KASUS 1 TBC
-
Upload
rini-pramuati -
Category
Documents
-
view
251 -
download
8
description
Transcript of KASUS 1 TBC
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
INFEKSI DAN TUMOR
“TUBERCULOSIS (TBC)”
DOSEN PENGAMPU:
Inaratul RH, M.Sc.,Apt
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2015
KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A )
2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI ( 18123463 A )
4. RINI PRAMUATI ( 18123464 A ) 5. LAILA TASBICHA ( 18123465 A )
TUBERCULOSIS (TBC)
I. PENDAHULUAN
1.1 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih
besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka kematian
akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004
menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens
HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Tuberkulosis (TB) penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang mampu menginfeksi secara laten ataupun progesif. Secara umum, 2 milyar orang
terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal karena tuberculosis tersebar setelah India dan
Cina. Mycobacterium tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui batuk
dan bersin. Kontak yang terlalu dekat dengan penderita TB akan memperbesar
kemungkinan penularan. HIV adalah faktor resiko paling penting pada TB aktif,
terutama pada umur sekitar 25-44 tahun. Penderita yang terinfeksi HIV dengan infeksi
tuberkulosis, akan berkembang menjadi penyakit yang aktif 100 kali lebih besar
dibandingkan dengan penderita yang tidak terinfeksi dengan HIV.
1.2 Klasifikasi
a) Kategori 1 Diberikan kepada :
- Penderita baru TB paru, BTA positif.
- Penderita baru TB Paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit berat.
- Penderita TB ekstra paru berat .
b) Kategori 2 Diberikan kepada :
- Penderita kambuh (relaps).
- Penderita Gagal (failure).
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c) Kategori 3 Diberikan kepada :
- Penderita baru BTA negatif, rontgen positif, sakit ringan.
- Penderita TB ekstra paru ringan.
Gambar 1. Skema Klasifikasi Tuberkulosis
1.3 Faktor resiko
- Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.
- Kegagalan program TB diantaranya kurangnya kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat TB, harga obat TB yang mahal, dan resistensi.
- Perubahan demografik kerena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur penduduk.
- Dampak pandemi HIV
II. PATOFISIOLOGI
2.1 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
efek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai komplek primer. Komplek
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meningkatkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara perkontinuitatum, penyebaran secara bronkogen, baik
di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan dan
penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan jaringan
fibrosis.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
2.2 Etiologi
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus tidak bespora dan
juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1- 4 mm.
Dinding sangat komplek dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
komplek, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids
yang berperan dalam virulensi.
2.3 Gejala
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
a) Gejala umum
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat dengan darah).
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah.
b) Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi” suara nafas
melemah yang disertai sesak.
- Cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru) disertai keluhan sakit dada.
- Mengenai tulang, maka akan menjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermmuara pada kulit.
2.4 Manifestasi klinik
a) Pasien yang tidak terinfeksi HIV
- Manifestasi klinik dari TB pulmoner tidak spesifik, indikasi hanya pada proses
infeksi yang berjalan dengan lambat.
- Pemeriksaan fisik nonspesifik, dugaan perkembangan penyakit pulmoner.
- Manifestasi klinik berhubungan dengan TB ekstrapulmoner bervariasi
tergantung pada organ dengan demam tingkat rendah dan simptom lainnya.
b) Pasien yang terinfeksi HIV
- Manifestasi klinik dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB berbeda
dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV (pada penderita AIDS, TB muncul
Ciri–ciri dan Gejala
Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, lemas, demam, dan
keringat malam
Hemofisis Frank
Pemeriksaan Fisik
Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang bergetar
lebih sering diamati pada auskultasi
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi limfoit
Radiografi dada
Infiltrasi nodus pada daerah apikal di lobus bagian atas dari bagian
superior dari lobus paling bawah.
Kavitasi yang menunjukkan kadar udara-air sebagai tanda perkembangan
infeksi
dalam bentuk primer yang berkembang, yang melibatkan daerah
ekstrapulmoner, dan melibatkan berbagai lobus paru-paru).
- TB pada pasien AIDS, sepertinya kurang terlibat dalam penyakit kavitari, yang
dihubungkan dengan uji kulit positif, atau dihubungkan dengan demam.
II.5 Diagnosis
a) TB Paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 sps dahak hasilnya BTA positif 1 sps dahak
BTA positif dan foto rontgen menunjukkan TB aktif.
b) TB Paru BTA negatif
- 3 sps dahak BTA negatif, namun foto thorax menunjukkan TB aktif.
