Diskusi Kasus Farmasi-Faringitis.doc

42
MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI FARINGITIS Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Oleh: Arif Prianggara 209.121.0015

Transcript of Diskusi Kasus Farmasi-Faringitis.doc

MAKALAH DISKUSI KASUSLABORATORIUM ILMU FARMASI

FARINGITIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:

Arif Prianggara

209.121.0015

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI SURAKARTA

2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,

serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Makalah Diskusi Kasus

Laboratorium Ilmu Farmasi yang berjudul “Faringitis” ini dapat terselesaikan

sesuai harapan.

Tujuan penyusunan diskusi kasus ini adalah untuk memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai

permasalahan penyakit khususnya dalam aspek farmakoterapinya misalnya pada

penyakit Faringitis. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing

kami atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami

selama proses pembuatan makalah diskusi kasus ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah diskusi kasus ini belumlah sempurna.

Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi

perbaikan makalah ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun

ucapkan terima kasih.

Semoga makalah diskusi kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca

serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di

bidang kedokteran.

Surakarta, Januari 2016

Penyusun

Arif Prianggara

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

Bab I : PendahuluanLatar Belakang......................................................................................... 1Rumusan Masalah.................................................................................... 2Tujuan...................................................................................................... 2Manfaat.................................................................................................... 2

Bab II : Tinjauan Pustaka Anatomi Faring........................................................................................ 3Fisiologi Faring....................................................................................... 5FaringitisDefinisi ...................................................................................................7Etiologi ...................................................................................................7Epidemiologi........................................................................................... 8Patofisiologi............................................................................................. 8Klasifikasi................................................................................................ 9Gambaran Klinis...................................................................................... 11Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 12Penatalaksanaan ...................................................................................... 12Prognosa.................................................................................................. 14Komplikasi.............................................................................................. 14

Bab III : Ilustrasi Kasus Identitas Pasien........................................................................................ 15Anamnesa................................................................................................ 15Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 17Resume.................................................................................................... 21Diagnosis................................................................................................. 21Tujuan Penatalaksanaan ........................................................................ 21Penatalaksanaan ...................................................................................... 21Resep....................................................................................................... 22Prognosis................................................................................................. 22

Bab IV : Pembahasan ObatKerangka Berpikir Penggunaan Obat ..................................................... 23Pembahasan Obat.................................................................................... 24

Bab V : Penutup Kesimpulan ............................................................................................. 25

Daftar Pustaka...................................................................................................... 26

iii

MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Traktus respiratorius atas memanjang dari trakea. Region ini merupakan pintu

gerbang ke paru dan batasnya disekitar mulut yang mengandung berbagai

mikroorganisme komensal dan apparatus pulmoner yang steril. Infeksi pada

region ini adalam umum, namun biasanya sembuh sendiri.

Faring atau tenggorokan adalah salah satu bagian saluran pencernaan. Faring

merupakan suatu tempat diantara rongga mulut dan esofagus. Bagian bawah

faring berfungsi sebagai saluran udara dan makanan. Faring memegang peranan

penting dalam proses menelan makanan.

Berbagai jenis gangguan bisa saja terjadi pada tenggorokan/faring. Gangguan

yang terjadi pada tenggorokan pada umumnya berupa peradangan tenggorokan

(faringitis).

Faringitis adalah inflamasi pada faring yang menyebabkan sakit tenggorok

(Medical ensiklopedi). Faringitis akut merupakan salah satu penyakit tersering

pada anak-anak yang berkunjung ke dokter umum. Di Amerika, per tahun lebih

dari 10 juta pasien yang terdiagnosa sebagai faringitis akut. Faringitis lebih sering

terjadi pada anak-anak. Insidensi puncak faringitis adlah pada usia sekolah antara

umur 4-7 tahun.

Kasus faringitis termasuk dalam kasus dengan area kompetensi 4A, dimana

dokter umum atau dokter pada tingkat layanan primer pada saat lulus dokter harus

mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan (misalnya laboratorium sederhana atau X-Ray) serta dapat memutuskan

dan memberikan terapi secara mandiri dan tuntas . Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka penyusun mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam

upaya penanganan pasien dengan Faringitis.

1

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana karakteristik, penegakan diagnosa, serta pertimbangan

penatalaksanaan pasien dengan Faringitis?

1.2.2. Bagaimana pengertian, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis,

patogenesis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis Faringitis?

1.3. Tujuan

1.3.1. Mengetahui dan memahami karakteristik, penegakan diagnosa, serta

pertimbangan penatalaksanaan pasien dengan Faringitis.

