TBC REFERAT

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Epidemiologi Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kadaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. 1 TBC menjadi penyebab kematian utama, hingga dua juta orang pada tahun 1990. Hal tersebut disebabkan oleh : (1) program pengendalian penyakit yang tidak adekuat. (2) Multiple Drug Resistance (MDR). (3) co-infection dengan HIV. (4) Peningkatan jumlah penduduk, terutama dewasa muda yang merupakan kelompok umur dengan mortalitas tertinggi dari tuberkulosis. 1.2 Klasifikasi Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberculosis memerlukan definisi kasus yang memberikan batasan baku. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus, yaitu : i. Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru ii. Hasil pemerksaan dahak secara makroskopis lansung BTA positif atau BTA negatif iii. Riwayat pengobatan sebelumnya baru atau sudah pernah diobati iv. Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat. 1

Transcript of TBC REFERAT

Page 1: TBC REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Epidemiologi

Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

tahun 1993, WHO mencanangkan kadaruratan global penyakit TBC, karena pada

sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali.1 TBC menjadi penyebab

kematian utama, hingga dua juta orang pada tahun 1990. Hal tersebut disebabkan oleh :

(1) program pengendalian penyakit yang tidak adekuat. (2) Multiple Drug Resistance

(MDR). (3) co-infection dengan HIV. (4) Peningkatan jumlah penduduk, terutama

dewasa muda yang merupakan kelompok umur dengan mortalitas tertinggi dari

tuberkulosis.

1.2 Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberculosis memerlukan definisi kasus

yang memberikan batasan baku. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan definisi kasus, yaitu :

i. Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru

ii. Hasil pemerksaan dahak secara makroskopis lansung BTA positif atau BTA negatif

iii. Riwayat pengobatan sebelumnya baru atau sudah pernah diobati

iv. Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat.

Tujuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk

menetapkan panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Tuberkulosis Paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam:

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif

- sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.

2. Tuberkulosis Paru BTA negatif

1

Page 2: TBC REFERAT

- Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen

dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.

- TBC Paru BTA Negatif Rontgen Positif dubagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

gambaran foto rontgen dad memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang

luas ( misalnya proses ” far advanced atau millier). Dan / atau kejadian umum

penderita buruk.

Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, perikardium, kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus , ginjal,

saluaran kencing, alat kelamin,dan lain-lain.TBC ekstra paru dibagi berdasarkan

tinkat keparahan

1. TBC Paru Ringan

- misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali

tulang belakang) sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TBC Ekstra –Paru Berat

- misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing, dan alat kelamin.

Catatan :

o Yang dimaksudkan dengan TBC paru adalah TBC adlah TBC dari perenkima paru.

Sebab itu, TBC pada pleura tau TBC pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan

radiologis paru, dianggap sebagai penderita TBC ekstra paru.

o Bila seorang pensderita TBC paru juga mempunyai TBC ekstra paru, maka untuk

kepentingan pencatatn,penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TBC paru.

o Bila seorang penderita ekstra parupada berberapa organ, maka dicatat sebagai TBC

ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

1.3 Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

berberapa tipe penderita yaitu :

Kasus Baru

2

Page 3: TBC REFERAT

- adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)

Kambuh (Relaps)

- adalh penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

Pindahan ( Transfer In)

- adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan

kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus mempunyai

surat rujukan/ pindahan ( form TB.09)

Setelah Lalai ( Pengobatan setelah default /drop out)

-adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan , dan berhenti 2 bulan

atau lebih, kemudian datang kembali berobat.Umumnya penderita tersebut kembali

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

Lain-lain

- Gagal: adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih.

- Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA

positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.

