Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

32
Heme sebagai metaloporfirin Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang merupakan gugus prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen tergantung pada gugus prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas pada kedua hemeprotein tersebut. Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui jembatan metenil, membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua rantai samping propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut . Atom besi didalam heme mengikat keempat atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin. Atom besi dapat berbentuk fero (Fe 2+ ) atau feri (Fe 3+ ) sehingga untuk hemoglobin yang bersangkutan disebut juga sebagai ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau methemoglobin. Hanya bila besi dalam bentuk fero, senyawa tersebut dapat mengikat oksigen . Biosintesa porfirin dan heme Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino

description

vit k kurang

Transcript of Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Page 1: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Heme sebagai metaloporfirin

Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang

merupakan gugus prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase,

peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan mioglobin

mengikat oksigen tergantung pada gugus prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas

pada kedua hemeprotein tersebut.

Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin

tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui jembatan

metenil, membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil

dan dua rantai samping propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut .

Atom besi didalam heme mengikat keempat atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin.

Atom besi dapat berbentuk fero (Fe2+) atau feri (Fe3+) sehingga untuk hemoglobin yang

bersangkutan disebut juga sebagai ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau

methemoglobin. Hanya bila besi dalam bentuk fero, senyawa tersebut dapat mengikat

oksigen .

Biosintesa porfirin dan heme

Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang

berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk

asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan memerlukan

piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi

membentuk χ amino levulenat atau sering disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan

enzym pengendali kecepatan reaksi .

Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi

membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.

4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol

linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian

terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik. Pada

keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan uroporfirinogen

III kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzym tersebut akan membentuk

Page 2: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks

enzym abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu

suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.

Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami

dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul CO2

hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis oleh

uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk

kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III

oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping propionat

koproporfirinogen menjadi vinil.

Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen

oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin

seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar

simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke

IV.

Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau Ferro

katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

Katabolisme heme

Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit

mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg,

dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua

dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin

dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.

Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel

retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan

enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah

pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi

mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen

dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon

Page 3: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu

pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH

sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk

pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan

petunjuk reaksi degradasi ini.

Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil,

amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti

pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang

sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin

kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida

yang larut dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam

membran, bersaing dengan vitamin E.

Bilirubin dirubah menjadi bentuk larut

Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Perhari

bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan

hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya.

Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air.

Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml

plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin

yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi

kejaringan.

Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid

hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini

mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung

pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya.

Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit

akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah

kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang

dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase.

Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat

terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,

Page 4: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan

membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi

menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.

Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan

mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis,

seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi.

Pembentukan urobilin

Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym

bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus

menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen

diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa keginjal kemudian dioksidasi

menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen

berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna

kuning kecoklatan.

Page 5: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Klasifikasi Penyakit Hematologik

Kelainan hematologik dapat terjadi pada setiap sistem hematopoetik, yaitu pada sistem

eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limfopoetik, atau sistem retikulo-endotelial

(RES).

Selain pembagian secara morfologis (anemia mikrositik, normositik, makrositik) klasifikasi

yang lebih praktis ialah menurut etiologinya dan berdasrkan seringnya terjadi keluhan dari

penderita yaitu pucat dan perdarahan.

I. anemia

1. anemia pasca perdarahan (post hemorrhagic)

Terjadi akibat perdarahan yang masif (seperti kecelakaan, luka operasi,

persalinan dan sebagainya) atau karena perdarahan menahun.

2. Anemia hemolitik

Terjadi akibat penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan

a) Faktor intrasel

misal : talasemia, hemoglobinopati ( talasemia HbE, sickle cell

anemia), sferositosis kongenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD,

piruvat kinase, glutation reduktase).

b) Faktor ekstrasel

Misal : intoksikasi, infeksi (malaria), immunologis (inkompatibilitas

golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah)

3. anemia defisiensi

Karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi, asam folat, vitamin

B12, protein, piridoksin, eritropoetin dan sebagainya)

4. anemia aplastik

Disebabkan terhentinya embuatan sel darah oleh sumsum tulang.

II. Perdarahan

Page 6: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

1. Gangguan vaskular

Telangiektasia, skorbut, sindrom Henoch Schonlein

2. Gangguan pembekuan

Gangguan dapat terjadi pada fase 1 (hemofilia A, B dan C), fase 2

(hipoprotrombinemia, defisiensi faktor V), fase 3(hipofibrinogenemia,

fibrinolisis). Kelainan pembekuan selain disebabkan oleh defisiensi faktor

pembekuan, dapat pula karena adanya antikoagulansia dalam darah.

