Difteri pada Anak.docx
-
Upload
claudia-da-lopez -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of Difteri pada Anak.docx
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
1/13
Difteri pada Anak
Angela Merici Sengo Bay
Kelompok : A7
Fakultas 102011145Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
email : [email protected]
Pendahuluan
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi
saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/
tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara
yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin
penderita. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama
dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak anak muda.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh
karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan
kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai
jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan
vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
mailto:[email protected]:[email protected] -
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
2/13
Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit
tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis
dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau
pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai,
misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain sebagainya. 1 Anamnesis yang baik
akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).
Berdasarkan kasus, anamnesa yang harus dilakukan terhadap pasien ialah alloanamnesis, dimanayang kita lakukan ::
Menanyakan identitas pasien seperti umur dan pekerjaannya.
Menanyakan keluhan utama pasien.
Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
Menanyakan riwayat penyakit keluarga.
Menanyakan riwayat social dan kebiasaan.
Pemeriksaan
Fisik
a. Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu,
frekuensi nadi).
b. Pada inspeksi, kita melihat ukuran dan bentuk perut bayi serta gerakan dinding perut.
Biasanya perut anak kecil POT BELLY membuncit (otot abdomen tipis dan
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
3/13
lordosis), sedangkan gerakan dinding perut pada bayi dan anak sampai umur enam
sampai tujuh tahun lebih terlihat daripada gerakan dada.
c. Pada palpasi, perlu adanya kesabaran, latihan dan pengalaman. Palpasi dilakukan
dalam posisi tidur terlentang dan lutut ditekuk dan dilakukan saat anak menaril napas
dalam. Jika ada perubahan mimic atau perubahan nada tangis berarti ada nyeri tekan
pada daerah tersebut.
d. Perkusi dilakukan dari epigastrium ke bagian bawah abdomen dan terdengar timpani
diseluruh permukaan abdomen kecuali pada daerah hepar dan lien.
e. Pada auskultasi normal terdengar suara peristaltic dengan intensitas rendah terdengar
tiap sepuluh sampai tiga puluh detik.
Penunjang 2
1. Bakteriologik : preparat hapusan difteri dari dari bahan hapusan mukosa hidung dan
tenggorok ( nasofaringeal swab ).
2. Darah rutin : Hb, Ht, leukosit, eritrosit, albumin, dll.
3. Tes Schick
Untuk mengetahui seseorang mempunyai antitoxin didalam serumnya, disamping
pemeriksaan yang akurat dengan pemeriksaan langsung titer antitoxin yang beredar
dalam darah, dapat dilakukan Schick test dengan cara menggunakan bahan Schick test
toxin. Dengan bahan dari Perum Biofarma yang tersedia dalam sediaan 5 cc, dimana
setiap cc-nya mengandung toxin difteri yang stabil 1/50 d.l.m, dengan cara menyuntikkan
0,1 cc secara intra cutan pada lengan bawah kiri.bagian voler dengan menggunakan jarum
suntik 1 cc. Beberapa penderita mengalami hypersensitif terhadap toxin ataupun terhadap
antigen lain yang terdapat didalam persediaan toxin. Untuk ini diperlukan kontrol.
Kontrol dapat dilakukan dengan menginjeksikan difteri diberikan secara intra dermal pada lengan yang berbeda.
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
4/13
Diagnosis
Diagnosis kerja : Difteri
Diagnosis banding :
1. Tonsilitis akut
Tonsillitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama
Streptococcus B hemolitikus ( 50 % ), Streptococcus viridians dan Streptococcus
piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus
Sp.,Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Hemofilus influenzae menyebabkan
tonsilitis akut supuratif. Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak terutama
berusia 5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya terutama melalui droplet yang infeksius,
alat makan dan makanan. 3
2. Peritonsilar abses
Peritonsilar abses sering disebut sebagai PTA yang adalah berisi nanah pada jaringan
peritonsil yang terbentuk sebagai hasil dari supuratif tonsillitis. Abses peritonsil terjadi
sebagai akibat komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar
mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsillitis. Abses peritonsiler disebabkan oleh organism yang bersifat aerob
maupun yang bersifat anaerob. Organism aerob yang paling sering menyebabkan abses
peritonsiler adalah Streptococcus piogenes ( grup A Beta-hemolotik streptocoocus ),
Stapylococcus aureus, dan Haemophilus Influenza. Sedangkan organism anaerob yang
berperan adalah sebagian besar Fusobacterium. Untuk kebanyakan abses peritonsiler,
diduga disebabkan oleh kombinasi aerob dan anaerob. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan leher dan tenggorokan, tonsil,
langit-langit, tenggorokan, leher dan kulit dada tampak merah dan membengkak.
Pembiakan cairan yang berasal dari abses bisa menunjukkan adanya bakteri .
3. Retrofaringeal abses
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
5/13
Abses Retrofaringeal adalah suatu penimbunan nanah di dalam jaringan tenggorokan
bagian belakang. Penyebab abses biasanya disebabkan oleh infeksi Streptokokus yang
berasal dari amandel, tenggorokan, sinus, adenoid, hidung atau telinga tengah.Kadang
cedera pada tenggorokan bagian belakang akibat tertusuk duri ikan juga bisa
menyebabkan abses retrofaringeal. Meskipun jarang, abses retrofaringel juga bisa
disebabkan oleh tuberkulosis
Epidemiologi
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri
dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad
ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak anak muda. 3
Etoilogi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi
oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan
teksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa
inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu 60oc selama 10
menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang telah
mengering.