- Kasus Kronis :adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

1.4 Kuman Tuberkulosis

Kuman ini berbentuk batang (basil), aerob, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada perwarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagi Basil Tahan Asam

(BTA). Pertumbuhan lambat, dapat hidup intraselular dalam makrofag, atau ekstraselular

pada kavitas. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup berberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman

ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun. 1

3

Page 4: TBC REFERAT

BAB II

PATOGENESIS

2.1. Patogenesis 3

Interaksi M.tuberkulosis dengan manusia bermula dengan nukleus droplet yang

mengandung mikroorganisma dari pasien terinfeksi terinhalasi. Mayoritas bacili yang

terinhalasi terperangkap di saluran nafas atas dan di keluarkan melalui sel mukosa

bersilia, dan biasanya kurang dari 10 % bacili menyampai alveoli. Di alveoli, makrofag

nonspesifik alveolar memfagosit bacili. Kemampuan bakterisid makrofag alveolar dan

virulensi kuman menentukan ada atau tidaknya infeksi di alveolar. Kemungkinan

seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi drpolet per volume udara dan

lamanya menghirup udara tersebut.

Selama berberapa hari atau minggu basil tumbuh secara lambat membelah diri di

dalam makrofag yang kemampuan bakterisidnya kurang baik. Jika makrofag tersebut

pecah, maka monjosit yang ada dalam aliran darah akan tertarik menuju ke tempat

tersebut dan memakan basil-basil yang dikeluarkan oleh makrofag. Pada stadium awal

infeksi biasanya asimptomatis.

Dua sampai empat minggu setelah infeksi, timbul respon dari host terhadap

pertumbuhan basil Mycobacterium tuberkulosis, yaitu respon kerusakan jaringan, akibat

dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan respon cell mediated immunity yang akan

mengaktifkan makrofag yang mampu untuk memakan basil M.TBC. Dengan

pembentukan imunitas spesifik dan pengumpulan sejumlah besar makrofag yang

diaktifkan (makrofag teraktivasi) pada tempat lesi primer maka terbentuklah tuberkel

(Ghon fokus).Imunitas spesifik ini akan mulai membatasi makrofag yang tidak teraktivasi

dan membentuk nekrosis perkijuan, sehingga basil M TBC tidak mudah lagi

bermultiplikasi. Meskipun demikian basil-basil ini akan dapat bertahan hidup dalam

keadaan dorman. Populasi tuberkel mungkin stabil selama periode yang lama, bahkan

sepanjang hidup penderita kecuali terdapat penurunan imunitastubuh host yang dapat

mengaktifkan kembali basil tersebut.

4

Page 5: TBC REFERAT

BAB III

MANIFESTASI KLINIS

TUBERKULOSIS PULMONAL

1. TB Paru Primer4

TBC paru primer terjadi pada saat pertama kali terpapar basil dan sering terjadi

pada anak-anak. Droplet yang terhirup dapat melewati sistem pertahanan mukosilier

bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi

dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru,

yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan

terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.

Lokasi biasanya di apex karena konsentrasi O2 tinggi. Lesi tuberkel yang terbentuk

biasanya disertai limfadenopati hiler dan paratrakeal. Kombinasi fokus primer dan

pembesaran KGB disebut kompleks primer. Waktu antarea terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Sebagian besar kasus sembuh

spontan dan membentuk nodul kalsifikasi.

2. TB Paru Post Primer / TB Paru Sekunder

Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun

sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi HIV

atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan

paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura yang terjadi pada orang

dewasa akibat reaktivasi endogen infeksi laten. Parenkim paru yang terkena bervariasi

dari suatu infiltrat yang kecil sampai dengan bentuk kavitas.

3. TB milier

Terjadi akibat penyebaran secara hematogen basil dari tuberkel. Pada tipe ini

banyak lesi kecil di seluruh lapang paru terutama di inferior. Bentuk Tb ini fatal jika tidak

ditangani dengan baik. Tb milier dapat berupa sakit samar, penurunan berat bada, dan

demam. Terkadang TB milier dapat berupa meningitis tuberkulosa. Biasanya pada tahap

dini tidak terdapat kelainan fisik, walaupun akhirnya hepar dan lien dapat membesar.

Tuberkel koroid bisa ditemukan pada mata berjumlah satu atau lebih. Lesinya berukuran

5

Page 6: TBC REFERAT

seperempat diameter diskus optikus dan berwarna kekuningan mengilat, sedikit timbul,

kemudian menjadi putih di tengahnya.

4. Epituberkulosis

Terjadi akibat sumbatan karena silier bronkus tak dapat mensekresi mukus ke luar

bronkus sehingga timbul infiltrat di distal paru.

