Demam dengan Ruam

33
DEMAM DAN RUAM PENDAHULUAN Gejala demam dan ruam merupakan masalah yang umum ditemui di klinik. Kedua gejala ini bisa merupakan gambaran atau manifestasi dari penyakit yang ringan dan dapat sembuh sendiri hingga penyakit yang berat dan dapat mengancam nyawa. Oleh karena luasnya kemungkinan penyakitnya maka dibutuhkan pengetahuan mengenai diagnosa diferensial dari gejala demam dan ruam serta cara untuk menegakkan diagnosanya sebab kesalahan dalam menduga penyakit yang menyebabkan timbulnya kedua gejala tadi akan berakibat fatal. Penegakan diagnosa dari demam dan ruam dapat dilakukan antara lain dengan: 1. Anamnesa riwayat penyakit infeksi sebelumnya dan imunisasi 2. Tipe periode prodromalnya 3. Gambaran ruam, distribusi, durasi, dan kemunculannya berkaitan dengan demam. 4. Gambaran yang patognomonis dari suatu penyakit atau tanda-tanda diagnostik lain. 5. Tes diagnostik laboratorium Beberapa gambaran ruam yang dapat timbul antara lain: 1. Makular atau makulopapular: morbili, rubela, roseola infantum, skarlatina 2. Papulovesikular: varisela, herpes zoster, variola 3. Petekiae atau purpura: Meningokoksemia, DHF 1

description

Pendekatan Diagnosis Demam dengan Ruam.

Transcript of Demam dengan Ruam

Page 1: Demam dengan Ruam

DEMAM DAN RUAM

PENDAHULUAN

Gejala demam dan ruam merupakan masalah yang umum ditemui di klinik.

Kedua gejala ini bisa merupakan gambaran atau manifestasi dari penyakit yang ringan

dan dapat sembuh sendiri hingga penyakit yang berat dan dapat mengancam nyawa.

Oleh karena luasnya kemungkinan penyakitnya maka dibutuhkan pengetahuan

mengenai diagnosa diferensial dari gejala demam dan ruam serta cara untuk

menegakkan diagnosanya sebab kesalahan dalam menduga penyakit yang

menyebabkan timbulnya kedua gejala tadi akan berakibat fatal. Penegakan diagnosa

dari demam dan ruam dapat dilakukan antara lain dengan:

1. Anamnesa riwayat penyakit infeksi sebelumnya dan imunisasi

2. Tipe periode prodromalnya

3. Gambaran ruam, distribusi, durasi, dan kemunculannya berkaitan dengan demam.

4. Gambaran yang patognomonis dari suatu penyakit atau tanda-tanda diagnostik lain.

5. Tes diagnostik laboratorium

Beberapa gambaran ruam yang dapat timbul antara lain:

1. Makular atau makulopapular: morbili, rubela, roseola infantum, skarlatina

2. Papulovesikular: varisela, herpes zoster, variola

3. Petekiae atau purpura: Meningokoksemia, DHF

MORBILI

Morbili (Measles/Rubeola) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat

mudah menular serta ditandai oleh ruam makulopapular, demam tinggi, dan gejala

respiratorik. Di negara berkembang, morbili masih merupakan penyebab yang cukup

penting dari morbiditas dan mortalitas pada anak-anak.

Etiologi

Morbili disebabkan oleh virus measles, suatu virus RNA dari genus

Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Hanya dikenal satu jenis serotipe yang

diketahui. Selama periode prodromal dan untuk waktu yang pendek sesudah

timbulnya ruam, virus didapatkan pada sekret nasofaring, darah, dan urin. Virus dapat

tetap aktif untuk 34 jam pada temperatur kamar. Penularan maksimal oleh virus

terjadi melalui percikan droplet selama stadium prodromal.

1

Page 2: Demam dengan Ruam

Epidemiologi

Morbili merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, dan merupakan

penyakit yang sangat mudah menular. Di negara maju, kejadian umumnya pada anak-

anak usia 5-10 tahun, sedangkan di negara berkembang umumnya pada pada anak-

anak di bawah usia 5 tahun. Pada tahun 1999, penyakit ini menyebabkan hampir satu

juta kematian, atau sekitar 10% dari total kematian global pada anak balita.

Patogenesis dan Patologi

Transmisi terjadi terutama melalui rute respiratorik, dimana virus ini akan

bermultiplikasi secara lokal. Infeksi kemudian akan menyebar ke jaringan limfoid

regional, dimana multiplikasi selanjutnya akan terjadi. Viremia primer akan

menyebarkan virus yang kemudian akan bereplikasi di sistem retikuloendotelial.

Akhirnya, viremia sekunder akan menyebarkan virus ke permukaan epitelial tubuh,

termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana akan terjadi replikasi

fokal. Virus measles dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu, yang akan

membantu virus ini menyebar ke seluruh tubuh. Multinucleated giant cells dengan

inklusi intranuklear dapat terlihat pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Gambaran di

atas terjadi pada periode inkubasi. Pada fase prodromal, virus dapat ditemukan di air

mata, sekret hidung dan tenggorokan, urin, dan darah

Lesi utama measles ditemukan pada kulit, membran mukosa nasofaring,

bronki, traktus intestinalis, dan konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel

mononuklear serta beberapa sel polimorfonuklear terjadi di sekitar kapiler.