III. SASARAN TERAPI
Sasaran terapi pada penyakit TBC adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
IV. TUJUAN TERAPI
Tujuan terapi pada penyakit TBC adalah menghilangkan/membunuh kuman
Mycobacterium tuberculosis, mencegah terjadinya penularan, serta mengurangi faktor resiko
terjadinya penularan.
V. STRATEGI TERAPI
Tata Laksana Terapi
5.1 Guideline Terapi Tuberkulosis
5.2 Guideline Terapi Hipertensi
5.3 Terapi Non Farmakologi
- Mengkonsumsi makanan bergizi : munculnya penyakit TBC adalah
kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Penderita secara rutin
mengkonsumsi makanan bergizi, seperti buah, sayur, dan ikan laut.
- Tinggal ditempat yang sehat : menjaga kebersihan akan membantu
penderita TBC untuk sembuh. Karena penyakit ini disebabkan oleh virus
sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor menyebabkan
virus berkembang.
- Meningkatkan kepatuhan konsumsi OAT.
5.3 Terapi Farmakologi
a) Pendekatan umum
- Kategori 1 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan
(fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu
(2HRZE/ 4H3R3).
- Kategori 2 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol
dan stremtomisin selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan
isoniazid, rifampisin dan etambutol selama 5 bulan seminggu 3 kali
(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase
intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).
- Kategori 3 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid selama 2
bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan)
dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZ/ 4H3R3).
Tabel dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat badan
Tahap intensif tiap hari
selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap lanjutan 3 kali
seminggu selama 16 minggu
RH(150/150)
30 -37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT
38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2 KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2 KDT
KDT : kombinasi dosis tetap
Tabel dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Berat
badan
Tahap intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275) + S
Tahap lanjutan 3
kali seminggu RH
(150/150) + E(275)
Selama 56 hari Selama 28 hariSelama 20
mingggu
30 – 37 kg2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj2 tab 4KDT
2 tab 2 KDT
+ 2 tab Etambutol
38 – 54 kg3 tab 4KDT
+750 mg Streptomisin inj3 tab 4KDT
3 tab 2 KDT
+ 3 tab Etambutol
55 – 70 kg4 tab 4KDT
+1000 mg Streptomisin inj4 tab 4KDT
4 tab 2 KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg5 tab 4KDT
+1000 mg Streptomisin inj5 tab 4KDT
5 tab 2 KDT
+ 5 tab Etambutol
VI. PENYELESAIAN KASUS
A. Kasus
Tuberkulosis
Seorang Bapak BB dengan usia 60 tahun dan berat badan 51 kg mengalami batuk
secara terus menerus sejak 1 bulan yang lalu dan semakin sering pada 2 minggu yang lalu.
Penderita juga merasa lemah, lesu, demam, malam berkeringat, dan kehilangan berat badan 5
kg dalam 2 minggu ini. Kemarin Bapak BB mengkonsumsi protein dalam jumlah yang tinggi.
Bapak BB tidak memiliki riwayat penyakit tukak lambung dan hepatitis. Karena stres
perusahaannya bangkrut. Bapak BB mengkonsumsi alkohol dalam kadar berlebih dan
mengulangi kembali kebiasaan merokok yang sudah dia hilangkan sejak 3 tahun lalu.
Riwayat penyakit terdahulu hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan mendapat HCT 25
mg tiap hari. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
TD : 138/88mmHg Kreatinin : 1,3 mg/dL
Nadi : 84 x/menit BUN : 30 mg/dL
Suhu : 38°C SGOT : 72 Ui/L
RR : 16 x/menit SGPT : 56 Ui/L
BTA (+) Bilirubin total : 1,0 mg/dL
Na : 134 mEq/L K : 34 mEq/L
Cl : 96 mEq/L
Fotothorax menunjukkan abnormalitas dan pasien didiagnosa menderita TB paru.
B. Analisis Kasus
1. Analisis kasus secara SOAP :
- SUBYEKTIF
Bapak BB dengan usia 60 tahun dan berat badan 51 kg mengalami batuk secara
terus menerus sejak 1 bulan yang lalu dan semakin sering pada 2 minggu yang lalu.
