Dermatitis Kti Dls
-
Upload
haryati-tresnowati -
Category
Documents
-
view
61 -
download
11
description
Transcript of Dermatitis Kti Dls
DERMATITIS
15.13 KTI kebidanan
1. Dermatitis KontakDermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersnsitivitas lambat tipe IV,kelainan inflamasi yang bersifat ekzematosa dan disebabkan oleh reaksi kulitterhadap sejumlah bahan yang irirtan atau alergenik. Ada 4 bentuk dasar: alergik,iritan, fototoksik, fotoalergika. Hampir setiap zat dapat menimbulkan dermatitiskontak antara lain: poison ivy, bahan kosmetika, sabun deterjen, dan bahanindustria. Manifestasi klinikGatal-gatal, rasa terbakar, eritema, lesi kulit (vesikel), dan edema yang diikutipengeluaran sekret, pembentukan krusta dan akhirnya pengeringan sertapengelupasan kulit.Rangkuman karakteristik dari dermatitis kontakTipe Etiologi Gambaran Kinis PemeriksaanDiagnostikTerapiAlergik Reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alerginik.Tipe ini memiliki periode sensitivitas 10-14 hariVasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermisEdema intrasel Biasanya terlihat pada permukaan dorsal tanganTes Pacth Hindari bahan penyebab Larutan Burrowl atau kompres air dinginKortikosteroid sistemik selama 7 hariIritan Terjadi akibat kontak dengan bahan secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik.Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringandalam waktu yang lamaKekeringan kulit dalam beberapa hari hingga beberapa bulan Vesikula, fisura dan pecah-pecahTangan dan lengan bawahHasil patch test negatif yang sesuaiAnti histamin untuk mengurangi pruritusIdentifikasi dan penghilangan sumber iritasiPemberian krim merupakan bagian yang sering terkena.untuk mendinginkan kulit dan mengurangi iritasiKortikosteroid topikaldan obat kompres untuk mengatasi lesi yang berairAntibiotik untuk mengatasi infeksi dan antihistamin oral untuk pruritusFototoksik Menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak kulit Serupa dengan dermatitis iritanTes photopatchSama seperti dermatitis alergika dan iritanFotoalergik Menyeruoai dermatitis alergika tetapi memerluka pajanan cahaya di sampingkontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas immunologikSerupa dengan dermatitis alergika
Tes photopatch Sama seperti dermatitis alergika dan irita2. Dermatitis AtopikDermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsanganberlebihan limfosit T dan sel mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalamkeadaan yang sering disebut eksema. Kata “atopic” berhubungan dengan tigagroup gangguan alergi yaitu asthma, alergi renitis (influensa), dan dermatitisatopika. InsidenKejadian dari beberapa studi menyatakan 75 sampai 80 % dari kliendermatitis atopik mengenai perorangan atau keluarga yang mempunyairiwayat gangguan alergi. Dermatitis atopik merupakan keadaan yang biasamengganggu mempengaruhi 0,5 – 1 % penduduk seluruh duniab. EtiologiPenyebab utama dermatitis atopik adalah belum diketahui. Xerosis adalahbiasa lebih buruk selama periode kelembaban rendah; musim dingin daerahgaris lintang utara memperburuk gatal-gatalc. PatofisiologiDibandingkan dengan kulit normal, kekeringan kulit pada dermatitis atopikkarena ada penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi ditransepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air mengalamikekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi lebih gatal.Gosokan dan luka garukan dari kulit karena gatal merupakan respon daribeberapa keluhan kulit di klinik.d. Manifestasi KlinikDermatitis atopik dimulai sejak selama anak-anak. Dalam keadaan akut, yangpertama tampak kemerahan, lumpur dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulittampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang lebih tua dan remaja lesitampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut, dan lipatsiku.Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangandan pembentukan lesi, yang mrupakan keluhan utama orang mencari bantuaane. KomplikasiInfeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutamastaphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.Pengidap penyakit ini sebaiknya menghindari inokulasi virus hidup yangdilemahkan.f. Penatalaksanaan DietPenatalaksanaan diet pada dermatitis atopik masih merupakan masalah yangkontroversional. Alergi makanan yang signifikan, tidak diketahui sebagaipenyebab dari dermatitis atopik atau berapa persentase dari klien dermatitisatopik yang mempunyai alergi terhadap makanan. Alergen yang paling umumyang sering muncul adalah telur, susu sapi, kedelai, gandum, kacangkacangan,dan ikan. Alergen yang telah diketahui ini harus dihindari.Perawataan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya malnutrisi ketikamelakukan pembatasan diet apa saja.3. Reaksi Obat dan Medikasi (Dermatitis Medikamentosa)a. Dermatitis Medikamentosa adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakanistilah yang digunakan untuk ruam kulit karena pemakaian internal obatobatanatau medikasi tertentu. Pada umumya reaksi obat timbul mendadak,raum dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
b. Urtikaria merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I yang ditandai dengankemunculan mendadak lesi yang menonjol edematosus, berwarna merah mudadengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. Bagian tubuh yang terkenatermasuk membran mukosa (mulut), laring dan traktus gastrointestinal.c. Edema Angioneurotik merupakan pembengkakan timbul mendadak beberapadetik atau menit, atau secara perlahan-lahan, yang mengenai lapisan kulit yanglebih dalam, sehingga tidak nampak lesi diluar. Bagian tubuh yang seringterkena adalah bibir, kelopak mata, pipi, tangan, kaki, genitalia dan lidah;membran mukosa laring, bronkus, dan saluran gastrointestinal.d. Alergi makanan merupakan bentuk hipersensitivitas tipe I. Gejala klinisnyaberupa gejala alergi yang klasik seperti yang lainnya.e. Serum sickness merupakan hipersensitivitas tipe III komplek imun.4. Pengkajian KeperawatanKlien dengan dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari(misal: apakah klien mandi menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yangtelah diberikan, terpapar oleh alergen, terpapar lingkungan, dan riwayat kerusakankulit.5. Modifikasi perencanaan untuk klien lansiaDermatitis adalah gangguan kulit yang umum pada lansia. Ini dapat disebabkankarena hipoproteinemia, insufisiensi vena, alergen, iritan, atau penyakit keganasanseperti leukemia atau lymphoma. Karena klien lansia sering minum lebih dari satuobat, maka dermatitis karena interaksi obat dapat dipertimbangkan. Kerapuhankulit harus dipertimbangkan dalam perencanaan pemberian pengobatan.Kebanyakan klien lansia tidak membutuhkan mandi setiap hari dan harusmenghindari air panas untuk mandi begitu pula sabun. Air kran dan bahan-bahanyang tidak membuat kering kulit dapat digunakan.6. Asuhan Keperawatana. Gangguan integritas kulit b.d kekeringan pada kulitKriteria hasil: klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yangbaik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:1. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit2. Berkurangnya derajat pengelupasan kulit3. Berkurangnnya kemerahan4. Berkurangnya lecet karena garukan5. Penyembuhan area kulit yang telah rusakIntervensi:1. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskansalep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih seringjika tanda dan gejala meningkat. Rasionalisasi dengan mandi air akanmeresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.2. Gunakan air hangat jangan panas. Rasionalisasi air panas menyebabkanvasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.3. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulitsensitive. Hindari mandi busa. Rasionalisasi sabun yang mengandungpelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering,sabun kering dapat meningkatkan keluhan.4. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali perhari. Rasionalisasi salep atau krim akan melembabkan kulit.b. Resiko kerusakan kulit b.d terpapar alergen
Kriteria hasil: klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai denganMenghindari alergenIntervensi:1. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yangtelah diketahui. Rasionalisasi menghindari alergen akan menurunkanrespon alergi2. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yangmengandung alergen3. Hindari binatang peliharaan. Rasionalisasi jika alergi terhadap bulubinatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaanbinatang di sekitar area rumah4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bilamemungkinkan. Rasionalisasi AC membantu menurunkan paparanterhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.c. Perubahan rasa nyaman b.d pruritusKriteria hasil: klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan1. Berkurangnya lecet akibat garukan2. Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal3. Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyamanIntervensi:1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal keringnyakulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatalgaruk.Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologisdan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkanformaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembutpakaian buatan pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan olehdampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembutpakaian.3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidakada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen)pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasDaftar PustakaPolaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical. Ed.1.Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology. AlihBahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual ofNursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica Ester.Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’sTexbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3Jakarta: EGC 2002
( KTI ) BAB 1 DERMATITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang
kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada
stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi)
dan distribusi lesi spesifik sesuai dengan fase dermtitis atopik, keadaan ini juga
berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun keluarganya.
(Fauzi., 2009).
Faktor penyebab DA adalah kelainan herediter yang dipicu dengan adanya
faktor pencetus / alergen. Beberapa penderita memiliki kecenderungan untuk
menghasilkan antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) secara berlebihan sebagai
respon terhadap sejumlah alergen. Pada bayi dan anak-anak, alergen makanan
(susu, telur, dan daging) lebih berperan. Seiring dengan pertambahan usia,
peran alergen makanan cenderung menurun dan digantikan oleh alergen hirup
seperti tungau debu rumah, bulu binatang, benda berbulu, atau bahkan keringat
sendiri. (Bieber., 2008).
Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum sepenuhnya
dimengerti. Riwayat keluarga yang positif mempunyai peran yang penting dalam
kerentanan terhadap dermatitis atopik, namun faktor genetik saja tidak dapat
menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari hasil observasi yang
dilakukan pada negara-negara yang memiliki ethnis grup yang sama didapatkan
bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik
(Flohr, et al., 2005 dalam Gondokaryono, 2009; Tay, 2002 dalam Leung, et al.,
2007). Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di daerah pedesaan dibandingkan
dengan daerah perkotaan yang dihubungkan dengan “hygiene hypothesis”, yang
mendalilkan bahwa ketiadaan pemaparan terhadap agen infeksi pada masa anak-
anak yang dini meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi (Williams dan
Flohr, 2006 dalam Bieber, 2008; Zutavern, et al., 2005 dalam Bieber, 2008).
Penyakit ini di alami sekitar 10-20% anak. Pada 70% kasus dermatitis
atopik umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja /
dewasa. (William H.C., 2005). Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia di
bawah 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul higga anak melewati
masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari ezkema sebelum usia 5 tahun.
Sebgian kecil akan terus mengalami ezkema hingga dewasa. Diperkirakan angka
kejadian dimasyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan
prevelensi dermatitis atopik meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terahir. (Judarwanto.,
2009).
Pada penderita dermatitis atopik 30% akan berkembang menjadi asma dan 30%
berkembang menjadi rhinitis allergi. Berdasarkan internasional study of ashma, and
alergies in children. Pervalensi gejala dermatitis atopik pada anak usia 6 / 7 tahun sejak
periode tahun pertama bervariasi yakni kurang dari 2% di Iran dan Cina sampai kira-kira
20% di Australia, Inggris,dan Skandinavia. Prevalensi juga di temukan di Amerika. Di
inggris pada survai populasi pada 1760 anak-anak yang menderita dermatitis atopik dari
1-5 tahun di temukan kira-kira 84% kasus ringan, 14% kasus sedang, 2% kasus berat
(William H.C., 2005). Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di RS di Indonesia,
dermatitis atopik berada pada urutan pertama (611 kasus) dari 10 penyakit kulit yang
umum ditemukan pada anak-anak. Di klinik dermatoveneologi di RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta pada periode bulan februari 2005 sampai desember 2007, terdapat 73 kasus
dermatitis atopik pada bayi (Budiastuti M., dkk., 2007). Sedangkan data di Unit Rawat
Jalan Penyakit Kulit Anak di RSU dr. Soetomo di dapatkan jumlah pasien dermatitis
atopik mengalami peningkatan sebesar 116 pasen (8,14%) pada tahun 2006. Pada 2007
sebesar 148 pasien (11.05) sedangkan pada tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%)
(Zulkarnain I., 2009). Prevelensi pada anak laki-laki sekitar 20%, 12 pasien pada tahun-
tahun sebelum studi, 19% anak perempuan (11% pada tahun sebelum tahun 2000) (Tada
J.,2002).
Prevalensi dermatitis di Provinsi Jawa Tengah sebesar 8%, tertinggi di Kabupaten
Pemalang (15,7%), Sragen (13,8%), Salatiga (13,4%) dan terendah di Demak
(2,2%),Magelang Kota (2,6%), Blora (2,8%). Dan di kendal terdata ada (11.5%).
(Riskesdas Jateng 2007).
Alasan yang menguatkan penulis mengambil judul dermatitis atopik adalah dari
data pengkajian yang dilakukan pada tanggal 24-11-2011 di dapatkan dari keluarga klien,
bahwa klien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, setelah klien makan makanan
seperti kerang atau sosis, klien merasa gatal-gatal dan sehari setelahnya klien merasa
sesak nafas. Dan klien juga mempunyai faktor pendukung lain yaitu faktor genetik,
bahwa di dalam keluarga klien ada yang mempunyai riwayat alergi yang sama yaitu
kakek dari klien. Hal tersebut diatas sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh
William 2005 dan Fauzi 2009.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah-
masalah ini menjadi masalah keperawatan utama dalam pembuatan karya tulis ilmiah
dengan judul :
B. TUJUAN PENULISAN.
Untuk lebih konkritnya apa yang ingin dicapai dalam karya tulis ini, penulis
mengemukakan pokok tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Tujuan umum.
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien An. N dengan dermatitis atopik selama tiga hari pada
tanggal 24 - 26 -2011 di ruang dahlia RSUD dr. H.SOEWONDO KENDAL melalui
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus.
Setelah menyelesaikan karya tulis ini diharapkan penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian selama memberikan Asuhan Keperawatan kepada
klien dengan masalah dermatitis atopik (DA).
b. Merumuskan diagnosa keperawatan selama memberikan Asuhan
Keperawatan kepada klien dengan masalah dermatitis atopik (DA).
c. Merumuskan rencana tindakan selama memberikan Asuhan Keperawatan
kepada klien dengan masalah dermatitis atopik (DA).
d. Menyelesaikan masalah keperawatan yang dialami oleh klien dengan masalah
dermatitis atopik (DA).
e. Melakukan perencanaan tindak lanjut pada klien dengan masalah dermatitis
atopik (DA).
C. METODE PENULISAN.
Metode yang dipakai adalah dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Adapun
teknik penulisan adalah deskriptif. Deskriptif merupakan gambaran kasus yang dikelola
dengan cara pengumpulan data yang diperoleh saat pengkajian. Pengumpulan data
diperoleh dengan cara :
1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab dengan pihak yang terkait : klien maupun tim
kesehatan mengenai data klien dermatitis atopik. Wawancara dilakukan selama
proses keperawatan berlangsung.
2. Observasi partisipasi
Dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan
secara langsung pada klien selama di dahlia RSUD dr. H.SOEWONDO
KENDAL.
3. Studi dokumentasi
Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan
perawatan untuk mendapatkan data-data mengenai perawatan maupun
pengobatan.
4. Studi kepustakaan
Menggunakan dan mempelajari literatur medis maupun perawatan yang
menunjang sebagai teoritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan
keperawatan.
D. SISTEMATIKA PENULISAN.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis ilmiah ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dan lima bab yaitu:
Bab I :Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan,
metode, dan sistematika penulisan.