Hiperplasia jaringan limfoid biasanya terjadi, khususnya di apendiks. Di kulit, reaksi

yang terjadi umumnya melibatkan kelenjar sebasea dan folikel rambut. Koplik spots

berisi eksudat serosa dan proliferasi sel-sel endotelial serupa dengan yang terdapat

pada lesi kulit. Reaksi peradangan umum dari mukosa bukal/faring menyebar ke

jaringan limfoid dan membran mukosa trakeobronkus. Terjadi pneumonitis interstitial

yang disebabkan oleh virus measles (Hecht giant cell pneumonia). Bronkopneumonia

dapat disebabkan oleh infeksi sekunder karena bakteri. Pada kasus ensefalomielitis

yang fatal, terjadi demielinisasi perivaskular di otak dan medulla spinalis. Pada

subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) dapat terjadi degenerasi korteks dan

substansia alba dengan badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasma.

2

Page 3: Demam dengan Ruam

Manifestasi Klinis

Morbili memiliki 3 stadium klinis: periode inkubasi, stadium prodromal

dengan enanthem (Koplik spots) dan gejala ringan, dan stadium akhir dengan ruam

makulopapular disertai demam yang tinggi. Ada juga penulis yang membagi stadium

klinis morbili menjadi stadium prodromal, stadium erupsi (saat ruam muncul yang

disertai dengan panas tinggi), dan stadium akhir/konvalesens (ruam menjadi

hiperpigmentasi dan kadang-kadang deskuamasi, gejala menghilang).

Stadium inkubasi berlangsung lebih kurang 10-12 hari. Peninggian temperatur

ringan dapat terjadi 9-10 hari sesudah infeksi dan lalu berkurang dalam 24 jam.

Stadium prodromal biasanya berlangsung 3-5 hari dan ditandai dengan panas ringan-

sedang, batuk kering, coryza, dan konjungtivitis. Gejala-gejala ini hampir selalu

mendahului Koplik spots, tanda patognomonis untuk morbili, dalam 2-3 hari.

Enantem biasanya timbul pada palatum. Koplik spots merupakan titik berwarna putih

keabu-abuan, biasanya sekecil butiran-butiran pasir dengan areolae agak kemerah-

merahan, kadang-kadang hemoragis. Lesi ini cenderung timbul berseberangan dengan

molar bawah, tetapi dapat menyebar secara iregular ke bagian sisa dari mukosa bukal,

serta jarang terjadi di bagian tengah bibir bawah, palatum, dan krunkel lakrimal. Lesi

ini timbul dan menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam. Adanya

peradangan konjungtiva dan fotofobia dapat mendukung kecurigaan ke arah morbili

sebelum timbulnya Koplik spots. Kadang-kadang fase prodromal dapat berat dengan

panas mendadak tinggi, disertai dengan kejang atau pneumonia. Biasanya coryza,

panas, dan batuk bertambah berat sampai saat ruam menutupi seluruh tubuh.

Temperatur akan meninggi mendadak pada waktu timbul ruam dan seringkali

mencapai 40-40,5oC. Ruam biasanya mulai dengan sedikit makula pada bagian leher

lateral atas, di belakang telinga, sepanjang batas rambut dan pada bagian belakang

pipi. Lesi berubah menjadi makulopapula begitu ruam menyebar cepat ke seluruh

muka, leher, tangan bagian atas, dada bagian atas dalam waktu lebih kurang 24 jam

pertama. Dalam 24 jam, menyebar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, dan paha,

akhirnya mencapai kaki pada hari ke 2-3, sedangkan pada muka mulai menghilang.

Menghilangnya ruam ke bawah seperti pada waktu timbulnya. Pada kasus-kasus yang

ringan ruam tidak merupakan makula tetapi lebih menyerupai titik-titik seperti

gambaran pada demam skarlet atau rubella. Pada morbili yang berat, ruam bersatu,

seluruh kulit tertutup termasuk telapak tangan dan kaki, dan mukanya bengkak tidak

3

Page 4: Demam dengan Ruam

berbentuk. Ruam sering sedikit berdarah. Pada kasus yang berat dengan ruam yang

bersatu, dapat timbul petekiae dalam jumlah banyak, dan dapat terjadi ekimosis yang

ekstensif. Tidak ditemukannya ruam sama sekali jarang terjadi kecuali pada pasien

yang telah menerima imunogloulin saat periode inkubasi, pada beberapa penderita

AIDS, dan mungkin pada bayi-bayi yang berumur < 9 bulan yang masih mempunyai

antibodi ibu dalam darahnya. Pada tipe yang hemoragik (black measles), perdarahan

dapat terjadi dari hidung, mulut, atau usus.

Biasanya terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut rahang dan servikal

posterior, dan dapat disertai dengan splenomegali ringan. Pembesaran kelenjar limfe

mesenterium dapat menimbulkan sakit pada abdomen. Perubahan patologik yang khas

dapat terjadi pada mukosa appendiks, menyebabkan obliterasi lumen dan gejala-gejala

appendisitis. Hal ini cenderung berkurang dengan hilangnya Koplik spots. Otitis

media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala gastrointestinal seperti diare dan muntah-

muntah lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil (terutama malnutrisi)

daripada anak-anak yang lebih besar. Komplikasi yang dapat terjadi pada morbili

antara lain otitis media akut, bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis, ensefalitis,

SSPE, diare persisten, reaktivasi atau memberatnya penyakit TB, miokarditis,

trombositopenia, black measles, dan perburukan status gizi.

