DEMENSIA
-
Upload
tutor-tujuh -
Category
Documents
-
view
218 -
download
5
description
Transcript of DEMENSIA
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kognitif merupakan kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang
didapatkan dari proses berfikir dan memperoleh pengetahuan melalui aktivitas
mengingat, menganalisa, memahami, menilai, membayangkan dan berbahasa
(Johnson 2005). Gangguan kognitif merupakan gangguan psikiatrik paling
utama pada usia lanjut. Masalah yang utama pada kelainan ini adalah defisit
memori yang bermakna dan atau fungsi kognitif lain yang mewakilkan
perubahan yang signifikan dari tingkat fungsi sebelumnya (Kaplan, 2010).
Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada
usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan
dijumpai gangguan yang ringan sampai terjadinya demensia. Pada populasi
penduduk terutama jumlah orang tua yang menderita penyakit Alzheimer (AD)
diperkirakan akan meningkat dari 26,6 juta menjadi 106,2 juta pada tahun 2050
(Lautenschlager dkk, 2008). Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1,2 milyar
penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun
2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Jumlah lanjut usia di Indonesia diperkirakan 18.575.000 jiwa
(Riyanto, 2014).
Penurunan fungsi kognitif pada lansia merupakan penyebab terbesar
terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, dan
juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 1
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri. Kondisi ini adalah tantangan
karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering
menyertai para lansia. Kondisi gangguan kognitif ini bervariasi antara ringan,
sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian dari proses degenerasi
yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis, salah satunya yang paling
umum terjadi pada lansia adalah demensia (Riyanto,2014).
Bardasarkan latar belakang yang menunjukkan bahwa salah satu masalah
utama para lanjut usia adalah kemunduran fungsi kognitif yang berakibat
ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, maka perlu
dilakukan observasi gangguan kognitif pada orang tua di Panti Wreda
Palembang.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pelaksanaan TPP kali ini yaitu :
1. Apa saja gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha ?
2. Apa saja faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pada orang tua di Panti
Werdha?
3. Apa saja gejala dari gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha ?
4. Bagaimana cara mendiagnosis gangguan kognitif pada orang tua di Panti
Werdha?
5. Bagaimana tatalaksana gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha ?
6. Bagaimana ADL (Activity Daily Living) pada penderita gangguan kognitif di
Panti Werdha ?
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 2
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
1.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi dan memahami penyakit gangguan kognitif
pada orang tua di Panti Werdha.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gangguan kognitif yang ada pada orang tua di Panti
Werdha.
2. Memahami faktor risiko gangguan kognitif pada orang tua di
Panti Werdha.
3. Memahami gejala dari gangguan kognitif pada orang tua di
Panti Werdha.
4. Mengetahui cara mendiagnosis gangguan kognitif pada orang
tua di Panti Werdha.
5. Mengetahui tatalaksana gangguan kognitif pada orang tua di
Panti Werdha.
6. Memahami ADL pada orang tua di Panti Werdha.
1.4 Manfaat Kegiatan
Adapun manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi kali ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai gangguan kognitif pada lansia
2. Menambah pengalaman dalam mengobservasi pasien (lansia) dengan
gangguan kognitif.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 3
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganamnesis suatu gejala
sehingga dapat menentukan kemungkinan penyakit yang diderita oleh
pasien.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 4
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Anatomi & Fisiologi Otak
Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di cavitas cranii.
Otak dilanjutkan ke medulla spinalis melalui foramen magnum (Snell, 2012).
1. Cerebrum
Bagian terbesar otak dan terdiri dari dua hemisphere yang dihubungkan
oleh corpus callosum. Setiap hemisphere terbentang dari os frontale sampai
ke os occipitale, diatas fossa cranii anterior dan media, dan di posterior di
atas tentorium cerebelli. Hemisphere dipisahkan oleh fissura longitudinalis
cerebri, dimana kedalamnya menonjil falx cerebri. Lapisan permukaan
hemisphere disebut kortek dan tersusun dari substansia grisea. Kortek
berlipat-lipat disebut gyri yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Dengan
demikian permukaan kortek bertambah luas. Sejumlah sulci yang besar
membagi permukaan hemisphere menjadi lobus-lobus. Lobus ini diberi
nama sesuai dengan nama tulang tengkorak di atasnya. Lobus frontalis
terletak di depan sulci centralis dan diatas sulci lateralis. Lobus parietalis
terletak di belakang sulci centralis dan diatas sulcus lateralis. Lobus
occipitalis terletak di bawah sulcus pario-occipitalis. Dibawah sulcus
lateralis terdapat lobus temporalis (Snell, 2012).
Gyrus pracentralis dikenal sebagai area motoris yang mengatur
gerakan volunter sisi tubuh yang berlawanan. Gyrus postcentralis dikenal
sebagai area sensoris yang menerima dan menginterpretasikan sensari nyeri,
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 5
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
suhu, raba, dan tekan disisi kontralateral. Gyrus temporalis superior dikenal
sebagai area auditiva. Area broca dikenal sebagai area bicara motoris. Pada
orang betangan kanan, area broca hemisphere kiri lebih dominan dan
sebaliknya. Area visual terletak di daerah sulcus calcarnus. Rongga yang
terdapat di dalam setiap hemisphere cerebri disebut dengan ventriculus
lateralis (Snell, 2012).
2. Diencephalon
Diencephalon hampir seluruhnya tertutup oleh permukaan otak.
Terdiri atas thalamus di dorsal dan hypothalamus di ventral. Thalamus
adalah massa substansia grisea besar yang terletak di kanan dan kiri
ventriculus tertius. Thalamus adalah stasiun perantara besar untuk jaras
sensoris aferen yang menuju kortek cerebri. Hypothalmus membentuk
bagian bawah dinding lateral dan dasar ventriculus tertius. Struktur-struktur
berikut ini terdapat di dasar ventriculus tertius dari depan ke belakang:
chiasma optikum, tuber cinereum dan infundibulum, corpus mammilare, dan
substansia perforata superior (Snell, 2012).
3. Mesencephalon
Bagian sempit otak yang melewati incisura tentorii dan
menghubungkan otak depan dengan otak belakang. Teridi dari dua belahan
lateral yang disebut pedunculus cerebri. Masing-masing dibagi dalam pars
anterior yaitu crus cerebri dan bagian posterior tegmentum oleh sebuah
subtansia grisea yang disebut substansia nigra. Corpus pineale adalah sebuah
kelenjar kecil yang terletak di antara cilliculus superior. Kelenjar tersebut
melekat melalui sebuah tangkai pada dinding posterior ventriculus tertius.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 6
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Glandula pineale umunya mengalami kalsifikasi pada usia pertengahan,
dengan demikian dapat dilihat melalui radiologi (Snell, 2012).
4. Otak belakang
Pons terletak pada permukaan anteroir cerebellum dibawah
mesencephalon di atas medulla oblongata. Pons terutama tersusun atas
serabut saraf yang menghubungkan kedua belahan cerebellum. Pons juga
mengandung serabut-serabut ascenden dan decenden yang menghubungkan
otak depan, mesencephalon dan medulla spinalis. Beberapa saraf dalam pons
berfungsi sebagai stasiun perantara sedangkan yang lainnya sebagai inti saraf
otak.
Medulla oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan pons
dengan medulla spinalis. Fissura mediana terdapat pada permukaan anterior
medulla dan pada setiap sisi terdapat benjolan yang disebut pyramis.
Pyramis tersusun atas berkas serabut saraf yang berasal dari sel-sel besar di
dalam gyrus pracentralis kortek (Snell, 2012).
Cerebellum terdapat di bagian posterior fossa cranii. Terdiri dari dua
hemisphere yang dihubungkan oleh vermis. Lapisan permukaan cerebellum
disebut kortek terdiri dari substansia grisea. Kortek cerebelli berlipat-lipat
disebut folia. Cerebelli berperan penting dalam mengendalikan tonus otot
dan mengkoordinasikan gerak pada sisi tubuh yang sama.
5. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan
ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan
araknoid dan durameter.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 7
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat
erat pada otak.
b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan
lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta
selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.
c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari
dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus
pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter
melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai
periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam
pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat
kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks
serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural
memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla
spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar
dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla
spinalis (Snell, 2012).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 8
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Gambar 1. Anatomi Otak
Sumber : Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disorders of speech and language. In: Principles of
neurology. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill Inc; 2005. p. 413-28.
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang
dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. Sistem saraf perifer meliputi seluruh
jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal
yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor. Secara
fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP. Saraf
eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar (Guyton,
2012).
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
1. Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahanϑ lingkungan
eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 9
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
2. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter
pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi
impuls saraf melalui dua jalur
Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla
spinalis
Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla
spinalis.
Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki
inervasi simpatis dan parasimpatis.
Sistem pendorong aktivitas manusia dilakukan melalui penjalan sinyal
saraf yang terus-menerus dari otak rendah ke cerebrum. Sinyal-sinyal saraf pada
batang otak mengaktfkan bagian cerebral melalui dua cara yaitu
1. dengan merangsang aktivitas neuron pada daerah otak secara
langsung
2. dengan mengaktifkan sistem neurohormonal yang melepaskan
substasi neurotransmiter mnyerupai hormon, substansi ini
memberi pengaruh fasilitasi atau inhibisi spesifik ke dalam
daerah terpilih pada otak
Fungsi kognitif sesorang dipengaruhi oleh suatu sistem yang disebut
sistem limbik. Struktur limbik terdiri dari amigdala,hipotalamus, hipokamus,
nukleus talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus,
formasio hipikampus dan korpus mammilare, alvevus, fimbria, forniks, traktus
mamilotalamikus dan striaer terminalis. Peran sentral sistem limbik meliputi
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 10
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
memori pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan fungsi
otonom.
1. Amigdala terlibat dalam pengaturan emosi, tampaknya juga amigdala
berproyeksi pada pada jalur sistim limbik seseorang dalam
hubungannya dengan alam sekitar dan alam pikiran
2. Hipokamus terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses belajar
3. Girus parahipokampus berperan dalam membentuk memori spasial
4. Girus cinguli mengatur fungsi otonom seperti denyut jantungm tekanan
darah dan kognitif yaitu atensi. Kortek cinguli anterior (ACC)
merupakan struktur limbik terluas berfungsi pada afektif, kognitif,
otonom, perilaku dan motorik
5. Forniks membawa sinyal dari hipokampus ke mammilary body
6. Hipotalamus merupakan pusat dari sistim limbik. Juga berperan dalam
pengaturan fungsi vegetatif
7. Talamus merupakan pusat hantaran rangsangan dari perifer ke kortek
cerebri
8. Mammilary body berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran
9. Girus dentatus berperan dalam memori baru dan kebahagiaan
10. Kortek cerebral merupakan pusat dari pengaturan asosiasi.
(Guyton, 2012)
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 11
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
2.2. Definisi Kognitif
Kognitif merupakan istilah ilmiah untuk proses berpikir. Kognitif adalah
kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir
tentang seseorang atau sesuatu (Ramdhani, 2008). Kognitif merupakan
kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berfikir dan
memperoleh pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisa, memahami,
menilai, membayangkan dan berbahasa (Johnson, 2005). Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan pengertian dari kognitif yaitu proses berfikir seseorang
untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengingat, memahami, menilai
sesuatu.
2.3. Fungsi Kognitif pada Lansia
Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering
mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness) bentuk
gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut
usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia
lebih dari 80 tahun.. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif
ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk
klinis yang paling berat (Ramdhani, 2008).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 12
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
2.4. Gangguan Kognitif
2.3.1 Forgetfullness (Mudah Lupa)
Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering
dialami subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai peningkatan
umur. Lebih kurang 39% pada umur 50-60 tahun dan angka ini menjadi
85% pada umur di atas 80 tahun. Istilah yang sering digunakan dalam
kelompok ini adalah Benign Senescent Forgetfulness (BSF) atau Age
Associated Memory Impairment (AAMI). Ciri-ciri kognitifnya adalah
proses berfikir melambat; kurang menggunakan strategi memori yang
tepat; kesulitan memusatkan perhatian; mudah beralih pada hal yang
kurang perlu; memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu
yang baru; memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat (cue) untuk
mengingat kembali (Kusumoputro, 2003).
2.3.1.1 Etiologi
Faktor resiko mudah lupa bisa terjadi pada orang-orang
yang sangat sibuk, selalu terburu- buru, kurang tidur, sehingga
sulit untuk berkonsentrasi. Banyak sekali penyebab mudah lupa
(forgetfulness). Mudah lupa atau gangguan memori dapat
disebabkan oleh banyak hal, misalnya:
1. Cedera kepala
2. Infeksi susunan saraf pusat
3. Gangguan metabolik, seperti gangguan hormonal dan
gangguan elektrolit
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 13
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
4. Gangguan suplai aliran darah ke otak yang
mengakibatkan kerusakan sel di otak.
(Kusumoputro, 2003)
2.3.1.2 Gejala Klinis Mudah Lupa
Gejala klinis mudah lupa, yaitu:
1. Mudah lupa nama benda, nama orang
2. Memanggil kembali memori (recall) terganggu
3. Mengingat kembali memori (retrieval) terganggu
4. Bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali
5. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada
menyebutkan namanya.
(Kusumoputro, 2003)
2.3.2 Mild Cognitive Impairment (MCI)
Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan stadium gangguan
kognitif yang melebihi perubahan normal yang terkait dengan
penambahan usia, akan tetapi aktivitas fungsional masih normal dan
belum memenuhi kriteria demensia. Mild Cognitive Impairment
merupakan suatu keadaan transisi antara kognisi pada proses penuaan
yang normal dengan demensia ringan. Istilah MCI secara luas dapat
diartikan sebagai stadium/tahapan intermediet penurunan kognitif,
terutama yang mengenai gangguan fungsi memori, yang diduga
merupakan prediktif demensia, terutama demensia Alzheimer.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 14
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Fenomena MCI terutama dipergunakan sebagai “peringatan” bahwa
penyandangnya mempunyai resiko tinggi untuk mengidap demensia
Alzheimer dan merupakan fase transisi antara gangguan memori
fisiologis dan patologis (Kusumoputro, 2003).
2.3.2.1 Epidemiologi
Pada penelitian Canadian Study of Health and Aging,
didapati angka prevalensi dari MCI sekitar 17%. Angka
prevalensi untuk gangguan memori yang berhubungan dengan
usia didapati berkisar antara 17% sampai 34%. Seseorang dengan
MCI mempunyai resiko untuk menjadi AD dengan kecepatan
setiap tahunnya 10-12%, dan semakin cepat progresifitasnya bila
MCI ini disertai dengan kelainan pada APOEє4 dan hasil MRI
hipokampus (Riyanto, 2014).
2.3.2.2 Etiologi
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah factor yang
dapat menyebabkan penurunan kognitif, antara lain :
a) Diet
Dalam stdi prospektif, ± 500 demensia tanpa
gejala klinis berusai ≥ dievaluasi. Diet mereka dinilai
pada awal penelitian dan peserta di-scrining terhadap
demensia dalam 2 tahun berikutnya. Setelah
menyesuaikan dengan factor-faktor lain. Subjek dengan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 15
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
diet lemak total tertinggi mimiliki factor risiko relatof
terhadap timbulnya demensia (Anderson, 2010).
b) Inflamasi
Sindrom metabolic dan tingkat inflamasi tinggi
secara bersamaan, akan mengalami kerusakan kognitif
lebih besar daripada yang tidak keduanya. Sindrom
metabolic merupakan kelompok kelainan meliputi
hipertensi, kadar insulin tinggi, obesitas dan kadar lemak
abnormal. Hal ini berkaitan erat dengan peningkatan
risiko serangan jantung dan stroke (Anderson, 2010).
c) Radikal bebas
Radikal bebas merupakan molekul sangat stabil
yang bereaksi dengan molekul lain dalam proses oksidasi.
