Editan Psikologi Studi Kasus
Kesulitan Siswa dalam Belajar Materi Aljabar di kelas VII SMP
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran Matematika semester VTahun ajaran 2015 / 2016
DI SUSUN OLEH :
ANNISA ISTIQOMAH 1301060040DIANA PURWANTI 1301060046NANA RAKHMAWATI 1301060065
KELOMPOK 5
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Matematika adalah mata pelajaran yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Kegiatan yang dilakukan manusia selalu menghadirkan konsep matematika seperti menghitung,
membagi, menjumlahkan, dan mengurangi.
Belajar matematika juga mampu melatih berpikir yang jelas dan logis, untuk
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, untuk mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman, untuk mengembangkan kreativitas, dan untuk meningkatkan kesadaran
terhadap perkembangan budaya.
Peran matematika yang besar untuk kehidupan manusia menjadikan matematika sebagai
pelajaran yang dijadikan syarat bagi kelulusan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi. Meskipun matematika sudah diajarkan sejak SD masih banyak siswa yang kurang
menguasai pelajaran matematika. Kesulitan belajar matematika harus segera diatasi supaya anak
bisa menyerap informasi matematika dengan mudah.
Siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan aljabar, ini
terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal, yang mungkin disebabkan karena
metode yang digunakan tidak cocok atau metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi
sehingga kebanyakan siswa kurang mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan
materi tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka saya tertarik untuk mengangkat
judul : “Kesulitan Siswa dalam Belajar Materi Aljabar di kelas VII SMP”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih rendah.
3. Siswa kurang mampu menerapkan konsep dalam memecahkan masalah matematika.
4. Penguasaan guru terhadap berbagai pendekatan pembelajaran belum optimal.
1.3 Pembatasan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan
kemampuan yang saya miliki, maka saya merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah
yang akan dikaji agar dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah.Masalah yang akan
dikaji dalam makalah ini terbatas pada menganalisis kendala yang dialami siswa kelas VII
dalam memecahkan masalah dan upaya penanggulangan kesulitan siswa pada pokok bahasan
“Aljabar ” dapat ditingkatkan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam
makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah pada pokok bahasan “Aljabar’’?
2. Apakah solusi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah
pada pokok bahasan “Aljabar”?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Belajar Mengajar Matematika
Seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu
proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk
mencapai perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Belajar dikatakan bermakna
bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki, sehingga
siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki. Dalam teori
belajar Robert M.Gagne (dalam Asrin 2006:13) mengatakan bahwa :” dalam belajar ada dua
obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung”.
Obyek tak langsung antara lain : kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,
mandiri(belajar, bekerja, dll), bersikap positif terhadap matematika dan mengerti bagaimana
seharusnya belajar. Obyek langsung adalah antara lain :
1. Fakta
Contoh fakta ialah angka/lambang bilangan, sudut, ruas garis, simbol dan notasi.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya
melakukan pembagian cara cepat, membagi bilangan dengan pecahan, menjumlahkan pecahan
dan sebagainya.
3. Konsep
Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (obyek)
ke dalam contoh.
4. Aturan (Prinsip)
Aturan ialah obyek yang paling abstrak yang dapat berupa sifat, dalil, dan teori.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang
telah diketahui orang. Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-
simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi
simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar
yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya.
Dalam proses belajar mengajar matematika terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan
berpikir apabila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu
melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berpikir, seseorang dapat menyusun hubungan-
hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun
kesimpulan. Dari sini terlihat bahwa belajar matematika itu merupakan proses membangun atau
mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsiptidak sekedar penghafalan yang terkesan pasif
dan statis. Akan tetapi belajar itu harus aktif dan dinamis.