Bab II :Berisi tentang konsep dasar yang meliputi: pengertian, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis, komplikasi,
pathways, diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi.
Bab III :Berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien meliputi pengkajian,
analisa data, pathways, diagnosa, intervensi keperawatan, implementasi, dan
evaluasi.
Bab IV :Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan
kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari pengkajian, analisa data,
pathways, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Bab V : Berisi kesimpulan dan saran-saran tentang kasus yang dibahas dan dapat
menjadi pemikiran selanjutnya.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN.
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema,
papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda 2007).
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan resedif,
disertai gatal yanmg umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi
keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial) (Sularsito.,
2005).
Dermatitis atopik adalah kelainan kulit yang sering terjadi pada bayi dan
anak, yang biasa ditandai oleh rasa gatal, penyakit sering kambuh, dan distribusi
lesi yang khas. Dermatitis atopik ini penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk
di antaranya faktor genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis
(Mansjoer., 2000).
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
tempatnya dilipatan atau fleksural (Brunner 2008).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI.
Didapatkan dua bentuk dermatitis atopik, bentuk alergik yang merupakan
bentuk utama (70-80% pasien) terjadi akibat sensitisasi terhadap alergen
lingkungan disertai dengan peningkatan kadar IgE serum. Bentuk lain adalah
intrinsik atau non alergik, terdapat pada 20-30% pasien, dengan kadar IgE rendah
dan tanpa sensitisasi terhadap lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kadar IgE bukan merupakan prasyarat patogenesis dermatitis atopik.
Terdapat pula konsep murni (Pure Type), tanpa berkaitan dengan penyakit
saluran nafas dan bentuk campuran (Mixed Type) yang terkait dengan sensitisasi
terhadap alergen hirup atau alergen mkanan disertai dengan peningkatan kadar
IgE (Soebaryo., 2009).
Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada dermatitis
atopik, yaitu :
a. White dermatographism.
Goresan pada penderita kulit dermatitis atopik akan menyebabkan kemerahan
dalam waktu 10-15 detik dengan diikuti vasokonstriksi yang menyebabkan garis
berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.
b. Reaksi vaskular paradoksal.
Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita dermatiitis
atoik. Apabila ekstremitaspenderita dermatiti atopik mendapat pajanan hawa
dingin akan akan terjadi percepatan pendingan dan perlambatan pemanasan
dibandingkan dengan orang normal (Judarwanto., 2009). Hal ini diduga karena
ada pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya edema dan warna pucat dijaringan sekelilingnya.
(Zulkarnain., 2009).
c. Lipatan telapak tangan.
Pada kondisi kronis terdapat penambahan mencolok lipatan pada telapak
tangan meskiput hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk dermatitis
atopik. (Judarwanto., 2009).Pada umumya penderita dermatitis atopik sejak lahir
mempunyai parmal. yang lebih dalam dan menetal sepanjang hidup. (Zulkarnain., 2009).
a.Garis morgan atau dennie.
Kalainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris namun dapat
ditemukan satu atau dua cekungan dibawah kelopak mata bagian bawah.
Keadaan ini pada saat lahir atau sesudah itu dan bertahan bertahan sepanjang
hidup, nampak seperti adema dari kelopat mata bawah namun bukan
merupakan atonogmomik dermatitis atopik. (Zulkarnain., 2009).
b. Sindrom buffed-nail.
Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat dari rasa gatal.
c. Allergic shiner.
Sering dijumpai pada penderita penyakit allergi karena gosokan dan garukan
berulang jaringan dibawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan
peningkatan timbulnya melanin.
d. Hiperpigmentasi.
Terdapat daerah Hiperpigmentasi karena garukan terus menerus.
e. Kulit kering.
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, bersisik, pecah-pecah dan
berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut peratotis pelaris. Jumlah kelenjar
sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sabun, sel
pengeluaran air dan xerosis. Terutama pada musim panas.
f. Delayed dlanch.
Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan
eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan Delayed
dlanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstistik atu peningkatan permeabilitas
kapiler.
g.Kekeringan berlebihan.
Penderita dermatitis atopik cenderung berkeringat banyak Sehingga premitus
bertambah.
h.Gatal dan garukan berlebihan.
Penyuntikan pada pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal akan
menimbulkan gatal selama 10-15 menit, sedangkan pada dermatitis atopik akan
bertahan selama 45 menit.
i. Variasi musim.
Mekanisme terjadinya ekseserbasi sesuai dengan perubahan musim belum
difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
kelembapan nispi tinggi musim baik pada kekerongan kulit penderita dermatitis
atopik. Pada daerah dengan kelembapan nispi tinggi musim panas berpengaruh
buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada kulit
penderita dermatitis atopik. (Judarwanto., 2009).
j. Hertoge sign.
Didevinisikan sebagai penipisan atau hilangnya lateral alis mata. (Zulkarnain.,
2009).
C. ETIOLOGI.
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti,diduga disebabkan oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).
Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik,kelainan fisiologi dan biokimia kulit,
disfungsi imunologis, interaksi psikomatik dan disregulasi/ketidakseimbangan
sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat
iritan dan kontaktan, alergen hirup,makanan, mikroorganisme, perubahan
temperatur dan trauma (Fauzi., 2001).
Faktor psikologis dan psikomatis dapat menjadi faktor pencetus (Mansjoer.,
2001).
Faktor pencetus lain diantaranya :
a. Makanan.
Berdasarkan hasil (DBPCFC) double blind placibo controlled food challenge,
hampir 40% bayi dan anak dengan dermatitis atopik sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan
biasanya diser tai uji kulit (skin pick test) da kadar IgE spesifik positif berbagai
macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan
tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alegi pada makanan tersebut, oleh
karena itu masih diperlukan uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan
tersebut untuk menentukan kepastinnya (Judarwanto W., 2009). Prevelensi reaksi
alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik berat. Makanan
yang sering menyebabkan alergi antara lain susu, telur, gandum, kacang-
kacangan kedelai dan makanan laut (Roesyanto., 2009).
b. Alergen hirup.
Alergen hirup sebagai penyebab Dermatitis Atopik dapat lewat kontak,yang dapat
di praktekan dengan uji tempel,positif pada 30-50% penderita dermatitik atopik,
atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah
(TDR), bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara negara 4
musim (Judarwanto., 2009).
c. Infeksi kulit.
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrintik yang berperan
sebagai kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik.
Mikroorganisme utamanya adalah stahyllococcus aureus (SA). Pada penderita
dermatitis atopik didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni
stahyllococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita
dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang penting pada
terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi
beratnya penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan
kekambuhn dermatitis atopik adalah adanya toksin yang dihasilkan oleh
stahyllococcus aureus. Enterotoksin yang dihasilkan oleh stahyllococcus aureus
ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga dapat mencetuskan terjadinya
inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat sebagai superantigen, yang secara kuat
dapat menstimulasi aktifasi sel T dan makrofag yang selanjutnya mengeluarkan
histamin. Enterotoxin stahyllococcus aureus menginduksi inflamasi pada
dermatitis atopik dan memprovokasi penngeluaran antibodi IgE spesifik terhadap
enterotoksin stahyllococcus aureus, tetapi menurut penelitiann pada fauzi
nurul.,2009., tidak didapatkan kolerasi antara jumlah kolonisasi stahyllococcus
aureus dan kadar IgE spesifik enterotoksin stahyllococcus aureus. stahyllococcus
aureus.
D. PATOFISIOLOGI.
Berbagai faktor turut berperan dalam patofisiologi dermatitis atopik, antara lain
faktor genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik,
dan faktor lingkungan (Soebaryo.,2009).
a. Genetik.
Genetik pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-
33,kromosom 3q21 serta kromosom 1q21 dan 17q25 juga melibatkan gen yang
independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevelensi HLA-A3 dan
HLA-A9 pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya,seperti asma,
rhinitis. reSiko eorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita
dermatitis atopik adalah 86% (Judarwanto., 2009).Lebih dari kesempatan anak
dari seorang ibu yang menderita atopi keluarga akan mengalami dermatitis
atopik pada masa 3 bulan pertama kehidupan,bila salah satu orang tua
menderita atopi,lebih dari setengah jumblah anak akan mengalami gejala alergi
smpai usia 2 tahun,dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita
atopi. Resiko mewarasi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu menderita
dermatitis atopik di banding dengan ayah. Tetapi bila dermatitis atopik dialmi
hingga berlanjut hingga masa dewasa maka resiko untuk mewariskan kepada
anaknya Sama saja yaitu 50%.
b.Sawar kulit.
Hilangnya caremide dikulit,yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air
diruang ekstraseluler srttum kornium dianggap sebagai penyebab kelainan
fungsi sawar kulit. Variasi Ph kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme
lipid di kulit. Kelinan fungsi sawar mengakibatkan peningkatan transepidermal
water loss.kulit akan semakin kering dan merupakan port d’entry untuk
terjadinya penetrasi elergen, iritan, bakteri, dan virus. Bakteri pada pasien
dermatitis atopik mensekresi ceramide sehingga menyebab kan kulit semakin
kering (Soebaryo.,2009).Respon imun kulit sel-sel T baik subset CD4+ maupun
subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari
darah perifer, terbukti mengsekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-15, sehingga
dengan kondisi ini lifepan dari eosinofil memanjang danterjadi induksi pada
produksi IgE, Lesi akut di dominasi oleh akspresi IL-5, GS-CSF, IL-12 dan IFNg
serta infiltrasi makrofag dan aosinofil (Judarwanto., 2009).Imunopatologi kulit
pada dermatitis atopik, sel T yang ilfiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini
menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan
menyeberangi andotelium pembuluh darah perifer pasien dermatitis atopic, sel T
subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+
dalam status teraktivasi (SD25+ CD40L+ HLADR+).sel yang terktivasi ini
mengekspresikan Fan dan Fan ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-
sel itu sendiri tidak menunjukan apoptosis karena mereka diproteksi oleh sitokin
dan protein extracellular matrik (ECM). Sel-sel T tersebut mengsekresi IFN g
yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikan peka
terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinosit diinduksi oleh Fas
ligand yang diekspresi dipermukaan sel-sel T atau yang berada di
microenvironment (Judarwanto., 2009).
c. Lingkungan.
Sebagai tambahan selain allergen hirup, allergen makanan, eksaserbasi pada
dermatitis atopic dapat dipicu beberapa macam infeksi, antara lain jamur, bakteri
dan virus, juga panjana tunggau debu rumah dan binatang peliharaan. Hal
tersebut mendukung teori Hygiena Hypotesis (Roesmanto., 2009).Hygiena
Hypotesis menyatakan bahwa berkurangnya stimuasi sister imun oleh pajanan
antigen microba dinegara barat mengakibatkan meningkatnya kerentanan
terhadap penyakit atopic (Sugito.,2009).Sampai saat ini etiologi maupun
mekanisme yang pasti dermatitis atopic belum semua diketahui, demikian pula
prumitus pada dermatitis atopic. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki
reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin
kesaraf spinal sensorik yang selanjutnya di salurkan ke thalamus kontralateral
dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, seperfisial dengan
intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan
berintensitas tinggi menyebabkan nyeri. Sebagai pathogenesis dermatitis atopic
dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik (Judarwanto., 2009).
d. Imunopatogenesis dermatitis atopic.
Histamine dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan
pruritus. Histamin menghambat hemotaksis dan menekan produksi sel T. sel mast
meningkat lesi pada dermatitis atopic kronis. Sel ini menmpunyai kemanpuan
melepaskan histamin. Histatamin sender dapat menyebabkan lesi ekzematosa.
Kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema,mungkin akibat
garukan karena gatal mengakibatkan lesi ekzamatosa, pada pasien dermatitis
atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara
genetik. Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Difisiensi sel ini
menyebabkan produksi berlebih IgE (Mansdjoer., 2000).Respon imun sistemik
terdapat IFN-g yang menurunkan. Interleukin spesifik elergen yang diproduk sel T
pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi
eosinophilia dan peningkatan IgE (Judarwanto., 2009).
1. Reaksi imunologis dermatitis atopik.
Sekitar 70% anak dengan dermatitis atopik mempunyai riwayat atopi dalam
keluarga seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian
besar anak dengan dermatitis atopik (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan dermatitis atopik moderat dan
berat akan berlanjutkan dengan asma dan atau rinitis alergika dikemudian hari
(allergic march), dan semuanya memberikan dugaan bahwa besar dermatitis
atopik adalah suatu penyakit atopi.
2. Ekspresi sitokin.
Keseimbangan sitokin yang berasaldari Th1 dan Th2 sangat berberan pada reaksi
iflamasi penderita dermatitis atopik. Pada lesi yang akut biasanya ditandai dengan
kadar II-4, II-5 dan II-13 yang tinggi, sedangkan dermatitis yang kroniS disertai
kadar II-4 dan II-13 yang lebih rendah, tetapi II-5, GM-CSF (granulocyte-
microphage colony-stimulating factor), II-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan
pada dermatitis atopik akut. Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi
terhadap antigen lingkkungan (makanan dan inhalan), dan menimbulkan
sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tite 1, imunitas seluler dan respons
terhadap hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada penderita dengan
dermatitis atopik, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga
rasio limfosit T sitolitik (CD8+) terhadap limfosit T helper (CD8+) menurun dengan
akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri dan jamur meningkat. Diantara
mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berparan pada pruritus adalah
vasokvif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaktaklandin dan
sebagai, sehingga dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan dermatitis
atopik, walaupun antihistamin sering digunakan, namunhasilnya tidak terlalu
menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak silang pendapat para ahli
mengenai antihistamin pada dermatitis atopik (Soebaryo.,2009).Trauma mekanik
(garukan) akan melepaskan TNF-a dan sitokinin pro inflammatory lainnya
diepidermi, yang selannya akan meningkatkan kronisitas dermatitis atopik dan
bertambah beratnya eskema (Judarwanto., 2009).
e. Antigen presenting cells.
Kulit penderita dermatitis atopik mengandung sel langerhans (LC) yang
mempunyai afinitas tinggi untuk mengikat antigen asin (Ag) dan IgE lewat
reseptor FceRI permukaannya, dan perberan untuk mempresepsikan alergen ke
limfosit Th2, mengaktifkan Sel ,el memori Th2 di kulit dan yang juga berperan
mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di sirkulasi (Judarwanto., 2009).
f. Faktor non imunologis.
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada dermatitis atopik
antara lain adanya faktor genetik, yaitu kulit dermatitis atopik kering (xerosis).
Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, Sehingga
dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan
termal akan menyebabkan rasa gatal (Judarwanto., 2009).
g. Autoalergen.
Sebagian besar serum pasien dermatitis topik mengandung antibody IgE
terhadap protein manusia. Auto alergi tersebut merupakan intraseluler, yang
dapat di keluarkan karena adanya kerusaqkan kreatinosit akibat garukan dan
dapat memicu pespon IgE dan sel T. pada dermatitis atopik berat, inflamasi
tersebut dapat dipertahankan oleh adanya antigen endogen manusia sehingga
dermatitis atopik dapat digolongkan sebagai penyakit terkait dengan alerga dan
automunitas (Soebaryo.,2009).
