Referat TB anak.docx
-
Upload
santi-lestari -
Category
Documents
-
view
57 -
download
2
description
Transcript of Referat TB anak.docx
REFERAT
TUBERCULOSIS PADA ANAK
Disusun oleh:
Vita Nova Latuheru (11-2012-069)
Pembimbing :
Dr. Aulia, SpA
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN
PERIODE 17 MARET 2014-24 MEI 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan TB paru. Tetapi
kuman TB juga bias menyebar ke bagian atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih
berbahaya dari TB paru. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda
dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis,
pengobatan pencegahan serta TB dengan keadaan khusus.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan laporan WHO,
Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian TB Cina dan India. Tuberkulosis
pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain mengenai ibu, juga dapat
menulari bayi yang dikandung atau dilahirkannya. Infeksi TB pada neonates dapat terjadi
melalui intrauterni, selama persalinan, maupun pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif.
Kejadian TB congenital sangat jarang. Di seluruh dunia kasus TB congenital hanya tercatat
329 kasus. Gejala klinis TB pada neonates sulit dibedakan dengan sepsis bacterial umumnya,
dan hamper semua kasus meninggal karena keterlambatan diagnosis. Deteksi dini TB pada
neonates dan penanganan yang baik pada ibu dengan TB aktif akan memperkecil
kemungkinan terjadinya TB congenital atau TB pada neonates di kemudian hari.
Akhir tahun 1990-an, Wold Health Organization memperkirakan bahwa sepertiga
penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi M.tuberculosis, dengan angka tertinggi di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru merupakan masalah yang
timbul tidak hanya di Negara berkembang tetapi juga di Negara maj8u. Tuberkulosis tetap
merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian.
Bebeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan specimen diagnostic
yang dapat dipercaya. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada nanak, sering terjadi
overdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB
umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahab asan positif sehingga
penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB
anak kurang diperhatikan.1
Page 2
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membeahas mengenai pathogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan TB pada
anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui pathogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TB pada anak
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 3
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang umum dan sering mematikan yang
disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium tuberculosis pada manusia.
Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi juga dapat mempengaruhi bagian lain dari
tubuh. Hal ini menyebar melalui udara, ketika orang yang memiliki penyakit batuk, bersin, atau
meludah. Kebanyakan infeksi pada manusia dalam hasil infeksi, asimtomatik laten, dan sekitar
satu dari sepuluh infeksi laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika
dibiarkan tidak diobati membunuh lebih dari setengah dari korban.3
Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan antara
pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan sekitarnya. Pemberian medikamentosa
tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita
tentang pentingnya minum obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta
pengawasan terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dan sebagainya.
2.2 Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali
muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah satunya adalah TB. WHO
memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh M.
tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika latin.1
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian di Negara berkembang . Data
memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota metropolitan, disini
presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin yang memudahkan penularan
penyakit ini.4
2.2.1 Morbiditas dan Mortalitas.2
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak
per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara berkembang, tuberkulosis
Page 4
pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju,
angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
1. Diagnosis yang tidak tepat
2. Pengobatan yang tidak adekuat
3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat
4. Infeksi endemik virus HIV
5. Migrasi penduduk
6. Pengobatan sendiri
7. Meningkatnya kemiskinan
8. Pelayanan kesehatan kurang memadai
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah populasi.
Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah
583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian anak dan dewasa.
Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas
termasuk di Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis di
berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi ”overdiagnosos”
atau ”underdiagnosis”.
. 2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif
Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M. Tuberkulosis,
dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens infeksi dapat di
ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode konversi. ARTI
merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit TB (burden
of tuberculosis).2
Page 5
2.2.3 Faktor resiko.1
Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit
( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak
dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB pada anak yang
terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi dari seorang
ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi
tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (
droplet nuclei ) yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke
anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang
positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer,
batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik.
Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit
TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia.