1.3.2. Mengetahui dan memahami pengertian, etiologi, epidemiologi, manifestasi

klinis, patogenesis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis Faringitis.

1.4. Manfaat

Makalah diskusi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum

tentang Faringitis serta penatalaksanaan dan dasar pemilihan terapinya baik

secara umum maupun individual, sehingga dapat dijadikan tambahan ilmu

pengetahuan dalam memberikan penatalaksanaan secara rasional pada pasien

dengan Faringitis.

2

MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI FARING

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong

dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan

ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler

ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga

setinggi vertebra servikalis ke-6.1,7

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini

merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh

selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia

bukofaringeal.

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M. konstriktor faring superior,

media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk

seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya

dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di

belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk

mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,2,7

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring

dan Laringofaring (Hipofaring). Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari

faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : Rongga hidung

- batas belakang : Vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan

beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral

3

faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,

yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,

suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,

foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan

Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus

os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1,2,7

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan

laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,

tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil

lingual dan foramen sekum. 1,7

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan

batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

- batas atas : epiglottis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Gambar 2.1: Otot Faring dan Esofagus serta Bagian-bagian Faring

4

Gambar 2.2: Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

II. FISIOLOGI FARING

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara dan artikulasi. 1,2

II.1. Fungsi Menelan

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses

memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food

into the body through the mouth”.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan

setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik

dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada

proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam

lambung.

Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi

kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. 1,2

5

Gambar 2.3: Proses Menelan

II.2. Fungsi Faring dalam Proses Bicara

Percakapan  digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk

menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting

dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir

dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini

memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk

perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.

Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak,

dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.

Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada

bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran

berkesinambungan dari udara dengan volume  yang  cukup dan tekanan (di bawah

kontrol volunteer  adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam

fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan

peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. 1,2

6

III. FARINGITIS

III.1. Definisi 1,2,9

Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu keadaan inflamasi

pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan atau faring yang dapat disebabkan

akibat infeksi maupun non infeksi. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain

orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.

III.2. Etiologi 1-3,9

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat

infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan

faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan

penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%)

dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus,

adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus

dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan

terjadinya faringitis.

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan

5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan

penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang

ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya

(<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae,

Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum,

Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya

daya tahan tubuh, konsumsi makanan kurang gizi, konsumsi alkohol berlebihan.

Selain itu, faringitis juga dapat terjadi karena menghirup bahan-bahan kimia

yang secara langsung menyebabkan iritasi pada tenggorokan. Radang

tenggorokan/faringitis banyak dialami oleh orang yang tinggal atau bekerja di

tempat yang berdebu, atau lingkungan yang sangat kering, penggunaan suara yang

7

berlebihan, makanan yang dapat mengiritasi tenggorokan misal mengonsumsi

alkohol, atau batuk yang menetap, atau alergi.

III.3. Epidemiologi

Faringitis memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke

tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa

mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk faringitis) tiap tahunnya. Di

USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.

Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 – 7

tahun, dan sekitar 10% nya diderita oleh dewasa. Faringitis jarang terjadi pada

anak usia <3 tahun. Faringitis mengenai semua golongan ras dan suku bangsa

secara merata serta mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi sama. 1,2,5

III.4. Patofisiologi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman

menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan

sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan

kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan

yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan

limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring

posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. 1-5

Periode inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.8

Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi

sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki

karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan

protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen

M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan

8

sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan

kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut

glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya

kompleks antigen-antibodi. 6,7

III.5. Klasifikasi

III.5.1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan

sulit menelan. Pada pemeriksaan

tampak faring dan tonsil hiperemis.

Virus influenza, Coxsachievirus, dan

cytomegalovirus tidak menghasilkan

eksudat. Coxsachievirus dapat

menimbulkan lesi vesicular di

orofaring dan lesi kulit berupa

maculopapular rash. 1

Gambar 2.4: Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan

faringitis yang disertai banyak produksi eksudat pada faring. Terdapat pembesaran

kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri

menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat

eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu

yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil

membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.