E. MANIFESTASI KLINIS.
Manifetasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase
perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi sampai dewasa. Pada setiap anak
didapat keparahan yang berbeda, tapi secara umum mereka mengalami pola
distribusi lesi yang serupa (Zulkarnain., 2009).Kulit penderitan dermatitis atopik
umumnya kering, pucat atau keruh, kadar lipid diepidermis berkurang dan
kehilangan air lewat epidermis meningkat. Penderta dermatitis atopik cenderung
tipe astenik, dengan intelegensia diatas rata-rata dan merasa cemas, egois,
frustasi, agresif atau merasa tertekan (Sularsito 2005).
Subyektis selalu terdapat pruritus, terdiri dari 3 bentuk yaitu:
1. Bentuk infantil ( 0 - 2 tahun).
Lesi awal pada dermatitis atopik muncul pada bulan pertama kelahiran, biasanya
bersifat akut, sup akut, rekuren, simetris kedua pipi (Zulkarnain I., 2009). Karena
bentuknya di daerah pipi yang berkontak dengan payudara, sering diSebut
eskema susu. Terdapat eritem berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan
vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosis, eksudatif, derkrusta. Tempat predileksi
kedua pipi, ekstremitas bagian fleksor, dan ekstensor (Mansjoer., 2001).
Ras gatal sangat mengganggu, Sehingga anak gelisah, susah tidur, dan
sering menangis. Pada umumnya lesi sermatitis atopik infentil eksudatif, banyak
eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas
generalisata bahkan maupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Sekitar usia 18
bulan mulai tampak likenifikasi (Sularsito., 2005)
2. Bentuk anak ( 2 -12 tahun).
Awalan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan kelanjutan fase
bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperkeratosis, hiperpigmentasi, likefinikasi,.
Akibat adanya gatal dan garukan akan tampak erosi, eksoriasi linear yang disebut
starch marks . Tempat predilaksi tengkuk, flesor tubital, fleksor poplitear sangat
jarang di wajah (Mansjoer A.,dkk., 2001). Lesi dermatitis atopik pada anak bisa
terjadi di paha dan bokong (Zulkarnain ., 2009).
Eksim pada kelompok ini dapat terjadi pada daerah.ekstensor (luar) daerah
persendian (Sendi pergelangan, siku, dan lutut), pada daerah genetal juga dapat
terjadi.(Simpson., 2005)
3. Bentuk dewasa ( 12 tahun <).
Bentuk lesi padafase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase akhir anak-
anak (Zulkarnain., 2009). Lesi selalu kering dan dapat di sertai likenifikasi dan
hiperpigmentasi. Tempak predileksi tengkuk serta daerah freksor kubital dan
freksor popliteal.
Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukr ber keringat. Berbagai kelainan yang
dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktoSiS, hiperlinearis palmaris et plantaris,
pomfontoliks, ptiriasis alba, keratosis kelaris (berupa papul-papul miliar
danditengahnya terdapat lekukan),dll (Mansjoer., 2001).
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila
mengalami stress, mungkin karena stress menurunkan rangsang ambang gatal.
dermatitis atopik remaja cenderung berlangsung lama kemudian menurun dan
membaik (sembuh) setelah uSia 30 tahun, jarang sampi usia pertengahan, hanya
sebagian kecil berlangsung sampai tua (Sularsito., 2005).
F. TUMBUH KEMBANG.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes
RI, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI, 2005).
Anak Usia 6-12 tahun adalah masa usia sekolah tingkat SD bagi anak yang
normal. Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Sebagai orang tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya
terutama pada usia ini karena pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus
diimbangi dengan pemberian nutrisi dan gizi yang seimbang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak :
1.Faktor genetik
a. Faktor keturunan — masa konsepsi
b. Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
c. Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan
psikologis seperti temperamen
d. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan
lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
2. Faktor eksternal / lingkungan.
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan
sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor eksternal
yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan
yang kurang baik akan menghambatnya
a. Keluarga
b. Teman sebaya
c. Pengalaman hidup
d. Kesehatan
e. Lingkungan tempat tinggal
3. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-7 tahun :
a. Membaca seperti mesin.
b. Mengulangi tiga angka mengurut ke belakang.
c. Membaca waktu untuk seperempat jam.
d. Anak wanita bermain dengan wanita.
e. Anak laki-laki bermain dengan laki-laki.
f. Cemas terhadap kegagalan.
g. Kadang malu atau sedih.
h. Peningkatan minat pada bidang spiritual.
4. Fisik dan motorik.
BB 16-23,6 kg, TB 106,6-123,5 cm, pemunculan gigi insisor mandibula tengah,
kehilangan gigi pertama, sering kembali menggigit jari, lebih menyadari tangan
sebagai alat, suka menggambar, melukis dan mewarnai.
1. Mental.
Mengembangkan konsep angka, mengetahui pagi atau siang, mengetahui
bagaimana yang cantik, jelek dr wajah, mematuhi 3 perintah sekaligus,
mengetahui tangan kanan dan kiri, mendefinisikan objek umum spt garpu,
kursi.
2. Adaptif.
Dimeja, menggunakan pisau untuk mengoleskan mentega, pada saat bermain,
memotong, melipat, menjahit dengan kasar bila diberi jarum, mandi tanpa
pengawasan, tidur sendiri, membaca dari ingatan, dan menikmati permainan
mengeja.
3. Personal-sosial.
Dapat berbagi dan bekerjasama dengan lebih baik, mempunyai cara sendiri
untuk melakukan sesuatu, sering cemburu terhadap adik, meningkatkan
sosialisasi, dan akan curang untuk menang.
1. Stimulasi motorik kasar yang bisa dilakukan.
a. Bermain kasti, basket, dan bola kaki.
b. Berenang.
c. Lompat jauh.
d. Kegiatan outbound.
e. Lari maraton.
2. Stimulasi motorik halus.
a. Menggambar, melukis dengan berbagai media.
b. Membuat kerajinan dari tanah liat.
c. Membuat seni kerajinan tangan, misalnya membuat boneka dari kain
perca.
d. ermain alat musik seperti gitar, biola, piano dan sebagainya.
3. Stimulasi kognitif.
Sebelum menstimulasi kognisi anak, orang tua harus mengetahui terlebih dulu
perkembangan kognitifnya sesuai usia. Misalnya, untuk anak balita
perkembangan kognitifnya berkaitan dengan perkembangan berbagai konsep
dasar seperti mengenal bau, warna, huruf, angka, serta pengetahuan umum
yang akrab dengan kehidupan sehari-harinya. Disamping itu perkembangan
kognitif berkaitan erat dengan perkembangan bahasa. Aneka kegiatan yang
bisa dilakukan orang tua guna menstimulasi kognisi anak adalah:
a. Mengadakan acara mendongeng.
b. Membaca buku cerita, baik dilakukan oleh orang tua atau si anak sendiri.
c. Menceritakan kembali suatu kisah dari buku cerita yang sudah dia baca.
d. Sharing mengenai pengalaman sehari-hari yang bisa dilakukan secara
verbal, gambar atau tulisan.
e. Berdiskusi tentang suatu tema.
Kegiatan-kegiatan tersebut sangat baik jika divariasikan dengan berbagai
kegiatan, seperti membuat kerajinan tangan atau games menarik.Sedangkan
untuk anak 6-12 tahun, perkembangan kognitifnya sangat berkaitan dengan
kemampuan akademis yang dipelajari di sekolah. Akan tetapi kemampuan
kognitif bisa menjadi lebih optimal apabila otak kanan anak mendapat stimulasi.
Anak yang memiliki fungsi otak seimbang akan lebih responsif, kreatif, dan
fleksibel.Kegiatan yang bisa dilakukan oleh anak 6-12 tahun adalah:
Ketika mempelajari berbagai kemampuan akademis, guru dan orang tua
hendaknya memperhatikan kondisi anak. Contohnya, saat anak sudah terlihat
bosan seharusnya secara otomatis materi yang disampaikan pada anak
dibumbui atau diselingi dengan permainan atau hal jenaka yang bisa membuat
anak tertantang dan gembira. Ingat, selingan seperti ini sebaiknya tetap pada
konteks pembicaraan atau pembahasan.Stimulasi otak kanan untuk
menstimulasi kemampuan kognitif dapat dilakukan melalui kegiatan music &
movement (gerak dan lagu) atau dengan memainkan alat musik tertentu. Bisa
juga dengan melakukan kegiatan drama.
4. Stimulasi afeksi.
Stimulasi afeksi dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal
maupun intrapersonal anak balita maupun 6-12 tahun. Manfaat utamanya adalah
mengembangkan rasa percaya diri, memupuk kemandirian, mengetahui dan
menjalani aturan, memahami orang lain, dan mau berbagi.
Cara memberikan stimulasi bisa dengan cara sebagai berikut:
a. Biarkan anak melakukan sendiri apa yang bisa ia lakukan.
b. Buatlah kesepakatan tentang berbagai hal yang baik/boleh dan tidak, serta
konsekuensinya. Tentu dengan bahasa yang bisa dipahami anak.
c. Berikan penghargaan untuk hal-hal yang dapat dilakukanya dengan baik atau
lebih baik dari sebelumnya. Bisa juga ketika anak dapat mengikuti aturan
(terutama pada awal mula diterapkan suatu aturan).
d. Berikan konsekuensi negatif atau punishment terhadap tingkah laku anak
yang kurang baik atau tidak sesuai dengan aturan. Untuk hal ini perlu
mempertimbangkan usia anak.
e. Berikan perhatian untuk berbagai reaksi emosi anak. Contoh, saat dia sedih,
gembira, marah, berikanlah respons yang sesuai dengan kebutuhannya kala
itu.
f. Anak difasilitasi untuk bermain peran.
g. Biasakan anak untuk mampu mengungkapkan perasaanya, baik secara
verbal, tulisan, ataupun gambar.
h. Biasakan mau berbagi dalam setiap kesempatan.
i. Khusus untuk anak 6-12 tahun, mulai perkenalkan dengan berbagai
permainan dalam rangka mengenalkan aturan main, sportivitas, dan
kompetisi.
4. Stimulasi Spiritual.
Sifat spiritual berkaitan erat dengan kesadaran adanya Sang Pencipta. Di
sinilah anak belajar tentang kewajiban tertentu sebagai hamba Tuhan sesuai
ajaran agama masing-masing. Selain itu kecerdasan spiritual juga berkaitan
dengan pemahaman bahwa ia menjadi bagian dari alam semesta. Di sini anak
memiliki peran tertentu supaya bisa hidup harmonis dengan seluruh makhluk
Tuhan. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menumbuh kembangkan
kecerdasan spritual anak balita dan usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut:
a.Lakukan diskusi bahwa semua benda di sekitarnya ada yang menciptakan.
Contoh, “Siapa yang membuat meja ini?” anak menjawab, “Tukang kayu.”
Lalu kita berikan lagi pemahaman padanya “Apakah sama meja ini dengan
tukang kayu yang membuatnya?”
b.Mengaitkan materi-materi pelajaran atau hal-hal di sekitarnya dengan
kebesaran Tuhan, terlebih pada pelajaran ilmu pasti.
c.Memutarkan video tentang berbagai hal yang menakjubkan di alam dengan
kebesaran Sang Pencipta.
d. Menceritakan kisah manusia-manusia pilihan Tuhan.
e.Berdiskusi tentang berbagai hal dan apa yang dapat anak lakukan sebagai
manusia yang memiliki kelebihan dibanding makhluk lain di muka bumi.
f.Meminta anak untuk membuat karangan tentang berbagai pengalamannya
ketika sedang mengalami kesulitan dan apa yang dia lakukan. Ketika
menemukan jalan keluar dari kesulitan tersebut, kaitkan dengan betapa
Tuhan itu sangat pengasih dan pemurah.
g.Memberikan pendidikan agama sekaligus membiasakannya menjalankan
ibadah yang dianjurkan dan diwajibkan.
Namun tak hanya itu yang bisa menjamin anak menjadi cerdas. Lingkungan di
mana anak berada sangat memegang peranan penting untuk membentuknya
menjadi anak yang bahagia dan sehat.
Jika bicara ideal, beginilah seharusnya lingkungan anak balita dan anak usia
6-12 tahun:
a.Dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung, di antaranya arena bermain
lengkap dengan prasarananya.
b.Lingkungan harus ramah anak, sekaligus memberi jaminan atas kesehatan,
keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan bergerak.
c.Jika hal tersebut tidak memungkinkan untuk diwujudkan, cukuplah membuat
lingkungan yang bisa menerima dan memberi toleransi pada anak dalam
berkegiatan. Temanilah selalu anak saat berekplorasi. Biarkan dia bebas
memilih apa yang akan dikerjakan sepanjang tetap dalam koridor keamanan,
kesehatan, dan kebaikan.
d.Jawablah sebisa mungkin setiap pertanyaan anak. Jika tidak bisa, ajak anak
bersama-sama mencari tahu jawaban dari sumber yang bisa dipercaya,
semisal mencarinya dalam kamus atau bertanya pada pakarnya.
G. DAMPAK HOSPITALISASI.
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alas an yang berencana
atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.Perasaan yang sering
muncul pada anak : Cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong,
2000). Timbul karena :
a.Menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialaminya.
b.Rasa tidak aman dan nyaman.
c.Perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang
dirasakan menyakitkan.Masa sekolah :
a.Timbul kecemasan : berpisah dengan lingkungan yang dicintainya
b. Kehilangan kontrol karena adanya pembatasan aktivitas.
c. Kehilangan kontrol : perubahan peran dalam keluarga.
d. Anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati dan adanya kelemahan
fisik.
e.Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri : ekspresi baik secara verbal
maupun nonverbal : anak sudah mampu mengkomunikasikannya.
f.Sudah mampu mengontrol perilaku jika merasa nyeri : menggigit
bibir/menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
H.PENATALAKSANAAN.
Pengobatan pada bayi dan anak dengan dermatitis atopik harus secara
individual dan didasarkan kepada keparahan penyakit. Sebaiknya
penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (Long-term
control) bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan. Protab pelayanan profesi
untuk pengobatan dermatitis atopik bertujuan untuk manghilangkan ujud
kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit, mencari faktor pencetus dan
mengirangi kekambuhan. Secara konvensional pengobatan dermatitis atopik
kronik pada prinsipnya adalah :
Menghindari bahan iritan.
Mengeliminasi allergen yang telah terbukti.
Manghilangkan pengeringan kulit (hidrasi).
Pemberian pelembab kulit (moisturizing).
Kortikostreroid topikal.
Pemberian anti biotik.
Pemberian antihistamin.
Mengurangi stress.
Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.
(Kariossentoso .,2006)
a. Edukasi.
Menjelaskan bahwa dermatitis atopik merupakan penyakit yang penyebabnya
multifaktorial, cara perawatan kulit yang benar untuk mencegah bertambahnya
kerusakan sawar kulit dan perbaikan sawar kulit serta penting juga untuk
mencari faktor pencetus serta menghindari atau menghilangkannya (Sugito.,
2009).
1. Mandi dan emolien.
Jangan mandi dengan air terlalu panas, karena dapat merasa gatal, jangan
memakai handuk dengan menggosok pada kulit melainkan menepuk-nepuknya.
Hindari sabun yang mengandung antiseptik, karena dapat mempermudah
resistensi, kecuali bila ada infeksi sekunder.