5. TB Pleura

Efusi pleura dapat terjadi akibat penetrasi basil ke rongga pleura dari suatu fokus di

daerah subpleural. Dapat juga menyebabkan empiema dan pneumothorax spontan.

6. TB yang tidak umum

Middle Lobe syndrome (Brock’s syndrome) terjadi akibat kolaps persisten karena

sumbatan pada bronkus akibat penekanan kavitas yang tumbuh dekat bronkus.

TUBERKULOSIS EKSTRAPULMONAL

Pleuritis dengan efusi : rongga pleura terinfeksi kuman TBC. Biasanya efusi

terjadi masif, unilateral, bersifat eksudatif. Gambaran cairan pleura yang khas

adalah konsentrasi protein yang lebih dari 3,0 g/dl.

Peritonitis dan perikarditis tuberkulosis

Tuberkulosis laring dan endobronkial: biasanya didapati bersama infeksi paru

yang sudah lanjut. Suara parau merupakan gejala utama laringitis TB, sedangkan

manifestasi utama bronkitis TB adalah batuk dan hemotisis minor.

Adenitis tuberkulosis: skrofula merupakan limfadenitis tuberkulosis kronik pada

kelenjar limfe leher. Tempat paling sering adalah segitiga anterior leher tepat di

bawah mandibula. Pembesaran kelenjar biasanya kenyal dan tidak nyeri tekan.

Tuberkulosis tulang (Pott’s disease): biasanya mengenai vertebra midtorakal.

Tuberkulosis sendi biasanya mengenai sendi penopang berat badan yang besar

seperti panggul dan lutut.

Tuberkulosis genitourinarius: dapat menyerang pria maupun wanita. TB ginjal

biasanya diawali dengan hematuri dan piuria mikroskopik dengan biakan urin

yang steril. Pada wanita sering terjadi salfingitis. Pada pria TB paling sering

mengenai prostat, vesika seminalis, dan epididimis.

Tuberkulosis okuler: korioretinitis dan uveitis merupakan manifestasi tersering.

6

Page 7: TBC REFERAT

Tuberkulosis meningeal: khas pada cairan serebrospinal adalah kandungan protein

yang tinggi, disertai kadar glukosa rendah, dan limfositosis.

Tuberkulosis saluran cerna: jarang terjadi

Tuberkulosis adrenal: jarang, biasanya hanya terlihat bersama infeksi paru yang

berat dan lama.

Tuberkulosis kulit: jarang. Lesi biasanya berupa lupus vulgaris.

Tuberkulosis milier: terjadi akibat penyebaran hematogen yang luas. Lesi timbul

serempak di seluruh tubuh.

Silikotuberkulosis: frekuensi TB meningkat pada pasien dengan silikosis dan

penyakit pneumokoniosis lainnya.

Tuberkulosis pada AIDS: TB merupakan infeksi oportunitis utama pada penderita

infeksi HIV.

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada penderita stadium lanjut:

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah)

Syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas sehingga dapat menyebabkan

kematian.

Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial

Bronkiektasis dan fibrosis pada paru

Pneumotoraks spontan karena kerusakan jaringan paru

Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dsb.

Insufisiensi kardiopulmoner.

7

Page 8: TBC REFERAT

BAB. IV

DIAGNOSIS

Diagnosis TB dibuat berdasarkan 4 :

1. Klinis

2. Bakteriologis

3. Radiologis

4.1. Klinis

a. Sistemik atau konstitusional5

Gejala terjadi akibat peranan aktivitas TNFα, yaitu:

Demam (low grade)

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang

panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Keringat malam walau tanpa beraktivitas

Berat badan menurun

Rasa kurang enak badan (malaise)

Fatigue

Anoreksia (nafsu makan menurun)

b. Lokal/respiratory4

Batuk produktif (terus-menerus dan berdahak) > 3 minggu

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena iritasi pada bronkus.

Batuk diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena

terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk

baru ada setelah peradangan berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sifat

batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi batuk yang produktif (menghasilkan sputum).

Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tbc terjadi pada kavitas,

tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

8

Page 9: TBC REFERAT

Hemoptisis ringan-masif

Nyeri dada, pleuritic pain

Jarang ditemukan, timbul bila infiltrasi radang telah sampai ke pleura

sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura ketika

pasien menarik/ melepaskan napas.