Area tubuh dengan output energy tinggi, seperti otak,
sangat rentan terhadap radikal bebas. Tubuh memerlukan
antioksidan untuk menangkal radikal bebas yaitu
superoxide dismutase, vitamin C dan E.
d) Penyakit vascular
Aterosklerosis pada pembuluh darah otak dapat
menurunkan aliran darah otak dan meningkatkan risiko
stroke. Aliran darah yang berkurang dapat menyebabkan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 16
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
sel saraf diotak akan hilang sebelum waktunya, sehingga
terjadi penurunan fungsi mental.
e) Stress
Laki-laki yang lebih tua dengan peningkatan kadar
epinefrin lebih mungkin untuk menderita gangguan
kognitif ringan. Hal ini juga membuktikan bahwa
peristiwa stress besar dapat memberikan suatu efek
kumulatif selama seumur hidup yang memperparah
penurunan kognitif (Anderson, 2010).
2.3.2.3 Gejala Klinis MCI
Kebanyakan pasien MCI dapat menjalani hidup normal.
Secara umum mereka tidak mengalami kesulitan berpikir dan
dapat bercakap normal, berpartisipasi dan hidup bermasyarakat
secara normal. Mereka cenderung untuk mudah lupa dan bila
mengerjakan sesuatu selalu berbelit-belit. Bila MCI berlanjut,
permasalahan memori menjadi lebih jelas. Kemungkinan
keluarga dan teman-teman akan menjumpai tanda-tanda sebagai
berikut:
a) Mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang
b) Menceritakan, cerita yang sama atau memberikan informasi
berulang kali
c) Kurang inisiatif pada awal atau menyelesaikan aktivitas
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 17
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
d) Kesulitan dalam membayar pajak
e) Pada waktu melakukan percakapan dan aktivitas kurang
bermanfaat
f) Tidak mampu untuk mengikuti tugas yang rumit
MCI sulit untuk bisa langsung mendiagnosis karena :
Tidak ada spesifik test yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa MCI
Tanda dan Gejala klinis sering tidak seluruhnya
dimiliki oleh pasien
Penurunan fungsi memori seringkali timbul secara
bertahap
Beberapa penyakit lain dapat menimbulkan gejala dan
tanda klinis yang serupa.
(Poerwadi, 2005)
2.3.2.4 Diagnosis
Diagnosis MCI dapat dibuat dengan kriteria menurut the
Quality Standards Subcommittee of the American Academy of
Neurology sebagai berikut:
a) Keluhan memori, terutama disampaikan oleh orang lain
b) Gangguan memori obyektif
c) Fungsi kognitif umum normal
d) Aktivitas kehidupan sehari-hari intak
e) Tidak ada demensia.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 18
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
(Poerwadi, 2005)
Diagnosis MCI dapat dibagi atas 4 subtipe klinis;
a) Amnestic MCI - single domain: terdapat gangguan memori
dengan tidak adanya gangguan dari area fungsi kognitif yang
lain seperti atensi, orientasi, bahasa dan visuospatial.
b) Amnestic MCI - multiple domain: terdapat gangguan memori
ditambah satu atau lebih gangguan dari area fungsi kognitif
yang lainnya.
c) Non Amnestic MCI - single domain: terdapat gangguan pada
satu area fungsi kognitif tanpa adanya gangguan dari area
fungsi memori.
d) Non Amnestic MCI - multiple domain: terdapat gangguan
pada dua atau lebih area fungsi kognitif tanpa adanya
gangguan dari area fungsi memori.
Keempat subtipe klinis tersebut berbeda dalam hal
etiologi dan outcome nya. Amnestic MCI (single domain lebih
baik dari yang multiple domain) mempunyai kemungkinan yang
lebih besar mengalami progresifitas menjadi penyakit demensia
Alzheimer. Sedangkan subtipe non-Amnestic mempunyai
kemungkinan mengalami progresifitas menjadi penyakit
demensia non- Alzheimer (Fink, 2004).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 19
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Untuk evaluasi diagnosis dari MCI diperlukan wawancara
klinis terhadap pasien dan informan yang dapat dipercaya seperti
pengasuh, pasangan hidup ataupun rekan kerja. Selain itu
dilakukan pemeriksaan neurologi.
2.3.2.5 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan pada Mild Cognitive Impairment
terbagi menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek,
yaitu:
1. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi gejala atau minimal mencegah menjadi
lebih buruk
Meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengembalikan ke kehidupan yang normal
Mengembalikan kemandirian diri
2. Tujuan Jangka Panjang
Jika tidak memungkinkan mencegah demensia paling tidak
memperlambat onsetnya.
(Poerwadi, 2005)
Counseling dan Support
Penting dilakukan agar setiap anggota keluarga dapat
mengerti keadaan pasien dan mencegah terjadinya komplikasi
akibat gangguan memori maupun kognitif. Sehingga perwatan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 20
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
dan pengobatan pasien dengan MCI dapat dilakukan secara
optimal (Paul, 2006).
Memory Training Program
Tujuan utama adalah meningkatkan fungsi memori, serta
mengurangi keluhan memori dan meningkatkan kualitas
kehidupan sehari-hari (Paul, 2006).
Obat-obatan
Pengobatan farmakologi terhadap MCI akan dianggap
berhasil jika dapat mencegah perkembangan defisit kognitif dan
fungsional dan pengembangan menjadi demensia. Namun,
sampai sekarang tidak ada pengobatan yang berhasil. Dalam uji
klinis secara acak, cholinesterase inhibitor, rofecoxib (obat anti-
inflamasi non-steroid), dan vitaminE telah gagal untuk mencegah
perubahan MCI menjadi demensia. Donepezil ditemukan dalam
percobaan klinis acak memiliki efek pencegahan sementara
selama 1 tahun, dengan efek yang lebih besar dan berkelanjutan
pada subyek yang memiliki setidaknya satu alel apoE4. Hasil ini
dapat mendorong beberapa dokter untuk menggunakan Donepezil
pada pasien MCI, namun bukti tersebut tidak cukup kuat untuk
dijadikan sebuah rekomendasi untuk penggunaan rutin (Paul,
2006).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 21
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Perubahan Gaya Hidup
Bukti dari studi epidemiologi longitudinal menunjukkan
bahwa latihan dan aktivitas fisik berhubungan dengan rendahnya
resiko menderita demensia. Kekuatan hubungan tersebut
tampaknya terkait tidak hanya dengan jumlah kalori yang
dikeluarkan pada latihan, tetapi juga dengan jumlah kegiatan
yang dilakukan, yang menunjukkan bahwa ada sinergi antara
latihan dan stimulasi kognitif (Paul, 2006).
Peran stimulasi kognitif kurang kuat. Penelitian telah
menemukan penurunan risiko demensia pada orang yang terlibat
dalam beragam kegiatan seperti teka-teki silang, menari, dan
pekerjaan sukarela. Ada tema-tema umum dalam temuan ini,
khususnya stimulasi kemampuan verbal dan bahasa, dan
beberapa asosiasi menarik. Misalnya menari, jelas melibatkan
koordinasi psikomotorik kompleks. Studi-studi observasional
hanya menawarkan bukti-bukti terbatas, tetapi pasien dengan
MCI tetap disarankan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
dapat meningkatkan stimulasi kognitif, terutama kegiatan yang
melibatkan bahasa dan koordinasi psikomotorik (Paul, 2006).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 22
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
2.3.3 Demensia
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian
beratnya sehingga menggangu aktivitas sehari-hari dan aktivitas sosial.
Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan
kemunduran memori/daya ingat atau pelupa (Nugroho,2008). Demensia
atau pikun adalah penurunan fungsi intelektual dan daya ingat secara
perlahan-lahan akibat menurunya fungsi bagian luar jaringan otak,
sehingga memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
menurunya kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari- hari, kemampuan dalam berkomunikasi dan
berbahasa, serta dalam pengendalian emosi ( Atun 2010). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan demensia adalah suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kognitif yang diawali dengan kemunduran
daya ingat sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.
2.3.3.1 Epidemiologi
Demensia pada dasarnya adalah penyakit kaum lansia.