Penderita juga merasa lemah, lesu, demam, malam berkeringat, dan kehilangan berat
badan 5 kg dalam 2 minggu ini. Bapak BB mengkonsumsi protein dalam jumlah yang
tinggi. Bapak BB tidak memiliki riwayat penyakit tukak lambung dan hepatitis, tetapi
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu. Bapak BB mengkonsumsi alkohol dalam
kadar berlebih dan mengulangi kembali kebiasaan merokok yang sudah dia hilangkan
sejak 3 tahun lalu.
- OBYEKTIF
Hasil Pemeriksaan
LaboratoriumNilai Normal Keterangan
TD : 138/88mmHg 120 / 80 mmHg Pre Hipertensi
Nadi : 84 x/menit 60 - 100 x /menit Normal
Suhu : 38°C 36,5 - 37,5 °C Meningkat
RR : 16 x/menit 18 - 20 x /menit Normal
Na : 134 mEq/L 134 - 144 mEq/L Normal
Cl : 96 mEq/L 96 - 106 mEq/L Normal
K : 3,4 mEq/L 3,4 - 4,8 mEq/L Normal
Kreatinin : 1,3 mg/dL 0,6 - 1,3 mg/dL Normal
BUN : 30 mg/dL 5 - 25 mg/dL Meningkat
SGOT : 72 U/L 5 - 35 U/L Meningkat
SGPT : 56 U/L 5 - 35 U/L Meningkat
Bilirubin total : 1,0 mg/dL ≤ 1,4 mg/dL Normal
BTA (+) - Kultur bakteri (+)
Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa menderita TB
paru dengan fotothorax menunjukkan abnormalitas. Obat yang pernah digunakan oleh
pasien yaitu HCT 25 mg tiap hari.
- ASSESMENT
1) Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg selama 2 minggu. Hal tersebut
dikarenakan pasien mengkonsumsi HCT dengan dosis 25 mg tiap hari.
2) Dari hasil pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami pre hipertensi mungkin
disebabkan karena stres, tetapi pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun
yang lalu dan riwayat pengobatan hipertensi tidak jelas sehingga perlu diatasi.
3) Pasien mengalami peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) sehingga dalam
pemilihan obat harus diperhatikan karena pasien memiliki gangguan pada fungsi
ginjal. Pasien juga mengalami peningkatan pada serum SGOT dan SGPT. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pasien memiliki gangguan pada fungsi hati.
4) Pasien didiagnosa menderita TB paru. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
hasil foto thorax yang abnormalitas dan juga adanya BTA (+) sehingga harus
diberikan terapi yang sesuai dengan kondisi fisik pasien.
- PLANNING
1) Penggunaan HCT dihentikan karena menyebabkan penurunan berat badan pada
pasien yang cukup drastis.
2) Mengatasi hipertensi pada pasien dengan memberikan obat golongan ACEIs.
Pemberian obat golongan ACEIs tersebut dikarenakan obat golongan tersebut
cocok untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati dan ginjal.
3) Mengobati pasien TB paru dengan memberikan regimen obat yang sesuai untuk
kondisi fisik pasien yang mengalami gangguan fungsi hati dan ginjal.
4) Melakukan terapi farmakologi maupun non farmakologi untuk pasien TB paru.
C. Sasaran Terapi
- Mengatasi kuman penyebab TB yaitu Mycobacterium tuberculosis.
D. Tujuan Terapi
- Menghilangkan kuman penyebab TB dan mencegah penularan TB.
- Menghilangkan dan mengurangi faktor resiko terjadinya penularan.
E. Strategi Terapi
- Farmakologi : Obat antituberkulosis
- Non Farmakologi : Perbaikan gizi, meningkatkan kesadaran, menjaga kebersihan,
dan meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsumsi OAT.
F. Tata Laksana Terapi
1) Guideline Terapi Tuberkulosis
2) Guideline Terapi Hipertensi
3) Terapi Non Farmakologi
- Mengkonsumsi makanan bergizi : munculnya penyakit TBC adalah
kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Penderita secara rutin
mengkonsumsi makanan bergizi, seperti buah, sayur, dan ikan laut.
- Tinggal ditempat yang sehat : menjaga kebersihan akan membantu
penderita TBC untuk sembuh. Karena penyakit ini disebabkan oleh virus
sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor menyebabkan
virus berkembang.
- Menghilangkan kebiasaan merokok dan juga menghilangkan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dalam kadar berlebih.
- Meningkatkan kepatuhan konsumsi OAT.
4) Terapi Farmakologi
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan.