Gambar 1. Koplik Spots dan Ruam pada Morbili

Diagnosis

Biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinik yang khas. Konfirmasi

laboratorium jarang diperlukan. Selama stadium prodromal, dapat ditemukan sel

raksasa multinuklear pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi dalam

jaringan kultur dan dapat diukur peninggian titer antara serum akut dan konvalesens.

4

Page 5: Demam dengan Ruam

Jumlah leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pada pemeriksaan

pungsi lumbal pada ensefalitis karena measles dapat ditemukan protein meninggi,

limfosit sedikit meninggi, sedangkan glukosa normal.

Pengobatan

Tidak ada terapi antiviral yang spesifik sehingga terapi yang diberikan

sepenuhnya suportif, seperti istirahat, pemberian antipiretik, dan mempertahankan

status nutrisi dan hidrasi, serta perawatan lain yang sesuai dengan penyulit yang

terjadi. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Vitamin A dosis

tinggi diberikan karena seringkali terjadi hiporetinemia pada kasus morbili. Dosis

yang diberikan adalah 100.000 unit dosis tunggal per oral (usia 6 bulan-1 tahun),

200.000 unit dosis tunggal per oral (usia > 1 tahun). Dosistersebut diulangi pada hari

ke-2 dan 4 minggu, kemudian diberikan lagi bila telah terdapat tanda-tanda defisiensi

vitamin A.

Pencegahan

Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif dan pasif.

Imunisasi aktif biasanya diberikan pada usia 15 bulan, tetapi dapat diberikan lebih

awal (di Indonesia pada usia 9 bulan). Imunisasi pasif dapat diberikan berupa serum

dewasa, serum konvalesens, globulin plasenta, atau gamma globulin, yang efektif

untuk pencegahan dan meringankan morbili. Gamma globulin dapat diberikan dalam

waktu 5 hari sesudah terpapar, tetapi lebih disukai sesegera mungkin.

Prognosis

Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit

infeksi sekunder/malnutrisi berat maka prognosisnya lebih buruk. Kematian umumnya

disebabkan oleh penyulit seperti pneumonia dan ensefalitis.

RUBELA

Rubella (German/3 days measles) merupakan suatu penyakit infeksi virus akut

yang ditandai dengan gejala konstitusional yang ringan, ruam yang menyerupai ruam

pada rubeola ringan atau demam skarlet, dan pembesaran kelenjar limfe terutama post

aurikular, suboksipital, dan servikal posterior. Infeksi rubella yang terjadi pada usia

kehamilan muda dapat menyebabkan sindrom rubella kongenital, yang dapat

mengakibatkan lahir mati atau kelainan kongenital pada saat lahir. Umumnya kelainan

kongenital yang terjadi berupa kelainan oftalmologik (katarak, mikroftalmia,

5

Page 6: Demam dengan Ruam

glaukoma, korioretinitis), kelainan kardiak (paten duktus arteriosus, septal defek),

kelainan auditori (tuli sensorineural), kelainan neurologis (mikrosefali,

meningoensefalitis, retardasi mental).

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rubela, suatu virus RNA yang merupakan

anggota genus Rubivirus di dalam famili Togaviridae. Manusia merupakan satu-

satunya pejamu alami dari virus rubela. Virus ini dapat menyebar melalui droplet oral

atau transplasental.

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan insidensi pada

pria maupun wanita. Sebelum diperkenalkannya vaksin rubela pada tahun 1969,

pandemi rubela terjadi tiap 6-9 tahun. Tetapi sejak diperkenalkannya vaksin ini,

epidemi rubela tidak terjadi lagi dan menurun sampai lebih dari 99% sehingga risiko

terjadinya rubela untuk semua umur menurun secara tajam.

Patogenesis

Transmisi virus umumnya terjadi melalui rute pernafasan. Replikasi awal virus

kemungkinan besar terjadi di saluran pernafasan, yang diikuti dengan multiplikasi di

kelenjar limfe servikal. Viremia timbul dalam waktu 5-7 hari setelahnya dan

menghilang sekitar hari ke 13\

]-15 (sebelum timbulnya ruam), tetapi virus tetap ada pada nasofaring selama 6 hari

sesudah ruam dan kadang-kadang beberapa minggu sesudahnya. Selain dalam darah

dan nasofaring, virus juga terdapat pada kelenjar limfe, urin, cairan serebrospinalis,

sakus konjungtiva, cairan sinovial, dan paru-paru. Terbentuknya antibodi terhadap

virus ini bersamaan dengan munculnya ruam, sehingga menguatkan dugaan bahwa

ruam yang terjadi diakibatkan oleh proses imunologis.

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi rubela bervariasi mulai dari 14-21 hari. Gejala prodromal

sebelum timbul ruam bervariasi sesuai dengan umur, dimana pada banyak kejadian di

anak-anak bukti pertama penyakit ialah dengan adanya ruam, kadang-kadang disertai

coryza ringan dan diare sebelum timbul ruam. Tetapi sebaliknya pada remaja dan

orang dewasa biasanya terdapat gejala prodromal berupa sakit pada mata,

konjungtivitis, sakit kepala, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, panas badan,

menggigil, anoreksia, nausea.

