Diskusi Kasus TBC

39
DISKUSI KASUS TUBERKULOSIS PARU Oleh : Christine Notoningtiyas S. G9911112038 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI 0

description

kasus

Transcript of Diskusi Kasus TBC

Page 1: Diskusi Kasus TBC

DISKUSI KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :

Christine Notoningtiyas S.

G9911112038

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2012

0

Page 2: Diskusi Kasus TBC

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi (Daniel, 2007) dan oleh hipersensitivitas yang diperantai

oleh sel (cell-mediated hypersensitivity) (Wright, 2007). Menurut buku Depkes

disebutkan, tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke

dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman

menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfa, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

lainnya.

Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan masalah utama yang harus

segera ditangani. Dalam ‘Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis’ yang

dikeluarkan Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2003,

diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan

hampir 3 juta orang meninggal sebagai akibat langsung dari penyakit ini. Kasus

tuberculosis pada anak terjadi sekira 1,3 juta setiap tahun dan 450.000 di

antaranya meninggal dunia. Laporan World Health Organization (WHO), tahun

1997, menyebutkan Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal jumlah

kasus TB setelah India dan Cina. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan, dari

setiap 100.000 penduduk Indonesia akan ditemukan 130 penderita baru TB paru

dengan bakteri tahan asam (BTA) positif. Dan pada tahun 2004, setiap tahun

terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB

BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita,

SpA, dokter spesialis konsultan penyakit paru anak, dalam makalahnya,

‘Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak’ (tahun 2002) menyebutkan,

karena sulitnya mendiagnosa TB pada anak, angka kejadian TB anak belum

diketahui secara pasti. Namun bila angka kejadian TB dewasa tinggi dapat

diperkirakan kejadian TB anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap

1

Page 3: Diskusi Kasus TBC

orang dewasa dengan basil tahan asam (BTA) positif akan menularkan 10 orang

di lingkungannya, terutama anak-anak. Karenanya sangat penting untuk

mendeteksi TB pada dewasa dan menelusuri rantai penularannya. Sehingga setiap

anak yang mempunyai risiko tertular dapat dideteksi dini dan diberi pencegahan.

Beberapa hal yang diduga berperan pada kenaikan angka kejadian TB antara lain

adalah, diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat, kepatuhan yang kurang,

migrasi penduduk, peningkatan kasus HIV/AIDS, dan strategi DOTS ( Directly

Observed Therapy Short-course) yang belum berhasil.

Strategi DOTS adalah program yang direkomendasikan oleh WHO.

Sejak tahun 1995 program ini dilaksanakan untuk menanggulangi pemberantasan

tuberkulosis paru di Indonesia. Walaupun begitu, penyebab utama lainnya

meningkatnya beban masalah TB adalah kemiskinan, kegagalan program

penanggulangan TB, perubahan demografik karena perubahan jumlah penduduk

dan perubahan struktur penduduk, serta dampak pandemik HIV. Kegagalan

program penanggulangan TB bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

karena tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan program

penanggulangan TB, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses

oleh masyarakat, obat tidak terjamin penyediaannya, pelaporan tidak tidak

memadainya komitmen politik dan pendanaan program penanggulangan TB, tidak

memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, obat

tidak terjamin penyediaannya, pelaporan tidak standar dan sebagainya), tidak

memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat tidak standar), salah

persepsi terhadap manfaat dan efektivitas vaksinasi BCG, dan infrastruktur

kesehatan yang buruk.

2

Page 4: Diskusi Kasus TBC

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Myobacterium

tuberculosis complex yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura

(Price dan Standridge, 2007).

B. PATOGENESIS

1. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan

bersarang di jaringan paru, sehingga akan terbentuk suatu sarang

pneumoni yang disebut sarang primer. Sarang primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal dengan kompleks primer. Kompleks

primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut (Daniel, 2007):

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas.

c. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.

Penyebaran secara bronkogen.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

2. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian

setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Bentuk

tuberkulosis inilah yang dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis

postprimer dimulai dengan sarang dini yang berbentuk suatu sarang

pneumoni. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai

berikut (Daniel, 2007) :

a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalakan cacat.

b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses

penyembuhan dengan pembentukan jaringan fibrosis.