9

Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar

limfa leher anterior membesar, kenyal dan

nyeri pada penekanan. 1

Gambar 2.4: Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :

- demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak

mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka

pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor

4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.5

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak

putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1

2.7.2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan

atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,

sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang

mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah

pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 1

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang

berdahak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding

posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band

hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan

berglanular. 1

10

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada

rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga

menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya

mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada

pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila

diangkat tampak mukosa kering. 1

III.5. Gambaran Klinik

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme

yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala

seperti demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring

hiperemis, tonsil membesar, tepi palatum molle hiperemis, kelenjar limfe

submandibula teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah

mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.1,2 Pentingnya

membedakan antara faringitis bakterial dan virus adalah untuk penentuan terapi,

pencegahan komplikasi, resistensi dan efek samping obat.

Faringitis Virus Faringitis Bakteri

Demam ringan atau tanpa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, diare

Demam ringan - sedang (bisa sampai > 38,5° C), sakit kepala, onset mendadak (<12 jam)

Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan Sering ditemukan nanah di tenggorokan & petekie di palatum

Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar

Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening

Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat

Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang

Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat

Biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium

III.6. Diagnosis

Penegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan

dilakukan pemeriksaan fisik temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus,

telinga, hidung dan leher.

11

III.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakkan diagnose antara lain:

- Pemeriksaan darah lengkap.

- GABHS rapid antigen detection test (bila curiga faringitis akibat infeksi bakteri

streptococcus group A): indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau

dokter tidak nyaman memberi terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk

pasien. Jika hasil positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, jika hasilnya

negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan dan dilakukan follow-up. Tidak

sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lain.

- Throat culture (kultur tenggorok): Swab daerah tonsil dan dinding faring

posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.

Kriteria standar penegakan diagnosis infeksi GABHS (sensitifitas 90-99%).

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

III.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum pasien faringitis adalah istirahat cukup, pemberian

nutrisi dan cairan yang cukup dan pemberian obat kumur dan obat hisap pada

anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri tenggorok.

Apabila penyebabnya diduga infeksi virus, pasien cukup diberikan analgetik

dan tablet isap saja. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi

herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali

pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb

dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1

Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis

streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test dan/atau

kultur positif dari usap tenggorok. Tujuannya adalah untuk menangani fase akut

dan mencegah gejala sisa.

Golongan Penisilin:

- penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau

- Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3x/hari selama 10 hari (anak), 3x500 mg

selama 6-10 hari (dewasa).

12

Bila alergi penisilin dapat diberikan

- Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau

- Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali

perhari selama 10 hari.

- Makrolide baru misal azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari

Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena

resiko resistensi lebih besar

Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi :

- Kepatuhan yang kurang

- Adanya infeksi ulang

- Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar

- Adanya kuman beta laktamase.

Penanganan faringitis streptokokus persisten :

- Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau

- Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau

- Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU

(BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg) dosis tunggal.

Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan

perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat

diberikan berupa deksametason 8-16 mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3

mg/kgBB/IM sekali. Pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan

analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan

menggunakan air hangat atau antiseptik. 1

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan

kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik

(electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan

dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan

sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya

ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan

dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1

13

III.9. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan

faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu, namun sangat penting untuk

mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. 3

III.10. Komplikasi

- Komplikasi umum faringitis terutama pada faringitis karena bakteri yaitu:

sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.

- Kekambuhan biasanya terjadi pada pasien dengan pengobatan tidak tuntas pada

pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.

- Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal

glomerulonephritis, toxic shock syndrome, dan peritonsiler abses.

- Komplikasi infeksi mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré

syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan

karsinoma nasofaring. 7

14

MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. ANAMNESA

Identitas Pasien

Nama : An. J

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Nama orang tua : Tn. K

Pekerjaan orang tua : Petani

Alamat : kepanjenkidul, Blitar

No. RM : 225543

Tgl. Pemeriksaan : 11 Januari 2016

Keluhan Utama : Nyeri tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang bersama orang tua dengan keluhan tenggorokan terasa nyeri

sejak 3 hari terakhir. Tenggorokan pasien juga terasa gatal dan kering sehingga

pasien susah menelan makanannya. Pasien juga mengeluhkan badan terasa

demam dan lemas sejak 3 hari terakhir, selain itu juga mengeluh nyeri kepala.

Tidak mengeluh batuk, pilek, hidung tersumbat, dan tidak terasa lendir mengalir

di tenggorokan.