Tabel 1. Resiko sakit tuberculosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Faktor resiko
Page 6
Umur saat infeksi
Primer (tahun)
Tidak sakit TB paru TB diseminata
(milier,meningitis)
<1
1-2
2-5
5-1
>10
50%
75-80%
95%
98%
80-90%
30-40%
10-20%
5%
2%
10-20%
10-20%
2-5%
0,5%
<0,5
<0,5%
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ, pengobatan
immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak kalah
penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,
kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.3 Etiologi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung,
gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 µm.
Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai
atau media biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41°C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari
spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu dan uji
kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-
3 minggu pada medium cairan selektif.
Gambar 1. Etiologi TB
Page 7
2.4 Patogenesis.1,2
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei ) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme immunologik
nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman
TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag
mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer,
kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
Page 8
primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi
pada penyakit lain yaitu waktu yang diperlukan mulai dari masuknya kuman hingga timbulnya
gejala. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu
antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut kuman tumbuh hingga mencapai jumla 103-
104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. Selama minggu-minggu
awal infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya
belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai
ditandai dengan terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon
positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jarinagn paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan encapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan meyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang
paling sering terjadi adlah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenis
spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh
tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru sendiri. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk kolini kuman sebelum terbentuknya imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Setelah dibatasi oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
Page 9
dorman. Fokus ini tidak langsung berlanjut menjadi penyakit tetapi berpotensi menjadi fokus
reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon.
Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebarab hematogenik generalisata akut (
acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata yang timbul 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke
saluran vaskuler di dekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar dalam darah
Gambar 2. Patogenesis pada TB
Gambar 3. Penyebaran hematogen
Page 10
2.5 Diagnosis.2
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari pasien
misalnya sputum, bilasan lambung, biopsy, cairan serebrospinal, cairan pleura, tetapi pada anak
hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas
gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan pada
foto rontgen dada. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu;
Sedikitnya jumlah kuman(paucibacillary)
Jumlah kuman TB di secret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena
lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer, juga tingkat kerusakkan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman
BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam
1 ml dahak
Sulitnya pengambilan sputum
Page 11
Pada anak walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga
diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus
dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopik adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan
dengan volume 3-5 ml.
Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terdapat keadaan atau tanda-
tanda yang mencurigakan.
Pada seorang anak harus dicurigai adanya TB kalau:
a. Kontak erat(serumah) dengan penderita TB dengan sputum BTA (+)
b. Terdapat reaksi kemerahan setelah penyuntikkan BCG dalam 3-7 hari
c. Terdapat gejala umum TB
2.5.1 Manifestasi klinik.3,5
Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara keduanya.
Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan factor penjamu
bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamupada awal
terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan gejala walaupun sudah
tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks. Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu
manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/local.
Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi wallgreen
dan peniliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai organ. Proses
infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif dalam 4-8
minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat
dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang
di jumpai pada anak. Sakit TB dapat terjadi kapan saja dalam tahap ini.TB millier dapat
terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun
kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian.
Page 12
Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun petama, terutama pada 1
tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah
diagnosis TB.
Gambar 4. Timetable munurut wallgreen
- Manifestasi sistemik.
Adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat di sebabkan
berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar anak yang terkena TB tidam
menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan kuman TB yang
lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung lambat dan perlahan.
Salah satu gejala yang sering teerjadi adalah demam.
- Manifestasi spesifik organ/local
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena , misalnya kelenjar
limfe, susnan saraf pusat, tulang dan kulit.
Page 13
TB tulang dan sendi
- Tulang punggung (spondilitis): gibbus
- Tulang panggul (koksitis):pincang
- Tulang lutut:pincang
- Tulang kaki dan tangan dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus, pincang,
sulit membungkuk.
TB otak dan susunan saraf pusat :
- Menigitis.Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
TB paru
- Tidak khas
- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa
- Tanda cairan di dada
- Dada sakit
TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare
- Benjolan-benjolan dalam abdomen
- Tanda cairan di abdomen
TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)
TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah, diare,
biru, sesak napas dll.
2.5.2 pemeriksaan penunjang.3,4
Uji tuberkulin
Nilai diagnostik tinggi, sensitivitas dan spesifisitas >90%
- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan bawah.