3

Page 5: Diskusi Kasus TBC

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju

(jaringan kaseosa)

C. KLASIFIKASI TB PARU

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. TB paru BTA (+)

b. TB paru BTA (-)

2. Berdasarkan tipe pasien

a. Kasus baru

b. Kasus kambuh (relaps)

c. Kasus drop out

d. Kasus gagal

e. Kasus kronik

f. Kasus bekas TB

D. DIAGNOSIS

1. Gejala klinis

a. Gejala respiratori

batuk 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

b. Gejala sistemik

demam

malaiase

keringat malam

anoreksia

berat badan menurun

2. Pemeriksaan fisik

4

Page 6: Diskusi Kasus TBC

Pada auskultasi paru dapar ditemukan suara napas bronkial,

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma dan mediastinum.

3. Pemeriksaan bakteriologi

Dengan pemeriksaan dahak 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu).

Interpretasi hasil pemeriksaan dahaak 3 kali adalah :

3 kali (+) atau 2 kali (+), 1 kali (-) BTA (+)

1 kali (+), 2 kali (-) ulang BTA 3 kali, kemudian

bila 1 kali (+), 2 kali (-) BTA (+)

bila 3 kali (-) BTA (-)

4. Pemeriksaan Radiologi

Lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas dan segmen superior lobus bawah

Kaviti

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral atau bilateral

Lesi TB inaktif :

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

5. Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional

ialah dengan cara :

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis

pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga

Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi

MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya

pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun

5

Page 7: Diskusi Kasus TBC

pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang

timbul.

E. PENGOBATAN TB

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Jenis OAT

a. Jenis obat utama (lini 1)

- INH

- Rifampisin

- Pirazinamid

- Etambutol

- Streptomisin

b. Jenis obat tambahan (lini 2)

- Kanamisin

- Amikasin

- Kuinolon

- Makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

2. Dosis OAT

Obat Dosis(mg/kgBB/hr)

Dosis yg dianjurkan(mg/kgBB/hr)

Dosis maks (mg)

Dosis (mg)/BB(kg)

Harian Intermiten <40 40-60 >60R 8-12 10 10 600 300 450 600H 4-6 5 10 300 150 300 450Z 20-30 25 35 750 1000 1500E 15-20 15 30 750 1000 1500S 15-18 15 15 1000 Sesu

ai BB

750 1000

6

Page 8: Diskusi Kasus TBC

3. Paduan OAT

a. OAT kombipak

Kategori Kasus Paduan obat yg dianjurkan

Keterangan

I TB paru BTA (+), BTA (-), lesi luas

2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE2RHZE/4R3H3

II Kambuh RHZES/1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/1RHZE/5RHE

Bila streptomisin alergi, diganti kanamisin

Gagal pengobatan 3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 sikloserin atau 2RHZES/1RHZE/5RHE

TB paru putus obat Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lam berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologis dan Ro saat ini atau2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

III TB paru BTA (-), lesi minimal

2RHZE/4RH atau 6RHE atau 2RHZE/4R3H3

IV Kronik RHZES/sesuai hasil uji resistensi + obat lini 2

MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

b. OAT-FDC (Fixed Dose Combination)

Di beberapa profinsi akan digunakan tablet FDC. Contoh

Obat 4 FDC 2 FDC

1 tablet : 1 tablet :

Rifampisisn 150 mg/INH 75 mg Rifampisin 150 mg /

Pirazinamid 400 mg INH 150 mg

Etambutol 275 mg

7

Page 9: Diskusi Kasus TBC

6. Efek samping OAT

No. OAT Efek Samping1. Rifampisin a. Ikterus

b. Flu-like Syndromc. Sindrom Redmand. Lain-lain : nyeri epigastrik, rx hipersensitivitas,

supresi imunitas2. INH a. Neuritis perifer

b. Ikterusc. Hipersensitivitasd. Lain-lain : mulut kering, nyeri epigastrik,

methemohlobinemia, tinitus, retensi urin3. Pirazinamid a. Gangguan hati

b. Goutc. Lain-lain : atralgia, anoreksia, mual-muntah,

disuria, malaise, demam4. Etambutol a. Neuritis optik

b. Goutc. Lain-lain : gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik,

nyeri perut, malaise, sakit kepala, sempoyongan, linglung, bingung, halusinasi

5. Streptomisin a. Hipersensitivitasb. Mempengaruhi saraf VIIIc. Dapat menurunkan fungsi ginjal

Pengobatan suportif / simtomatik

Selain OAT kadang diperlukan obat tambahan suportif dan simtomatik

untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/ keluhan.