6

Page 7: Demam dengan Ruam

Gambar 2. Perjalanan Infeksi Rubela Primer

Ruam timbul pertama kali pada muka kemudian menyebar secara sentrifugal

ke arah leher, lengan, badan, dan tungkai. Progresifitas, luas, dan lama timbulnya

ruam bervariasi. Pada kasus yang khas, ruam meliputi seluruh tubuh pada 24 jam

pertama, mulai memudar pada muka pada hari kedua, dan menghilang pada seluruh

tubuh pada hari ketiga. Secara karakteristik bentuk ruam eritematous, makulopapula,

dan diskreta. Limfadenopati merupakan gejala klinik yang cukup penting pada

penderita rubela. Secara karakteristik terjadi pembesaran kelenjar suboksipital,

aurikular posterior, dan servikal. Pembesaran kelenjar terjadi 1-7 hari sebelum timbul

ruam dan menetap selama satu minggu atau lebih. Panas badan akibat rubela

bervariasi dan biasanya peninggian temperatur minimal, timbulnya panas biasanya

bersamaan dengan timbulnya ruam dan akan kembali normal sesudah ruam hilang.

Arthralgia dan arthritis transien umum terjadi pada anak wanita yang sudah cukup

besar. Sendi manapun dapat terkena namun yang paling sering dalah pada sendi-sendi

kecil di tangan.

Manifestasi kelainan kongenital pada sindrom rubela kongenital umumnya

segera setelah lahir. Kelainan pada mata dapat berupa katarak, mikroftalmia, glaukom

kongenital. Kelainan pada telinga berupa gangguan pendengaran. Kelainan

kardiovaskular dapat berupa PDA dan stenosis arteri pulmonalis.

7

Page 8: Demam dengan Ruam

Gambar 3. Rubela Kongenital

Diagnosis

Konfirmasi diagnosa rubela bisa didapatkan dengan pemeriksaan serologis

ataupun kultur virus. Untuk isolasi virus maka spesimen yang paling cocok adalah

apus tenggorok atau nasofaring yang diambil dalam 3-4 hari setelah gejala timbul,

atau bisa juga diambil dari darah. Tes HI merupakan tes serologi standar untuk rubela,

namun sekarang beberapa metode lain juga sering digunakan seperti aglutinasi lateks,

ELISA, hemaglutinasi pasif, dan lain-lain. Deteksi IgG merupakan bukti adanya

imunitas. Untuk secara akurat mengkonfirmasi infeksi rubela yang sedang terjadi,

maka harus didapatkan peningkatan titer antibodi diantara dua sampel serum yang

berbeda 10 hari atau IgM spesifik rubela harus dideteksi dalam spesimen tunggal.

Pengobatan

Tidak ada terapi antiviral spesifik untuk rubela. Pengobatan yang diberikan

bersifat suportif. Antipiretik dapat diberikan untuk mengatasi demam.

Prognosis

Prognosis rubela pada anak-anak sangat baik. Infeksi yang terjadi biasanya

menghasilkan imunitas permanen, meskipun pada beberapa kasus dapat terjadi

reinfeksi. Infant dengan spektrum sindrom rubela kongenital yang lengkap

8

Page 9: Demam dengan Ruam

mempunyai prognosis yang sangat buruk. Prognosisnya lebih baik pada janin yang

terpapar infeksi saat usia kandungan sudah lebih lanjut.

ROSEOLA INFANTUM (EXANTHEM SUBITUM)

Roseola merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan demam ringan dan

gejala erupsi pada kulit, timbul terutama pada usia kurang dari 3 tahun, puncaknya

pada usia 6-15 bulan. Etiologi dari penyakit ini terutama karena infeksi human

herpesvirus 6 (HHV-6), dan juga human herpesvirus 7 (HHV-7).

Pada periode prodromal, roseola biasanya tidak menimbulkan gejala, namun

pada beberapa kasus menunjukkan gejala :

infeksi saluran pernafasan atas seperti rhinorrhea, peradangan ringan

pada faring, dan kemerahan ringan pada konjungtiva

Limfadenopati pada regio cervical dan oksipital

edema ringan pada palpebra

Gejala klinis diawali dengan demam tinggi berkisar antara 37,9 hingga 40oC (rata-rata

39oC). Demam tinggi ini dapat disertai:

- iritabilitas dan anoreksia

- kejang demam

- rhinorrhea, sakit tenggorokan, nyeri perut, muntah, dan diare

- Nagayama spots, ulkus pada uvulopalatoglossal junction

Demam bertahan selama 3-5 hari, kemudian dapat turun secara tiba-tiba atau

perlahan-lahan. Ruam muncul dalam 12-24 jam penurunan demam. Ruam pada

roseola berwarna rose, awalnya terpisah, kecil (2-5mm), sedikit menonjol, muncul

awalnya pada batang tubuh, kemudian menyebar ke leher, wajah, dan ekstremitas

proksimal. Lesi ini dapat tetap terpisah, atau seiring perjalanan penyakit lesi menyatu

satu dengan yang lain. Setelah 1-3 hari, ruam akan menghilang.

Terdapat beberapa perbedaan manifestasi klinis antara infeksi HHV-6 dan HHV-7,

seperti pada infeksi HHV-7 relatif lebih sering pada usia lebih tua, suhu demam relatif

lebih rendah, dan durasi demam yang relatif lebih pendek. Namun perbedaan ini

belum secara signifikan dapat membedakan infeksi karena HHV-6 atau HHV-7.

9

Page 10: Demam dengan Ruam

Gambar 4. Roseola Infantum

Terapi :

- HHV-6 Ganciclovir, cidofovir, foscarnet

- HHV-7 Cidofovir, foscarnet

- Terapi suportif dengan acetaminophen atau ibuprofen

- Menjaga keseimbangan cairan

DEMAM SKARLET (SKARLATINA)

Definisi

Demam skarlet merupakan suatu bentuk infeksi saluran pernafasan atas yang

disertai dengan ruam khas, terjadi karena infeksi Streptokokus grup A yang

memproduksi eksotoksin pirogen pada individu yang tidak memiliki antibodi

antitoksin.