Seorang guru sebelum terjun di depan kelas membawakan suatu bahan pengajaran, ada
dua hal yang harus dilakukan yaitu
1. Guru harus menguasai materi yang akan diajarkannya.
2. Memikirkan bagaimana cara menyampaikannya dengan baik.
2.2 Konsep Dalam Matematika
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu
pembangun berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih
tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan
masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu
didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-stuktur dan hubungan-
hubungannya diatur secara logika sehingga matematika berkenaan dengan konsep-konsep
abstrak. Konsep-konsep yang ada dalam matematika tidak boleh dipindahkan langsung dari guru
ke siswa sebab didalamnya mengandung proses abstraksi, dimana siswa harus dilibatkan dalam
proses penemuan konsep. Siswa dituntut menciptakan persepsi, ide-ide yang berbeda dalam
memandang obyek yang diabstraksikan, tergantung pada konsep atau pengalaman belajar yang
telah dimiliki sebelumnya. Maka konsep dalam matematika merupakan ide abstrak yang
memudahkan seseorang mengklasifikasikan objek atau kejadian, menentukan apakah objek atau
kejadian itu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak itu.
2.3 Kesulitan Belajar Matematika
Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa
mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera ditangani dan dipecahkan.
Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan
hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat
pula kesulitan khusus dalam belajar matematika seperti:
1. Kesulitan dalam menggunakan konsep
Dalam hal ini dipandang bahwa siswa telah memperoleh pengajaran satu konsep, tetapi
belum menguasainya mungkin karena lupa sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula konsep yang
dikuasai kurang cermat. Hal ini disebabkan antara lain:
a. Siswa lupa nama singkatan suatu obyek
Misalnya siswa lupa memangkatkan suatu bilangan dengan pangkat dua.
b. Siswa kurang mampu menyatakan arti istilah dalam konsep.
Misalkan siswa yang mampu menyatakan istilah kuadrat dan kali dua dan mereka
menganggap sama.
2. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip
Jika kesulitan siswa dalam menggunakan prinsip kita analisa, tampaklah bahwa pada
umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:
a. Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai
butir pengetahuan yang perlu.
b. Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan belajar prinsip yang
diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).
c. Siswa kurang jelas dengan prinsip yang telah diajarkan.
3. Kesulitan memecahkan soal berbentuk verbal.
Memecahkan soal berbentuk verbal berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara
teoritis untuk memecahkan persoalan nyata atau keadaan sehari-hari. Keberhasilan dalam
memecahkan persoalan berbentuk verbal tergantung kemampuan pemahaman verbal, yaitu
kemampuan memahami soal berbentuk cerita dan kemampuan mengubah soal verbal menjadi
model matematika, biasanya dalam bentuk persamaan serta kesesuaian penga,ana siswa dengan
situasi yang diceritakan dalam soal. Beberapa sebab siswa sulit memecahkan soal berbentuk
verbal.
a. Tidak mengerti apa yang dibaca, akibat kurang pengetahuan siswa tentang konsep atau beberapa
istilah yang tidak diketahui. Untuk mengecek kebenaran dugaan ini, setelah membaca soal, guru
dapat meminta siswa untuk menyatakan pendapatnya dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Guru dapat mengecek apakah ada istilah-istilah yang mungkin belum diketahui atau dilupakan.
Selain itu juga perlu dipahami, apa yang diketahui dan apa yang dinyatakan serta rumus-rumus
apa yang diperlukan.
b. Siswa tidak mengubah soal berbentuk verbal menjadi model matematika dan hubungannya.
Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu:
Menunjukkan prestasi yang rendah
Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
Keterlambatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan
Obyek yang dapat kita periksa untuk mengetahui penyebab kesukaran siswa belajar
contohnya seperti: (a) materi yang diajarkan dianggap terlalu sulit, (b) pengajarannya yang
kurang baik dan dapat disebabkan oleh kesalahan pengajaran dalam menyajikan metode ataupun
tidak adanya alat peraga, dan (c) dari siswa sendiri disebabkan karena kelemahan jasmani,
kurang cerdas, tidak ada minat, tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak
mendukung.
Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika di SMP
Dari data yang kita dapatkan dari lapangan ternyata materi yang dianggap susah dalam
pembelajaran matematika kelas VII smp adalah materi ‘’Aljabar’’. Kami mewawancari
beberapa siswa Smp Muhamadiyah Sokaraja, dan salah satunya yaitu Alya anak kelas VII D.