- Pembacaan 48-72 jam setelah pnyuntikkan
Page 14
- Diukur Indurasi yang timbul, bukan hiperemi
- Dilaporkan dalam millimeter. Bila tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya
dilaporkan 0 mm, jangan negative
- Interpretasi :
Diameter 0-4 mm→uji tuberkulin negative
Diameter 5-9 mm→positif meragukan (k/M.atipik dan BCG, atau memang
infeksi TBC)
Diameter ≥ 10 mm→positif
Gambar 5. Uji tuberkulin (Mantoux tes)
Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin
karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah. Bila ukuran ≥15 mm, lebih mungkin
karena infeksi TB alamiah.
Uji tuberkulin positif pada:
1.Infeksi alamiah TB
infeksi TB tanpa sakit
Infeksi TB dan sakit TB
Pasca terapi TB
Page 15
2.Imunisasi BCG
3.Infeksi M.atipik/M.leprae
Uji tuberkulin negatif pada:
1.Tidak ada infeksi TB
2.Masa inkubasi infeksi TB
3.Anergi/penekanan sistem imun
Tabel 2. Klasifikasi indivindu berdasarkan status tuberkulosis
kelas Pajanan
(kontak dengan
Pasien tb aktif)
Infeksi
(uji tuberculin
positif)
Sakit
(uji tuberculin,
klinis dan
penunjang positif)
0
1
2
3
-
+
+
+
-
-
+
+
-
-
-
+
Positif palsu
Penyuntikan salah
Interpretasi tidak betul
Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik
Negatif palsu
Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Interpretasi tidak beul
Menderita tuberkulosis luas dan berat
Disertai infeksi virus ( campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
Demam
Page 16
Malnutrisi
Sarkoidosis
Psoriasis
uremia
kekurangan komplemen
Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin mantoux
Radiologis
-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas
-Rontgen paru normal (tidak terdeteksi)tidak menyingkirkan diagnosis TB jika klinis
dan pemeriksaan penunjang lain mendukung
-Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis tubekulosis
Secara umum gambaran rontgen sugestif TB:(sebaiknya PA dan lateral)
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate
Konsolidasi segmental/lobar
milier
kalsifikasi,atelektasis,kavitas
Efusi pleura
Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat, harus dicurigai
TB.
Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah pelaksanaanya
yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain itu pada awalnya
dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi dan sakit
TB. Namun sampai saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat
memenuhi harapan itu. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB,
Page 17
mycobat, ICT dan lain-lain. Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk
pemakaian klinis praktis.
Patologi anatomik
1. Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah granuloma.
2. Sel datia langhans
3. Spesimen: limfadenopati kolli, dengan biopsy aspirasi jarum halus/FNAB.Namun
sulit dibedakan dengan infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG (nelson edisi 15)
Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin
dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman tuberculosis pada
pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari 2
macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan
asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberkulosis.
2.6 Penegakan diagnosis.1
Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun penunjang selain
pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB perlu analisis kritis terhadap
sebanyak mungkin fakta. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis,
pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan
radiologis. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat
pedoman diagnosis TB dengan sistem skoring dan alur diagnostik.Misalnya pedoman yang
dibuat oleh WHO,Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.
Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto rontgen,
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran, serta tanda
Page 18
kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan bila
dijumpai gibbus dan koksitis, pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi
anak.Tatalaksana yang lebih lengkap pada keadaan-keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada
Bab Tuberkulosis dengan keadaan khusus.
Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan sebagai uji
tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilasan lambung
(BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologik anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal,CT-scan,
funduskopi, serta foto Rontgen tulang dan sendi.