Riwayat Penyakit Dahulu

R. Penyakit yang sama : disangkal

R. Sesak nafas : disangkal

15

R. Alergi : disangkal

R. MRS : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

R. Sakit jantung : disangkal

R. Penyakit Paru : disangkal

R. Asma : disangkal

R. DM, Hipertensi : disangkal

Riwayat Status Gizi

Penderita biasa makan tiga kali sehari dengan nasi, lauk pauk, tahu, tempe,

lebih sering makan daging ayam, sayur dan buah, tetapi sejak merasakan nyeri

tenggorokan nafsu makan pasien menurun. Penderita minum air putih kurang

lebih 6-8 gelas perhari.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah pelajar dan sering bermain dengan teman-temannya.

Anamnesa Sistemik

Keluhan utama : tenggorokan terasa nyeri

Kepala : nyeri kepala (+)

Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan dobel (-),

berkunang-kunang (-)

Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-)

Mulut : mulut terasa kering (+), bibir biru (-), sariawan (-), gusi

berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-)

Tenggorokan : sakit telan (+), serak (-), gatal (+)

Respirasi : sesak (-) waktu serangan, batuk (-), dahak () berwarna putih,

batuk darah (-), mengi (-), stridor (-)

16

Cardiovaskuler : nyeri dada (-), pingsan (-), keringat dingin (-), berdebar-debar

(-), lemas (-) saat serangan

Gastrointestinal : mual (-) saat serangan, muntah (-), perut terasa panas (-),

kembung (-), sebah (-), mbeseseg (-), nafsu makan turun (+),

perut membesar (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-),

BAB darah lendir (-), BAB sulit (-), ambeien (-)

Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-), nyeri saat

BAK (-), sering kencing (-), kencing sedikit (-)

Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), kesemutan (-)

Extremitas : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-),

terasa dingin (-/-)

bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-),

terasa dingin (-/-)

Kulit : kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi kesan cukup

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 8 x / menit, reguler, isi cukup, elastisitas cukup.

Respirasi : 27 x / menit

Suhu : 38,5 0 C

Berat badan : 30 kg

Tinggi badan : 110 cm

Status Generalis

Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),

venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+)

Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak

mudah dicabut

17

Mata : cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem

palpebra (-/-)

Leher : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat (R+2),

KGB servikal membesar (+), tiroid membesar (-), nyeri

tekan (-)

Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-),

pernapasan tipe thoraco-abdominal

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat,

Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula

sinistra.

Perkusi : Batas jantung

Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra

Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kiri bawah : SIC V lateral linea midclavicula sinistra

Kesan : Batas jantung normal

Auskultasi :

HR : 80 kali/menit, reguler

BJ I tunggal, BJ II tunggal, intensitas normal, reguler, bising

(-), gallop (-), ekstrasistole (-)

Paru : Depan : Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)

RBK(-/-), Wheezing (-/-)

Belakang:Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)

18

Abdomen : Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Extremitas : Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-)

Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-)

Stasus THT

A. Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri

Bentuk : Normal Normal

Radang : ( - ) ( - )

Nyeri Tekan : ( - ) ( - )

Tumor : ( - ) ( - )

Liang Telinga Kanan Kiri

Mukosa : Tenang Tenang

Serumen : ( - ) ( - )

Radang : ( - ) ( - )

Tumor : ( - ) ( - )

Belakang Telinga Kanan Kiri

Nyeri Tekan : ( - ) ( - )

Radang : ( - ) ( - )

Fistel pre/post aurik. : ( - ) ( - )

Membran Timpani : Kanan Kiri

Intak/perforasi : Intake Intake

Warna : Putih perak Putih perak

Reflek cahaya : ( + ) ( + )

Bulging/retraksi : ( - ) ( - )

Tes Pendengaran

Tes gesek jari/ bisik : Tidak dilakukan

Tes Rinne : Tidak dilakukan

Tes Weber : Tidak dilakukan

19

Tes Schwabach : Tidak dilakukan

B. Hidung

Pemeriksaan Luar Kanan Kiri

Bentuk : Normal Normal

Radang : ( - ) ( - )

Nyeri Tekan : ( - ) ( - )

Tumor : ( - ) ( - )

Rhinoskopi anterior Kanan Kiri

Mukosa : Tenang Tenang

Sekret : ( - ) ( - )

Edema : ( - ) ( - )

Septum : ( - ) ( - )

Massa : ( - ) ( - )