Pengobatan ini diberikan sesuai denagn keadaan klinis dan indikasi rawat

inap

1. Pasien rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, vitamin

b. Bila demam dapat diberikan penurun panas

c. Dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak nafas

atau keluhan lain

2. Pasien rawat inap

8

Page 10: Diskusi Kasus TBC

F. EVALUASI PENGOBATAN

1. Evaluasi klinis

Dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu dalam

masa intensif dan seterusnya selaki sebelan sampai masa akhir pengobatan

2. Evaluasi bakteriologis

Dilakukan minimal 2 kali, sebaiknya 3 kali (0-2-6/9) yaitu sebelum

pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif ) dan diakhir

masa pengobatan

3. Evaluasi radiologis

Diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Bila secara bakteriologis

menunjukkan adanya perbaikan, tapi secara klinis dan radiologis tidak,

maka harus dicurigai adanya penyakit lain selain TB paru

Waktu pelaksanaan seperti pemeriksaan bakteriologis

4. Evaluasi efek samping secara klinis

Untuk memantau efek samping dari penggunaan OAT

5. Evaluasi kateraturan minum obat

Penting untuk memantau kepatuhan minum obat

9

Page 11: Diskusi Kasus TBC

BAB III

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. H

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Pandean, Sumberlawang, Sragen

Agama : Islam

Tanggal masuk : 19 Juli 2012

Tanggal pemeriksaan : 21 Juli 2012

No. CM : 01053581

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Batuk lebih dari 3 bulan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan batuk berdahak yang

terus-menerus, dahak berwarna putih kekuningan dan kental. Pasien juga

kadang-kadang mengeluhkan sesak napas. Sesak napas akan bertambah

berat dengan melakukan aktivitas dan sesak napas berkurang dengan

beristirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca, terbangun malam hari

karena sesak (-). Pasien juga merasakan badannya panas sumer-sumer

setiap hari, sering berkeringat malan hari (+).

Sejak 1 bulan yang lalu pasien mulai merasakan nafsu makan

menurun, sering merasa lelah dan dalam 1 bulan berat badannya menurun

6 kg, ditimbang di Puskesmas.

Sejak 1 minggu yang lalu pasien merasakan batuk yang bertambah

parah. Batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan dan kental, darah

(+). Selama 2 bulan ini pasien hanya minum obat batuk biasa yang dibeli

10

Page 12: Diskusi Kasus TBC

di warung. Karena dirasa semakin parah pasien kemudian datang ke

poliklinik Paru. Pasien berobat dengan Jamkesmas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat mondok karena penyakit serupa ( - )

Riwayat asma ( - )

Rawayat alergi obat, makanan, udara dingin ( - )

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat asma ( - )

Riwayat TBC ( + ) adik laki-laki pasien yang tinggal serumah

menderita batuk lama dan didiagnosa TB

5. Anamnesis Sistemik

Kepala : pusing (-), nggliyer (-), nyeri kepala (-), perasaan berputar-

putar (-), rambut mudah rontok (-).

Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan dobel (-),

berkunang-kunang (-)

Hidung: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-),

berdenging (-)

Mulut : mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi

berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-)

Tenggorokan : sakit telan (-), serak (-), gatal (-)

Respirasi : sesak (+) waktu batuk, batuk (+), dahak (+),

batuk darah (-), mengi (-)

Cardiovaskuler : sesak saat aktivitas berat (-), nyeri dada (-),

pingsan (-), kaki bengkak (-), keringat malam hari

(+), berdebar-debar (-)

Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), perut terasa perih (-),

kembung (-), sebah (-), nafsu makan

menurun (+), muntah darah (-)

Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-),

nyeri saat BAK (-), sering kencing malam hari (-)

11

Page 13: Diskusi Kasus TBC

Muskuloskeletal : lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-),

bengkak sendi (-), kesemutan (-)

Extremitas : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak

(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak

(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

Kulit : kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan

(-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang.