2. Mengatasi gatal.
Gatal dapat diatasi dengan pemberian amolien, kompres hangat,anti inflamasi
topikal (Kortikosteroid, inhibitor kalsineurine), antihistamin oral (Sugito., 2009).
Kompres hangat bermanfaat dalam menangani eskema yang berat, sedangkan
pembalut yang mengandung obat misalnya pasta zinc dn iktamol zinc oksida
dan ter batubara, yang dipakai di atas steroid topical bermanfaat untuk
mengobati eskema pada esktremitas (Graham., 2005).Kortikosteroid topikal
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek samping lokal (atrofi, striae,
hipertrikosis, hipopigmentasi, teleangiektasis dll). Maupun sistemik (supresi aksi
hipothalamus-pituitasi-adrenal, gangguan pertumbuhan sindro chusing).
Beberapa faktor perlu di perhatikan yakni venikulum, potensi kortikosterid, usia
pasien, letak lesi. Derajan dan luas lesi serta cara pemakaian. Prinsip
penggunaan :
1.Gunakan potensi terendah yang dapat mengatasi radang, dapat dinaikan bila
perlu. Hindari pemakaian dalam jangka waktu lama.
2.Hindari potensi kuat untuk daerah kulit dengan permeabilitas tinggi (muka,
intergonisa, bayi).
3.Potensi kuat digunakan bila gatal sangat kuat dan atau
peradangan/likenifikasi berat).
4.Gunakan potensi kuat hanya dalam jangka waktu pendek (≤ 2 minggu untuk
potensi kelas 1). Bila lesi awal telah teratasi ganti dengan potensi yang lebih
rendah/ dengan intiinflamasi nonsteroid untuk terapi pemeliharan.
5.(Inhibitor .kalsineurine topikal) obat ini dapat mengatasi kekurangan/
kerugian menggunakan kortikosteroid topikal, bekerja dengan menghambat
transkripsi sistem inflamasi dalam sel T yang teraktifasi dan sel radang
lainnya sehingga mencegah pelepasan sitokin oleh sel T helper, serta
menghambat poliferesi sel t. terdapat dua macam yaitu salap takrolimus
0.03% (untuk usia 2-12 tahun) dan 0.1% (untuk usia 3 tahun keatas).
b. Untuk dermatitis yang refrakter.
1.Kortukosteroid sistemik.
Prednisolon ledih dianjurkan karena lebih cepat di eskresi oleh tubuh.
2.Fototerapi.
Kombinasi UVA dan UVB atau bersama psoralen (fotokemoterapi) dapat
memperbaiki dermatitis atopik dan menyebabkan remisi panjang, namun
beresiko menimbulkan penuaan dini dan keganasan kulit dalam jangka
panjang.
3.Obat lainnya.
Siklosporin, azatioprin, mofetil mikrofetal, metroteksrat, interveron gamma,
lain-lain (antagonis leukotrien, timopentin, imunoterapi allergen dan probiotik)
(Sugito., 2009).
c.Pengobatan sistemik.
1.Kortikosteroid.
Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam jangka pendek
dan disis rendah, diberikan berselang-seling atau di turunkan perlahan
(tapering), segera ganti dengan kortikostiroid lokal.
2.Antihistamin.
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama
malam hari. Untuk itu antihistamin yang dipakai mempumyai efek sedatf
misalnya hidroksisin atau hifenhidramin.
3. Anti infeksi.
Untuk mengobati koloni S.aureus yang belum resisten dapat diberkan
eritromisin, esitromisin, atau kalitromisin, Sedangkan untuk yang sudah
resisten diberikan dikloksasilin atau genersi pertamasefalosporin.
4 Intervaron.
IFN-y diketahui menekan respo IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi
sel Th2.pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan perbaikan klinis,
karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi (Sularsito 2005).
d. Menghindri faktor pencetus.
Bila eksudasi berat atau stadium akut beri kompres terbuka. Bila dingin dapat
diberikan krim kortikosterod ringan sedang. Pada lesi kronis dalam likenifikasi
dapat diberikan selep kostikosteroid kuat (Mansjoer., 2001).
Penderita dermatitis atopik yang disertai infeksi harus diberkan antibiotika
terhadap kuman stapilokokus dan steroid topikal (Fauzi., 2009).
e. Probiotik dan dermatitis atopik.
Untuk menggunakan antibiotik beberapa randomized controlled trials dengan
jumlah sampel kecil menunjukan penurunan derajad keparahan dermatitis atopik
dan mencegah dermatitis atopik sampai derajad tertentu dkk. Menurut penelitian
isaular CFU laktobasillus GG yang diberikan selama 2-4 minggu sebelum lahir
sampai 6 bulan sesudah lahir menurunkan kejadian dermatitis atopik sampai 50%
pada bayi- bayi dengan resiko tinggi dermatitis atopik (Sugito., 2009).
Alergi merupakan bentuk “Th2-disease” yang upaya perbaikannya
memerlukan pengembalian penderita pada kondisi “Th1-Th2” yang seimbang
perkembangan ilmu dan tehnologi memungkinkan perubahan paradigma
pencegahan alergi dari paradigma menghindari faktor resiko menjadi paradigma
induksi aktif paradigma indusi aktif toleransi imunologik. Kosep probiotik pada
pencegahan alergi didasari pada induksi aktif respon imunologik menunjukan
keseimbangan “Th1-Th2” pada uji klinik probiotik dibuktikan dapat menurunkan
gejala allergi yang berhubungan denga dermatitis.
Atopik dan allegi makanan. Kelemahan uji klinik adalah ketidak mampuannya
dalam menghasilkan informasi mengenai mekanisme dan hubungan sebab
akibat. Esktropolasi dan sintesis atas fakta-fakta ilmiah yanh telah dihaSilkan oleh
uji klinik dan penelitian mekanisme probiotik pada hewan coba menunjukan
bahwa probiotik dapat menunjuakan reaksi alergi melalui aktivasi TLR2 dan
TLR4. Penelitian probiotik pada ibu hamil menunjukan bahwa efek samping dini
probiotik pada sistem probiotik imun ibu bukanlah pada supresi Thl tetapi pada
aktivasi pada tregulator yang berfungsi menjaga homeostatis Th1-Th2, sehinnga
kelangsungan kehamilan tidak terganggu. (Endaryanto., 2010).
I. KOMPLIKASI.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan dermatitis atopi yaitu alergi saluran napas
dan infeksi kulit oleh kuman S. aureus dan H. simplex.
http://kamus-kesehatan.blogspot.com/2009/08/dermatitis-atopik.html.
Dapat terjadi komplikasi yaitu infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang
mengeluarkan nanah. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita mengalami
demam dan lesu. http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=50.
J. FOKUS PENGKAJIAN.
1. Pemeriksaan.
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit
dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena
sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika
yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.
1. Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2. Riwayat penyakit
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus sejalan
dengan diagnosis utama.
3. Riwayat perjalanan penyakit
Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa
berobat.
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya
Tindakan sebelumnya
Perkembangan penyakit – gejala sisa atau cacat
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.
4. Pada anamnesis pasien didapat hasil sebagai berikut : seorang anak laki-laki usia 1 tahun, datang
dengan keluhan berupa bercak, beruntus kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua
tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu yang lalu. Kelainan kulit pertama kali timbul saat berusia
6 bulan, pasien pernah diobati kedokter penyakit kulit dan kelamin diberi salep kortikosteroid
terdapat perbaikan. Kedua orang tua pasien memiliki riwayat asma.
b. Fisik
Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kulit, yang dibagi
menjadi dua berdasarkan :
Lokalisasi
Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.
Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.
Efloresensi/ sifat-sifatnya
Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta.
Anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.
Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut : terdapat bercak dan beruntus
kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah. (Siregar.; 2004)
c. Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
1. IgE serum.
IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80% pada penderita dermatitis
atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi
( alergi )
2. Eosinofil.
Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore
berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju ke tempat peradangan dan
kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian kadar
eosinofil dalam darah terutama pada MBP.
3. TNF-a.
Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan penderita
asma bronkhial.
4. Sel T.
Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang
normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas
sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.
5. Uji tusuk.
Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes intradermal yang
dapat memacu terjadinya hasil positif.
Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan
jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus
tempat lesi penderita.
6. Dermatografisme Putih.
7. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis merah di
lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar, kemudian timbul
edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi lain, garis merah tidak
disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
8. Percobaan Asetilkolin.
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang
normal. Pada orang Dermatitis Atopik. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1
jam.
9. Percobaan Histamin.
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita Dermatitis Atopik. eritema akan berkurang,
jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal. (Dermatitis
atopic pada anak. 17 Mei 2009. Diunduh dari www. childrenallergyclinic.wordpress.com, 26 April
2011.)
K. PAHTWAYS KEPERAWATAN.
(http://maulafikri30.blogspot.com/2011/11/dermatitis-atopik-pathway.html)
L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL.
1. Kerusakan integritas kulit b.d terpapar allergen.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan:
Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya.
kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah
diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 – 4menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat
kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit. (Djuanda,. 2007)
2. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko infeksi dapat di hindari.
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Mendeskrisikan proses penularan,faktor yang mempengaruhi penularan.
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Menunjukan prilaku hidup sehat.
Intervensi :
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Berikan perawatan kulit.
Membuang jaringan yang mati.
Anjurkan klien mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.
Anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat yang diberi sabun (detol) dan keringkan dengan
handuk yang bersih.
Berikan therapy antibiotik.
Rasional :
Mengobservasi keadaan kulit akan adanya tanda infeksi.
Mengugrangi resiko infeksi.
Mempercepat penyembuhan.
Mencegah penyebaran mikroorganisme.
Untuk mencegah tumbuhnya mikro organisme penyebab infeksi.
membunuh mikro organisme penyebab infeksi.
3. Gangguan rasa nyaman nyaman (nyeri : gatal) b.d agen injuri atau allergen.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 ).
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien
dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin.
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
4. Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat secara optimal.
Kriteria Hasil :
Mencapai tidur yang nyenyak.
Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
Menghindari konsumsi kafein.
Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur. (Djuanda,.2007
It's my blog !!
Rabu, 12 Desember 2012
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEBIDANAN NY “S” DENGAN POST-OP KISTA OVARIUM
DI RSKD. IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR
TANGGAL 24 – 26 AGUSTUS 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
OLEH :
MIHARNIWATI SIRROK
NH. 04 09 129
PROGRAM DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PERNYATAAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEBIDANAN NY “S” DENGAN POST-OP KISTA OVARIUM
DI RSKD. IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR
TANGGAL 24 – 26 AGUSTUS 2012
OLEH :
MIHARNIWATI SIRROK
NH 04.09.129
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk dipertahankan dalam ujian Karya Tulis Ilmiah di depan tim penguji Program Studi Diploma Tiga Kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Makassar, 03 September 2012
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Hermin Lambe, SKM, M.Kes Sri Angriani, SKM, M.Kes
PENGESAHAN TIM PENGUJI
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEBIDANAN NY “S” DENGAN POST-OP KISTA OVARIUM
DI RSKD. IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR
TANGGAL 24 – 26 AGUSTUS 2012
OLEH :
MIHARNIWATI SIRROK
NH.04.09.129
Telah dipertahankan didepan tim penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi Diploma Tiga kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Kamis / 13 September 2012
Pukul : 13.00 – 14.00 Wita
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
TIM PENGUJI
Ketua : Hermin Lambe, SKM, M.Kes (...…………………………)
Anggota : Sri Angriani, SKM, M.Kes (………………..………….)
Harima Mantanawi, SST (……………………………)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Diploma Tiga Kebidanan
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
Hujeriah Rahayu, SST
NIK : 890313012
KATA PENGANTAR
BISMIL_1
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi DIII kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar dengan judul : ” Asuhan Kebidanan Ny. “R” Dengan Post-Op Kista Ovarium Di RSKD. Ibu Dan Anak Pertiwi Makassar Tanggal 24 – 26 Agustus 2012”
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritikan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa hormat serta terima kasih dan penghargaaan yang sedalam-dalamnya kepada:.
1. Bapak Yahya Haskas, SH, M.Kn, MM.Kes selaku Ketua Yayasan STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
2. Bapak Yasir Haskas, SPt, SE, MM.Kes selaku Ketua STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
3. Ibu Hujeriah Rahayu, SST selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar .
4. Ibu Hermin Lambe, SKM, M.Kes selaku Pembimbing I dan Ibu Sri Anggriani, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu, membimbing dan meluangkan waktunya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Harima, SST selaku penguji yang telah memberikan masukan saran dan kritik dalam ujian Karya Tulis Ilmiah.
6. Segenap Dosen dan Staf Program Studi DIII Kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Ibu Direktur RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar beserta staf yang telah memberikan izin untuk pengambilan data yang penulis butuhkan.
8. Yang tercinta dan saya hormati Ayahanda Sirrok Tamrin, A. Ma. Pd. dan Ibunda Hatiah, terima kasih atas jasa, pengorbanan, dan doa serta cinta yang tiada putus-putusnya. Kepada saudara-saudaraku serta seluruh keluarga, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan baik materil maupun moril selama ini.
9. Kepada sahabatku (Sri handayani dan Ainul Mufdiah), dan kepada Ruslan yang selalu setia memberikan supportnya, serta semua rekan dan teman yang tidak sempat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas dorongan semangat dan kebersamaannya selama ini.
10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi D III Kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar khususnya angkatan 2009 yang telah memberikan bantuan kerjasama yang baik selama mengikuti pendidikan.
Akhirnya semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Kebidanan dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan petunjuk dalam pemanfaatan karya tulis ilmiah ini. Aamiin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, September 2012
Penulis
MIHARNIWATI SIRROK
Riwayat Hidup
A. Identitas
Nama : MIHARNIWATI SIRROK
Tempat/tgl. Lahir : Beringin Jaya, 02 Juli 1992
Suku/ Bangsa : Luwu / Indonesia
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Perdos UNHAS Tamalanrea, Tambasa IV
B. Riwayat Pendidikan
1. SDN 256 Kaya’a Lulus tahun 2003, Berijazah
2. SMP Negeri 1 Mangkutana Lulus tahun 2006, Berijazah
3. SMA Negeri 1 Mangkutana Lulus tahun 2009, Berijazah
4. Mengikuti Pendidikan Pada Akademi Kebidanan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Tahun 2009 sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
BIODATA ................................................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Penulisan........................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................... ..... 4
D. Manfaat Penulisan ........................................................................ 5
E. Metode Penulisan ......................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Tentang Kista Ovarium .................................... 11
1. Definisi Kista Ovarium .......................................................... 11
2. Anatomi dan Fisiologi ........................................................... 11
3. Etiologi ..................................................................................... 22
4. Insiden ..................................................................................... 22
5. Patofisiologi ............................................................................ 22
6. Manifestasi Klinik .................................................................. 25
7. Test Diagnostik ...................................................................... 26
8. Penatalaksanaan Medik ...................................................... 28
B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan ................................. 29
1. Pengertian Manajemen Kebidanan ................................... 29
2. Tahapan Dalam Manajemen Kebidanan........................... 30
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan .......................... 33
BAB III. STUDI KASUS
Langkah I. Pengkajian dan Analisa Data Dasar .................... 36
Langkah II. Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual .................. 42
Langkah III. Identifikasi Diagnsoa/Masalah Potensial ............ 44
Langkah IV. Tindakan Tindakan Segera Dan Kolaborasi ....... 44
Langkah V. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan .............. 45
Langkah VI Implementasi Tindakan Asuhan Kebidanan....... 48
Langkah VII. Evaluasi Hasil Asuhan Kebidanan ........................ 49
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP) ........................ 50
BAB IV. PEMBAHASAN .................................................................................. 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 66
B. Saran .............................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jenis Pendokumentasian Asuhan Kebidanan ..................................... 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 11
Gambar 1. Genetelia Eksterna Wanita
Gambar 2. Organ-organ Reproduksi Interna Wanita
Gambar 3. Organ Reproduksi Interna Ovarium
2. Patofisiologi
Gambar 4. Skema Penyebaran Carcinoma Ovarii ......................... 25
3. Penatalaksanaan Medik
Gambar 5. Kista Ovarium Kiri ………………………………………. 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Konsul.