Dia tinggal di dekat sekolah, jarak rumah ke sekolah cukup dekat. Alya kurang menyukai
pelajaran matematika, dia masih banyak mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika
khususnya pada materi ‘’Aljabar’’. Faktor yang mempengaruhi dia masih mengalami kesulitan
dalam pembelajaran matematika adalah faktor emosional siswa dan faktor social .
Orang tua sudah membimbing Alya untuk belajar dan sudah memasukkan di bimbingan
belajar. Hasilnya tetap saja Alya kurang menguasai materi pelajaran matematika. Alya terbiasa
mengerjakan tugas matematika secara pribadi, di saat alya mengalami kesulitan dia tidak
meminta bantuan ke orang di sekitarnya. Karena tidak ada perubahan setelah Alya belajar di
bimbingan belajar, solusi yang harus dilakukan oleh orang tua Alya menurut pendapat kami
adalah orang tua lebih membantu Alya belajar dan memeri perhatian yang lebih ke Alya.
Dalam pembelajaran matematika guru mengatakan alya cukup aktif, dia terkadang
bertanya dan menuliskan jawabannya di depan kelas. Metode dan model yang digunakan guru
dalam pembelajaran matematika khususnya materi ‘’Aljabar’’ menggunakan metode ceramah,
Tanya jawab, latihan soal dan berkelompok. Dalam guru menyampaikan materi ada sedikit
kesulitan, dikarenakan ada istilah-istilah yang kurang dipahami oleh siswa, siswa terbolak-balik
dalam menentukan variable atau koefisien. Apabila ditanya koefisien dari suatu variable siswa
bingung dalam menjawabnya. Solusi yang sudah guru lakukan agar siswa lebih paham materi
‘’Aljabar’’ tersebut adalah dengan memperbanyak member soal, member banyak contoh secara
nyata tentang variable dan koefisien. Dari solusi yang sudah guru terapkan ada sebagian siswa
yang menjadi lebih jelas dan masih ada beberapa siswa yang belum jelas. Solusi dari kami adalah
guru harusnya dipertemuan sebelumnya member tugas siswa untuk membaca materi yang
pertemuan selajutnya akan di bahas. Guru tidak langsung menyampaikan rumus secara langsung,
siswa di bimbing agar menemukan rumus sendiri. guru sebaiknya membahas materi yang lain
yang berhubunganm dengan ‘’Aljabar’’dulu, lalu Tanya jawab, guru sebaiknya menggunakan
media pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih memahami materi, ketika mengajar guru
mengharuskan siswa untuk memegang sumber belajar, dan guru harus dapat mengkondisikan
suasana belajar yang kondusif dan menyanangkan.
Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Belajar
1. Faktor Internal SiswaFaktor internal adalah faktor -faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a) FisiologisFaktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam:Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus
jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
b) PsikologisFaktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi
proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
2. Faktor Eksternal SiswaSelain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial.a) Lingkungan sosial
· Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
· Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
· Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b) Lingkungan Non-Sosial· Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
· Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
· Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
1. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan.
2. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan
aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
3. Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami
kesulitan belajar.
4. Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan
hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
5. Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
SARAN
1. Kepada guru matematika, disarankan memperhatikan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah dan melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar karena pembelajaran ini lebih
inovatif.
2. Kepada siswa disarankan lebih berani dalam menyampaikan pendapat atau ide-ide, dapat
mempergunakan seluruh perangkat pembelajaran sebagai acuan, dan siswa akan lebih efektif.
3. Orang tua sebaiknya lebih membimbing dan memperhatikan anaknya agar rajin belajar
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.Hamalik, O., (2006), Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Marpaung, Y. 2001a. Prospek RME untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia. Makalah disajikan
pada Seminar Nasional Realistic Mathematic Education di FMIPA UNESA.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning, second edition. Allyn & Bacon: Massachusets
Sihombing, W.L, (2011), Bahan Ajar Kapita Selekta II, FMIPA UNIMED, Medan.