3. Gangguan trombosit

a. Fungsi trombosit terganggu

Meskipun jumlahnya cukup, bila terdapat gangguan fungsinya, dapat

terjadi perdarahan. Keadaan ini termasuk dalam trombopatia (von

Willerbrand, trombositopatia, von Willerbrand- Jurgens, Glanzmannn).

b. Jumlah trombosit berkurang (trombositopenia)

Dibagi menjadi golongan yang disertai terdapatnya megakariosit dalam

sumsum tulang (trombositopenia pada penyakit virus, infeksi bakteri,

obat, trombositopenia neonatal, DIC, trombositopenia idiopatik) dan

golongan tanpa megakariosit dalam sumsumtulang (amegakariositik)

seperti anemia aplastik, Amekaryocytic trombocytopenic purpura,

leukimia, metastasis tmor ganas ke sumsum tulang.

III. kelainan lain sistem hematopoetik

Terutama yang mengenai sistem granulopoetik dan trombopoetik. Umumnya sama dengan

kelainan sistem eritropoetik, yaitu dapat berupa kebanyakan sel atau kekurangan sel.

Kekurangan sel ini dapat karena lisis, defisisensi atau aplasia.

Anemia Defisiensi Besi

Page 7: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia. Hasil

survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia sekolah

menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi

antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan daya tahan tubuh, tumbuh

kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan tingka laku. Oleh karena itu

masalah ini memerlukan cara penanganan dan pencegahan yang tepat.

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis

hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan

menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara

sedang berkembang termasuk Indonesia. Dari hasil SKRT 1992 diperoleh prevalensi ADB

pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Komplikasi ADB akibat jumlah total besi tubuh

yang rendah dan gangguan pembentukan hemoglobin (Hb) dihubungkan dengan fungsi

kognitif, perubahan tingkah laku, tumbuh kembang yang terlambat dan gangguan fungsi

imun pada anak.

Prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah dan

masa remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai asupan besi

yang rendah, penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang sehingga dapat

menyebabkan exudative enteropathy dan kehilangan darah akibat menstruasi.

Diagnosis

Anamnesis (Tanda dan Gejala Klinis)

- Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan

- Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap

infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar

- Gemar makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah, rambut

- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang

menghambat penyerapan besi seperti kalsium dan fitrat (beras, gandum) serta konsumsi

susu sebagai sumber energi utama sejak bayi sampai usia 2 tahun (milkaholic)

- Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma

Page 8: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.4 Diagnosis biasanya

ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu penurunan kadar

feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi secara

bertahap.4 Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan

kontraktilitas otot organ tersebut.7 Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi

norepinefrin; biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin.

Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang

berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB.7 Anak yang menderita ADB

lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi

neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap

infeksi.4 Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda

tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai

akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena

enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi

berkurang.7,8 Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang

kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon-shaped

nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus ADB.7,8 Pada saluran

pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses epitialisasi.

Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan

permukaan yang rata karena hilangnya papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis

angularis dan ditemui gastritis pada 75% kasus ADB.

Pemeriksaan fisik

- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga. Bila

kadar - Hb < 5g/dl ditemukan gejala iritabel dan anoreksia.

- Pucat ditemukan bila kadar Hb < 7 g/dl

- Tanpa Organomegali

- Gangguan pertumbuhan

- Rentan terhadap infeksi

- Penurunan aktivitas kerja

Page 9: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung,

protein losing enteropathy

Pemeriksaan penunjang

- Darah lengkap yang terdiri dari : hemoglobin rendah ; MCV, MCH dan MCHC rendah.

Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah

satu skrining defisiensi besi.

o Nilai RDW tinggi > 14,5 % pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%) pada

talasemia trait.

o Ratio MCV/RBC (Mentzer index) >> 13 dan bila RDW index (MCV/RBC x RDW)

220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220

merupakan tanda talasemia trait.

o Apusan darah tepi : mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis.

- Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin < 12ng/mL dipertimbangkan sebagai

diagnostik defisiensi besi

- Nilai retikulosit : normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah yang

tidak adekuat.

- Serum Transferrin Receptor (STfR) : sensitif untuk menentukan defisiensi bsi,

mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi akibat penyakit kronik

- Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat.

- Terapi besi (therapeutic trial) : respons pemberian preparat besi dengan dosis

3mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari diikuti

kenaikan kadar hemoglobin 1g/dl atau hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong

diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hemoglobin dan

hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi.

Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan sesuai dengan fasilitas yang ada.

Salah satu penyebab ADB ialah kekurangan gizi; beberapa penyebab lain yang

diklasifikasikan

menurut umur tampak pada Tabel 1.3 Pengetahuan mengenai klasifikasi penyebab menurut

umur ini penting untuk diketahui, untuk mencari penyebab berdasarkan skala prioritas

Page 10: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

dengan tujuan menghemat biaya dan waktu. Seorang anak yang mula-mula berada di dalam

keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3

stadium yaitu:4

Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini

dinamakan

stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar

hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan

pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar

feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam

depot.

Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai

menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut

stadium defisiensi besi.

Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan

kadar

hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam

serum. Hasil penelitian di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM menunjukkan bahwa 75%

dari 47 anak yang mempunyai kadar hemoglobin normal, sudah memperlihatkan

kekurangan besi yaitu 1 anak berada dalam stadium-I dan 34 anak berada dalam stadium

II5. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa 115 dari 383 murid sekolah dasar yang

mempunyai kadar hemoglobin normal, telah menunjukkan penurunan kadar besi dalam

serumnya.6

Diagnosis

Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan sesuai dengan fasilitas yang ada.