Menurut practice guideline for the treatment of patients with
alzheimer’s disease and other dementians of late life dari The
Americans Psychiatric Association (APA), awitan penyakit ini
umumnya kerap terjadi pada usia 60-an, 70-an,dan 80-an keatas.
Namun pada kasus yang jarang gangguan ini muncul pada usia
40-an dan 50-an (disebut sebagai demensia awitan dini) (Sadock,
2010).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 23
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Tipe demensia tersering kedua adalah demensia vaskuler.
Demensia vaskuler mencangkup 15 sampai 30 persen seluruh
kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering terjadi pada
orang berusia antara 60 sampai 70 tahun dan lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan wanita (Sadock, 2010).
2.3.3.2 Etiologi Demensia
Beberapa penyebab demensia antara lain adanya tumor
pada jaringan otak atau metastasis tumor dari luar jaringan otak,
mengalami trauma atau benturan yang mengakibatkan perdarahan
dan terjadinya infeksi kronis kelainan jantung dan pembuluh
darah. Demensia juga disebabkan oleh kelainan kongenital seperti
penyakit Huntington, dan penyakit Metachromatic
leukodystrophy (kelainan dari bagian putih jaringan otak) (Atun
2010).
2.3.3.3 Klasifikasi Demensia
Demensia terbagi atas 2 dimensi menurut umur dan
menurut level kortikal. Demensia menurut umur terbagi atas,
Demensia senilis lansia yang berumur > 65 tahun dan demensia
presenilis lansia yang berumur < 65 tahun. Sedangkan demensia
menurut level kortikal terbagi atas, demensia kortikal terjadi
karena adanya gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 24
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
sedangkan demensia subkortikal terjadi gangguan yaitu apatis,
forgetful, lamban, adanya gangguan gerak (Sjahrir 2004).
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur,
perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan
menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III) (Maslim, 2014).
1. Menurut Umur:
a) Demensia senilis (>65th)
b) Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit:
a) Reversibel
b) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural
hematoma, defisiensi vitamin B, hipotiroidism, intoksikasi
Pb)
3. Menurut kerusakan struktur otak
a) Tipe Alzheimer
b) Tipe non-Alzheimer
c) Demensia vascular
d) Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
e) Demensia Lobus frontal-temporal
f) Demensia terkait dengan HIV-AIDS
g) Morbus Parkinson
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 25
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
h) Morbus Huntington
i) Morbus Pick
j) Morbus Jakob-Creutzfeldt
k) Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
l) Prion disease
m) Palsi Supranuklear progresif
n) Multiple sklerosis
o) Neurosifilis
p) Tipe campuran
4. Menurut sifat klinis:
a) Demensia proprius
b) Pseudo-demensia
2.3.3.4 Stadium Demensia
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 26
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 27
Stadium demensia di bagi menjadi 3 yaitu stadium awal,
stadium menengah, stadium akhir.
Stadium awal
Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukan
gejala sebagai yaitu kesulitan dalam berbahasa dan komunikasi
mengalami kemunduran daya ingat serta disorientasi waktu dan
tempat.
Stadium menengah
Pada stadium menengah, demensia ditandai dengan mulai
mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
dan menunjukan gejala seperti mudah lupa, terutama untuk
peristiwa yang baru dan nama orang. Tanda lainnya adalah
sangat bergantung dengan orang lain dalam melakukan sesuatu
misalnya ke toilet, mandi dan berpakaian.
Stadium lanjut
Pada stadium lanjut, lansia mengalami ketidakmandirian
dan in aktif yang total serta tidak mengenali lagi anggota
keluarga (disorientasi personal). Lansia juga sukar memahami
dan menilai peristiwayang telah dialaminya (Nugroho 2008).
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
2.3.3.5 Gejala Klinis Demensia
Ciri kepribadian yang telah ada sebelumnya dapat
semakin menojol selama perkembangan demensia. Pasien
demensia mungkin juga menjadi introvert dan tampak kurang
peduli dibandingkan sebelumnya akan efek prilaku mereka
terhadap orang lain. Penderita demensia yang memiliki waham
paranoid biasanya bermusuhan dengan anggota keluarga dan
perawatnya. Pasien dengan keterlibatan frontal dan temporal
cendrung mengalami perubahan kepribadian yang nyata dan
mungkin menjadi irritable serta eksplosif (Sadock, 2010).
Diperkirakan sekitar 20 sampai 30 persen pasien
demensia, terutama pasien demensia tipe alzheimer, mengalami
halusinasi, dan 30 sampai 40 mengalami waham, terutama yang
bersifat paranoid atau persekutorik dan nonsistematis, meski
waham yang kompleks menetap dan sistematis juga dilaporkan
oleh pasien ini. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lain lazim
dijumpai pada pasien demensia yang juga mengalami gejala
psikotik (Sadock, 2010).
2.3.3.6 Diagnosis
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 28
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Untuk pemeriksaan pada lansia yang mengalami dimensia
dibagi atas pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara lain :
1. Riwayat medik umum
Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami
gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti
hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit jantung
koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia
vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada lansia demensia
sering menoleh yang disebut head turning sign.
2. Riwayat neurologi umum
Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik,
sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia
lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab
degeneratif.
3. Riwayat neurobehavioral
Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk
diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Hal ini meliputi
komponen memori (memori jangka pendek dan memori
jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa,
fungsi eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang,
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 29
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan (Asosiasi
Alzheimer Indonesia, 2003).
2.3.3.7 Tatalaksana
Langkah pertama adalah verifikasi diagnosis. Tindakan
preventif penting dilakukan, terutama pada demensia vaskular.
Tindakan tersebut meliputi diet, olahraga, serta pengendalian
diabetes dan hipertensi. Obat farmakologis dapat mencakup obat
antihipertensi, antikoagulan, antiplatelet. Pengendalian tekanan
darah harus bertujuan mencapai batas yang lebih tinggi dari
kisaran normal. Pilihan obat antihipertensi dapat sangat
signifikan mengingan agen penyekat-ᵝ dikaitkan dengan hendaya
kognitif yang lebih besar. Penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACEI) dan diuretik tidak dikaitkan dengan hendaya
kognitif yang lebih berat dan dianggap dapat menurunkan
tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah cerebral.
Pendekatan pengobatan pada pasien demensia secara umum
adalah memberikan pelayanan medis suportif, dukungan
emosional untuk pasien dan keluarga, serta terapi farmakologis
untuk gejala spesifik, termasuk perilaku yang menganggu
(Sadock, 2010).
2.4 Instrumen Penilaian Fungsi Kognitif
2.4.1 Aktivitas hidup sehari-hari (Activity Daily Living) pada Lansia
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 30
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persyarafan
dan muskuloskeletal diantaranya dalam sistem saraf, lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (Agung, 2006).
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup. Aktivitas kegiatan sehari-hari adalah hal –hal yang dilakukan
seseorang dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup,
kesehatan, dan kesejahteraan. Aktivitas ini meliputi kebersihan diri,
mandi, berpakaian, makan, buang air kecil dan air besar serta berpindah
(Agung, 2006).
Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dapat diukur dengan menggunakan indekz Barthel. Indeks
Barthel adalah suatu alat yang cukup sederhana untuk menilai
perawatan diri, dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khusus
dalam aktivitas sehari-hari dan mobilitas. Menurut penelitian Agung
(2006), Aktivitas Hidup Sehari-hari Barthel merupakan instrumen ukur
yang andal dan shahih serta dapat digunakan untuk mengukur status
fungsional dasar usia lanjut di Indonesia.
Berdasarkan Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari (Activity Daily
Living) Barthel, tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri,
ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat,
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 31
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
dan ketergantungan total. Indeks Barthel terdiri dari sepuluh aktivitas
yaitu meliputi pengendalian rangsang BAB, BAK, membersihkan diri
(sikat gigi, memasang gigi palsu, sisir rambut, bercukur, cuci muka),
penggunaan jamban/toilet, masuk dan keluar WC (melepas, memakai
celana, membersihkan/menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi
dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/berjalan, memakai
baju, naik turun tangga dan mandi. Penilaian indeks Barthel
berdasarkan pada pengamatan, wawancara penilai terhadap aktivitas
yang benar-benar dikerjakan oleh responden. Kemudian nilai dari setiap
item akan di jumlahkan untuk mendapatkan skor total dengan skor
maksimum adalah 20 (Agung, 2006).