Sesak nafas

Pada penyakit yang ringan (akut) belum dirasakan sesak nafas. Sesak

napas akan ditemukan pada stadium kronis, yang infiltrasinya sudah

meliputi setengah bagian paru.

c. Spesifik organ ekstra paru

Diare

Kaku kuduk

Gangguan BAK, dll.

Gejala komplikasi: pneumothorax akibat ruptur blep atau kavitas

d. Pemeriksaan fisik:

Saat dini : normal asimptomatik

Amforik breath sound

Perkusi dullness di supraklavikula (Kroniq’s isthmus)

Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberculosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut harus

dianggap sebagai seorang ”suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan

diperlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

4.2 Bakteriologis

Sputum6

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Diagnosis

tuberkulosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu

(SPS). Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :

9

Page 10: TBC REFERAT

Pemeriksan sediaan langsung dengan mikoskop biasa

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan khusus)

Pemeriksaan dengan biakan (kultur)

Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Pembacaan Hasil 1

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala

IUATLD sebagai berikut :

a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan

c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +

d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++

e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++

Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan penyakit dan

derajat penularan penderita tersebut.

Catatan : Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang dengan

spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA, hasilnya dilaporkan negatif. Bila

ditemukan 4-9 BTA, dilaporkan positif.

4.3 Radiologis 6

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas

atau segmen apikal lobus bawah) tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian

inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis

endobronkial). Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti

awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka

bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai

tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat

bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-

bercak padat dengan densitas tinggi.

10

Page 11: TBC REFERAT

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya

tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering

menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian

bawah paru (efusi leura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura

(pneumotoraks)

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang diperlukan adalah bronkografi yakni

untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.

Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.

Pemeriksaan radiologis thoraks yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak

dipakai di rumah sakit rujukan adalah computed tomography scanning (CT Scan).

Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan pemeriksaan biasa. Perbedaan densitas

jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging).

Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan namun dapat mengevaluasi proses-proses

dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan thoraks-abdomen. Sayatan dapat dibuat

transversal, sagital dan koronal.

4.4 Pemeriksaan Penunjang Lain

Darah

Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah

normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit

kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah

normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :

Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer

Gama globulin meningkat

Kadar natrium darah menurun

Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Pemeriksaan serologis yang

pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses

tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer

11

Page 12: TBC REFERAT

1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat prhatian karena angka positif palsu dan

negatif palsu masih besar.

Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni

dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U

dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U

masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila

dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan.

Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U saja sudah cukup berarti. Hasil tes Mantoux ini

dibagi dalam :

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif – golongan no snsitivity. Di

sini peran antibodi humoral paling menonjol

2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Di sini

peran antibodi humoral masih menonjol

3. Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di sini

peran kedua antibodi seimbang

4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di

sini peran antibodi selular paling menonjol

12

Page 13: TBC REFERAT

BAB V

PENATALAKSANAAN

5.1 Tujuan Pengobatan1

Menyembuhkan penderita

Mencegah kekambuhan

Menurunkan tingkat penularan

Mencegah kematian

5.2 Aktivitas Obat6

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberkulosis yakni :

Aktivitas bakterisid

Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh

(metabolismenya masih aktif).Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan

obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan

akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan)

Aktivitas sterilisasi

Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat

(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka

kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.

5.3 Jenis dan Dosis OAT1

1. Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu)

a. Rifampicin (R)

Sifatnya bakterisid, dan dapat membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat

dibunuh oleh INH. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/KgBB 3 kali seminggu,

baik untuk fase intensif maupun lanjutan. Efek sampingnya antara lain flu like

syndrome, hepatotoksik, gastritis, mual, muntah, drug fever, trobositopeni,

purpura, renjatandan gagal ginjal akut. Apabila terdapat tidak ada nafsu makan,

mual dan sakit perut dianjurkan agar obat diminum malam hari sebelum tidur.

Pada pasien juga perlu diberi penjelasan bahwa obat ini dapat menyebabkan

warna merah pada air kencing.Apabila terdapat purpura dan renjatan maka obat

dihentikan.