Lampiran 2 : Usulan Judul Penelitian.
Lampiran 3 : Surat Pengantar Penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
Lampiran 4 : Surat Keterangan Selesai Meneliti Dari RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi.
Lampiran 5 : SAP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kista ovarium ditandai dengan adanya tumor di dalam perut bagian bawah yang pada perabaannya terdapat benjolan pada perut tekanan terhadap alat-alat sekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya di dalam perut (Wiknjosastro, H, 1999, hal.345).
Kista ovarium sering terjadi pada wanita usia produktif. Tumor ini berbentuk kantung yang berisi cairan atau bahan setengah padat yang umumnya dapat mengganggu siklus menstruasi dan
menimbulkan nyeri perut bagian bawah serta dapat bersifat ganas atau tidak, sehingga dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu.
Tingginya morbiditas dan mortalitas ibu dapat dilihat dari kejadian kista ovarium pada tahun 2010 di Amerika Serikat berkisar 20.180 orang, yang meninggal sebanyak 15.310 orang (75,86%), namun yang masih menderita sebanyak 4.870 orang (24,13%). Gejala awal bersifat asimtomatik dan keluhan yang dirasakan setelah mengganas.
Angka kejadian penyakit kista ovarium di Indonesia tahun 2010 belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di Rumah Sakit ini kanker Dharmais ditemukan kira-kira 30 penderita setiap tahun. (http://www.dharmais.co.id, diakses 24 Agustus 2012).
Kejadian kista ovarium dapat dilihat dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 sebanyak 92 penderita, dimana umur 15-24 tahun sebanyak 31 (33,69%) penderita, umur 25-44 tahun sebanyak 42 (45,65%) penderita, umur 45-64 tahun sebanyak 19 (20,65%) penderita, sedangkan setelah umur 65 tahun keatas tidak ditemukan kista ovarium.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar dari bulan Januari sampai Desember 2010 sebanyak 15 penderita, yaitu bulan Januari - Maret sebanyak 0 penderita (0 %), April sebanyak 3 penderita (20 %), Mei sebanyak 2 penderita (13 %), Juni sebanyak 2 penderita (13 %), Juli sebanyak 1 penderita (7 %), Agustus sebanyak 2 penderita (13 %), September sebanyak 0 penderita (0 %), Oktober sebanyak 3 penderita (20 %), November sebanyak 1 penderita (7 %), dan Desember sebanyak 1 penderita (7 %). Kemudian pada bulan Januari sampai Desember 2011 sebanyak 19 penderita, yaitu bulan Januari sebanyak 3 penderita (16 %), Februari sebanyak 1 penderita (5 %), Maret sebanyak 2 penderita (11 %), April sebanyak 0 penderita (0 %), Mei sebanyak 3 penderita (16 %), Juni sebanyak 0 penderita (0 %), Juli sebanyak 3 penderita (16 %), Agustus - September sebanyak 0 penderita (0 %), Oktober sebanyak 5 penderita (26 %), November sebanyak 1 penderita (5 %), dan Desember sebanyak 1 penderita (5 %). Sedangkan dari bulan Januari sampai Juli 2012 sebanyak 15 penderita, yaitu bulan Januari sebanyak 4 penderita (25 %), Februari sebanyak 5 penderita (32 %), Maret sebanyak 2 penderita (12 %), April sebanyak 0 penderita (0 %), Mei sebanyak 3 penderita (19 %), Juni sebanyak 2 penderita (13 %), Juli sebanyak 0 penderita (0 %).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik akan membahas secara spesifik mengenai masalah ini dengan menggunakan metode pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan judul “Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny.”R” Dengan Post-Op Kista Ovarium Di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012”.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah meliputi: Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny.”R” Dengan Post-Op Kista Ovarium Di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tanggal24 s/d 26 Agustus 2012”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny.”R” Dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar dengan penerapan manajemen asuhan kebidanan sesuai wewenang bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian dan analisis data pada Ny.”R” dengan Post Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
b. Dapat merumuskan diagnosa/masalah aktual pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
c. Dapat merumuskan diagnosa/masalah potensial pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
d. Dapat mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
e. Dapat menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
f. Dapat melaksanakan tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
g. Dapat mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
h. Dapat mendokumentasikan semua temuan dan tindakan yang telah diberikan pada Ny.”R” dengan Post-Op Kista Ovarium tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012 di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan pada kasus tersebut diatas adalah :
1. Manfaat Praktis
Adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program baik di Depkes maupun pihak RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2. Manfaat Institusi
Adalah sebagai bahan masukan/pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswa STIKES Nani Hasanuddin jurusan Kebidanan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan.
3. Manfaat Ilmiah
Diharapkan hasil penulisan ini dapat menjadi sumber informasi dan memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan dan bahan acuan bagi penulis selanjutnya.
4. Manfaat Bagi Penulis
Adalah proses penulisan ini merupakan pengalaman ilmiah berharga yang dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang faktor yang berhubungan dengan kista ovarium.
E. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, metode yang digunakan adalah:
1. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku-buku dan literatur-literatur, mengambil data dari internet, membaca buku yang berkaitan dengan kista ovarium.
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan metode pendekatan masalah dalam asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian dan analisa data, menetapkan diagnosa/masalah aktual dan potensial, mengidentifikasi tindakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan pada klien dengan kista ovarium serta mendokumentasikan.
Untuk menghimpun data/informasi dalam pengkajian menggunakan teknik :
a. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluarganya, bidan, dokter di ruang ginekologi RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar guna mendapatkan data yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan pada klien tersebut.
b. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien mulai dari kepala sampai kaki dengan melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh data objektif.
c. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi status emosional, respon terhadap kondisi yang dialami serta pola interkasi klien terhadap keluarga, petugas kesehatan dan lingkungannya serta pengetahuan tentang nilai kesehatannya.
3. Studi Dokumentasi
Studi ini dilakukan dengan mempelajari status klien yang bersumber dari catatan dokter/bidan serta diagnostik lainnya yang berkaitan dengan kista ovarium.
4. Diskusi
Diskusi dengan tenaga kesehatan yaitu bidan atau dokter yang menangani langsung klien tersebut dan dosen pembimbing karya tulis ilmiah.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang digunakan untuk menulis karya tulis ini terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Pembahasan
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Tentang Kista Ovarium
1. Definisi Kista Ovarium
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
b. Fisiologi Ovarium
3. Etiologi
4. Insiden
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinik
7. Test Diagnostik
8. Penatalaksanaan Medik
B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
2. Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
BAB III STUDI KASUS
Langkah I. Pengkajian dan Analisa Data Dasar
Langkah II. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Langkah III. Merumuskan Diagnosa/Masalah Potensial
Langkah IV. Tindakan Segera/Kolaborasi Asuhan Kebidanan
Langkah V. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah VI. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah VII. Evaluasi Hasil Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
BAB IV PEMBAHASAN
Pada Bab ini dibahas tentang kesenjangan antara teori dan praktek asuhan kebidanan pada Ny.”H” dengan kista ovarium di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Tentang Kista Ovarium
Definisi Kista Ovarium
a. Kista ovarium adalah tumbuhnya jaringan abnormal yang jinak berisi zat cairan yang kental yang berada pada system reproduksi yaitu ovarium. (Sarwono P, 1999).
b. Kista ovarium adalah kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. (Mansjoer A, 2000).
c. Kista ovarium adalah kista yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non-neoplastik yang berasal dari corpus luteum. (Sastrawinata S, 2002)
Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi (Obstetri Fisiologi, hal.47)
Secara umum reproduksi wanita di bagi atau dua bagian yaitu alat kelamin luar (Genetalia Externa) dan alat kelamin dalam (Genitalia Intern).
1) Alat Kelamin Luar (Genitalia Externa) terdiri dari :
1) Mons veneris
(1) Bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan symphysis publis.
(2) Setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup oleh rambut.
2) Labia majora
(1) Berbentuk lonjong dan menonjol berasal dari mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang.
(2) Labia major sinistra dan dextra bersatu di sebelah belakang dan merupakan batas depan dari perineum, disebut commisura posterior. Terdiri dari 2 permukaan:
(a) Bagian luar, menyerupai kulit biasa dan ditumbuhi rambut.
(b) Bagian dalam menyerupai selaput lendir dan mengandung banyak kelenjar sebacea.
(3) Homolog dengan scorotum laki-laki
3) Labia minora
1) Didapatkan sebagai lipatan di sebelah medial labial majora.
2) Kedua lipatan tersebut (kiri dan kanan) bertemu diatas (preputium clitoridis) dan dibawah clitoris (Frenulus clitoridis).
3) Di bagian belakang kedua lipatan setelah mengelilingi orificium vaginae bersatu juga disebut fourcet (hanya nampak pada wanita yang belum pernah melahirkan anak).
4) Clitoris
1) Merupakan suatu tunggal yang erectil.
2) Mengandung banyak urat-urat syaraf sensorik dan pembuluh-pembuluh darah.
3) Analog dengan penis laki-laki.
5) Vestibulum
1) Merupakan rongga yang sebelah lateral dibatasi oleh kedua labia minora, anterior oleh clirotis, dorsal oleh fourchet.
2) Pada vestibulum terapat muara-muara dari vagina urethra dan terdapat pula 4 lubang kecil yaitu 2 muara dari kelenjar bartholini.
6) Hymen (selaput darah)
1) Berupa lapisan yang tipis menutupi sebagian besar dan introitus vaginae.
2) Biasanya hymen berlubang sebesar ujung jari hingga getah dari genitalia interna dan darah haid dapat mengalir keluar.
3) Bila hymen tertutup sama sekali disebut hymen occlusivium.
4)
Setelah partus, hanya tinggal sisa-sisa kecil pada pinggir introitus dan disebut carunculae mytiformis.
Duktus
Kelenjar Skene
Gambar 1 : Genitalia Eksterna Wanita
Sumber : Patofisiologi, hal.1126
2) Alat Kelamin Dalam (Genitalia Interna) terdiri dari :
1) Vagina
(1) Suatu saluran musculo-membranosa yang menghubungkan uterus dan vulva.
(2) Terletak antara kandung kecing dan rectum.
(3) Dinding depan vagina (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11 cm).
(4) Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan yang berjalan circulair dan disebut trugae, terutama pada bagian bawah vagina. Walapun disebut sebagai selaput lendir vagina, selaput ini tak mempunyai kelenjar-kelenjar sama sekali sehingga tidak dapat menghasilkan lendir, mungkin lebih baik disebut kulit.
(5) Kedalam puncak vagina menonjol ujung dari cervix.
(6) Setelah melahirkan sebagian dari rugae akan menghilang.
(7) Bagian dari cervix yang menonjol ke dalam vagina disebut portio.
(8) Vagina mempunyai faal penting :
(a) Sebagai saluran keluar uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu haid dan secret dari uterus.
(b) Sebagai alat persetubuhan.
(c) Sebagai jalan lahir pada waktu partus.
(9) Sel-sel dari lapisan atas epitheel vagina mengandung glycogen. Glycogen ini menghasilkan asam susu oleh karena adanya bacil-bacil doorderlein hingga mempunyai reaksi asam dengan pH 4,5 dan ini memberi proteksi terhadap invasi kuman-kuman.
2) Uterus
(1) Dalam keadaan tidak hamil terdapat ruangan dalam pelvis minor diantara vecisa urinaria dan rectum.
(2) Permukaan belakang sebagian besar tertutup oleh peritoneum sedangkan permukaan depan hanya di bagian atasnya saja.
(3) Bagian bawah dari permukaan depan melekat pada dinding belakang vesica urinaria.
(4) Uterus merupakan alat yang berongga dan berbentuk sebagai bola lampu yang gepeng terdiri dari 2 bagian :
(a) Corpus uteri berbentuk segitiga.
(b) Cervix uteri berbentuk silindris.
(5) Bagian dari corpus uterus berbeda-beda tergantung usia, pernah partus atau belum.
(6) Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan: perimetrium (lapisan peritoneum). Myometrium (lapisan otot), Endometrium (lapisan dalam).
(7) Letak uterus
(a) Ante dan retroflexio uteri.
(b) Ante dan retroversio uteri.
(c) Positio
(d) Torsio
(8) Ligamen-ligamen uterus terdiri dari ligamentum latum, ligamentum rontum, dan (ligamentum Teres uteri), ligmentum linfundibulo pelvicum (ligamentum suspensorium ovarii), ligamentum cardinale, ligamentum sacro uterinum, ligamentum vecisca uterinum.
(9) Pada anak-anak panjang uterus : 2-3 cm.
Pada nulipara : 6-8 cm
Pada multipasa : 8-9 cm
3) Tuba uterina fallopi
(1) Alat ini terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke arah lateral.
(2) Panjangnya kurang lebih 12 cm, diameter 3-8 mm.
(3) Pada tuba ini dibedakan 4 bagian :
(a) Pars interstitialis (intra muralis) : bagian tuba yang berjalan dalam dinding uterus, mulai pada ostium internum tubae.
(b) Pars isthmica : Bagian tuba setelah keluar dari dinding uteri merupakan bagian tuba yang lurus dan sempit.
(c) Pars ampullaris : Bagian tuba antara pars isthmica & infundibulum merupakan bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S.
(d) Infundibulum : Ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbriae, lubangnya disebut ostium abdominale tubae yang disebut fimbriae, lubangnya disebut ostium abdominale tubae.
(4) Fungsi utama tuba adalah membawa ovum yang dilepaskan ovarium ke jurusan cavum uteri.
4) Ovarium
(1) Terletak pada dinding lateral panggul.
(2) Ovarium hanya ada 2 yaitu kiri dan kanan uterus.
(3) Terdiri dari bagian luar (cortex) dan bagian dalam (medulla).
(4) Pada cortex terdapat follikel-follikel primordial.
(5) Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat saraf dan pembuluh lympha.
(6) Parametrium (penyangga rahim).
(7) Merupakan lipatan peritoneum yang menghubungkan rahim dan tulang panggul.
(Sulaiman S, 1983, hal.49-69).