Tabel 1. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan Indeks Barthel
No. Aktivitas Kemampuan Skor
1. Mengendalikan rangsang
buang air besar (BAB)
Tidak terkendali / tidak teratur 0
Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
2. Mengendalikan rangsang
buang air kecil (BAK)
Tidak terkendali 0
Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
3. Membersihkan diri
(menyikat gigi, memasang
gigi palsu, menyisir
rambut, bercukur, cuci
Membutuhkan bantuan orang
lain
0
Mandiri 1
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 32
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
muka)
4. Penggunaan jamban /
toilet, masuk dan keluar
wc (melepas, memakai
celana,
membersihkan/menyeka,
menyiram)
Tergantung pertolongan orang
lain
0
Perlu bantuan pada beberapa
aktivitas
1
Mandiri 2
5. Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong
makanan
1
Mandiri 2
6. Berpindah posisi dari
tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya
Tidak mampu 0
Perlu banyak bantuan untuk
bisa duduk
1
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3
7. Mobilitas / berjalan Tidak mampu (imobilitas) 0
Bisa pindah / mobilitas
dengan kursi roda
1
Berjalan dengan bantuan 1
orang
2
Mandiri 3
8. Memakai baju/ berpakaian Tergantung bantuan orang lain 0
Sebagian dibantu orang lain
(misal mengancing baju,
1
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 33
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
resleting)
Mandiri 2
9. Naik turun tangga Tidak mampu 0
Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2
10. Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
(Modifikasi Indeks Barthel menurut Collin C Wade DT dalam Agung, 2006)
Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari = 20 : Mandiri
12– 19 : Ketergantungan Ringan
9– 11 : Ketergantungan Sedang
5– 8 : Ketergantungan Berat
0– 4 : Ketergantungan Total
2.4.2 Mini Mental Status Examination (MMSE)
Mini Mental Status Examination merupakan pemeriksaan status
mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai
instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan
mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan
penyakit neurodegeneratif. Mini Mental Status Examination menjadi
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 34
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak
di dunia. Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah
digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa
studi epidemiologi skala besar demensia (Zulsita, 2010).
Mini Mental Status Examination (MMSE) merupakan suatu skala
terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 7
kategori terdiri dari orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota,
gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari
dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan
konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau
mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat
kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2
benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu
kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan
kontruksi visual (menyalin gambar) (Asosiasi Alzheimer Indonesia,
2003).
Skor Mini Mental Status Examination (MMSE) diberikan
berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang makin rendah
mengindikasikan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar
antara 0-30, untuk skor 27-30 menggambarkan kemampuan kognitif
sempurna. Skor MMSE 22-26 dicurigai mempunyai kerusakan fungsi
kognitif ringan. Selanjutnya untuk skor MMSE ≤ 21 terdapat kerusakan
aspek fungsi kognitif berat dan nilai yang rendah ini mengidentifikasikan
resiko untuk demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 35
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Tabel 2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Item Tes Nilai
maksimal
Nilai
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan),
(tanggal), hari apa?
5 ---
2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi),
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
5 ---
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda ( Apel,
Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
3 ---
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik
kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf
yang benar sebelum kesalahan; misalnya
uyahw=2 nilai)
5 ---
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 36
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama
benda di atas
3 ---
BAHASA
6. Pasien disuruh menyebutkan nama benda
yang ditunjukkan ( pensil, buku)
2 ---
7. Pasien disuruh mengulang kata-kata:”
namun”, “ tanpa”, “ bila”
1 ---
8. Pasien disuruh melakukan perintah: “
Ambil kertas ini dengan tangan anda,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di
lantai”.
3 ---
9. Pasien disuruh membaca dan melakukan
perintah “Pejamkanlah mata anda”
1 ---
10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1 ---
11. Pasien disuruh menggambar bentuk di
bawah ini
1 ---
Total 30 ---
Interpretasi hasil:
Metode Skor Interpretasi
Penilaian cepat < 24 Abnormal
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 37
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Range < 21 Increased odds of
dementia
< 25 Decreased odds of
dementia
Pendidikan 21 Abnormal untuk tingkat
pendidikan SMP ke
bawah
< 23 Abnormal untuk tingkat
pendidikan SMA
< 24 Abnormal untuk tingkat
pendidikan tinggi
(D3/S1/S2/S3)
Tingkat keparahan 24-30 Tidak ada gangguan
kognitif
18-23 Gangguan kognitif
ringan
0-17 Gangguan kognitif
berat
2.4.3 Montreal Cognitive Assessment (MoCA)
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) yang mulai
dikembangkan pada awal tahun 2000. Tes MoCA dapat menilai fungsi
berbagai domain dalamwaktu sekitar 10 menit (Husein, 2010).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 38
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Untuk mendeteksi penderita Mild Cognitive Impairment (MCI)
dan Early Alzheimer’s disease dengan mengunakan tes MoCA dan
MMSE (Mini Mental State Examination). Dari penelitian tersebut
dengan mengunakan nilai cutt of point 26 didapatkan hasil untuk
mendeteksi MCI dengan MoCA mempunyai sensitivitas90% dan
spesifisitas 87% dengan subjek 94 orang, sedangkan MMSE
mempunyai sensitivitas 18% dan spesifisitas 100%. Pada tes MoCA
jika subjek mendapat nilai 26 maka dianggap normal (Husein, 2010).
MoCA terdiri dari 30 poin yang dapat dikerjakan kurang lebih
selama 10 menit dan menilai beberapa domain kognitif (Husein 2010):
a) Memori: menyebutkan 5 kata benda (5poin) dan
menyebutkan kembali setelah 5 menit (5 poin).
b) Visuospasial: dinilai dengan clock drawing task (3 poin) dan
mengambar kubus tiga dimensi (1 poin).
c) Fungsi eksekutif: dinilai dengan trail-making B(1 poin),
phonemic fluencytask (1 poin), dan two item verbal
abstraction (2 poin).
d) Atensi: penilaian kewaspadaan (1 poin), pengurangan
berurutan (3 poin), digits forward and backward (1 poin
masing-masing).
e) Bahasa: menyebut 3 nama binatang (singa, unta, badak; 3
poin), mengulang dua kalimat (2 poin) dan kelancaran
berbahasa (1 poin).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 39
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Tabel 3. Kuesioner MoCA-Ina
Jumlahkan semua skor sesuai daftar yang ada di sebelah kanan.
Tambahkan 1 poin untuk individu yang memiliki riwayat pendidikan
sampai berumur 12 tahun, poin maksimal berjumlah 30. Jika skor total
berjumlah lebih besar atau sama dengan 26 maka interpretasinya adalah
normal (Husein 2010).
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 40
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Lokasi Pelaksanaan
Tugas Pengenalan Profesi dilaksanakan di Panti Wreda.
3.2 Waktu Pelaksanaan
Tugas Pengenalan Profesi dilaksanakan pada :
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 41
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Hari : Disesuaikan
Tanggal : Disesuaikan
Pukul : Disesuaikan
3.3 Subyek Tugas Mandiri
Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan TPP ini adalah adalah penderita
gangguan kognitif di Panti Wreda
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada Tugas Pengenalan profesi kali ini
adalah panduan observasi/ check list, alat tulis, dan alat perekam.
3.5 Langkah-Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1. Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi.
2. Menyiapkan daftar tilikan dalam melakukan observasi.
3. Konsultasi kepada pembimbing.
4. Menyiapkan surat permohonan izin melakukan kegiatan Tugas Pengenalan
Profesi.
5. Membuat janji dengan pihak pengelola/ narasumber.
6. Melakukan observasi .
7. Mencatat kembali hasil observasi.
8. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi.