Tabel 4. Sistem nilai diagnosis TB anak
Page 19
Sistemnilai diagnosis TB anakPenemuan Nilai
BTA (+) / biakan M.tb (+) +3
Granuloma TB (PA) +3
Uji tuberkulin 10 mm atau lebih +3
Gambaran rontgen sugestif TB +2
Pemeriksaan fisis sugestif TB +2
Uji tuberkulin 5-9 mm +2
Konvensi uji tuberkulin dari (-) ke (+) +2
Gambaran rontgen tidak spesifik +1
Pemeriksaan fisis sesuai TB +1
Granuloma non spesifik +1
Umur < 2 tahun +1
BCG dalam 2 tahun terakhir -1
Jumlah nilai : 1 – 2 sangat tidak mungkin TB3 – 4 mungkin TB perlu pemeriksaan lebih lanjut5 – 6 sangat mungkin TB
> 7 praktis pasti TB
Sistem skoring :
Penurunan BB merupakan gejala umum yg sering ditemui, yg disebut penurunan
BB adalah apabila terjadi penurunan 2 bulan berturut-turut. Demam lama: >/= 2 minggu,
tanpa sebab yang jelas.
2.7 Tata laksana.1,2,3
Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan antara
pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan sekitarnya. Pemberian medikamentosa
tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita
tentang pentingnya minum obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta
pengawasan terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dsb.
2.7.1. Medikamentosa
Page 20
Obat TB yang digunakan
Obat TB utama ( first line) saat ini adalah rifampisisn, INH, pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisisn,
sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kpriomisisn, yang digunakan jika terjdi
multridrug resistance (MDR). Rifampisisn dan INH merupakan obat pilihan utama
dan di tambah dengan pirazinamid. Etambutol dan streptomisin.
Isoniozid (INH)
- Bakterisid dan bakterostatik
- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman
- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI
- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila diberikan
bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari
- Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak dilanjutkan bila kadar
SGOT/SGPT > 3x normal atau manifestasi klinis hepatitis(kuning, mual,
muntah, sakit perut)
- INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.
Pirazunamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam
- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh
- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna
- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari
Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata
- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan
penglihatan
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain
- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal
Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau netral
- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat
- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM
Page 21
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang
- Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil
Tabel 5. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya
Nama obat Dosis harian(mg)kg)hr)
Dosis maksimal(mg)kg)hr)
Efek samping
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
steptomicin
5-15
10-20
15-30
15-20
15-40
300
600
2000
1250
1000
Hepatitis,neuritis perifer,hipersensitifitas.
Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopeni, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna merah oranye kemerahan.
Toksisitas hepar, atralgia, gastrointestinal.
Neuritis optic, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal.
Ototoksik, nfrotoksik.
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.
** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu
bioavaibilitas rifampisin
Page 22
Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :
- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ
- Fase lanjutan;RH
- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB tulang
dan lain-lain:
• Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)
• Fase lanjutan; RH selama 10 bulan
- Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 2-4 mgg.
Fixed Dose Combination (FDC)
Untuk megatasi masalah ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat maka dibuat
suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan adalah sebagai berikut :
Meyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep
Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien
Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan tepat
Mempermudah pengelolaan obat
Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB
Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan
Pengawasan minum obat menjadi lebih mudah dan cepat
Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.
Tabel 6. Dosis kombinasi TB pada anak
Page 23
Catatan
• Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 7 (perhatikan dosis maksimal)
• Bila BB < 5 kg sebaikny di rujuk ke RS
• Obat harus diberikan secara utuh.
Evaluasi Hasil Pengobatan
- Dilakukan setelah 2 bulan
- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan
- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus sambil
merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen paru anak
Evaluasi Efek samping pengobatan
- Efek samping jarang terjadi bial dosis INH tidak > 10 mg/kg/hari dan rifampisin
tidak > 15 mg/kg/hari
- Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT ↑5X normal
- Bilirubin total > 1,5 mg/dl
- Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus, nausea, muntah
- Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop
• Cek ulang setelah 1 minggu penghentian
• OAT → Nilai laboratorium normal
Multi-Drug Resistant (MDR-TB)
- MDR-TB:M.tbc yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya INH dan
Rifampisin
- Penyebab:
• Pemakaian obat tunggal
• Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar
Page 24
Berat badan (kg)
2 bulanRHZ (75/50/150 mg)
4 bulanRH (75/50 mg)
5-9
10-19
20-32
1 tablet
2 tablet
4 tablet
1 tablet
2 tablet
4 tablet
• Kurangnya kepatuhan minum obat
1.7.2. Non-medikamentosa.1
Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan minum
obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah
pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan
pengobatan.Lingkungan social dan pengertian yang kurang mengenai tuberculosis dari
pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.
Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam paduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan
pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan
pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung.
Gambar 6. Strategi DOTS
Sumber penularan dan case finding
Page 25
DOTSDirectly Observed Treatment Shortcourse
5 komponen strategi DOTS menurut WHO:1. Komitmen politis pengambil keputusan, termasuk dana2. Diagnosis TB dg pemeriksaan dahak scr mikroskopis*3. Pengobatan dg OAT jangkapendej dg pengawasan langsung
PMO (pengawas minum obat)4. Kesinambungan penyediaan OAT dg mutu terjamin5. Pencatatan pelaporan baku utk mempermudah pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB
* pada anak dg skoring (DOTS modifikasi)
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah orang
dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak
tersebut.Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum.Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan
cara uji tuberculin.
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis. Pelacakkan
tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberculin.
Aspek Sosial Ekonomi
Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB
secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan penanganan
gizi yang baik.
Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang
tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak
tidak ditularkan pada anak yang lain.
Pencegahan
1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar
0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid
kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan
intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan
spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB, meningitis
TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak dianjurkan
mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman, jarang ada efek
Page 26
samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi
pemberian imunisasi BCG:defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar
2.Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada
anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10
mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama
dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis normal.Anak yang
mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan
pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia
remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan.
2.8 Tata laksana dengan keadaan khusus.1,3
Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan pada TB
anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.
2.8.1. Tuberculosis milier
Tyberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-
7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi ( dapat mencapai 255
pada bayi). Terjadinya TB miier dipengangurhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M TB
(jumlah dan virulensi), status imunologis penderta(nonspesifik dan spesifik) dan faktor
lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara,
merokok dan penggunaan alcohol, obat bius serta sosio ekonomi).
TB milier diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang hilang timbul,
pasien tampak sakit berta dalam beberapa hari, tetapi tanda dan gejala dari saluran
Page 27
pernafasan belum ada. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus
menerus tanpa di serati gangguan saluran pernafasa. Beberapa minggu kemudian pada
hamper di semua organ akan terbentuk tuberkel difus multiple, terutama di paru, limpa
harti dan sumsum tulang.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan
pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisisn selam 2 bulan pertama, dilnjutkan
dengan iosniazid selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan kloinis.
Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier , meningitis TB, perikarditis
TB, efusi pleura dan peritonitis TB. Prednisone diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg BB/
hari selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu
kemudian.
2.8.2. Tuberculosis ekstarapulmonal
1. Tuberculosis kelenjar
Infeksi tuberculosis pada kelenjar limfe superfisialis yang di sebut dengan
scrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal yang sering terjadi .Gejala dan tanda
sistemik yang muncul biasanya hanya demam yang tidak terlalu tinggi. Tes tuberculin
kulit biasanya menunjukan hasil yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenitis TB adalah dengan obat antituberkulosis 3 macam
(rifampisisn, INH, pirazinamid). INH, rifampisisn dan pirazinamid di berikan selam 2
bulan pertama, sedangkan rifamposisn dan INH dilanjutkan sampai 6 bulan pertama.
Selainn itu penanganan supoerif seperti perbaikan gizi perlu diperhatikan.
2. Tuberculosis pleura
Efusi pleura adalah penumpikan abnormal cairan dalam rongga pleura. Salah satu
etiologi yang perlu di pikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura adalah tuberculosis.
Page 28
Bermanifestasi sebagai demam akut diserati batuk nonproduktif (94%) dan nyeri
dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan berat badan dan malaise
dapat dijumpai demikian juga dengan menggigil
Penatalaksanaan
Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi baik,
suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6 minggu.
Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan cairan serta
mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko penggunaannya belum
diketahui pasti.
3. Tuberculosis tulang/sendi
Tuberculosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi tuberculosis
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Manifestasi klinis yang tarjadi tidak
khas dan biasanya lambat sehingga lambat untuk didiagnosis sudah dalam keadaan
lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat dijumpai gejala spesifik
berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Tidak jarang hanya
gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..