Etiologi

Streptococcus beta haemolyticus group A

Patofisiologi

Setelah kuman masuk melalui inhalasi atau ingesti, kuman akan melekat pada

sel epitel saluran pernafasan. Kuman mempunyai selaput (kapsul) yang dapat

melindungi kuman dari fagositosis, serta mengeluarkan berbagai enzim yang dapat

menyebabkan perluasan infeksi. Toksin pirogenik (A-C) dapat menimbulkan ruam

pada individu yang tidak kebal. Timbulnya ruam dapat berlebih pada reaksi

hipersensitivitas dan berkurang dengan adaya antitoksin spesifik.

Manifestasi Klinis

Ruam muncul dalam 24-48 jam setelah onset gejala, walau kadang dapat

muncul bersamaan. Seringkali ruam muncul awalnya pada daerah di sekitar leher,

10

Page 11: Demam dengan Ruam

meluas ke batang tubuh dan ekstremitas. Ruam yang terbentuk berupa erupsi yang

eritematous, papular yang difus dan halus, berwarna merah terang yang hilang pada

penekanan. Lebih banyak terdapat pada daerah lipatan siku, ketiak, dan kemaluan.

Daerah wajah biasanya tidak terdapat ruam, walau kadang pada pipi tampak

eritematous dengan daerah pucat di sekitar mulut. Setelah 3-4 hari, ruam mulai

menghilang dan diikuti deskuamasi.

Pemeriksaan faring menunjukkan penemuan serupa seperti pada faringitis

akibat Streptokokus grup A, lidah coated dan papila membengkak. Setelah

deskuamasi terjadi, kemerahan pada papila semakin nampak jelas sehingga lidah

memberikan gambaran strawberry appearance.

Gambar 5. Skarlatina: Gambaran Ruam dan Strawberry Appearance

Pemeriksaan Penunjang

- Leukositosis

- Peningkatan titer ASLO (ASTO)

- Peningkatan LED

- CRP dapat positif

- Biakan apus tenggorok : Streptococcus beta haemolyticus group A

Penatalaksanaan

Antibiotik

Penicillin V (DOC), 125-250 mg/kali, 3x/hari p.o selama 10 hari.

Long acting benzathine penicillin G 600.000-1.200.000 unit i.m dosis tunggal. Pada

keadaan berat, pemberian dosis i.v dapat mencapai 400.000 unit/kgBB/hari.

Bila alergi penicillin, dapat diberikan:

11

Page 12: Demam dengan Ruam

Eritromisin : 40 mg/kgBB/hari p.o

Linkomisin : 40 mg/kgBB/hari p.o

Klindamisin : 30 mg/kgBB/hari p.o

Sefadroksil monohidrat : 15 mg/kgBB/hari p.o

Prognosis

Bila pengobatan adekuat, prognosis baik. Penyulit dapat dicegah bla pengobatan cepat

diberikan

Bila respon imun terganggu dapat terjadi penyulit berat bahkan kematian, meskipun

mendapat pengobatan yang adekuat.

HERPES SIMPLEKS

Etiologi

Herpes Simplex Virus (HSV). Terdapat 2 strain, yaitu HSV-1 dan HSV-2.

HSV-1 biasanya menginfeksi kulit dan membran mukosa tubuh dari pinggang ke atas.

HSV-2 menginfeksi daerah genital dan neonatus.

Patogenesis

Perubahan patologis pada penyakit ini bervariasi tergantung pada jaringan

yang terinfeksi. Pada kulit dan membran mukosa, jenis lesi yang terjadi adalah vesikel

unilokuler. Pada kulit, vesikel teregang oleh cairan yang berisi sel epitel terinfeksi,

multinucleated giant cell, dan leukosit. Pada membran mukosa, sering terjadi gesekan

sehingga terjadi kebocoran cairan intravesikel. Maka terbentuk vesikel kolaps yang

terutama berisi fibrin.

Pada individu yang sehat, lesi terbatas pada kulit dan mukosa saja dan jarang

terjadi viremia. Namun pada neonatus, anak dengan malnutrisi berat, atau gangguan

imunitas dapat terjadi penyebaran virus yang luas melalui pembuluh darah.

Manifestasi Klinis

Lesi kulit yang terbentuk berupa vesikel dengan dinding tipis pada dasar yang

eritematous. Vesikel-vesikel ini kemudian akan ruptur, dan sembuh dalam 7-10 hari

tanpa bekas kecuali pada serangan berulang atau infeksi sekunder. Lesi kulit ini dapat

didahului iritasi ringan atau rasa terbakar pada lokasi lesi, selain itu dapat pula di

dahului nyeri hebat pada lokasi lesi.

12

Page 13: Demam dengan Ruam

Gambar 6. Herpes Simpleks

Manifestasi Klinis lain dapat berupa:

- Gingivostomatitis Akut

- Stomatitis rekuren dan herpes labialis

- eksema herpetikum

- infeksi okular

- herpes genitalis

- infeksi SSP

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis pada 50% apus yang berasal dari lesi (Tzanck stain)

menunjukkan multinucleated giant cell dan inklusi intranuklear. Selain itu, dapat

digunakan metode ELISA atau teknik imunofluoresen untuk mendeteksi antigen

spesifik guna mendiagnosa pasti infeksi herpes.