9. Membuat kesimpulan hasil observasi.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 42
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat Asal : Jawa
Pendidikan : SMA
Tanggal Masuk : 07 Desember 2013
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 43
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Berdasarkan hasil pengkajian aktivitas hidup sehari-hari dengan Indeks
Barthel yang dilakukan terhadap Tn. T, diperoleh jumlah skor 20. Nilai tersebut
menunjukkaan bahwa responden tergolong mandiri atau belum terjadi gangguan
pada aktivitas hidup sehari-hari.
Pada pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) diperoleh
skor 24, yaitu tidak terdapat gangguan kognitif. Nilai < 25 menunjukkan kecil
kemungkinan terjadinya demensia. Responden mengalami gangguan pada aspek
mengingat kembali (recall), dan kemampuan bahasa. Responden mengalami
kendala pada penglihatan karena menderita katarak, sehingga tidak mampu untuk
membaca, menulis, dan menggambar sesuai dengan perintah pada aspek tes
bahasa.
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) – Ina. Berdasarkan tes
tersebut, diperoleh skor 10 (ditambah 1 poin, karena pendidikan terakhir SMA)
yang berarti abnormal. Responden mengalami gangguan pada komponen
visuospasial/eksekutif, penamaan, dan atensi karena mengalami kendala
penglihatan. Responden juga mengalami gangguan pada memori, abstraksi, dan
delayed recall.
2. Nama : Ny. MR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 tahun
Alamat Asal : Jawa Barat
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk :10 Mei 2008
Berdasarkan hasil pengkajian aktivitas hidup sehari-hari dengan Indeks
Barthel yang dilakukan terhadap Ny. MR, diperoleh jumlah skor 20. Nilai tersebut
menunjukkaan bahwa responden tergolong mandiri atau belum terjadi gangguan
pada aktivitas hidup sehari-hari.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 44
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Pada pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) diperoleh
skor 14, yaitu terdapat gangguan kognitif berat. Nilai yang diperoleh responden
merupakan abnormal untuk metode penilaian cepat dan abnormal untuk tingkat
pendidikan SMP ke bawah. Selain itu, nilai < 21 menunjukkan kemungkinan
terjadinya demensia. Responden mengalami gangguan orientasi waktu, atensi dan
kalkulasi, mengingat kembali (recall), dan kemampuan bahasa. Responden
mengalami kendala pada penglihatan karena menderita katarak, sehingga tidak
mampu untuk membaca, menulis, dan menggambar sesuai dengan perintah pada
aspek tes bahasa.
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) – Ina. Berdasarkan tes
tersebut, diperoleh skor 1 (ditambah 1 poin, karena pendidikan kurang dari 12
tahun) yang berarti abnormal. Responden mengalami gangguan pada setiap
komponen, yakni visuospasial/eksekutif, penamaan, memori, atensi, bahasa,
abstraksi, delayed recall dan orientasi.
3. Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat Asal : Palembang
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk : 29 Desember 2012
Berdasarkan hasil pengkajian aktivitas hidup sehari-hari dengan Indeks
Barthel yang dilakukan terhadap Tn. A , diperoleh nilai 20. Nilai tersebut
menunjukkaan bahwa responden tergolong mandiri atau belum terjadi gangguan
pada aktivitas hidup sehari-hari.
Pada pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) diperoleh
skor 15, yaitu terdapat gangguan kognitif berat. Nilai yang diperoleh responden
merupakan abnormal untuk metode penilaian cepat dan abnormal untuk tingkat
pendidikan SMP ke bawah. Selain itu, nilai < 21 menunjukkan kemungkinan
terjadinya demensia. Responden mengalami gangguan orientasi waktu dan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 45
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
tempat, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall), serta bahasa dalam hal
menulis spontan dan menggambar.
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) – Ina. Berdasarkan tes
tersebut, diperoleh skor 13 (ditambah 1 poin, karena pendidikan kurang dari 12
tahun) yang berarti abnormal. Responden mengalami gangguan pada beberapa
komponen, yaitu visuospasial/eksekutif, penamaan, memori, atensi, bahasa,
abstraksi, dan delayed recall.
4. Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 73 tahun
Alamat Asal : Palembang
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk : 11 Juli 2007
Berdasarkan hasil pengkajian aktivitas hidup sehari-hari dengan Indeks
Barthel yang dilakukan terhadap Ny. M , diperoleh nilai 18. Nilai tersebut
menunjukkaan bahwa adanya ketergantungan ringan. Hal ini dikarenakan
responden tidak mampu naik turun tangga. Stroke yang diderita responden sejak
beberapa tahun lalu mengakibatkan anggota gerak bagian kirinya tak berfungsi
lagi.
Pada pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) diperoleh
skor 27, yaitu tidak terdapat gangguan kognitif. Nilai yang diperoleh responden
merupakan nilai normal untuk metode penilaian cepat dan untuk tingkat
pendidikan SMP ke bawah. Responden tidak mampu menulis dan menggambar
dikarenakan penyakit yang diderita.
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) – Ina. Berdasarkan tes
tersebut, diperoleh skor 18 (ditambah 1 poin, karena pendidikan kurang dari 12
tahun) yang berarti abnormal. Responden mengalami gangguan pada beberapa
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 46
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
komponen, yaitu visuospasial/eksekutif, atensi, bahasa, abstraksi, dan delayed
recall.
5. Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 78 tahun
Alamat Asal : Palembang
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk : 22 November 2014
Berdasarkan hasil pengkajian aktivitas hidup sehari-hari dengan Indeks
Barthel yang dilakukan terhadap Tn. I , diperoleh nilai 10. Nilai tersebut
menunjukkaan bahwa adanya ketergantungan sedang. Hal ini dikarenakan pada
beberapa aktivitas responden membutuhkan bantuan orang lain.
Pada pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) diperoleh
skor 11, yaitu terdapat gangguan kognitif berat. Nilai yang diperoleh responden
merupakan abnormal untuk metode penilaian cepat ( <24 ) dan abnormal untuk
tingkat pendidikan SMP ke bawah. Selain itu, nilai < 21 menunjukkan
peningkatan kemungkinan terjadinya demensia. Responden mengalami gangguan
orientasi waktu dan tempat, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali
(recall), dan kemampuan bahasa.
Salah satu tes skrining gangguan fungsi kognitif adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) – Ina. Berdasarkan tes
tersebut, diperoleh skor 14 (ditambah 1 poin, karena pendidikan kurang dari 12
tahun) yang berarti abnormal. Responden mengalami gangguan pada beberapa
komponen, yaitu visuospasial/eksekutif, memori, atensi, abstraksi, delayed recall
dan orientasi.
4.2 Pembahasan
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada salah
satu responden, yaitu Tn. T dengan menggunakan Indeks Barthel, MMSE
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 47
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
didapatkan bahwa responden mengalami Forgetfullness (Mudah Lupa). Hal ini
terlihat jelas dari adanya gangguan dalam aspek mengingat kembali (recall)
pada hasil tes MMSE. Sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu dari
gejala klinis mudah lupa adalah memanggil kembali memori (recall)
terganggu. Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering
dialami subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai peningkatan umur
(Kusumoputro, 2003).
Ciri-ciri kognitif yang dimiliki oleh Tn. T merupakan ciri-ciri kognitif
dari mudah lupa. Ciri-ciri kognitif tersebut adalah kesulitan memusatkan
perhatian, mudah beralih pada hal yang kurang perlu, dan memerlukan lebih
banyak petunjuk/isyarat untuk mengingat kembali (Kusumoputro, 2003). Pada
saat dilakukan wawancara, responden sangat mudah beralih pada hal yang
kurang perlu, seperti menceritakan hal-hal lain diluar komponen tes yang
sedang dilakukan.
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada dua
orang responden, yaitu Ny. MR dan Tn. A dengan menggunakan Indeks
Barthel, MMSE, dan MoCA-Ina didapatkan bahwa responden menderita Mild
Cognitive Impairment (MCI). Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan
stadium gangguan kognitif yang melebihi perubahan normal yang terkait
dengan penambahan usia, akan tetapi aktivitas fungsional masih normal dan
belum memenuhi kriteria demensia (Kusumoputro, 2003).