Penatalaksanaan
Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis rifampisisn,
INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12 bulan,
sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain
medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.
4. Tuberkulosa sistem saraf pusat.
Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk; meningitis,
tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB dapat dibagi
menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise,
sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Fase
meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis yang lebih nyata seperti
meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan nyata kelainan saraf kranialis
Page 29
dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan fase percepatan penyakit, gejala
kebingungan berlanjut ke stupor dan koma, kejang, dan hemiparesis.
Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif dengan 4
obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan dengan 2 obat,
INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis kloinis mendukung penggunaan
stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuntivitus. Steroid yang dipakao prednoson
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu penurunan
dosis bertahap (tapering off).
5. Tuberculosis kulit
Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer atau
inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah satunya
adalash limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara klinis
skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB dui kulit
yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran
perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB
Penatalaksanaan
Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru pada
anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan pirazinamid. Lama
pemberian OAT pada skrofuloderma berbeda dengan TB paru yaitu pemberian
rifampisisn dan INH selama 6 bulan sedangkan pirazinamid tetap 2 bulan. Untuk
tatalkasana local/topical tidak ada yang khusus, cukup dengan kompres atau hygiene
yang baik
6. Tuberkulosa mata
Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut
konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea yang
ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten pada
daerah limbus.
Page 30
Manifestasi klinisKF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, dan fotofobia serta dapat
mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah berupa nodus kecil berwarna
putih/merah muda pada konjungtiva disertai hiperemis di sekitarnya.
Penatalaksaan
Tatalaksana KF tidak terlepas dari tatalaksana TB pada anak secara
keseluruhananya yaitu pemberian obat anti tuberculosis yaitu rifampisin, INH, dan
pirazinamid. Dosis dan lama pemberian obat sama dengan pengobatan TB paru,
pemberian kortikosteroid topical mempinyai efek yang baik.tindakan keratoplasti
dilakukan apabila telah terjadi komplikasi parut pada kornea.
2.8.3. Tuberculosis perinatal
infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama proses
kelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif. Manifestasi
klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada minggu ke-2-3
kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis neonatal sehingga sering
terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis.. gejala yang sering timbul adalah distress
pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang dapat ditemukan antara
lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi, dan kejang. Bias didapatkan
abortus/kematian bayi.
penatalaksanaan
Tatalksana TB pada neonatus mempunyai cirri tersendiri yaitu melibatkan beberapa
aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana dengan baik untuk
menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari sumber lain dalam
lingkunganya serta memperbaiki kondisi lingkungan. Tatalksana pada bayi adlah dengan
membeerikan obat OAT berupa rifampisisn dan INH selama 9-12 bulan,sedangkan
pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu kuatir akan kelebihan
dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sanagat kecil.
Page 31
2.8.4. Tuberculosis dengan HIV
Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB serta
masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal, serta-multi
drugs resistance
HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tata laksana TB
pada anak menjadi lebih sulit karena faktor-faktor berikut:
beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB banyak
mempunyai kemiripan gejala.
Intrepertasi uji tuberculin kurang dapat di percaya.anak yang menderita
imunikopromais mungkin menunjukan hasil yang negative meskipun
sebernanya telah terinfeksi TB.
Anak yang kontak dengan orang tua pengidap HIV dengan sputum BTA
positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal iini
terjadi, dapat terjadi kesulitan dalam piñata laksanaan dan
mempertahankan kepatuhan pengobatan.
penatalaksanaan
Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.
Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat, misalnya
rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan pemberian
rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan. Obat keempat yaitu
etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika terdapat resistensi.
Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang akan mrndapatkan
pengobatan antiretroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan memperhatikan interaksi
antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB dan antiretroviral dapat
menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak efektif, serta bertambahnya
resiko toksisitas.
Page 32
2.9 Tata laksana tuberculosis pada sarana terbatas.1
Berdasarkan keterangan sebelumnya bahewa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan
karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh
beberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah membuat consensus Nasional Diagnosis dan
Tatalaksana TB pada aanak yang telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen
Kesehatan menjadi prigram pemberrantasan TB secara nasional.