Beberapa OAT kombipak yang beredar di Indonesia antara lain paduan OAT
kategori 1, II, III, panduan OAT sisipan, paduan OAT kategori anak, dan kombipak
anak. Untuk memperbaiki pengobatan tuberkulosis, WHO menganjurkan
menggunakan 2 dan 3 OAT-FDC dalam strategi DOTS. Terakhir WHO
menambahkan 4 OAT-FDC dalam model daftar obat essensial untuk pengobatan
tuberkulosis secara FDC lengkap. Tablet FDC (Fixed Dose Combination) diberikan
dengan tujuan mencegah ketidakpatuhan atau kelalaian minum obat, mengurangi
jumlah obat yang diminum perhari, dan menurunkan MDR.
- Kategori 1 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan
(fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu
(2HRZE/ 4H3R3).
- Kategori 2 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol
dan stremtomisin selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan
isoniazid, rifampisin dan etambutol selama 5 bulan seminggu 3 kali
(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase
intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).
- Kategori 3 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid selama 2
bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan)
dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZ/ 4H3R3).
B.
G. Evaluasi Obat Terpilih
Pasien tersebut termasuk ke dalam pasien TBC kategori 1, sehingga regimen
pengobatannya yaitu (2HRZE/4H3R3). Artinya pasien tersebut diobati dengan isoniazid,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan
selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu.
1) Isoniazid 100 mg, Vitamin B6
Jumlah Sediaan Isoniazid 100 mg, 300 mg.
Indikasi Tuberkulosis di dalam dan di luar paru.
Dosis Dewasa : Sehari 5 mg/kgBB sampai 300 mg
dosis tunggal.
Anak : 10-15 mg/kgBB dalam 2 dosis terbagi
(pagi dan malam) atau 20-40 mg/kgBB 2-3 kali
seminggu.
Kontraindikasi Pasien gangguan hati, gangguan ginjal yang
parah, epilepsi.
Perhatian Hati-hati penggunaan INH pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal dan hati. Pada
penderita gangguan fungsi ginjal dosis INH
perlu diturunkan.
Hati-hati penggunaan pada ibu hamil dan ibu
menyusui, serta penderita dengan riwayat
psikosis, DM, alkoholisme, malnutrisi dan
penderita HIV.
Interaksi Obat - INH dapat meningkatkan toksisitas
karbamazepine, fenitoin, diazepam, triazolam,
teofilin, dan warfarin.
- Resiko hepatotoksisitas dapat meningkat bila
digunakan bersamaan dengan rifampisin dan
obat hepatotoksik lainnya.
- Konsentrasi INH dalam darah dapat
berkurang bila digunakan bersamaan dengan
ketokonazole.
Efek Samping Efek toksik terhadap saraf pusat, anoreksia,
nausea, sakit kepala, ataksia, konstipasi,
hepatotoksik nekrosis.
Harga Obat Tab 100 mg x 1500 = Rp 505.310,-
@tab 100 mg = Rp 336,-
Alasan Pemilihan Obat Karena INH termasuk ke dalam regimen
pengobatan TB dan merupakan antibiotik
dengan aktivitas bakterisid dan bakteriostatik
serta dapat menghambat sintesa asam mikolinat
yang merupakan unsur penting dalam
pembentukan dinding sel Mycobacterium
tuberculosis. INH dianjurkan untuk
dikombinasikan dengan vit. B6 untuk
mengurani pengaruh efek samping dari INH.
2) Rifampisin 450 mg
Jumlah Sediaan Rifampisin 450 mg, 600 mg
Indikasi Tuberkulosa, lepra.
Dosis Dewasa : 450-600 mg/hari sebagai dosis
tunggal.
Anak : 10-20 mg/kgBB/hari dalam dosis
tunggal.
Kontraindikasi Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini,
penderita Jaundice, porfiria.
Perhatian Monitoring fungsi hati pada penggunaan
jangka panjang, data keamanan pada wanita
hamil dan bayi baru lahir.
Interaksi Obat Ripampicin menurunkan efektivitas kontrasepsi
oral, fenitoin, kortikosteroid, antidiabetes oral,
antikoagulan oral.
Efek Samping Gangguan GI, gangguan fungsi hati ditandai
dengan meningkatnya SGPT dan SGOT,
eosinofilia, leukopenia, trombositopenia,
purpura, hemolisis, syok.