Gambar 2 : Organ-organ Reproduksi Interna Wanita
(Potongan Melintang)
Sumber : Price Wilson, 1995, hal.1126
b. Fisiologi Ovarium
Kelenjar seks primer wanita adalah 2 buah ovarium. Besar keduanya sebesar buah almond dan terletak pada masing-masing sisi dari uterus, dibawah dan belakang tuba uterin. Ovarium dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen melalui ligamen tersebut ovarium mendapatkan persyaratan dan suplai darah. Ovarium mengandung kantung sekretorius kecil atau folikel, terbenam dalam jaringan penunjang. Masing-masing folikel mengandung ovum yang matang dan ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium ke dalam rongga pelvis melalui suatu proses yang disebut ovulasi. Dalam masa kanak-kanak ovaria boleh dikatakan masih dalam keabsaan istirahat belum menunaikan faalnya dengan baik. Baru jika tercapai pubertas (akil baliq), maka terjadinya perubahan-perubahaan besar pada seluruh badan wanita tersebut.
Pubertas tercapai pada umur 12-16 tahun dipengaruhi oleh keturunan, bangsa, iklim, dan lingkungan. Kejadian yang terpenting dalam pubertas adalah timbulnya haid yang pertama kali (menarche). Walaupun begitu menarche merupakan gejala pubertas yang paling lambat. Paling awal terjadi payudara (thelarche), kemudian tumbuh rambut kemaluan (pubarche), disusul dengan tumbuhnya rambut di ketiak. Barulah terjadi menarche dan sesudah itu haid datang secara siklik. Haid (menstruasi) adalah perdarahan menunaikan faalnya. Dengan pubertas ini wanita masuk dalam masa reproduktif, artinya masa mendapat keturunan yang berlangsung kira-kira 30 tahun. Setelah masa reproduksi, wanita masuk ke dalam klimakterium. Klimaterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan senium. Dalam klimakterium haid berangsung-angsur akan berhenti, mula-mula haid menjadi sedikit, kemudian terlampau 1 atau 2 bulan dan akhirnya terhenti sama sekali. Haid yang terakhir disebut menopause. (Sulaiman, 1983, hal.47-75).
Gambar 3 : Organ Reproduksi Interna Ovarium
Sumber : Patofisilogi, hal.1126
Etiologi (Ilmu Kandungan Tumor Kistik, hal.355).
Kista ovarium penyebabnya belum diketahui pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhan satu elemen mengalahkan elemen-elemen lain (meyer). Ada pendapat mengatakan bahwa kista berasal dari epitel permukaan ovarium. (germinal epithelium).
Insiden (Ilmu Kandungan Tumor Kistik, hal.358).
Tumor ovarium ini terbanyak ditemukan bersama-sama dengan kistadenoma ovaril musinosum. Kedua tumor merupakan kira-kira 60% dari seluruh ovarium. Tumor paling sering terdapat pada wanita antara 20-50 tahun, jarang sekali pada masa prapubertas. Agak lebih sering ditemukan kista bilateral (10-20%). Hariadi (1970) dalam hal ini menemukan frekuensi 19,7%, saparda (1997) 15%, Djaswadi (1970) 10,9% dan Gunawan (1977) 20,3%. Selanjutnya di Surabaya Hariadi dan Gunawan menemukan angka kejadian tumor ini masing-masing 39,8% dan 28,5%, di Jakarta Sapardan mencatat angka 20% dan di Yogyakarta Djaswadi mencatat angka 36,1%.
Patofisiologi (Rustam E.H, 1994, hal.147)
Patofisiologi penyakit ini diketahui secara pasti. Pada umumnya penyebaran dapat terjadi secara langsung, secara implantasi, atau melalui pembuluh limfe. Kapsul tumor dapat ditembus atau tumor pecah secara spontan atau artificial sehingga sel tumor menjadi ganas dan akan merangsang peritoneumd dan akan terjadi asites dan tentunya terjadi penyebaran ke cavum peritonei. Penyebaran ke ovarium yang lain (atau sama-sama timbul pada kedua ovari) pada jenis serosum ditemukan sebanyak 47-71%, pada jenis musinosum 15%. Pada tumor-tumor ovarium metastatik, penyebarannya ke ovarium biasanya terjadi pada pembuluh limfe, pembuluh darah atau secara langsung. Biasanya tumor primer berada pada buah dada, saluran pencernaan, alat genital.
Klasifikasi klinik yang digunakan untuk menentukan tingkat keganasan pada tumor ovarium adalah
a. Tingkat 1 : Proses terbatas pada ovarium (a).
b. Tingkat 1a : Proses terbatas pada satu ovarium, tidak ditemukan asites.
c. Tingkat 1b : Proses terbatas pada kedua ovaria, tidak ditemukan adanya asites.
d. Tingkat 1c : Seperti pada tingkat 1a atau 1b tetapi terdapat asites atau sel ganas pada cairan pencucian peritoneum.
e. Tingkat II : Proses di satu atau dua ovaria dengan penyebaran ke panggul kecil.
f. Tingkat IIa : Penyebaran ke uterus dan atau tuba.
g. Tingkat IIb : Penyebaran ke daerah panggul kecil lainnya.
h. Tingkat IIc : Seperti pada tingkat IIa atau IIb tetapi terdapat asites atau sel-sel ganas pada cairan pencucian peritoneum.
i. Tingkat III : Proses pada satu atau dua ovaria dengan penyebaran ke rongga peritoneum di luar panggul kecil dan atau ke kelenjar retroperitoneal, tumor terbatas di panggul kecil dengan penyebaran ke usus dan omentum yang dibuktikan secara histologik.
j. Tingkat IV : Proses pada satu atau dua ovaria dengan penyebaran jauh, penyebaran ke parenkim hati atau efusi dengan hasil sel ganas secara sitologi juga digolongkan ke tingkatIV.
Gambar 4 : Skema Penyebaran Carcinoma Ovarii
Sumber : Rustam E.H, 1994, hal.147
Penyebaran dapat terjadi melalui pembuluh limfe, pembuluh darah, atau secara langsung, biasanya tumor primer berada pada buah dada, saluran pencernaan dan alat genital.
Manifestasi Klinik (Wiknjosastro H, 1995, hal 358).
Pada umumnya kista jenis ini tidak mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagai karena kista serosumpun berbentuk multikuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50% dan keluar pada permukaan sebesar 5%. Isi kista cair, kuning, kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin membedakan gambaran makroskopik kistadenoma serosum papiliferum yang ganas dan yang jinak, bahkan pemeriksaan mikroskopikpun tidak selalu memberikan kepastian. Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat dinding kista yang dilapisi oleh epitel kubik atau epitel torak yang rendah dengan sitoplasma
eosinofil dan inti yang besar dan gelap warnanya. Karena tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal eithelium), maka bentuk epitel pada papil dapat beraneka ragam, tetapi sebagian besar epitelnya terdiri atas bulu getas, seperti epitel tuba.
Pada jaringan papiler dapat ditemukan pengendapan kalsium dan stromanya yang dinamakan psamoma. Adanya psomoma biasanya menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma ovarii serosum papiliferum, tetapi tidak bahwa tumor ini ganas.
Test Diagnostik (Wiknjosastro H, 1995, hal.350)
Metode-metode yang dapat menolong dalam pembuatan diagnosis yang tetap antara lain :
a. Laporoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu dengan cara pemeriksaan tongga perut dengan peneropongan laparoskop melalui sayatan pada dinding abdomen, setelah lebih dahulu dilakukan pengisian udara atau gas ke dalamnya.
b. Ultra Sonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c. Foto roentgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks, selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pielogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam kolon sudah disebut diatas.
d. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites dengan cara penusukan ke dalam suatu rongga (seperti liang telinga) dengan alat tusuk untuk mengeluarkan atau menyedok keluar cairan atau nanah yang ada didalamnya.
Penatalaksanaan Medik (Saifuddin A.B, 1999, hal.357).
a. Penanganan Pra Operasi
Sebelum operasi, pasien dianjurkan berpuasa, Laparatomia mediana inferior, ruang perut dibendung dengan kain kasa supaya kemungkinan peritononitis lebih kecil, kandung kemih dikosongkan, memasang infus dan menyuntikan anastesi.
b. Penanganan Pasca Operasi
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal. Biasanya dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-ooforektomi). Pada waktu mengangkat kista sedapat-dapatnya dilaksanakan mengangkatnya in toto tanpa mengadakan pungsi dahulu, untuk mencegah timbulnya pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi kista. Jika berhubungan dengan besarnya kista perlu dilakukan pungsi untuk mengecilkan tumor, lubang pungsi harus ditutup rapi sebelum mengeluarkan tumor dari rongga perut. Setelah kista diangkat, harus dilakukan pemeriksaan histologik di tempat-tempat yang mencurigakan terhadap kemungkinan keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain perlu diperiksa pula apakah tumor ditemukan pada satu atau pada dua ovarium.
Gambar 4 : Kista Ovarium Kiri
Sumber : Wiknjosastro H, hal.353
B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan (Simatupang E.J, 2006)
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh bidan dalam proses pemecahan masalah dalam pemberian pelayanan Asuhan Kebidanan, atau merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisasi melalui tindakan yang logikal dalam memberi pelayanan.
2. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan (Varney, 1999)
Langkah I : Identifikasi Data Dasar
Identifikasi dan analisa data (pengkajian) pengumpulan data untuk menilai kondisi klien. Yang termasuk data dasar adalah riwayat kesehatan klien, pemeriksaan panggul, pemeriksaan fisik, serta catatan tentang kesehatan lalu dan sekarang dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Semua data diatas harus memberikan informasi yang saling berhubungan (relevan) dan menggambarkan kondisi klien yang sebenarnya.
Langkah II : Identifikasi Diagnosa/ Masalah Aktual
Menginterpretasikan data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosa kebidanan dan masalah. Kata diagnosa dan masalah digunakan kedua-duanya dan mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Problem tidak dapat didefinisikan sebagai suatu diagnosa tetapi memerlukan suatu pengembangan rencana keperawatan secara menyeluruh pada klien. Masalah lebih sering berhubungan dengan bagaimana klien menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih sering diidentifikasi oleh bidan yang difokuskan pada apa yang dialami oleh klien.
Langkah III : Antisipasi Diagnosa/ Masalah Potensial
Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi faktor-faktor potensial yang memerlukan antisipasi segera tindakan pencegahan jika memungkinkan atau waspada sambil menunggu dan mempersiapkan pelayanan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.
Langkah IV : Evaluasi Perlunya Tindakan Segera Kolaborasi
Proses manajemen kebidanan dilakukan secara terus menerus selama klien dalam perawatan bidan. Proses terus menerus ini menghasilkan data baru segera dinilai. Data yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan darurat dimana bidan harus segera bertindak untuk menyelamatkan klien.
Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan
Dikembangkan berdasarkan intervensi saat sekarang dan antisipasi diagnosa dan problem serta meliputi data-data tambahan setelah data dasar. Rencana tindakan komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien akan tetapi meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap klien, serta konselingbila perlu mengenai ekonomi, agama, budaya, ataupun masalah psikologis. Rencana tindakan harus disetujui klien, oleh sebab itu harus didiskusikan dengan klien. Semua tindakan yang diambil harus berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenarannya serta situasi dan kondisi tindakan harus dianalisa secara teroritis.
Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan mengurangi waktu perawatan dan biaya perawatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan terhadap klien.
Langkah VII : Evaluasi Asuhan Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.
Selain terhadap permasalahan klien, bidan juga harus mengenal apakah rencana yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan baik, apakah perlu disusun kembali rencana intervensi yang lain sehingga masalah dapat dipecahkan dengan tepat.
Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang dilakukan.
C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (Simatupang E.J, 2006)
Metode empat pendokumentasian yang disebut SOAP ini dijadikan proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan hasil klien dalam rekaman medis klien sebagai catatan perkembangan kemajuan yaitu :
1. Subjektif (S)
Apa yang dikatakan, disampaikan, dikeluhkan oleh klien.
2. Objektif (O)
Apa yang dilihat dan diraba, dirasakan oleh bidan saat melakukan pemeriksaan, serta pemeriksaan laboratorium.
3. Assesment (A)
Kesimpulan apa yang dibuat berdasarkan data subjektif dan objektif sebagai hasil pengambilan keputusan klinis terhadap klien tersebut.
4. Planning (P)
Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan klinis yang diambil dalam rangka mengatasi masalah klinis klien atau memenuhi kebutuhan klien.
Tabel 1: Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Tujuh Langkah dari
Helen Varney
Lima Langkah
Kompetens Inti Bidan
Indonesia/APD
SOAP/Note/ Progres Note
1. Pengumpulan data
1. Pengumpulan data
Data subjektif
Data objektif
2. Diagnosis/Masalah.
2. Assessment/ Diagnosis
Assessment/Diagnosis
3. Antisipasi Diagnosis/ Masalah potensial
4.Pertimbangan perlunya konsultasi/Rujukan
3. Rencana Tindakan
Planning/Rencana Tindakan :
a. Konsultasi/Rujuk
b. Pemeriksaan Diagnostik/Laboratorium
c. Pemberian Pengobatan
d. Pendidikan Kesehatan dan Konseling Kesehatan
e. Follow up Pemeriksaan.
5. Rencana Tindakan
6. Implementasi
4. Implementasi
7. Evaluasi
5. Evaluasi
Sumber : Modul Konsep Asuhan Kebidanan Pusdiknakes 2005
BAB III
STUDI KASUS
Pada Bab ini akan dibahas mengenai ” Asuhan Kebidanan Pada Ny.”R” Dengan Post-Op Kista Ovarium Di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012”, yaitu sebagai berikut:
No. Reg : 04 09 20
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2012 Jam 09.00 Wita
Tgl. Operasi : 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita
Tgl. Pengkajian : 24 Agustus 2012 Jam 10.00 Wita
Langkah I : Pengkajian dan Analisa Data Dasar
A. Identitas Istri / Suami
Nama : Ny.”R” / Tn.”J”
Umur : 39 Tahun / 41 Tahun
Nikah : 1x / ± 7 Tahun
Suku : Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat : Sungguminasa
B. Data Biologis
1. Keluhan Utama
Ibu merasa nyeri pada bekas operasi.
2. Riwayat keluhan utama :
1) Nyeri dirasakan setelah operasi pengangkatan kista ovarium dengan histerektomi total pada tanggal 23 Agustus 2012 Jam 09.30 wita.
2) Sifat keluhan dirasakan lebih berat jika ibu terlalu banyak bergerak.
3) Usaha klien untuk mengatasinya, ibu banyak berbaring dan bergerak lebih berhati-hati.
C. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Tidak ada riwayat penyakit menular seksual (AIDS/HIV dan sipilis).
2. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus dan keganasan.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Tidak ada riwayat penyakit keturunan.
E. Riwayat Reproduksi
1. Riwayat Haid
a. Menarche : 15 Tahun
b. Siklus : 28 - 30 Hari
c. Lamanya : 5 - 7 Hari
2. Riwayat Obstetri
Ibu tidak ada riwayat obstetri
F. Riwayat Ginekologi
Ibu tidak pernah mengalami tumor kandungan ataupun tumor payudara sebelumnya dan tidak pernah mengalami infeksi organ reproduksi.
G. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengatakan tidak pernah menjadi akseptor KB.
H. Pola kegiatan sehari-hari
a. Kebutuhan nutrisi
1) Sebelum sakit :
a) Pola makan : Nasi, sayur dan lauk.
b) Frekuensi makan : 3 x sehari.
c) Minum : ± 6-8 gelas / hari.
2) Selama dirawat
a) Sementara terpasang infus RL 28 tetes/menit.
b) Ibu belum bisa makan atau minum karena belum flatus.
b. Kebutuhan eliminasi BAB/BAK
1) Masih terpasang kateter dengan urine bag ± 1200 cc.