Anatomi dan Fisiologi Faring
Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian
atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan
laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan
esofagus. Faring terdiri atas:
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
6/13
Gambar 1. Anatomi faring. 4
1. Nasofaring
Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting,
seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius, kantong Rathke,
choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.
Batas antara cavum nasi dan nasopharynx adalah choana. Kelainan kongenitalkoana
salahsatunya adalah atresia choana.
Struktur Nasofaring :
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena
cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena
musculus levator veli palatini.
4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
http://4.bp.blogspot.com/-xNaMTfw1ZTc/TsN_st6eOLI/AAAAAAAAAKs/9ehZa6UijJQ/s1600/pharynx.jpg -
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
7/13
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari
musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva
terutama ketika menguap atau menelan.
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
Nasopharingeal Carcinoma.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da oropharing karena
musculus sphincterpalatopharing
10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
2. Orofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris,
arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.
a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik
faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.
b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke
luar bila terjadi abses.
c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan
ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan
3. Laringofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa piriformis.
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan
untuk artikulasi.
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
8/13
Anatomi dan fisiologi Tonsil
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil
terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil
dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau
obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah
hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan
nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:
1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau
tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari
sistem imunitas tubuh setelah imunitas warisan dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak.
Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama
pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja
dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya.
Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan
zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.Kuman yang dimakan oleh
imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang
berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel
imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi
ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang
dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal
(Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit.
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
9/13
(Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan adanya
infeksi kronis pada amandel dan adenoid.
Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di mukosa
saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari
masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh
membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan
sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide
(NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam
amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yangmenyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,
produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin,
perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung
jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan
terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa
dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas. 5
Manifestasi klink
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam
gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul
berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak
penderita sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagianyang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan sesak dan strides,
sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis
paralysis jaringan saraf atau nefritis. Tergantung pada berbagai faktor, maka
manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
10/13
toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin)
Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk
umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah nasofaring yang sudah
ada sebelumnya. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita
keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain tergantung
pada lokasi penyakit diphtheria. 5,6
Komplikasi
a. Aluran Pernafasan : obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio.
b. Kardiovaskuler : Miokarditir akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini.
c. Urogenital : Dapat terjadi Nefritis.
d. Susunan daraf : Kira-kira 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi yang mengenai
system susunan saraf terutama system motorik .
e Paralisis / parese dapat berupa :
1. Paralasis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan sifatnya
reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua.
2. Paralisis / paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan strabisinus gangguan
akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga.
3. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4, kelainan dapat mengenai otot
muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan berbahaya bila mengenai otot
pernafasan.
Penatalaksanaan
Medika mentosa
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
11/13
a. Anti Diphteria Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 untuk hari selama 2 hari
berturut-turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata bila ternyata penderita
peka terhadap serum tersebut, maka harus dilakukan desentitisasi dengan cara besderka.
b. Antibiotika diberikan penisilan 50.000 untuk kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada
penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mm/kg bb/hari
dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis
yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednison 2 mg/kkbb/hari selama 3 minggu yang
kemudian dihentikan secara bertahap
Non Medika Mentosa
Terdiri dari : Perawatan yang baik, istirahat mutlak ditempat tidur, isolasi penderita dan
pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG
tiap minggu.
Pencegahan
- Difteri jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berikanlah imunisasi pada
bayi umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan. Jenis imunisasi ini
termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Biasanya imunisasi ini berbarengan
dengan imunisasi polio, hepatitis B. Sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam
Imunisasi D P T atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur sembilan bulan
dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili). Dengan pemberian DPT ataupun DT
iberikan 0,5 ml secara I.M. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali pemberian dengan
interval waktu pemberian 6 -8 minggu. Ulangan dilakukan satu tahun sesudahnya dan
ulangan kedua dilakukan 3 tahun setelah ulangan yang pertama.
- Pencegahan terhadap difteri juga termasuk didalamnya isolasi dari penderita, dengan
tujuan untuk mencegah seminimal mungkin penyebaran penyakit ke orang lain. Penderita
adalah infectious sampai basil difteri tidak dijumpai pada kultur yang diambil dari tempat
infeksi. Tiga kali berulang kultur negatif dibutuhkan sebelum penderita dibebaskan dari
isolasi.
-
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
12/13
Prognosis
Sebelum adanya antioksidan dan antibiotic, angka kematian mencapai 30-50 %. Namun dengan
adanya antibiotic maka kematian menurun menjadi 5-10 %. Dimana prognosa tergentung dari
usia dimana makin rendah usia makin jelek prognosisnya serta waktu pengobatan.
Kesimpulan
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi
saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau
tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemaroleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri
dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai.
Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh
agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan
lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini. Penyakit ini juga dijmpai
pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri
sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Daftar isi
1. Welsby, philip d. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesa Klinis.Jakarta: EGC .2006.Hal 182-3.
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h. 1460-1461
3. Snell RS. Anatomi klinik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2006.
4. www.google.com/gambarfaring , diunduh pada Jumad, 5 Juli 2013.
http://www.google.com/gambarfaringhttp://www.google.com/gambarfaringhttp://www.google.com/gambarfaring -
8/14/2019 Difteri pada Anak.docx
13/13
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2001.
6. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdy, editors. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007.