Penatalaksanaan

Acyclovir guanin merupakan obat pilihan pada infeksi herpes.

Acyclovir oral, 15 mg/kgBB/kali, 5x/hari selama 7 hari, mulai diberikan dalam 72 jam

setelah onset gejala.

VARIOLA (SMALLPOX)

Definisi

Penyakit infeksi virus akut dan menular yang ditandai khas timbulnya erupsi

berupa papula, vesikula, pustula dengan gejala umum yang berat.

Epidemiologi

Berkat program eradikasi yang intensif dari WHO yang dimulai sejak tahun

1967, maka pada tahun 1980 WHO mengumumkan dunia telah bebas dari cacar.

Klasifikasi

13

Page 14: Demam dengan Ruam

- Variola mayor

- Variola minor (alastrim)

Etiologi

Virus cacar atau virus variola masuk dalam angoota genus orthopox virus.

Virus cacar ditemukan dalam sekret saluran napas dan cairan vesikel dari kelainan

kulit. Virus ini dapat hidup berbulan-bulan dalam krusta kering dan ditularkan melalui

udara (air borne route). Penderita infeksius selama semua stadium penyakit. Semua

orang rentan terhadap cacar kecuali yang pernah terkena infeksi cacar atau cowpox

(cacar pada ternak) atau vaccinia( berasal dari keturunan cowpox atau vaccinia).

Patofisiologi

Virus masuk melalui epitel saluran respiratorik bagian atas dan

berkembangbiak. Kemudian masuk ke dalam darah dan terjadilah viremia primer.

Lalu masuk ke dalam RES dan berkembangbiak. Kemudian setelah bermultiplikasi,

virus masuk ke dalam darah(viremia sekunder) menuju ke kulit, selaput lendir, dan

organ lain.

Manifestasi klinik

Terdiri dari 3 stadium yaitu :

1. Masa inkubasi

Berlangsung 7-17 hari.

2. Masa prodromal

Berlangsung 2-4 hari. Dimulai dengan panas mendadak, nyeri kepala, malaise,

nyeri otot, mual, muntah, dan nyeri perut.

3. Masa erupsi

Setelah masa prodromal 4 hari, panas turun dan timbul erupsi yang khas pada

kulit. Erupsi terutama pada muka dan ekstremitas berupa makula dan papula dan pada

hari ketiga atau keempat menjadi vesikula. Semua kelainan pada suatu saat hanya

berupa satu stadium saja. Pada hari keenam cairan vesikula jadi keruh, lau timbil

pustula yang mempunyai lekuk ditengahnya (umbilicated). Pada hari kesepuluh

kelainan mulai mengering dan membentuk krusta yang bertahan beberapa hari

kemudian lepas.

Suhu biasanya turun selama timbul erupsi. Bila suhu naik maka ada infeksi

sekunder bakteria.

14

Page 15: Demam dengan Ruam

Tipe hemoragik sangat berat dan meyebabkan kematian hampir 100%. Pada

tipe ini perdarahan timbul pada stadium prodromal dari berbagai tempat dan kematian

dapat timbul pada minggu pertama. Namun tipe ini jarang terjadi, hanya 2-3 % kasus.

Tipe yang lebih ringan berupa alastriin atau variola minor yang disebabkan oleh virus

variola yang kurang patogen.

Gambar 7. Lesi Variola

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

- Kontak dengan pendeita

- Panas mendadak

- Nyeri kepala, nyeri otot

- Malaise

- Mual, muntah, nyeri perut

Pemeriksaan Fisik

Timbul erupsi makula dan papula, kemudian vesikula, pustula (umbilicated),

lalu krusta, dan pada satu saat hanya ada satu stadium.

Laboratorium

Bila memungkinkan dapat dilakukan isolasi virus dalam biakan ”chorio

allantoic membrane” dari telur atau kultur jaringan dan pemeriksaan serologis.

Pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan yaitu :

1. Tes antibodi fluorosens

Metode ini dipakai untuk diagnosis cepat untuk mengetahui antigen orthopox.

2. Precipitation in gel(PIG)

Tes ini dapat dibaca dalam beberapa jam dan spesifik untu golongan orthopox. Serum

antivaksin tampak bening dalam agar, seangkan cairan vesikula atau emulsi krusta

akan membentuk garis yang nyata.

15

Page 16: Demam dengan Ruam

3. Reaksi fiksasi komplemen.

Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya antigen virus dalam vesikula atau krusta

dan juga dapat dipakai untuk mengukur besarnya serum antibodi.

Diagnosis Banding

- Varisela

- Eksema vaksinatum

- Impetigo

- Skabies

- Eritema multiforme.

Komplikasi

Penyulit yang dapat terjadi adalah perdarahan, infeksi bakteri sekunder seperti

impetigo, pneumonia, empiema, dan otitis media.

Terapi

Penatalaksaan penderita variola yaitu :

1. Isolasi

2. Simtomatik : - Kulit harus bersih

- Makanan dan cairan cukup

3. Kausatif

Saat ini belum terdapat antivirus. Antibiotik dapat diberikan pada kasus yang

berat. Convalescent smallpox serum dan vaccinia immune globulin efektif untuk

mencegah penyakit sesudah kontak tetapi tidak berpengaruh terhadap perjalanan

penyakit. Untuk kasus berat dan perdarahan dapat diberikan cairan intravena, darah,

dan plasma.