13

Page 14: TBC REFERAT

b. Isoniazid (H)

Sifatnya bakterisid dan dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa

hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif untuk kuman yang sedang dalam

metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang

dianjurkan 5 mg/KgBB, dilanjutkan dengan dosis 10 mg/KgBB.Efek sampingnya

antara lain neuropati perifer, hepatotoksik dan reaksi hipersensitifitas. Untuk

mengatasi neuropati perifer perlu dengan pemberian vitamin B6 100 mg/hari..

c. Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/KgBB, sedangkan lanjutan 3

kali seminggu dengan dosis 35 mg/KgBB. Efek sampingnya antara lain

hepatotoksik dan retensi asam urat hingga menyebabkan gout, gastritis,

anthralgia, rash kulit. Apabila terdapat nyeri sendi dianjurkan untuk diberi aspirin

d. Etambutol (E)

Bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/KgBB sedangkan

untuk pengobatan lanjutan 3 kali seminggu dengan dosis 30 mg/KgBB. Efek

sampingnya antara lain neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis. Apabila

terdapat gangguan penglihatan hentikan etambutol.

e. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/KgBB sedangkan

lanjutan 3 kali seminggu dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai

dengan 60 tahun, dosisnya 0,75 mg/hari, sedangkan untuk yang berumur 60 tahun

atau lebih diberikan 0,3 mg/hari. Efek sampingnya antara lain nefrotoksik,

gangguan nervus VIII kranial.Apabila telah ada gangguan keseimbangan dan tuli

maka streptomisin dihentikan dan diganti dengan etambutol.

Untuk semua OAT, apabila terdapat kuning (ikterus) maka hentikan obat hingga ikterus

hilang dan lakukan tes fungsi hati. Kemudian lakukan desensitasi, yaitu7 :

a) INH

Dimulai dengan dosis 25 mg dan dinaikkan 2 kali dosis sebelumnya setiap 3 hari

(25 mg, 50 mg, 100 mg, 200 mg hingga 300-400 mg). Bila terjadi reaksi, dosis

dikembalikan pada dosis sebelumnya.

14

Page 15: TBC REFERAT

b. Rifampisin

Sama dengan INH tapi dimulai dengan 75 mg (75 mg, 160 mg, 300 mg, 600 mg)

2. Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua) 8

a) Kanamisin. Sediaan yang tersedia dalam bentuk injeksi 1 gram/vial, diberikan 3-5

kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB, maksimun 1 gram/kali. Efek samping

berupa gangguan pendengaran, nefrotoksik sedang, reaksi hipersensitifitas dan

tidak dianjurkan untuk wanita hamil trimester pertama karena teratogenik

walaupun belum ada data yang pasti dan dosis total tidak boleh lebih dari 20 g

untuk 5 bulan terakhir masa kehamilan untuk mencegah tuli kongenital. 9

b) PAS (Para Amino Salicyl acid). Untuk BB < 50 kg diberikan 9 g dan BB > 50 kg

diberikan 10 g

c) Tiasetazon

d) Etionamid. Untuk BB < 50 kg diberikan 500 mg dan BB > 50 kg diberikan 750

mg. Efek samping berupa iritasi lambung, hepatotoksitas, neuropati perifer dan

neuritis optikus

e) Protionamid

f) Sikloserin. Diberikan 2x250 mg/hari (reaksi toksiknya kecil). Jika keadaan lebih

berat, dapat diberikan dosis lebih besar untuk jangka waktu yang lebih singkat.

Sikloserin dosis besar (250-500mg tiap 6 jam) dapat digunakan dengan aman bila

diberikan bersama piridoksin atau depresan SSP. Efek samping berupa gangguan

saraf pusat, kejang epilepsi, neuropati perifer

g) Viomisin

h) Kapreomisin. Tidak tersedia di Indonesia

i) Amikasin

j) Ofloksasin

k) Siprofloksasin

l) Norfloksasin

m) Klofazimin

15

Page 16: TBC REFERAT

5.4 Prinsip Pengobatan1

Saat ini adanya epidemi HIV, akan lebih mengobarkan aktifnya Tb kemabli.