Status gizi : BB 50 kg TB 157 cm

BMI 21,9

Kesan : status gizi kesan normoweight

Tanda vital:

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

b. Nadi : 80 x / menit, reguler, isi cukup

c. Respirasi : 24 x / menit

d. Suhu : 37,5 0 C (per axiller)

Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),

venectasi (-), spider nevi (-), turgor menurun (-)

Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dengan

sedikit uban, mudah rontok (-)

Mata : cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem

palpebra (-/-)

Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),

gusi berdarah (-), lidah kotor (-)

Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)

12

Page 14: Diskusi Kasus TBC

Leher : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat (5+2),

KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri

tekan (-)

Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-),

pernapasan tipe thoraco-abdominal

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : batas jantung

Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD

Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSS

Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS

Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS

Kesan : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi :

HR : 80 kali/menit, ireguler

BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Depan : Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ST

(+/+)RBK

Belakang:Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)

Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien

tidak teraba.

13

Page 15: Diskusi Kasus TBC

Extremitas : Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka

(-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka

(-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

- Laboratorium

1-1-2012 Rujukan Satuan

Hb 13,2 12-16 g/dl

HCT 40,1 38-47

RBC 4,5 4,2-5,4 106/l

WBC 11,1 4,5-11 103/l

AT 348 150-440 103/l

GD B

GDS 105 <110 mg/dL

Ureum 45 10-50 mg/dL

Cr 1 0,6-1,1 mg/dL

- Foto Rontgen Thorax

Gambaran infiltrat pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru

dextra.

Kesan : Menyokong gambaran lesi TB aktif

- Pemeriksaan Bakteriologis

Setelah pemeriksaan dahak 3 kali (SPS) didapatkan hasil BTA (+)

E. RESUME

Pada anamnesa diketahui :Sejak 2 bulan yang lalu pasien

mengeluhkan batuk berdahak yang terus-menerus. Pasien juga sering

mengeluhkan sesak napas yang terjadi kadang-kadang. Sesak napas tidak

dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien juga merasakan badannya panas sumer-

sumer, sering berkeringat malan hari (+). Sejak 1 bulan yang lalu pasien

mulai merasakan nafsu makan menurun, sering merasa lelah dan dalam 1

14

Page 16: Diskusi Kasus TBC

bulan berat badannya menurun 4 kg. Sejak 1 minggu yang lalu pasien

merasakan batuk yang bertambah parah. Batuk disertai dahak. Pada

anamnesa system dan pemeriksaan fisik diperoleh keterangan : sesak (+)

waktu batuk, batuk (+), dahak (+), keringat malam hari (+), nafsu

makan menurun (+), lemas (+),ST (+/+)RBK. Pada pemeriksaan

radioligi diperoleh kesan yang menyokong gambaran lesi TB aktif.

F. DIAGNOSIS

Tuberkulosis Paru Kasus Baru

G. PENATALAKSANAAN

Pengobatan OAT Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3

R/ Rifampisin cap mg 450 No VII

S 1 dd cap I

R/ INH tab mg 300 No VII

S 1 dd tab I

R/ Pirazinamid tab mg 500 No XIV

S 1 dd tab II

R/ Etambutol tab mg 500 No XIV

S 1 dd tab II

R/ Ambroxol tab mg 30 No XXI

S 3 dd tab I

R/ OBH cc 60 fl No I

S 3 dd cth II

Pro : Tn. A (55 th)

BAB IV

15

Page 17: Diskusi Kasus TBC

PEMBAHASAN

EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena

itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting

dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat

penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel), bila

efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka

pemberian OAT dapat dilanjutkan.

Cara Kerja : Isoniazid adalah turunan hidrasid yang bersifat bakteriostatis-

khusus terhadap myobacterium tuberculosis. Efek bakterisidnya terlihat

pada kuman yang sedang membelah dengan cara menghambat biosintesa

asam mikolat pada dinding sel bakteri myobacterium.