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak.
Umumnya penderita TB anak mempunyai berat badan dibawah garis merah atau bahkan gizi
buruk. Dengan alas an tesebut, kriteria penurunan berat badanmenjadi lebih penting. Yang
dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan
berturut-turut.
Table 7. system scoring diagnosis tuberkolis anak di sarana kesehatan terbatas
parameter 0 1 2 3Kontak TB Ttidak jelas laporan keluarga , BTA
(-) atau tidak tahuKavitas (+) BTA
tidak jelas
BTA¿
Uji tuberkulin negatif positif ¿imunosupresi
Berat badan/keadaan gizi
bawah garis merah
( KMS ) atauBBU
<%
Klinis gizi buruk
(BB/U<60)
Demam tanpa sebab jelas
>2 minggu
Batuk >3 minggu
Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksilla, inguinal
>1cm, jumlah >1,Tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang
Ada pembengkakan
Page 33
Foto rontgen thoraks
Normal/tidak jelas
i nfiltrat Pembesaran
kelenjar Konsolidasi
segmental/loba atelektasis
Kalsifikasi + infiltrate
Pembesaran kelenjar + infiltrat
Jika ditemukan keadaan di bawah ini, rujuk ke RS
Foto rontgen menunjukan gambaran millier, kavitas, efusi pleura
Gibbus, koksitis
Tanda bahaya:
Kejang, kaku kuduk
Penurunan kesadarn
Kegawatn lain, misalnya sesak nafas
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
mka dilakukan pembobotan dengan system scoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau
sama dengan 6 (>6), harus di tatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberculosis). Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anakdi puskesmas
Paduan pengobatan
Page 34
Skor 6
Beri OAT2 bulan terapi
Respons (+) Respons (-)
Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskanRujuk ke RS untuk evaluasi
Gambar 2. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas
Prisip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam
waktu relatif lama (6-12 bulan). Tujuanya adalah untuk mencegah resistensi.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai
fase lanjutan. OAT pada anak diberikan setiap hari bukan 3 kali dalam seminggu.
Susunan paduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu fase intensif terdiri dari
rifampisisn, INH, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2RHZ), dan fase lanjutan terdiri dari rifampisin dan INH yang diberikan setiap hari
selam 4 bulan.
Unutk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT di sediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket
kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk
anak berisi obat fase intensuf, yaitu rifampisisn (R) 75 mg, INH (H) 50 mg dan
pirazinamid (Z) 150mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75mg dan H 50 mg daklam
satu paket.
Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat
yang banyak, telah di buat suatu FDC (fixed dose combination
), yaitu kombinasi beberapa OAT di dalam satu tablet. FDC ini dubuat dengfan
beberapa kmposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing
75mg/50mg/150mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan berikutnya
terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75mg dan 50mg.dosis yang
dianjurkan dapat dilihat dalam tabel 7.
Page 35
BAB III
KESIMPULAN
Masalah TB pada ank adalah masalah diagnosis karena belum adanya prosedur
diagnostic yang menjadi true gold standart. Hal ini juga akan berdampak juga dalam terapi, yaitu
dalam menentukan kriteria sembuh atau penghentian terapi. Kekeliruan, kesalahan,
ketidaktepatan yang lazim terjadi pada TB anak, dapat ditemukan dalam diagnosis dan terapi.
Pada diagnosis yaitu terhadap gejala kliis dan pemeriksaan penunjang, sedangkan pada terapi
yaitu regimen dan evaluasi terapi. Selayaknya kita harus menelaah secara kritis terhadap hal-hal
tersebut, sehingga pifak pada TB anak dapat kita hilangkan atau paling tidak diminimalkan
Page 36
DAFTAR PUSTAKA
1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.
2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2011.
3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
4. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2002. Diakses tanggal 25 des 2011. Di kutip dari :
www.slideshare.net/mbagiansah
5. Rahajoe N.N : Program Nasional TB anak, Artikel, Buletin IDAI No.08 Th XVII,
September 1998
Page 37