Menyadari bahaya tersebut, WHO pada tahun 1991 telah mengeluarkan pernyataan baru

dalam pengobatan tuberkulosis paru sebagai berikutnya. Pengobatan dibagi dalam 2

tahap, yakni 8:

1. Tahap intensif (initial phase), dengan memberikan 4-5 macam obat

antituberkulosis per hari dengan tujuan :

Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal)

Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut

Mencegah timbulnya resistensi obat, khususnya rifampisin

Bila saat tahap ini diberikan dengan tepat, penderita akan menjadi tidak menular

dalam 2 minggu. Sebagian penderita TB BTA positif akan menjadi negatif setelah

tahap intensif ini.

2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat

per-hari atau secara intermitten dengan tujuan : menghilangkan bakteri yang

tersisa (efek sterilisasi) dan mencegah kekambuhan (relaps).

5.5 Panduan OAT di Indonesia1

Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT

Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)

Fase intensif (2RHZE) menggunakan 4 macam obat yang diminum setiap hari selama 2

bulan. Sedangkan fase lanjutan (4R3H3) menggunakan 2 macam obat, diminum 3 kali

seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TB Paru BTA (+)

Penderita TB Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat

Penderita TB Ekstra Paru berat

Kategori 2 (2RHZES/1RHZE/5H3R3E3)

Fase intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan RHZE ditambah

dengan suntikan streptomisin (S) setiap hati di UPK, dan dilanjutkan 1 bulan dengan

RHZE setiap hari. Fase lanjutan selama 5 bulan dengan RHE yang diberikan tiga kali

dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk :

16

Page 17: TBC REFERAT

Penderita kambuh (relaps)

Penderita gagal (failure)

Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

OAT Sisipan (RHZE)

Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 atau 2, hasil pemeriksaan dahak

masih positif, diberikan obat sisipan (RHZE) setiap hari selama 1 bulan.

5.6 Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TB Pada Orang Dewasa1

Pemeriksaan dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada :

5.6.1. Akhir tahap intensif

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan kedua pengobatan kategori 1, atau

seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pada pengobatan kategori 2. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak yaitu perubahan dari

BTA positif menjadi negatif.

Pada kategori 1, di akhir bulan kedua pengobatan sebagian besar (seharusnya

lebih dari 80%) dari penderita dahaknya sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini

dapat meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak pada

akhir bulan kedua hasilnya masih BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT

sisipan selama 1 bulan. Setelah paket sisipan 1 bulan selesai dahak diperiksa kembali.

Pengobatan tahap lanjutan teteap diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang dahak

BTA masih tetap positif.

Pada kategori 2, jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ketiga masih

positif, tahap intensif harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan. Setelah 1

bulan diberikan sisipan dahak diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap

diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang dahak BTA masih tetap positif. Bila

memungkinkan spesimen dahak penderita dikirim untuk biakan dan uji kepekaan obat.

Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita melakukan pengobatan tahap lanjutan. Bila

hasil uji kepekaan obat menunjukkan bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih

obat OAT, maka penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani

kasus resisten. Bila tidak mungkin, maka pengobatan tahap alnjutan diteruskan sampai

selesai.

17

Page 18: TBC REFERAT

5.6.2. Sebulan sebelum akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan kategori 1, atau

seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan kategori 2

5.6.3. Akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan kategori 1, atau seminggu

sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan kategori 2. Pemeriksaan pada sebulan sebelum

akhir pengobatan dan akhir pengobatan ini bertujuan untuk menilai hasil pengobatan

(sembuh atau gagal).

Pada kategori 1, penderita dinyatakan sembuh jika hasil pemeriksaan dahak

paling kurang 2 kali berturut-turut negatif.

Bila hasil pemeriksaan dahak sudah negatif dan pada akhir bulan ke 5 dan atau

akhir bulan ke 6 (AP) juga negatif, penderita dinyatakan sembuh

Bila pada akhir sisipan hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka hasil

pemeriksaam dahak akhir bulan ke 5 dan pada akhir pengobatan harus negatif

supaya penderita dapat dinyatakan sembuh

Bila BTA masih positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih, penderita dinyatakan

gagal. Dan pengobatan diganti dengan kategori 2 mulai dari awal

Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap tapi tidak ada hasil

pemeriksaan ulang dahak, maka tidak dapat dinyatakan sembuh, tapi dinyatakan

sebagai pengobatan lengkap

Pada kategori 2, penderita dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan ulang dahak

paling kurang 2x berturut-turut negatif.