Untuk pencegahan terhadap neuritits perifer yang biasanya menyertai

penderita yang kurang gizi, pada INH 400 secara khusus ditambahkan

vitamin B6 10mg.

Dosis :

Dewasa : 4-5 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi

maksimal 300 mg/hari

Anak-anak : 10-20 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi

tergantung kepada berat ringan penyakit

Kontraindikasi : - penderita yang hipersensitif terhadap INH/ Isoniazid

16

Page 18: Diskusi Kasus TBC

- penderita penyakit hati yang disebabkan oleh obat-

obat lain

Efek Samping : Neuritis perifer, neuritits optik, hepatotoksik nekrosis,

sukar tidur, kontraksi/ kejang pada ulu hati, tahapan psikosis, reaksi

hipersentifitas, agranulositosis, hepatitis (terutama pada pasien diatas 35

tahun), kelainan kulit lupus erythematosus, pellagra, hiperglikemia, dan

ginekomastia.

Interaksi Obat :

Dapat menghambat metabolisme Carbamazepin, Ethosuximide,

dan Phenytoin

Antasida yang mengandung Alumunium dan Magnesium karena

dapat mengurangi absorpsi

Cycloserin dan Disulfiram dapat meningkatkan toksisitas sistem

saraf pusat

2. Rifampisin

Dosis :

Dewasa : 600 mg/hari, sebagai dosis tunggal

Untuk keadaan berat dosis tersebut dapat dinaikkan 900-1200 mg,

diberikan dalam 2 bagian.

Untuk penderita dengan gangguan hati, dosis tidak boleh lebih dari

8mg/ kgBB

Anak-anak sampai umur 12 tahun : 10-15 mg/kgBB, diberikan

dalam dosis tunggal atau dalam 2 bagian. Dosis harian tidak boleh

melebihi 600 mg

Sebaiknya diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.

Interaksi Obat :

Rifampicin diberikan bersama acenocoumarol, maka untuk

mempertahankan nilai protombin normal dosis antikoagulan perlu

dinaikkan karena kedua obat tersebut dihidroksilasi menjadi

senyawa inkalif dalam retikulum endoplasmika hati, mungkin

terjadi interaksi jenis induksi antara kedua obat tersebut.

17

Page 19: Diskusi Kasus TBC

Rifampicin dan tablet kontrasepsi oral :

Estrogen diinoktioni dalam hati, karena rifampicin menginduksi

pembentukan enzim mikrosom hati, mungkin terjadi suatu interaksi

jenis induksi.

Rifampicin dan glikosida jantung :

Pemberian rifampicin pada penderita yang mendapat pengobatan

dari digitoksin dapat menyebabkan penurunan kadar

digitoksindalam serum. Hal tersebut juga mengingat metabolisme

digitoksin sebagian dalam hati.

Rifampicin dan tobultamida :

Rifampicin dapat menyebabkan penurunan kadar serum

tobultamida karena interaksi jenis induksi.

Rifampicin dan PAS :

Pemberian rifampicin dan PAS bersamaan menyebabkan kadar

seum rifampicin rendah karena tablet PAS mengandung eksipien

bentonit yang mengabsorpsi rifampicin. Jika rifampicin akan

diberikan bersamaan dengan PAS harus dalam jangka waktu 8-12

jam antara pemberian kedua obat tersebut.

Rifampicin dan fenobarbiturat :

Ada laporan yang mengatakan terjadi penururnan kadar rifampicin

dalam serum penderita tuberkulosis yang juga diberikan

fenobarbital. Juga dapat terjadi peningkatan beban pada hati hingga

dapat timbul ikterus.

Rifampicin dengan obat-obat simetidin, propanolol, fenitoin, dan

ketokonazol menyebabkan penurunan konsentrasi plasma dari obat-

obat tersebut

Obat-obat antasid menurunkan absorpsi rifampicin

Rifampicin menurunkan efek metadon karena menaikkan

metabolisme metadon.

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatis ialah :

18

Page 20: Diskusi Kasus TBC

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus

distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan

khusus

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah

satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan

jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,

air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan

kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Cara Kerja : Pirazinamid merupakan antituberkulosis sekunder secara in

vitro pirazinamida aktif dalam suasana asam, terhadap mikobakterium.