Pemeriksaan Sinus Paranasal

Sinus maksilaris : Tidak dilakukan

Sinus etmoidalis : Tidak dilakukan

Sinus frontalis : Tidak dilakukan

Transluminasi : Tidak dilakukan

Konka Nasalis, Meatus Inferior dan Media

mukosa : Tidak dilakukan

Sekret : Tidak dilakukan

edema : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior

Adenoid : Tidak dilakukan

Koana : Tidak dilakukan

Fosa Rosenmuler : Tidak dilakukan

Torus Tubarius : Tidak dilakukan

Dasar sinus Sphenoid : Tidak dilakukan

C. Cavum Oris dan Orofaring

Mukosa mulut : Tenang

Uvula : Tidak ada deviasi

20

Gigi geligi : Normal

Lidah : Normal

Halitosis : ( - )

Palatum : Hiperemi

Tonsil Ukuran : T1/T1 (besarnya 1/4 jarak arcus anterior & uvula)

Hiperemis : ( + )

Kripta : ( - )

Detritus : ( - )

Faring Mukosa : Hiperemi

Granula : ( - )

Post nasal drip : ( - )

Laring : tidak diperiksa

C. RESUME

Penderita datang dengan orang tua dengan keluhan tenggorokan nyeri sejak 3

hari terakhir. Tenggorokan pasien juga terasa gatal dan kering sehingga pasien

susah menelan makanannya. Pasien juga mengeluhkan badan terasa demam dan

lemas sejak 3 hari terakhir. Pasien juga mengeluh nyeri kepala. Sejak merasakan

nyeri tenggorokan nafsu makan pasien menurun.

Pemeriksaan fisik ditemukan suhu axilla 38,5 0C, KGB servikal membesar,

palatum hiperemi, tonsil hipertrofi (T1/T1), hiperemis, mukosa faring hiperemi.

D. DIAGNOSIS

Faringitis Akut

E. TUJUAN PENATALAKSANAAN

Untuk menghilangkan penyebab utama

Untuk menghilangkan gejala simptomatis yang dirasa mengganggu

F. PENATALAKSANAAN

KIE

21

- Istirahat yang cukup

- Asupan nutrisi dan cairan yang cukup

- Anjuran berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik

- Hindari makanan dan minuman yang mudah mengiritasi tenggorokan.

- Mengkonsumsi obat secara teratur dan sesuai anjuran dokter

- Jika obat habis atau keluhan tidak membaik segera kontrol ke dokter

FARMAKOTERAPI

- Antibiotik :

Amokisisilin 250 mg (½ dosis dewasa) 3 kali/hari selama 10 hari

- Analgesik Antipiretik :

Paracetamol 250 mg (½ dosis dewasa) diminum bila perlu 1-6 kali / hari

- Multivitamin :

Multivitaplex 3x sehari 1 tablet

G. RESEP

R/ Amoksisilin cap

Paracetamol tab aa mg 250

Multivitaplex tab 1

m.f.l.a Pulv dtd No.XV

∫ 3 dd Pulv I

Pro : An. J (10 Tahun)

H. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

22

MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI

BAB IV

PEMBAHASAN OBAT

A. KERANGKA BERPIKIR PENGGUNAAN OBAT

Infiltrasi ke jaringan epitel faring

Reaksi Inflamasi

IL – 1 BIL – 6ß – IFNTNF – αγ – IFN

Endogen pirogen

Prostaglandin

Hipothalamus

Demam

Nyeri

Rubor

Kalor

Tumor

Functio lesa

Paracetamol

Amoxicillin

Penularan secara dropletAgen infeksi terutama bakteri

Multiplikasi & sekresi toksin

Pengikisan epitel faring

Reaksi jaringan limfoid superfisial, infiltrasi leukosit PMN

Mediator inflamasi release

Nafsu makan turun

Multivitamin

Faktor predisposisi:Imunitas rendah

Multivitamin

23

B. PEMBAHASAN OBAT

Amoksisilin ParacetamolKomposisi & sediaan: Amoksisilin trihidrat setara dengan amoksisilin anhidrat 250mg/kapsul, 125mg/ 5 ml sirup kering, 500mg/kapletDosis:Dewasa dan anak-anak dengan BB > 20kg 250-500mg tiap 8 jam. Anak-anak dengan BB < 20kg: 20-40mg/kgBB sehari dengan dosis bagi tiap 8 jam. Untuk penderita dengan gangguan ginjal perlu dilakukan pengurangan dosis. Anak-anak dengan BB <8kg sebaiknya diberikan sediaan sirup kering. Dosis sebaiknya setelah makan.Indikasi :infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas atas (H.influenza, streptococcus); bronkitis; pneumonia; otitis media; abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya; osteomielitis; penyakit lyme; profilaksis endokarditis; profilaksis paska splenektomi; infeksi ginekologis; gonorrhea; eradikasi Helicobacter pylori; antraxKontra indikasi :hipersensitif terhadap penisilinMekanisme kerja:Amoxicilin merupakan antibiotik golongan penicillin subgolongan amoxicilin. Merupakan antibiotik broad spectrum yang sensitif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Mekanisme kerja amoksisilin sebagai bakterisida, yaitu lewat penghambatan sintesis peptidoglikan yang merupakan komponen utama pembentuk dinding/ membran bakteri.Perhatian:Riwayat alergi; gangguan ginjal; bercak kemerahan pada demam kelenjar (glandular fever); infeksi cytomegalovirus; leukimis limfositik kronik, dan kemungkinan infeksi HIV; pertahankan hidrasi yang cukup pada dosis tinggi (risiko kristaluria); kehamilan dan menyusuiKehamilan dan meyusui :Tidak diketahui berbahaya pada kehamilan; pada air susu jumlah sangat sedikit (trace amount)Efek samping :Sejumlah efek samping yang pernah ditemukan:Infeksi jamur pada kelamin (2%); Diare (1,7%); Mual (1,3%); Sakit kepala (1%); Muntah (0,7%); Nyeri perut (0,3); Efek samping lainnya namun sangat jarang ditemukan antara lain reaksi alergi (anafilaksis), anemia, gangguan fungsi hati, kemerahan pada kulit, dan gangguan ginjal.

Komposisi & sediaan:Paracetamol 120mg/5ml sirup, tablet 100mg,500mgDosis: < 1 tahun : ½ -1 sdt atau 60-120 mg tiap 4-6 jam1-5 tahun : 1-2 sdt atau 120-250 mg tiap 4-6 jam6-12 tahun : 2-4 sdt atau 250-500 mg tiap 4-6 jam> 12 tahun : ½ -1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g/hariIndikasi:Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot, menurunkan demam dan setelah vaksinasi.Kontra Indikasi:Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase. Tidak boleh digunakan penderita dengan gangguan fungsi hati.Metabolisme:Metabolisme di heparWaktu paruh 1-3 jamMekanisme Kerja: Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik.Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral,  bekerja menghambat pembentukan prostaglandin yang merupakan inisial peningkatan temperature set body .Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.Perhatian:Hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan jangka lama pada anemia.Efek samping:Methemoglobinemia, hemolisis eritrosit, hepatotoksik (dosis tinggi mengekibatkan kerusakan fungsi hati)

Multivitamin (Multivitaplex)Komposisi & sediaan: vit-A, vit-B1, vit-B2, vit-B6, vit-C, vit-D, nikotinamid, vit-B12, Ca-pantotenat. Sediaan elixir, tablet, drops.Dosis: Pencegahan, dewasa & anak >12 tahun, 3x/hari 1 tab. atau 5ml/hari elixir; pengobatan, 3x/hari 5 ml elixir.Indikasi: Kekurangan multivitamin dan gejalanyaMekanisme Kerja: Tubuh manusia membutuhkan zat-zat penting untuk fungsi tubuh yang sehat dan optimal, alah satunya yaitu vitamin. Vitamin merupakan zat yang dibutuhkan tubuh untuk peran metabolisme dan daya tahan tubuh. Terdapat 13 vitamin utama dan dikategorikan dalam 2 kelompok (larut lemak ( A, D, E, K) dan larut air (B dan C). Kekurangan vitamin menyebabkan beberapa gangguan, dan tubuh mudah terserang penyakit.

24

MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI

BAB V

KESIMPULAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa

tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,

hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection

dari orang yang menderita faringitis.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme

yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-

gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada

otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang

hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila

dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan

leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa

yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi

tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya bakteri maka

diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan

analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya.

Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis

adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1997.

2. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Supardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. 2007.

3. Kazzi,A., Antoine, Wills,J. Pharyngitis. http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006. diakses pada 27 September 2013

4. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210

5. Vincent, T., Mirian, Celestin, N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis. http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006. diakses pada 27 September 2013.

6. Keith, L., Agur, A.M. Essential Clinical Anatomy 2nd Edition. New york : Lippincott Williams and Wilkins : 2007.

7. Hall I, Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear. 13 th edition, Oxford, 1987: 143-53.

8. Pracy R. Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Gramedia, Jakarta, 1989: 145-9.

9. Cody DT, Eugen K, Pearson B. Text Books Otolaryngology. Cetakan V, EGC, Jakarta, 1991; 279-98.

26