Bila hasil pengobatan dahak sudah negatif pada akhir bulan ke 7 dan atau akhir

bulan ke 8 (AP) juga negatif, penderita dinyatakan sembuh

Bila pada akhir sisipan hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka hasil

pemeriksaan dahak sebulan sebelum akhir pengobatan (bulan ke 8) dan pada

akhir pengobatan harus negatif supaya penderita dapat dinyatakan sembuh

Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum akhir pengobatan atau pada kahir

pengobatan, penderita dinyatakan sebagai kasus kronik dan bila fasilitas

laboratorium memungkinkan, dilakukan uji kepekaan atau dirujuk ke UPK

18

Page 19: TBC REFERAT

spesialistik. Bila tidak mungkin, kepada penderita diberikan tablet isoniazid

(INH) seumur hidup.

5.7 Hasil Pengobatan Tindak Lanjut

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : sembuh,

pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer out), defaulter (lalai), DO dan gagal.

1. Sembuh

Bila penderita BTA posistif yang telah emnyelesaikan pengobatan secara lengkap,

pemeriksaan ulang dahak pada 2 kali berurutan hasilnya BTA negatif satu bulan sebelum

akhir pengobatan dan akhir pengobatan

Tindak lanjut : penderita diberi tahu bila gejala muncul kembali supaya memeriksakan

diri dengan mengikuti prosedur tetap.

2. Pengobatan Lengkap

Bila penderita menyelesaikan pengobatan secara lengkap tidak tidak ada hasil

pemeriksaan dahak ulang. Tindak lanjut : penderita diberi tahu bila gejala muncul

kembali memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya terhadap semua

penderita dilakukan pemeriksaan dahak ulang.

3. Meninggal

Bila penderita dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun

4. Pindah

Bila penderita pindah berobat ke daerah kabupaten atau kota lain. Tindak lanjut

penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah sisa obat dikirim ke UPK baru. Hasil

pengobatan baru dikirim ke UPK asal.

5. Defaulted (Drop Out)

Penderita tidak mengambil obat dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatan selesai. Tindak lanjutnya lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan

pentingnya berobat teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan

pemeriksaan dahak. Bila positif, mulai pengobatan dengan kategori 2. Bila negatif sisa

pengobatan kategori 1 dilanjutkan..

6 A. Penderita BTA positif hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif, atau kembali

menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.

19

Page 20: TBC REFERAT

Tindak lanjutnya penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2

mulai dari awal. Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke

UPK spesialistik atau diberikan INH seumur hidup.

B. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2

menjadi positif, tindak lanjut berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.

20

Page 21: TBC REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2000. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

2. Kumar Parviin, Clarck Michae. 2002. Chapter 14 : Respiratory Disease in Clinical Medicine 5th edition. London: Saunders

3. Raviglione, Marioce, O’Brian, Richard J. 2005. Chapter 150 : Tuberculosis in Harrison’s Principles of Internal Medicine16th Edition. Braunwald, Fauci, Hauser, Jameson, Longo, Kasper. USA: McGraw Hill

4. Diktat Paru Ilmu Penyakit Dalam RSHS Universitas Padjadjaran Bandung.5. Iseman, Michael D., 2004. Chapter 341 : Tuberculosis in Cecil Textbook of Medicine

22 nd edition. Goldman and Ausiello. Philadelphia: Saunders6. Asril Bahar. 2003. Tuberkulosis Paru in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi

ketiga. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

7. Pedoman Pengobatan Penyakit Tuberkulosa. 1995. Bandung: Lab/UPF Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNPAD RSHS Bandung

8. Asril Bahar. 2003. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

9. Yusuf Zubaidi. 2003. Tuberkulostatik dan Leprostatik in Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

10. Brashers L. Valentina. 2006. Chapter 33: Alterations of Pulmonary Function in Pathophysiology The biologic basis for disease in Adults and Children 5 th

edition. McCance L. Kathyrn, Huether E. Sue,.. Philadelphia: Elsevier Mosby

21