Bersifat bakterisid terutama pada basil tuberkulosa intraseluler.

Pada pemberian oral pirazinamida mudah diserap dan tersebar luas ke

seluruh jaringan tubuh. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam waktu

kurang lebih 2 jam dan waktu paruh antara 10-16 jam. Pirazinamida

mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam hidroksi pirazinoat

yang merupakan metabolit utamanya dan diekskresi melalui filtrasi

glomerulus.

Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi (maksimum

2 gram/hari).

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi

(beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis

19

Page 21: Diskusi Kasus TBC

Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan

penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

Kontraindikasi : penderita dengan gangguan fungsi hati, hiperurikemia

dan/ atau gout, hipoglikemia, diabetes, penderita dengan gangguan fungsi

ginjal, hipersensitif.

4. Ethambutol

Cara Kerja : Ethambutol merupakan tuberkulostatik dengan mekanisme

kerja menghambat sintesa RNA. Pada pemberian dosis tunggal 25

mg/kgBB, diperoleh kadar 2-5 mcg/ml di dalam serum setelah 24 jam.

Ekskresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang 10% diubah

menjadi metabolit inaktif.

Efek samping : etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan

berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang

dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30

mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan

kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan

okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut

akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan

umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan

gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah

telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.

Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya

dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat

keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan

tuli).

20

Page 22: Diskusi Kasus TBC

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba

disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping

sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan

telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi

ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran

janin.

Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Minor OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari

Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Mayor Hentikan obat

Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected Sebagian besar OAT Hentikan semua

21

Page 23: Diskusi Kasus TBC

drug-induced pre-icteric hepatitis) OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutolKelainan sistemik, termasuk syok dan purpura

Rifampisin Hentikan rifampisin

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

22

Page 24: Diskusi Kasus TBC

I. SIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Myobacterium

tuberculosis complex yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

Diagnosis TB paru dilihat dari:

- Gejala klinis

a. Gejala respiratori

- batuk 2 minggu

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

b. Gejala sistemik

- demam

- malaiase

- keringat malam

- anoreksia

- berat badan menurun

- Pemeriksaan bakteriologi

Dengan pemeriksaan dahak 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu).

- Pemeriksaan Radiologi

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas dan segmen superior lobus bawah

Kaviti

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral atau bilateral

- Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah

dengan cara :

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa,

Kudoh

Agar base media : Middle brook

23

Page 25: Diskusi Kasus TBC

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,

dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga

Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).

Pada kasus diatas didapatkan dari anamnesa batuk berdahak sejak 2

bulan yag lalu, kadang-kadang mengeluhkan sesak napas. Panas sumer-

sumer (+), sering berkeringat malam hari (+). Sejak 1 bulan yang lalu

nafsu makan mulai menurun, sering merasa lelah dan dalam 1 bulan

berat badannya menurun 4 kg. Sejak 1 minggu yang lalu batuk

bertambah parah, batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan dan

kental, darah (+). Pada pemeriksaan radiologi diperoleh kesan yang

Menyokong gambaran lesi TB aktif. Pemeriksaan dahak 3 kali (SPS)

didapatkan hasil BTA (+).

Penatalaksanaan pada kasus diatas dengan Pengobatan OAT

Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3.

II. SARAN

1. Penularan TBC perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-tindakan

pencegahan selayaknya untuk menghindarkan infeksi dari penderita ke

orang lain, seperti batuk bersin sambil menutup mulut/hidung dengan sapu

tangan, bila berbicara dengan orang lain jangan terlampau dekat dengan

lawan bicara, ventilasi yang baik memperkecil bahaya penularan.

2. Pengobatan TBC harus rutin 6 bulan dan jangan sampai putus pengobatan

karena bahaya resistensi dari kuman penyebab TBC.

24

Page 26: Diskusi Kasus TBC

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, T. M. 2007. Tuberkulosis. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Edisi 13. Volume 2. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 799-808.

Price, S. A. dan M. P. Standridge. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 852-62.

Wright, P. W. dan R. J. Wallace. 2007. Obat Antimikobakterium. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Edisi 13. Volume 2. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 794-8.

25