Pencegahan

Pencegahan variola dapat dilakukan dengan pemberian imuniasasi aktif dan

imunisasi pasif.

- Imunisasi aktif

Yaitu dengan pemberian vaksin variola. Dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu:

1. Goresan. Yaitu dengan membuat 2 goresan sejajar sepanjang 0,5 cm dengan

jarak 0,3 cm (menggunakan vaccinostyle)

16

Page 17: Demam dengan Ruam

2. Tusukan. Yaitu dengan membuat 10 tusukan pada satu titik di daerah deltoid

kiri atas dengan jarum bifurkasio.

- Imunisasi pasif

Yaitu dengan memberikan Vaccinia immune globulin.

Prognosis

Angka kematian pada varioa minor 1% dan variola mayor 10 %. Angka

kematian tinggi terutama pada anak balita, ibu hamil, dan usia > 45 tahun.

VARISELA / CACAR AIR / CHICKENPOXi

Definisi

Penyakit infeksi virus dengan gambaran khas berupa erupsi vesikel di seluruh

tubuh yang timbul berurutan dengan gejala umum yang ringan.

Etiologi

Varisela disebabkan oleh varicella-zoster virus.

Epidemiologi

Sebanyak 90 % penderita berumur kurang dari 10 tahun, puncaknya pada

umur 5-9 tahun, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua umur termasuk periode

neonatal. Penyakit ini ditularkan dengan kontak langsung dengan percikan melalui

udara. Virus yang infeksius terdapat dalam vesikula tapi tidak dalam krusta. Penderita

menular mulai 24 jam sebelum timbulnya ruam sampai semua kelainan menjadi

krusta, umumnya 7-8 hari.

Patofisiologi

Virus masuk ke dalam saluran napas bagian atas, lalu masuk ke dalam kelenjar

getah bening, lalu masuk ke dalam darah (viremia prmer), lalu menuju organ seperti

hsti, limpa, dan mungkin organ lain. Kemudian masuk kembali ke dalam peredaran

darah (viremia sekunder) menuju ke kulit.

Manifestasi klinik

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi bervariasi dari 11-21 hari dan terutama 13-17 hari.

2. Masa prodromal

Dimulai 24 jam sebelum timbul ruam dengan tanda-tanda panas ringan,

malaise, dan anoreksia.

3. Masa ruam/erupsi

17

Page 18: Demam dengan Ruam

Berupa papula merah, segera berubah menjadi vesikula yang tidak

umbilicated, dan isinya menjadi keruh dalam 24 jam. Vesikula ini mudah pecah.

Vesikula ini tersebar dan terus timbul selama 3-4 hari mulai dari badan, menyebar ke

muka, kepala, lalu ekstremitas bagian distal yang terserang hanya sedikit. Kelainan

terutama di daerah kulit yang tertekan atau teriritasi.

Kelainan yang khas pada saat puncak penyajt, yaitu ruam terdiri dari papula,

vesikula, dan krusta pada satu saat. Vesikula juga dapat mengenai selaput lendir

terutama mulut, genital, konjungtiva, kornea, dan laring, juga dapat terjadi

limfadenopati generalisata. Varisela kongenital dapat timbul pada saat lahir atau

beberapa hari kemudian, dan hal ini terjadi bila ibu menderita varisela.

Gambar 8. Varisela

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

Dari anamnesis didapat adanya kontak dengan penderita varisela. Lalu adanya

gejala prodromal seperti panas ringan, malaise, dan anoreksia. Lalu gejala seperti

sakit kepala. Ruam muncul 24 jam sesudah gejala prodromal.

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik didapat papula merah, kemudian

vesikula(nonumbilicated), dan dalam 24 jam isinya mengeruh dan mudah pecah,

maka terbentuklah krusta. Kemudian terdapat limpadenopati generalisata. Dapat

terjadi varisela bulosa pada anak kurang dari 2 tahun.

Laboratorium

18

Page 19: Demam dengan Ruam

Dapat terjadi leukositosis ringan, sel raksasa pada kerokan dasar vesikula yang

baru. Kemudiam dapat dilakukan isolasi virus bila memungkinkan, dan pemeriksaan

serologis dengan ELISA.

Diagnosis Banding

- Variola

- Impetigo

- Gigitan serangga

- Skabies

- Urtikaria

- Sindrom Stevens-Johnson

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi sekunder. Kemudian

dapat terjadi perdarahan ke dalam kulit/selaput lendir/purpura fulminans. Komplikasi

lai yang dapat terjadi diantaranya pneumonia, laringitis, miokarditis, perikarditis,

endokarditis, varisela bulosa, Scalded skon syndrome,hepatitis, keratitis,

konjungtivitis, ensefalitis. Pada ibu hamil yang terkena varisela pada trimester

pertama bisa mendapat bayi kecil, kelainan kongenital seperti kulit yang keriput,

keloid, atropi otot, korioretinitis, kejang, dan gangguan mental.

Terapi

Penatalaksanaan varisela terdiri dari :

- Simtomatik

Yaitu dengan pemberian lotion, antihistamin untuk gatal, dan antipiretika.

- Antivirus

Yaitu dengan pemberian Asiklovir 30 mg/kgb/hari dibagi 4 dosis, selama 5

hari. Hasil terbaik bila pengobatan dimulai sebelum hari ketiga sakit.