2) Ibu belum flatus dan BAB.
c. Pola istirahat/tidur
1) Sebelum sakit
a) Tidur siang jam : 14.00 – 15.00 Wita.
b) Tidur malam : 21.00 – 05.00 Wita.
2) Setelah sakit, jam tidur klien tidak menentu karena adanya rasa nyeri pada perut dan ibu nampak meringis bila bergerak.
I. Data Psikologi
1. Klien menganggap bahwa operasi merupakan jalan keluar yang terbaik.
2. Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan dan lingkungannya.
3. Klien mendapat keringanan biaya perawatan melalui jaminan pelayanan sosial (JPS).
4. Selama proses operasi klien hanya dapat berdoa agar dapat menjalani proses operasi dengan baik.
J. Data Sosial. Ekonomi,dan Spiritual
1. Ibu sudah merencanakan untuk melakukan operasi di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
2. Reaksi emosional selama proses operasi baik (kooperatif).
3. Keluarga senantiasa memberikan support kepada ibu.
4. Ibu berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa agar proses operasi berjalan sesuai apa yang di inginkan
K. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Penampilan umum : Klien masih nampak lemah.
b. Kesadaran : Composmentis.
c. Ekspresi wajah : Nampak cemas dan meringis saat bergerak.
2. TTV : TD : 100/70 mmHg S : 36.5oC
N : 84 x/menit P : 20 x/menit
3. Kepala
Kulit kepala dan rambut bersih, tidak rontok, tidak ada massa dan nyeri tekan.
4. Muka
Simetris kiri dan kanan, sklerera tidak ikhterus dan konjungtiva merah muda.
5. Mulut dan gigi
Mulut nampak bersih dan tidak kering, tidak ada caries tidak ada gigi yang tanggal.
6. Leher
Tidak nampak pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan vena jugularis.
7. Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada massa.
8. Abdomen
Terdapat luka bekas operasi yang horizontal di atas sympisis ditutupi verban dan tidak ada perembesan darah dan pada pemeriksaan palpasi ibu merasakan adanya nyeri tekan.
9. Vulva dan Anus
Vulva tampak bersih dan terpasang kateter tetap dan tidak ada oedema dan varises.
10.Ekstremitas
a. Tangan
Pada lengan kanan terpasang infuse ringer laktat (RL).
b. Tungkai
Simetris kiri dan kanan, tidak ada oedem dan varises, refleks patella kiri/kanan positif.
K. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 22 Agustus 2012 jam 07.30 wita
a. Hb : 9.8 gram % (nilai normal 12-14 gram%)
b. Leucocyt : 1.030 mm2 (nilai normal 5000-10.000 mm2)
c. Trombocyt : 544.000/mm2 (nilai normal 200.000-500.000/mm²)
d. Hemotokrit : 15.3 % (nilai normal 32-40 %)
e. Golongan darah : O
f. Pemeriksaan USG : Tampak massa kista pada ovarium sebelah kanan dengan ukuran 20x30 cm
g. Pemeriksaan Ca 125 : 70 U/ml ( Nilai normal < 35 U/ml)
L. Pengobatan
Pengobatan yang di berikan selama perawatan:
1. Infus Ringer Laktat (RL) dan Dextrose 5 % (2:1).
2. Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam.
3. Inj. Tramadol 1 gr/8 jam.
4. Inj. Asam traneksamat 1 gr/8 jam.
5. Inj. Gastridin 1 gr/8 jam.
Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
1. Post Operasi Hari I dengan kista ovarium
a. Data Subjektif
Ibu dioperasi tanggal 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita.
b. Data Objektif
1) Keadaan umum ibu masih tampak lemah.
2) Tanda-tanda vital : TD : 100/60 mmHg P : 20 x /menit
N : 84 x /menit S : 36OC
3) Terpasang infus di ekstremitas atas sebelah kanan.
4) Ibu di operasi kista ovarium dengan jenis histerektomi total.
5) Pemeriksaan USG : Tampak massa kista pada ovarium sebelah kanan dengan ukuran 20x30 cm
c. Analisa dan Interpretasi Data
Ibu tampak sangat lemah setelah operasi disebabkan oleh pemberian obat anastesi lokal sebelum dilakukan operasi yang mengakibatkan ibu mual kadang sampai muntah sehingga ibu dehidrasi yang mengakibatkan kondisi fisiknya lemah. (Wiknjosastro H, 2007).
2. Nyeri Daerah Bekas Operasi
a. Data Subjektif
Ibu mengeluh nyeri pada bekas operasi.
b. Data Objektif
1) Ekspresi wajah ibu meringis saat bergerak.
2) Tampak balutan luka operasi pada perut bagian bawah.
3) Nyeri tekan pada bekas operasi.
c. Analisis dan Interpretasi Data :
Terputusnya kontuinitas jaringan otot, kulit dan serabut akibat dari regangan otot abdomen yang berlebihan saat operasi dengan adanya luka ini maka dapat merangsang ujung-ujung saraf sehingga timbul rasa nyeri. (Wiknjosastro H, 2007).
Langkah III : Merumuskan Diagnosa/Masalah Potensial
Potensial terjadinya Infeksi
a. Data Subjektif
1) Ibu dioperasi tanggal 23 Agustus 2012 jam 09.30 Wita.
2) Ibu mengeluh nyeri pada bekas operasi.
b. Data Objektif
1) Tampak luka jahitan operasi ditutupi perban pada perut bagian bawah.
2) Nyeri tekan pada bekas operasi.
3) Luka bekas operasi masih basah.
c. Analisa dan Interpretasi
Daerah bekas operasi merupakan tempat yang lembab dan tempat yang berpotensial untuk berkembangbiaknya mikroorganisme karena adanya pengeluaran bercak darah sehingga kuman bisa masuk sampai ke endometrium sebab ostium internum masih terbuka apalagi ada luka yang memudahkan kuman patogen masuk yang dapat menimbulkan infeksi. (Wiknjosastro, 2007).
Langkah IV : Identifikasi Perlunya Tindakan Segera/Kolaborasi
Tidak Ada data yang menunjang untuk melakukan tindakan segera/kolaborasi.
Langkah V : Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
1. Tujuan
a. Masa post operasi berjalan normal.
b. Nyeri berkurang.
c. Tidak terjadi infeksi.
2. Kriteria
a. Keadaan umum ibu baik.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 100/70 – 140/90 mmHg
N : 70 – 90 x /menit
P : 16 – 24 x /menit
S : 36 – 37.5oC
c. Ibu tidak mengeluh nyeri.
d. Ekspresi wajah ibu cerah.
e. Luka bekas operasi sembuh.
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak dan panas.
3. Rencana Tindakan
Tanggal 24 Agustus 2012, jam 10.00 wita.
a) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda vital merupakan suatu indikator untuk mengetahui keadaan ibu.
b) Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : Dengan mengetahui penyebab nyeri, ibu dapat memahami dan mengerti timbulnya nyeri yang dirasakan.
c) Penatalaksanaan pemberian cairan infus dan pengeluaran urine
Rasional : Dengan pemberian cairan per infus dapat mempertahankan kondisi tubuh dan kandung kemih untuk mengetahui balans cairan yang keluar dengan cairan yang masuk.
d) Observasi balutan luka operasi terhadap rembesan
Rasional : Adanya rembesan luka operasi menandakan adanya haematoma dan gangguan penyatuan jaringan.
e) Beri HE tentang :
1. Mobilisasi dini
Rasional : Menganjurkan penderita miring ke kiri dan ke kanan dan latihan pernapasan sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar, kemudian pada hari ke dua penderita dapat didudukan selama 5 menit dan bernapas lalu menghembuskannya untuk melonggarkan pernapasan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai pulih.
2. Penjelasan tentang personal hygiene
Rasional : Dengan melakukan kebersihan diri dapat memberikan rasa nyaman dan mencegah terjadinya infeksi terutama daerah bekas operasi.
3. Anjurkan ibu tentang istirahat yang cukup
Rasional : Istirahat yang cukup memberikan kesempatan otot dan otak untuk relaksasi setelah mengalami proses operasi sehingga pemulihan tenaga serta stamina ibu dapat berlangsung dengan baik.
f) Penatalaksanaan pemberian obat injeksi
Rasional : Cefotaxime merupakan golongan antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme penyebab infeksi, Asam Traneksamat dapat mencegah perdarahan dan Tramadol dapat mengurangi rasa nyeri serta vitamin dapat membentuk sel – sel tubuh dan pembuluh darah serta membantu regenerasi sel – sel dan jaringan yang rusak.
Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Tanggal 24 Agustus 2012 jam 10.00 wita.
1. Mengobservai tanda-tanda vital :
TD : 100/70 mmHg P : 20 x /menit
N : 84 x /menit S : 36.5oC
2. Menjelaskan penyebab nyeri yaitu nyeri daerah bekas operasi disebabkan karena terputusnya kontinuitas jaringan otot, kulit dan serabut saraf akibat dari regangan otot abdomen yang berlebihan. Dengan adanya luka ini maka dapat merangsang ujung-ujung syaraf sehingga timbullah rasa nyeri.
3. Menatalaksanakan pemberian cairan per infus yaitu infus RL:dekstrose sebanyak 20 tetes per menit.dan mengobservasi kandung kemih : urine sebanyak ± 1200 ml tertampung di dalam urine bag.
4. Mengobservasi balutan luka operasi terhadap rembesan.
5. Menjelaskan pada ibu tentang HE tentang mobilisasi dini dan personal hygiene yaitu mengganti pakaian dalam bila basah/kotor.
6. Penatalaksanaan pemberian obat yaitu cefotaxime 1 gr/12 jam, tramadol 1 gr/8 jam dan asam traksamat 1 gr/8 jam secara inravena.
Langkah VII : Evaluasi Asuhan Kebidanan
Tanggal 24 Agustus 2012 Jam 10.30 Wita.
1. Post operasi berlangsung normal ditandai :
a. Keadaan umum ibu baik.
b. Ibu dapat beristirahat dengan tenang.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal :
TD : 100/70 mmHg
N : 84 x /menit
P : 20 x /menit
S : 36.5oC
d. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan melakukan personal hygiene.
2. Nyeri daerah bekas operasi belum berkurang ditandai :
Ibu masih mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi.
Ekspresi wajah ibu masih meringis bila bergerak.
c. Nyeri tekan pada daerah luka bekas operasi.
3. Ibu sudah melakukan mobilisasi dini dengan miring ke kanan dan miring ke kiri
4. Injeksi antibiotik pada hari pertama dan kedua, hari ketiga di lanjutkan dengan pemberian obat oral kemudian hari ke empat rencana pulang.
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
No. Reg : 04 09 20
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2012 Jam 09.00 Wita
Tgl. Operasi : 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita
Tgl. Pengkajian : 24 Agustus 2012 Jam 10.00 Wita
A. Identitas Ibu
Nama : Ny.”R” / Tn.”J”
Umur : 39 Tahun / 41 Tahun
Nikah : 1x / ± 7 Tahun
Suku : Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat : Sungguminasa
Data Subjektif (S)
a. Ibu dioperasi tanggal 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita.
b. Ibu mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi.
Data Objektif (O)
a. Keadaan umum ibu masih nampak lemah.
b. Ekspresi wajah ibu meringis saat bergerak.
c. Nyeri tekan pada bekas operasi.
d. Tampak jahitan pada abdomen.
e. Tanda-tanda vital :
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x /menit
P : 20 x /menit
S : 36.5oC
Assesment (A)
Post operasi hari I dengan kista ovarium, nyeri daerah operasi, potensial terjadi infeksi.
Planning (P)
Tanggal 24 Agustus 2012 Jam 10.00 Wita.
1. Observasi tanda-tanda vital :
TD : 100/70 mmHg. P : 20 x /menit.
N : 80 x /menit. S : 36.5oC
2. Anjurkan ibu istirahat yang cukup yaitu tidur siang 1-2 jam, malam 7-8 jam dan ibu dapat beristirahat dengan tenang.
3. Anjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi dengan memperhatikan diit selama perawatan dan ibu makan bubur ditambah dengan buah dan susu.
4. Jelaskan perubahan pasca operasi yaitu perasaan sakit pada perut bagian bawah disebabkan kontraksi rahim dan adanya bercak darah yang berupa cairan secret yang berasal kavum uteri dan vagina serta dan ibu mengerti tentang perubahan pasca operasi.
5. Observasi balutan luka operasi terhadap rembesan dengan
hasil luka operasi bersih dan tidak ada rembesan darah.
6. Anjurkan ibu untuk mobilisasi dini dan ibu berjalan-jalan di sekitar tempat tidur.
7. Beri penjelasan tentang personal hygiene yaitu sering mengganti pembalut dan pakaian dalam bila basah.
8. Jelaskan penyebab nyeri yaitu daerah bekas operasi disebabkan karena terputusnya kontinuitas jaringan otot, kulit dan serabut saraf akbiat dari regangan otot abdomen yang berlebihan. Dengan adanya luka ini maka dapat merangsang ujung-ujung syaraf sehingga timbullah rasa nyeri dan ibu bisa mengerti.
9. Observasi kandung kemih : urine ibu sebanyak ± 1200 ml yang ditampung di dalam urine bag.
11.Observasi balutan luka operasi terhadap rembesan
12.Lanjutkan pemberian obat sesuai aturan yaitu cefotaxime 1 gr/12 jam, tramadol 1 gr/8 jam dan asam traneksamat 1 gr/8 jam dan ibu bersedia disuntik.
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN HARI KE-II
No. Reg : 04 09 20
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2012 Jam 09.00 Wita
Tgl. Operasi : 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita
Tgl. Pengkajian : 25 Agustus 2012 Jam 08.00 Wita
Identitas Ibu
Nama : Ny.”R” / Tn.”J”
Umur : 39 Tahun / 41 Tahun
Nikah : 1x / ± 7 Tahun
Suku : Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat : Sungguminasa
Data Subjektif (S)
1. Ibu dioperasi tanggal 25 Agustus 2012 Jam 08.00 Wita.
2. Ibu mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi.
Data Objektif (O)
1. Ekspresi wajah ibu meringis saat bergerak.
2. Luka bekas operasi masih basah.
3. Nyeri tekan pada bekas operasi.
4. Masih ada pengeluaran bercak darah
5. Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 82 x /menit
P : 20 x /menit
S : 36.5oC
Assesment (A)
Post operasi hari II dengan kista ovarium, nyeri daerah operasi, potensial terjadi infeksi.
Planning (P)
Tanggal 25 Agustus 2012 Jam 08.00 Wita.
1. Mengobservasi tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg. P : 24 x /menit.
N : 82 x /menit. S : 36OC
2. Menganjurkan ibu istirahat yang cukup yaitu tidur siang 1-2 jam, malam 7-8 jam dan ibu dapat beristirahat dengan tenang.
3. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi dengan memperhatikan diit selama perawatan dan ibu makan bubur ditambah dengan buah dan susu.
4. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini dan ibu miring ke kanan dan ke kiri.
5. Mengobservasi balutan luka operasi terhadap rembesan dengan
hasil luka operasi bersih dan tidak ada rembesan darah.
6. Mengobservasi kandung kemih : urine ibu sebanyak ± 1200 ml yang ditampung di dalam urine bag dan melakukan aff kateter.