MMSE, tes kognitif yang paling banyak digunakan untuk
mendefinisikan MCI (Ghetu MV et al, 2010). Skor 18 - 23 dari 30 pada MMSE
telah dapat digunakan untuk mendefinisikan MCI, sedangkan kedua responden
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 48
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
memiliki skor 14 dan 15 yang menunjukkan adanya gangguan kognitif berat.
Jumlah skor pada kedua responden dipengaruhi oleh keterbatasan penglihatan
dan riwayat pendidikan yang dimiliki. Hal ini mempengaruhi hasil tes MMSE
dan MoCA-Ina khususnya pada komponen atensi dan kalkulasi, bahasa dalam
hal menulis spontan dan menggambar, visuospasial/eksekutif, penamaan, dan
abstraksi.
Berdasarkan hasil tes MocA-Ina didapatkan hasil abnormal pada kedua
responden. Menurut Poerwadi, salah satu kriteria diagnosis MCI adalah tidak
mampu untuk mengikuti tugas yang rumit (Poerwadi, 2005). Hal ini terlihat
jelas pada kedua responden saat melakukan tes pada aspek abstraksi.
Responden tidak mampu menjelaskan kemiripan antara kedua benda yang
diajukan sebagai pertanyaan.
Pihak panti telah melakukan beberapa hal untuk menjaga kesehatan
para penghuni panti, seperti memberikan bimbingan yang bersifat kreatif,
memberikan makanan yang bergizi 3 kali sehari, dan memberikan bimbingan
mental spiritual berupa pengajian, ceramah agama, dan olahraga. Hal ini telah
sesuai dengan teori untuk melakukan tatalaksana bagi penderita MCI. Pada
dasarnya penatalaksanaan dari MCI ditujukan untuk memperlambat timbulnya
dementia.
Aktivitas fisik, sosial, dan mental sering direkomendasikan untuk
pasien dengan MCI, banyak ahli menganjurkan bahwa kegiatan yang
merangsang fungsi kognitif, seperti teka-teki silang, permainan asah otak dan
diskusi mungkin berguna untuk pasien dengan MCI (Anderson, 2010).
Perubahan gaya hidup juga dapat mengurangi risiko. Kepatuhan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 49
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
terhadap diet ketat rendah lemak dikaitkan dengan kejadian MCI yang lebih
rendah dan dengan insiden lebih rendah terhadap pengembangan demensia.
Diet tersebut seperti mengkonsumsi buah dan sayuran,minyak zaitun, biji-
bijian, ikan dan unggas, makanan kaya akan antioksidan dan omega 3 (Mila,
2010).
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada Ny. M
dengan menggunakan MMSE didapatkan bahwa responden belum menderita
gangguan kognitif. Namun, berdasarkan Indeks Barthel responden memiliki
ketergantungan sedang yang terjadi akibat stroke yang ia derita. Responden
tidak mampu naik turun tangga sendiri, tetapi aktivitas hidup sehari-hari
lainnya masih dapat ia lakukan sendiri. Hal ini belum dapat menegakkan
diagnosis adanya gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berkaitan dengan
adanya gangguan kognitif.
Hasil tes MoCA-Ina terhadap Ny. M menunjukkan hasil yang abnormal.
Responden mengalami gangguan pada beberapa komponen, yaitu
visuospasial/eksekutif, penamaan, atensi, bahasa, abstraksi, dan delayed recall.
Namun, beberapa gangguan seperti visuspasial/eksekutif tidak mampu ia
lakukan diakibatkan anggota gerak atasnya yang tidak mampu lagi bergerak/
kaku.
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada Tn. I
dengan menggunakan Indeks Barthel, MMSE, dan MoCA-Ina diduga
responden menderita demensia stadium menengah. Pada stadium ini, penderita
mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan
menunjukkan gejala seperti mudah lupa, terutama untuk peristiwa baru dan
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 50
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
nama orang. Tanda lainnya adalah sangat bergantung dengan orang lain dalam
melakukan sesuatu misalnya ke toilet, mandi, dan berpakaian (Nugroho, 2008).
Teori tersebut terbukti pada hasil tes ADL yang dilakukan terhadap Tn.
I, diperoleh nilai 10. Nilai tersebut menunjukkaan bahwa adanya
ketergantungan sedang. Hal ini dikarenakan pada beberapa aktivitas responden
membutuhkan bantuan orang lain. Pada pemeriksaan Mini Mental Status
Examination (MMSE) diperoleh skor 11, yaitu terdapat gangguan kognitif
berat. Selain itu, nilai < 21 menunjukkan peningkatan kemungkinan terjadinya
demensia. Responden mengalami gangguan orientasi waktu dan tempat,
registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall), dan kemampuan
bahasa.
Untuk pemeriksaan pada lansia yang mengalami dimensia dibagi atas
pemeriksaan elektrofisiologis dan neuro imaging (Asosiasi Alzheimer
Indonesia, 2003). Pada observasi kali ini, pemeriksa hanya melakukan
beberapa langkah praktis yakni riwayat medik umum, riwayat neurologi umum,
dan riwayat neurobehavioral. Namun, hanya didapatkan hasil pada
pemeriksaan riwayat behavioral. Hal ini meliputi komponen memori (memori
jangka pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang dan waktu,
kesulitan bahasa, dan fungsi eksekutif (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Tatalaksana yang telah diterima oleh responden adalah bimbingan yang
bersifat kreatif, makanan yang bergizi 3 kali sehari, dan bimbingan mental
spiritual berupa pengajian, ceramah agama, dan olahraga tanpa tatalaksana
farmakologi seperti yang tercantum pada landasan teori (BAB II).
Pada saat dilakukan pemeriksaan MoCA- Ina hampir seluruh responden
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 51
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
menunjukkan hasil yang lebih buruk dibanding tes ADL dan MMSE. Beberapa
responden tidak mampu menyelesaikan hingga komponen tes terakhir karena
mengaku lelah dan komponen tes yang diajukan sangat sulit sehingga
pemeriksa menegakkan diagnosis lebih mengacu pada hasil tes ADL dan
MMSE.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan di Panti Werdha
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha terdiri dari forgetfullness
(mudah lupa), MCI (Mild Cognitive Impairment), dan salah satu reponden
diduga demensia stadium menengah.
2. Faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 52
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
adalah faktor usia, dikarenakan adanya penurunan fungsi kognitif pada lansia
yang menjadi responden.
3. Gejala dari gangguan kognitif pada orang tua di Panti Werdha meliputi proses
berfikir melambat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada hal
yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu
yang baru, memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat (clue) untuk mengingat
kembali, bahkan adanya kemampuan daya pikir yang mengganggu kegiatan
harian.
4. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari (Activity Daily Living)
dengan Indeks Barthel, MMSE (Mini Mental Status Examination), dan MoCA-
Ina dapat digunakan untuk membantu melakukan observasi gangguan fungsi
kognitif. Namun, MoCA-Ina dikeluhkan oleh beberapa responden karena
dianggap sulit sehingga beberapa responden tidak dapat menyelesaikan setiap
komponen tes.
5. Tatalaksana gangguan kognitif yang telah diperoleh di Panti Werdha, yakni
bimbingan yang bersifat kreatif, makanan yang bergizi 3 kali sehari, dan
bimbingan mental spiritual berupa pengajian, ceramah agama, dan olahraga.
6. Berdasarkan hasil observasi ADL (Activity Daily Living) pada penderita
gangguan kognitif di Panti Werdha masih tergolong baik, tiga dari lima
responden tidak tergantung dengan orang lain (mandiri), salah satu responden
memiliki tingkat ketergantungan sedang, dan seorang responden memiliki
tingkat ketergantungan ringan karena menderita stroke.
5.2 Saran
Adapun saran pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi adalah:
1. Diharapkan kepada pengurus panti untuk melakukan pemeriksaan
lebih lanjut pada penghuni panti untuk mencegah terjadinya
perburukan gejala.