Pencegahan

Varisela dapat dicegah dengan isolasi penderita, pemberian vaksinasi aktif dan

vaksinasi pasif yaitu Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) 1,25 ml/10kgbb, i.m,

maksimun 6,25 ml (5 vial), dan pemberian vaksinasi pasif ini efektif jika diberikan

dalam 72 jam setelah kontak.

Prognosis

19

Page 20: Demam dengan Ruam

Prognosis penderita varisela sampai saat ini baik, kecuali jika terjadi

komplikasi yang berat.

MENINGOKOKSEMIA

Batasan

Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis yang ditandai oleh

beberapa gejala sistemik yang berat termasuk diantaranya petekie hemoragik.

Etiologi

Disebabkan oleh Neisseria meningitidis (meningokokus). Serogrup terpenting

yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah A, B, C, Y, dan W-135. Antigen

meningokokus ditemukan dalam darah dan LCS pada penderita dengan penyakit aktif.

Patofisiologi

Manusia adalah satu-satunya inang alami. Di dalam inang ini meningokokus

bersifat patogen. Bakteri ini masuk melalui nasofaring. Di sana, organisme ini

melekat pada sel-sel epitel dengan bantuan pili. Di nasofaring, kuman ini dapat

asimptomatis, dan ini dapat berlangsung beberapa minggu hinga beberapa bulan. Dari

nasofaring, bakteri ini dapat mencapai aliran darah, mengakibatkan bakteriemi. Jika

terdapat serum antibodi terhadap meningokokkus, penyebaran ini dapat diblokade,

namun jika tidak ada antibodi, dapat terjadi meningokoksemia (sepsis).

Manifestasi klinis

Gejala yang timbul dapat seperti infeksi saluran pernapasan atas. Gejala

meningokosemia fulminan lebih hebat, dengan demam tinggi dan ruam hemoragik,

dan mungkin terdapat DIC dan kolaps sirkulasi, hal ini dikenal dengan Waterhouse-

Friderichsen syndrome. Selama meningokoksemia, terjadi trombosis pada banyak

pembuluh darah kecil dalam berbagai organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petekie

hemoragik. Bisa terdapat miokarditis interstitial, artritis, dan lesi kulit.

Meningitis adalah komplikasi yang tersering. Serangan biasanya tiba-tiba

dengan sakit kepala hebat, muntah, kaku leher, dan sering terjadi koma dalam

beberapa jam.

20

Page 21: Demam dengan Ruam

Gambar 9. Meningokoksemia

Laboratorium

- Sediaan apus

Sediaan pewarnaan gram dari LCS, darah, dan aspirat petekie sering

memperlihatkan neiseria yang khas pada leukosit PMN atau di luar sel.

- Biakan

Dapat digunakan dengan media agar coklat atau media perbenihan modifikasi

Thayer-Martin dengan antibiotika (vankomisin, kolistin, amfoterisin) yang dipakai

untuk biakan nasofaring.

- Serologis

Antibodi terhadap polisakarida meningokokus dapat diukur dengan aglutinasi

lateks atau tes hemaglutinasi atau dengan aktivitas bakterisidalnya.

Komplikasi

Meningitis adalah komplikasi yang tersering. Selain itu dapat terjadi

vaskulitis,DIC, dan hipotensi. Kemudian dapat terjadi syok sepsis.

Terapi

Penisilin G adalah obat pilihan untuk mengobati penyakit menigokokus.

Sefalosporin generasi ketiga, misalnya sefotaksim, seftriakson, atau kloramfenikol

dapat dipakai untuk penderita yang alergi terhadap penisilin.Terapi diberikan selama

5-7 hari.

Prognosis

Mortalitas unuk meningokokus yang invasif adalah 8-13 % di Amerika

Serikat. Faktor-faktor yang memperburuk prognosis adalah jika muncul hipotermi,

21

Page 22: Demam dengan Ruam

hipotensi atau syok, purpura yang fulminan, kejang,leukopenia, DIC, asidosis, dan

kadar endotoksin dan TNFα yang tinggi di sirkulasi. Munculnya petekie <12 jam

sebelum , hiperpireksi, dan tidak adanya meningitis, menandakan adanya progresifitas

yang cepat dan prognosis yang semakin buruk.

Pencegahan

Pemberian profilaksis tidak dianjurkan secara rutin, kecuali jika terdapat

kontak langsung dengan penderita, terutama melalui droplet atau air liur. Pada anak

dapat diberikan Rifampin (10 mg/kgbb per oral dibagi dalam 2 dosis, selama 2 hari,

infant< 1 bulan: 5 mg/kgbb/dosis), atau ceftriaksone (<12 tahun:125 mg dosis tunggal

IM, > 12 tahun: 250 mg dosis tunggal IM). Ciprofloksasin (500 mg oral dosis tunggal)

dapat diberikan pada usia sama atau lebih dari 18 tahun.

Selain itu kini juga tersedia vaksin, terutama untuk meningokokus grup A, C,

Y, dan W-135. Vaksin ini imunogenik untuk dewasa tapi tidak untuk anak di bawah

usia 2 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical

Microbiology. 23rd edition. Connecticut: Appleton&Lange; 2004. h.470-87.

2. Garna H, Melinda H, Rahayuningsih SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK

Unpad-RSHS; 2005. h.205-45.

3. Kohl S. Herpes Simplex Virus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004.

h.1051-7.

4. Leach C.T. Roseola. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor.

Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004. h.1069-71.

5. Maldonado Y. Measles, Rubella. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004.

h.1026-34.

22