7. Lanjutkan pemberian obat melalui infus sesuai aturan yaitu cefotaxime 1 gr/12 jam, tramadol 1 gr/8 jam dan asam traneksamat 1 gr/8 jam.
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN HARI KE-III
No. Reg : 04 09 20
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2012 Jam 09.00 Wita
Tgl. Operasi : 23 Agustus 2012 Jam 09.30 Wita
Tgl. Pengkajian : 26 Agustus 2012 Jam 09.00 Wita
Identitas Ibu
Nama : Ny.”R” / Tn.”J”
Umur : 39 Tahun / 41 Tahun
Nikah : 1x / ± 7 Tahun
Suku : Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat : Sungguminasa
Data Subjektif (S)
1. Ibu sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri.
2. Ibu mengeluh nyeri bekas operasi berkurang.
Data Objektif (O)
1. Ekspresi wajah cerah
2. Nyeri sudah berkurang
3. Luka bekas operasi sudah mulai kering.
4. Tanda-Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x /menit
P : 22 x /menit
S : 37oC
Assesment (A)
Post operasi hari III indikasi kista ovarium dengan nyeri daerah bekas operasi, potensial terjadi infeksi.
Planning (P)
Tanggal 26 Agustus 2012 jam 09.00 wita
1. Mengobservasi tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg P : 22 x /menit.
N : 86 x /menit S : 37oC
2. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi bertahap dan ibu perlahan sudah duduk di tempat tidur dalam posisi semi powler (setengah duduk).
3. Mengobservasi balutan luka operasi dan melakukan ganti verban.
4. Penggunaan kateter di hentikan (di aff).
5. Memberi dukungan moral kepada ibu bahwa ibu perlahan mulai pulih dan ibu merasa senang serta berterima kasih.
6. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi obat oral sesuai aturan yaitu cefotaxime 3 x 1 asam mefenamat 3 x 1 dan vitamin C 3 x 1.
7. Anjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi dengan memperhatikan diit selama perawatan dan ibu makan bubur ditambah dengan buah dan susu.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara tinjauan kasus pada pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ny. ”R” dengan Post Operasi Kista Ovarium Di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tanggal 24 s/d 26 Agustus 2012, untuk memudahkan pembahasan maka penulis akan menguraikan sebagai berikut :
A. Pengkajian dan Analisa Data Dasar
Pengumpulan data merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang ditujukan untuk pengumpulan informasi mengenai kesehatan baik fisik, psikososial dan spiritual. Pengumpulan data dilakukan melalui anamnese, pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan.
Hal ini disebabakan karena respon ibu dalam memberikan informasi begitu pula dengan keluarga, bidan dan dkter yang merawat sehingga penulis dengan mudah memperoleh data yang diinginkan. Data diperoleh secara terfokus pada masalah klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus sesuai keadaan klien.
Manurut teori yang ada Kista Ovarium yang ukurannya > 5 cm harus diangkat melalui pembedahan dan tak jarang disertai dengan salpingooforektomi (pengangkatan tuba dan ovarium) atau histerektomi total (pengangkatan tuba dan ovarium). Operasi pembedahan ini akan menyebabkan rasa nyeri pada daerah bekas pembedahan atau sayatan pada dinding abdomen.
Berdasarkan studi kasus pada Ny. “R” dengan nyeri daerah bekas operasi adalah akibat dari operasi pengangkatan kista ovarium dengan ukuran 20x30 cm dan histerektomi total yang dialami klien pada tangal 23 Agustus 2012, sehingga apa yang dijelaskan ditinjauan pustaka dengan studi kasus tampaknya tidak ada kesenjangan.
B. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Pada tinjauan pustaka dikatakan bahwa akibat dari operasi pembedahan dengan menyayat atau mengiris dinding abdomen adalah nyeri pada daerah bekas operasi tersebut akan dirasakan oleh klien. Sedangkan pada studi kasus Ny. “R” dikemukakan nyeri adalah sebagai akibat dari sayatan dinding abdomen pada operasi pengangkatan kista ovarium dan histerektomi total.
Dengan demikian ada kesesuaian antara tinjauan teori dan kasus pada Ny. “R” sehingga diagnosa aktual dapat ditegakkan dalam memudahkan bidan dalam memberikan asuhan.
Dengan demikian apa yang dijelaskan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan, sedangkan masalah kecemasan tidak didapatkan pada tinjauan pustaka tapi didapatkan pada saat pengkajian berulang.
C. Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial
Berdasrakan tinjauan pustaka manajemen kebidanan adalah mengidentifikasi adanya masalah potensial yaitu mengantisipasi jika memungkinkan dan mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin terjadi. Sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa nyeri daerah bekas operasi kemungkinan dapat terjadi infeksi apabila tidak tertangani dengan baik.
Berdasarkan data yang ada pada studi kasus Ny. “R” di lahan praktek dapat diidentifkasi masalah potensial yaitu potensial terjadi infeksi. Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan manajemen asuhan kebiadanan pada Ny. “R” nampak ada persamaan dan tidak ditemukan adanya kesenjangan.
D. Melaksanakan Tindakan Segera/Kolaborasi
Beberapa data yang memberikan indikasi adanya tindakan segera dimana harus menyelamatkan jiwa klien. Tindakan tersebut berupa kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lebih profesional sesuai dengan keadaan yang dialami oleh klien ataupun konsultasi dengan dokter.
Berdasarkan tinjauan pustaka pada post operasi kista ovarium tindakan segera dilakukan apabila ada perdarahan post operasi, tetapi pada studi kasus Ny. ”R” dengan post oprasi kista ovarium, tidak ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera atau kolaborasi mengingat keadaan ibu pada saat pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan tidak mengalami perdarahan. Dengan demikian ada kesamaan antar tinjauan pustaka dan manajemen asuhan kebidanan pada studi kasus di lahan praktek dan ini berarti tidak ada kesenjangan.
E. Rencana Asuhan Kebidanan
Pada manajemen kebidanan suatu rencana tindakan yang komprehensif ditunjukan pada indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien dan juga meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap klien serta konseling. Rencana tindakan harus disetujui klien dan semua tindakan diambil harus berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenarannya.
Pada Ny. ”R” dengan post operasi kista ovarium penulis merencanakan asuhan kebidanan berdasrakan diagnosa/masalah aktual dan potensial yaitu observasi tanda-tanda vital, anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, anjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi, anjurkan ibu untuk mobilisasi dini, beri penjelasan tentang personal hygiene yaitu mengganti pembalut dan pakaian basah/kotor, jelaskan penyebab nyeri, observasi pemberian cairan per infus, observasi kandung kemih dan penatalaksanaan pemberian antibiotik, analgetik dan vitamin.
Dari rencana asuhan kebidanan tersebut yang telah diberikan pada kasus ini ada kesesuaian antara teori dengan kasus yang ada.
F. Implementasi Asuhan Kebidanan
Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa menjelaskan rencana tindakan harus efisien dan menjamin rasa aman klien. Implementasi dapat dikerjakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian dilaksanakan klien serta kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan.
Pada studi kasus Ny. ”R” dengan post operasi tinjauan kista ovarium, semua tindakan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa hambatan karena adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari klien serta adanya dukungan dari keluarga dan pertugas kesehatan di ruang nifas/perawatan ginekologi di RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
G. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan evaluasi merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data yang dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan telah dicapai atau tidak dengan tindakan yang sudah diimplementasikan.
Pada tinjauan pustaka, evaluasi yang telah berhasil dilakukan adalah pemantauan keadaan klien meliputi :
1. Luka bekas insisi/operasi kering
2. Nyeri pada daerah bekas operasi berkurang
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Tanda-tanda infeksi tidak ditemukan seperti merah, bengkak, nyeri dan panas.
Berdasarkan studi kasus Ny. ”R” dengan post operasi kista ovarium tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang dari evaluasi tinjauan pustaka. Oleh karena itu bila dibandingkan dengan tinjauan pustaka dan studi kasus Ny. ”R” secara garis besar tidak ditemukan kesenjangan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung dilahan praktek melalui studi kasus tentang Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny. “R” Dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Pertiwi Makassar, maka dalam bab ini penulis menarik kesimpulan dan memberikan saran - saran.
A. Kesimpulan
1. Penanganan Kista Ovarium dengan cara operasi pengangkatan massa adalah cara yang tepat karena ukuran massa > 5 cm, disertai dengan rasa nyeri dan pengeluaran darah pervaginam yang dialami penderita selama 3 tahun yang lalu.
2. Diagnosa yang dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif dan data objektif Ny. ”R” dengan post operasi kista ovarium dengan nyeri luka operasi.
3. Berdasarkan praktek yang telah dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Pertiwi Makassar dalam memberikan asuhan kebidanan pada kasus kista ovarium menunjukkan tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada. Hal ini dapat dilihat dari awal pengkajian sampai pada evaluasi dan dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan pada klien dapat terlaksana dengan baik. Karena dukungan dan kerja sama yang baik antara klien, keluarga, paramedis (bidan), dan tim medis (dokter).
4. Pendokumentasian sangat penting dilaksanakan pada setiap tahap dari proses manajemen kebidanan, karena hal ini merupakan bukti pertanggung jawaban bidan terhadap asuhan kebidanan yang telah diberikan terhadap klien.
B. Saran
1. Saran bagi ibu (klien)
Diharapkan setiap wanita usia produktif untuk rajin memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan agar dapat mendeteksi secara dini apabila mengalami gangguan system reproduksi karena penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang karakteristik.
2. Saran bagi petugas kesehatan
a. Sebagai seorang petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat juga mengetahui tanda dan gejala pada gangguan system reproduksi, sehingga dapat mendeteksi lebih awal apabila menemukan kasus tersebut dan dapat segera mengambil keputusan klinik dalam penanganan selanjutnya.
b. Bidan harus memberikan asuhan sesuai dengan kewenangannya, untuk itu manajemen kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat mendasar bagi bidan untuk memecahkan masalah ibu (klien) dalam berbagai kasus.
3. Saran bagi institusi
Penerapan manajemen asuhan kebidanan dalam pemecahan masalah dapat lebih ditingkatkan dan dikembangkan mengingat proses ini sangat bermanfaat dalam membina tenaga bidan guna menciptakan sumber daya manusia yang berpotensi dan professional.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Kista Ovarium Berbahaya (online), (http://www.indonesia. com.BanjarmasinaPost, diakses 24 Agustus 2012)
.
Anonim, 2012. Melahirkan Cegah Kanker Ovarium (online), (http://www.bkkbn. go.id, diakses 24 Agustus 2012).
Anonim, 2012. Kista ovarium (online), (http://www.kista-ovari.com.medlinux, diakses 24 Agustus 2012 ).
Aditama, 2012. Mencegah Dan Mengatasi Penyakit Kewanitaan Dengan Tumbuhan Obat (online) (http://www.cyebemap.com. Diakses 25 Agustus 2012).
Boyke, 2012. Waspadai Gangguan Siklus Haid (online),(http://www. solusi. kesehatan.co.id, diakses 24 Agustus 2012 ).
.
Manuaba, I. B. G, 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
.
Manuaba, I. B. G, 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rustam, M, 2007. Sinopsis Obstetri, Jilid 2. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Saifuddin, A. B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Sastrawinata, S. R. 2000, Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung.
Simatupang E. J, 2006, Penerapan Unsur-Unsur Manajemen Dalam Praktek Kebidanan, Penerbit Awan Indah Jakarta.
Winkjosastro H, 2008.Ilmu Kandungan, Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Winkjosastro H, 2008. Ilmu Kebidanan, Edisi 4. Yayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Lampiran I
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Topik : Persiapan perawatan pulang
2. Sasaran : Klien dan Suami
3. Tujuan :
a. Tujuan Umum:
Klien/ ibu dan suami dapat mengerti setelah diberikan penyuluhan.
b. Tujuan Khusus:
1) Ibu dapat menjelaskan pengertian nutrisi.
2) Ibu dapat menyebutkan unsur yang terkait dengan nutrisi.
3) Ibu dapat menyebutkan macam-macam makanan seimbang.
4) Ibu dapat mengerti kaitan antara nutrisi dengan proses penyembuhan luka operasi.
4. Metode : Ceramah dan diskusi.
5. Waktu : Tanggal 24 Agustus 2012, jam 11.00 Wita.
Tempat : Di ruang perawatan ginekologi RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi.
6. Pembimbing Lahan: Bidan “M”
NUTRISI UNTUK IBU
A. Pengertian
Nutrisi adalah zat yang bermanfaat yang dibutuhkan oleh tubuh dimana zat tersebut diperoleh dari makanan.
B. Unsur-Unsur yang Terkait Dengan Nutrisi
1. Menghasilkan energi bagi fungsi organ, gerakan dan kerja fisik yaitu lemak, karbohidrat, dan protein.
2. Sebagai bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikan jaringan yaitu protein, lemak, mineral, air,dan karbohidrat.
3. Perlindungan/ pengatur yaitu vitamin, mineral, protein, dan lemak digunakan sebagai daya tahan tubuh terhadap penyakit.
4. Air sebagai pengatur suhu.
C. Makanan Seimbang
Makanan seimbang yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur nutrisi menu makan seimbang terdiri dari :
1. Makanan pokok yaitu nasi, jagung, sagu.
2. Lauk pauk yaitu ikan, telur, daging, tahu dan tempe
3. Sayur mayor yaitu Bayam, wortel, kentang dan lain-lain
4. Buah-buahan yaitu seperti pisang, papaya, jeruk, dan lain-lain.
5. Susu, air putih.
piramida makanan.jpg
D. Kaitan Antara Nutrisi Dengan Proses Penyembuhan Luka
Nutrisi berperan penting dalam tubuh kita. Salah satu unsur nutrisi yang berperan dalam proses penyembuhan luka yaitu protein. Protein berfungsi sebagai pembentukan jaringan baru, didalam proses penyembuhan luka, banyak jaringan yang tumbuh. Agar jaringan baru didaerah luka tersebut dapat tumbuh dengan sehat diperlukan unsur-unsur seperti protein, lemak, dan karbohidrat untuk dikonsumsi, makanan-makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut adalah:
a. Karbohidrat : Nasi, jagung, dan sagu.
b. http://docs.google.com/File?id=dcw5nfss_29fk9fdffs_bProtein : Lauk pauk (ikan, daging, telur, tempe, dan tahu).
c. http://docs.google.com/File?id=dcw5nfss_30d42293cj_bLemak : Kacang-kacangan dan alpukat.
E. Persiapan Perawatan Luka Operasi di Rumah
1. Pada saat klien akan pulang pastikan terlebih dahulu bahwa klien dalam keadaan tahap penyembuhan.
2. Menganjurkan pada klien untuk menerapkan konsumsi nutrisi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Menganjurkan pada klien dalam waktu beberapa hari klien tidak boleh melakukan aktifitas yang berat.
4. Menganjurkan pada klien untuk melakukan mobilisasi dini fisik secara bertahap sesuai kemampuan kita.
5. Menganjurkan pada klien untuk tidak mengangkat barang-barang yang berat.
6. Menganjurkan pada klien untuk makan makanan tinggi serat yaitu atau buah mempermudah dalam eliminasi BAB, agar otot-otot berelaksasi.
7. Menganjurkan pada klien untuk rajin datang kontrol kerumah sakit sesuai jadwal