2. Pemerintah hendaknya memberi perhatian lebih terhadap seluruh
penghuni panti dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 53
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
3. Diharapkan kepada pihak universitas agar memberitahu jadwal
pelaksanaan TPP minimal dua hari sebelum tanggal pelaksanaan,
sehingga penulis dapat mempersiapkan segala sesuatu yang diluar
dugaan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Purnomo. 2010. Penilaian Status Kognitif Pada Lanjut Usia. Surabaya :
Universitas Airlangga.
Anderson, Heather. 2010. Mild Cognitive Impairment. Department of Neurology.
University of Kansas Medical Center. Dalam: Panji, Sastra Wira., Reza
Kurniawan. 2013. Referat Mild Cognitive Impairment. Jember: FK Universitas
Jember.
Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003, Konsensus Nasional Pengenalan dan
Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya, Edisi 1, 39-47.
Atun. M. 2010. Lansia Sehat Dan Bugar. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 54
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Fink, V. 2004. Mild Cognitive Impairment Pre Alzheimer’s Disease Provides
Opportunity for Early Detection and Possible Treatment. Health Patners The
Institute for Medical Education Bulletin. Vol.6. p.1-12.
Guyton, 2012. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
Husein, N., Lumempouw S.,&Ramli, Y.H. 2010. Uji validitas dan reliabilitas montreal
cognitive assesment versi Indonesia (MoCA-Ina)untuk skrining gangguan fungsi
kognitif. Neurona. Vol. 27(4):15-22. Dalam: Taufik, Edwin Sugondo. 2014.
Pengaruh Hipertensi terhadap Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia. Semarang: FK
Universitas Diponegoro.
Johnson, M.H. 2005. Developmental cognitive neuroscience, Edisi 2. Oxford : Blacwell
publishing.
Kusumoputro, Sidiarto. 2003. Mild Cognitive Impairment (MCI). Jakarta: PERDOSSI.
Dalam: Panji, Sastra Wira., Reza Kurniawan. 2013. Referat Mild Cognitive
Impairment. Jember: FK Universitas Jember.
Kusumoputro. 2003. Gangguan fungsi luhur pada cedera kranioserebral. Jakarta :
Neurona.
Lautenschlager NT, Cox KL, Flicker L, Foster JK, van Bockxmeer FM, Xiao J et al.
2008. Eff ect of physical activity on cognitive function in older adults at risk for
Alzheimer disease: a randomized trial. Dalam: Riyanto, Budi. 2013. Perbedaan
Karakteristik Lanjt Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti
di Jakarta Barat. Vol. 40(10). Jakarta: Bagian Neurologi, FK Universitas
Atmajaya.
Maslim,Rusdi, 2014. Diagnosis gangguan jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta:Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 55
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Martina, Wiwie S. Nasrun. 2013. Demensia dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi II. Jakarta:
FKUI.
Nugroho. W, 2008, Gerontik Dan Geratrik, EGC, Jakarta.
Paul, Rosenberg et al. 2006. A Clinical Approach to Mild Cognitive Impairment. The
American Journal of Psychiatry. Dalam: Panji, Sastra Wira., Reza Kurniawan.
2013. Referat Mild Cognitive Impairment. Jember: FK Universitas Jember.
Poerwadi, Troebos. 2005. Mudah Lupa: Kapan Kita Harus Waspada. Surabaya:
Department of Neurology, Medical Faculty of Airlangga. Dalam: Panji, Sastra
Wira., Reza Kurniawan. 2013. Referat Mild Cognitive Impairment. Jember: FK
Universitas Jember.
Ramdhani, N. 2008. Sikap dan beberapa definisi untuk memahaminya. Dalam: Utomo,
Raditya. 2009. Gangguan Kognitif Lansia. Jakarta: FK Universitas Trisakti.
Riyanto, Budi. 2014. Beberapa Kondisi Fisik Dan Penyakit Yang Merupakan Faktor
Risiko Gangguan Fungsi Kognitif. Vol 41(1). Jakarta : Universitas Atmajaya.
Sadock,Benjamin. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Kklinis, Ed.2, Jakarta:
Penerbit EGC.
Snell, Richard. 2012. Anatomi klinis berdasarkan system. Jakarta: EGC.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 56
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
LAMPIRAN
1. PEDOMAN OBSERVASI
Tabel 1. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan Indeks Barthel
No. Aktivitas Kemampuan Skor
1. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali / tidak teratur 0
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 57
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
buang air besar (BAB) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
2. Mengendalikan rangsang
buang air kecil (BAK)
Tidak terkendali 0
Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
3. Membersihkan diri
(menyikat gigi, memasang
gigi palsu, menyisir
rambut, bercukur, cuci
muka)
Membutuhkan bantuan orang
lain
0
Mandiri 1
4. Penggunaan jamban /
toilet, masuk dan keluar
wc (melepas, memakai
celana,
membersihkan/menyeka,
menyiram)
Tergantung pertolongan orang
lain
0
Perlu bantuan pada beberapa
aktivitas
1
Mandiri 2
5. Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong
makanan
1
Mandiri 2
6. Berpindah posisi dari
tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya
Tidak mampu 0
Perlu banyak bantuan untuk
bisa duduk
1
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 58
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
7. Mobilitas / berjalan Tidak mampu (imobilitas) 0
Bisa pindah / mobilitas
dengan kursi roda
1
Berjalan dengan bantuan 1
orang
2
Mandiri 3
8. Memakai baju/ berpakaian Tergantung bantuan orang lain 0
Sebagian dibantu orang lain
(misal mengancing baju,
resleting)
1
Mandiri 2
9. Naik turun tangga Tidak mampu 0
Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2
10. Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
(Modifikasi Indeks Barthel menurut Collin C Wade DT dalam Agung, 2006)
Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari = 20 : Mandiri
12– 19 : Ketergantungan Ringan
9– 11 : Ketergantungan Sedang
5– 8 : Ketergantungan Berat
0– 4 : Ketergantungan Total
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 59
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Tabel 2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Item Tes Nilai
maksimal
Nilai
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan),
(tanggal), hari apa?
5 ---
2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi),
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
5 ---
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 60
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda ( Apel,
Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
3 ---
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik
kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf
yang benar sebelum kesalahan; misalnya
uyahw=2 nilai)
5 ---
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama
benda di atas
3 ---
BAHASA
6. Pasien disuruh menyebutkan nama benda
yang ditunjukkan ( pensil, buku)
2 ---
7. Pasien disuruh mengulang kata-kata:”
namun”, “ tanpa”, “ bila”
1 ---
8. Pasien disuruh melakukan perintah: “ 3 ---
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 61
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Ambil kertas ini dengan tangan anda,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di
lantai”.
9. Pasien disuruh membaca dan melakukan
perintah “Pejamkanlah mata anda”
1 ---
10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1 ---
11. Pasien disuruh menggambar bentuk di
bawah ini
1 ---
Total 30 ---
Interpretasi hasil:
Metode Skor Interpretasi
Penilaian cepat < 24 Abnormal
Range < 21 Increased odds of
dementia
< 25 Decreased odds of
dementia
Pendidikan 21 Abnormal untuk tingkat
pendidikan SMP ke
bawah
< 23 Abnormal untuk tingkat
pendidikan SMA
< 24 Abnormal untuk tingkat
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 62
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
pendidikan tinggi
(D3/S1/S2/S3)
Tingkat keparahan 24-30 Tidak ada gangguan
kognitif
18-23 Gangguan kognitif
ringan
0-17 Gangguan kognitif
berat
Tabel 3. Kuesioner MoCA-Ina
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 63
Tugas Pengenalan Profesi “Gangguan Kognitif Pada Orang Tua (Panti Wreda) 3”
Jumlahkan semua skor sesuai daftar yang ada di sebelah kanan.
Tambahkan 1 poin untuk individu yang memiliki riwayat pendidikan
sampai berumur 12 tahun, poin maksimal berjumlah 30. Jika skor total
berjumlah lebih besar atau sama dengan 26 maka interpretasinya adalah
normal.
Blok XIV “Kedokteran Jiwa & Fungsi Luhur” 64