Harga Obat Kap 450 mg x 100 = Rp 325.000,-
@kap 450 mg = Rp 3.250,-
Alasan Pemilihan Obat Karena Rifampicin termasuk ke dalam regimen
pengobatan TB yang dikombinasikan dengan
OAT lainnya dan merupakan antibiotik
semisintetik yang mempunyai efek bakterisid
terhadap Mycobacterium tuberculosis dan
bakteri Gram (+) serta bekerja menghambat
sintetis RNA dari Mycobacterium tuberculosis.
3) Pirazinamid 500 mg
Jumlah Sediaan Pirazinamid 500 mg.
Indikasi Tuberkulosis.
Dosis Dewasa : 20-35 mg/kgBB/hari sampai
maksimal sehari 3 gram. Harus dikombinasikan
dengan minimal 2 antiTB lain.
Kontraindikasi Kerusakan hati berat atau penyakit hati akut,
hiperurisemia dengan atau tanpa artritis gout,
wanita hamil dan menyusui, dan hipersensitif
terhadap pirazinamid.
Perhatian Insufisiensi ginjal dan riwayat gout atau DM.
Interaksi Obat Mempengaruhi hasil tes keton urin. Probenesid,
sulfinpirazon, allopurinol, antidiabetik oral.
Efek Samping Hepatotoksisitas, hiperurisemia, demam ringan,
gout, artralgia.
Harga Obat Kapl salut selaput 500 mg x 10 x 10 = Rp
115.000,-
@tab 500 mg = Rp 1.150,-
Alasan Pemilihan Obat Karena pirazinamid termasuk ke dalam
regimen pengobatan TB dan merupakan OAT
yang digunakan sebagai terapi kombinasi
dengan OAT lainnya.
4) Etambutol 250 mg
Jumlah Sediaan Etambutol HCl 250 mg, 500 mg.
Indikasi Tuberkulosis.
Dosis Dosis lazim 15-25 mg/kgBB/hari dosis tunggal.
Pasien yang belum pernah diobati dengan
antiTB 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Dapat
diberikan bersama INH dosis tunggal.
Pasien yang sudah diterapi dengan antiTB 25
mg/kgBB/hari dosis tunggal. Dapat diberikan
secara simultan bersama antiTB lain, biasanya
tidak sama dengan obat yang diberikan
sebelumnya.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap etambutol, neuritis optik.
Perhatian Pemeriksaan mata harus dilakukan sebelum
penggunaan. Tidak untuk anak < 13 tahun.
Kontrol fungsi ginjal, hati, dan darah secara
periodik pada terapi jangka panjang. Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal, hamil, laktasi.
Interaksi Obat Etambutol
Efek Samping Gejala neuritis, anafilaksis, gatal, gangguan GI,
artralgia, sakit kepala, gangguan emosional.
Harga Obat Tab salut selaput 250 mg x 100 = Rp 42.000,-
@tab 250 mg = Rp 425,-
Alasan Pemilihan Obat Karena etambutol termasuk ke dalam regimen
pengobatan TB dan merupakan OAT yang
digunakan sebagai terapi kombinasi dengan
OAT lainnya dan penggunaannya bukan
sebagai obat tunggal.
5) Lisinopril 5 mg
Jumlah Sediaan Lisinopril 5 mg, 10 mg.
Indikasi Hipertensi, gagal jantung kongestif, infark
miokard akut.
Dosis Obat diberikan 1 x 1 hari. Hipertensi esensial
dan renovaskular : Awal sehari 2,5 mg selama
2-4 minggu, dapat ditingkatkan sehari 10-20
mg. Maks. Sehari 40 mg.
Pemeliharaan : 10-20 mg/hari.
Kontraindikasi Hamil, riwayat edema, angioneurotik,
angiodema, stenosis aorta, kor pulmonale.
Perhatian Pasien dengan insufiensi ginjal, pasien
hemodialisis, anemia, trombositopenia,
leukopenia, diabetes, hiperkalemia.
Interaksi Obat Risiko hiperkalemia jika diberikan dengan
diuretik hemat K, suplemen K, atau penggant
garam yang mengandung K. Efek tambahan
antihipertensi dengan diuretik dapat
mengurangi eliminasi litium.
Efek Samping Hipotensi, reaksi hipersensitif, pusing, sakit
kepala, diare, batuk, mual, lelah.
Harga Obat Tab 5 mg x 30 = Rp 48.000,-
@tab 5 mg = Rp 1.600,-
Alasan Pemilihan Obat Karena lisinopril merupakan obat untuk
menurunkan tekanan darah yang mekanisme
kerjanya tidak dimetabolisme di hati dalam
jumlah yang nyata, sehingga cukup aman untuk
digunakan untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal.
H. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
- OAT ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau
petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa.
Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya.
- Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan
lainnya misalnya pada pagi hari.
- Menghindari meminum alkohol dan menghindari kebiasaan merokok.
- Obat yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu
diberitahukan berat badan pasien kepada petugas kesehatan.
- Rifampisin menyebabkan urin, air ludah, dahak, dan air mata akan menjadi coklat
merah. Bagi yang menggunakan softlens disarankan untuk tidak
menggunakannya karena akan bereaksi atau berubah warna.
- Etambutol diminum dengan makanan atau pada saat perut isi.
- INH sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong. Waktu yang baik
pemberian INH adalah 1-2 jam sebelum makan.
I. Monitoring dan Evaluasi
- Memonitoring kepatuhan pasien dalam menelan OAT dengan cara memberikan
pengawasan langsung.
- Pada tahap pengobatan intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
- Monitoring secara berkala hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan
fisik pasien.
- Bila terdapat gangguan fungsi hati dan ginjal, maka dianjurkan untuk
menurunkan dosis OAT.
- Jika SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali maka OAT harus dihentikan.
- Pemberian pengobatan OAT pada gangguan fungsi hati dan ginjal ini harus
dimonitoring secara berkala dengan melakukan pemeriksaan fungsi hati dan
ginjal serta hitung jenis darah secara periodik.
- Kadar obat dalam plasma harus dimonitoring secara berkala untuk mengetahui
efektivitas penggunaan OAT maupun toksisitas akibat penggunaan OAT.
VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI
1) Ditanyakan oleh : Rosita Rahmah ( 18123452 A )
Pertanyaan : Dari kasus yang dibahas tersebut, pasien diberikan regimen
pengobatan TBC kategori berapa ?
Jawaban : Pasien tersebut termasuk ke dalam pasien TBC kategori 1,
sehingga regimen pengobatannya yaitu (2HRZE/4H3R3).
Artinya pasien tersebut diobati dengan isoniazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif)
setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan
isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu.
2) Ditanyakan oleh : Ridha Nurul Qumaryah ( 18123438 A )
Pertanyaan : Apakah pemberian obat antihipertensi lisinopril ( golongan
ACEIs ) aman digunakan untuk pasien TBC yang menderita
gangguan fungsi hati dan ginjal ?
Jawaban : Lisinopril merupakan obat untuk menurunkan tekanan darah
yang mekanisme kerjanya tidak dimetabolisme di hati dalam
jumlah yang nyata, sehingga cukup aman untuk digunakan
untuk pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
Pemberian obat ini juga sesuai dengan guideline terapi
hipertensi untuk pasien yang memiliki gangguan fungsi hati
dan ginjal. Jika diberikan obat golongan lain contohnya
captopril akan memberikan efek samping batuk kering,
sehingga tidak tepat untuk pasien TBC.
3) Ditanyakan oleh : Retno Ning Aty ( 18123439 A )
Pertanyaan : Bagaimana mekanisme HCT dapat menurunkan berat badan
pasien ?
Jawaban : Mekanisme HCT menghambat reabsorpsi natrium di tubulus
distal ginjal sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi natrium dan air, begitu
pula kalium dan ion hidrogen. Semakin banyak air dan natrium yang
diekskresikan melalui urin maka ada kemungkinan terjadi penurunan berat badan
pada pasien tersebut.
VIII. KESIMPULAN
Dari kasus yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien
didiagnosa menderita TB paru dengan BTA (+) dan termasuk ke dalam TB kategori 1
yang diberikan regimen pengobatan yaitu (2HRZE/4H3R3). Artinya pasien tersebut
diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase
intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan isoniazid dan
rifampisin 3 kali dalam seminggu.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. 2005. Informasi Produk Terapetik Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
14(2): 1-8.
Badan POM RI. 2008. Informasi Obat Nasional Indonesia. KOPERPOM.
Gusmira, Sefni. 2010. Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Konvensional dan
Kombinasi Konvensional Bahan Alam Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas
Wilayah Depok. Tesis FMIPAUI. Depok.
Kusnandar., Adji Pryitno Setiadi., I Ketut Adnyana., Joseph I Sigit., Retnosari
Andrajati., Elin Yulinah Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi Buku 1. Isfi
penerbitan. Jakarta.
Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga. FKUI.