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%)

Page 11: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Kadar Fe serum <50 μg/dL (N: 80-180 μg/dL)

Saturasi transferin <15% (N: 20-50%)

Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1, 3, dan 4. Tes yang paling efisien

untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana terbatas, diagnosis

dapat ditegakkan berdasarkan:

Anemia tanpa perdarahan

Tanpa organomegali

Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target

Respons terhadap pemberian terapi besi

Pengobatan

Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang

abnormal, pasca pembedahan.

Preparat besi . Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan

ferous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi dengan menilai

kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dL atau

lebih. Bila respons ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan. Komposisi besi

elemental: Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental . Ferous glukonas: 11,6%

merupakan besi elemental. Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental

Transfusi darah jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat

dengan kadar Hb <4g/dL. Komponen darah yang diberi PRC.

Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan hºarus segera dimulai untuk

mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas pemberian preparat besi

secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain), pengobatan ini

tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara lain. Pada bayi dan anak, terapi besi

elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30 menit

sebelum sarapan pagi dan makan malam; penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan

sewaktu perut kosong.8,10 Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama

asam askorbat atau asam suksinat.8 Bila diberikan setelah makan atau

sewaktu makan, penyerapan akan berkurang hingga

Page 12: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

40-50%.8 Namun mengingat efek samping pengobatan

besi secara oral berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu

hati, dan konstipasi,4 maka untuk mengurangi efek

samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah

makan.4,11 Penggunaan secara intramuskular atau

intravena berupa besi dextran dapat dipertimbangkan

jika respon pengobatan oral tidak berjalan baik

misalnya karena keadaan pasien tidak dapat menerima

secara oral, kehilangan besi terlalu cepat yang tidak

dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau

gangguan saluran cerna misalnya malabsorpsi.4,10 Cara

pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat

memberikan efek samping berupa demam, mual,

ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia,

bronkospasme sampai reaksi anafilatik. Respons

pengobatan mula-mula tampak pada perbaikan besi

intraselular dalam waktu 12-24 jam. Hiperplasi seri

eritropoitik dalam sumsum tulang terjadi dalam waktu

36-48 jam yang ditandai oleh retikulositosis di darah

tepi dalam waktu 48-72 jam, yang mencapai puncak

dalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan

didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan

cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan.

10 Untuk menghindari adanya kelebihan besi

maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5

bulan.4 Transfusi darah hanya diberikan sebagai

pengobatan tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6

g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko

untuk terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi

gangguan fisiologis.12 Transfusi darah diindikasikan

pula pada kasus ADB yang disertai infeksi berat,

dehidrasi berat atau akan menjalani operasi besar/

Page 13: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

narkose. Pada keadaan ADB yang disertai dengan

gangguan/kelainan organ yang berfungsi dalam

mekanisme kompensasi terhadap anemia yaitu jantung

(penyakit arteria koronaria atau penyakit jantung

hipertensif ) dan atau paru (gangguan ventilasi dan

difusi gas antara alveoli dan kapiler paru), maka perlu

diberikan transfusi darah.12 Komponen darah berupa

suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara bertahap

dengan tetesan lambat.

Telah dikemukakan di atas salah satu penyebab

defisiensi besi ialah kurang gizi.5 Besi di dalam

makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi

non-heme yang antara lain terdapat di dalam beras,

bayam, jagung, gandum, kacang kedelai berada dalam

bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam

lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap

untuk diserap di dalam usus. Penyerapan Fe-non heme

dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam

makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam

klorida dan asam amino memudahkan absorbsi besi

sedangkan tanin (bahan di dalam teh), kalsium dan

serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan

bentuk non-heme, absorpsi besi dalam bentuk heme

yang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging

sapi, lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan

hanya jumlah yang penting tetapi dalam bentuk apa

besi itu diberikan. Anak yang sudah menunjukkan

gejala ADB telah masuk ke dalam lingkaran penyakit,

yaitu ADB mempermudah terjadinya infeksi sedangkan

infeksi mempermudah terjadinya ADB. Oleh

karena itu antisipasi sudah harus dilakukan pada waktu

anak masih berada di dalam stadium I & II. Bahkan

Page 14: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

di Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari

keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah

dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi di dalam

susu formula.13

Pencegahan

Pencegahan primer

Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan

Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun

Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada waktunya, yaitu

sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun

Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan minum preparat besi

untuk meningkatkan absorbsi besi, serta menghindari bahan yang menghambat absorbsi

besi seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan.

Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang

mengandung kadar besi yang berasal dari hewani

Pendidikan kebersihan lingkungan

Pencegahan sekunder

Skrining ADB. Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya

disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih

kontroversial. American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan antara usia 9–12

bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan risiko tinggi dilakukan

tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.

Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin serum, dan trial terapi

besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.

Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat skrining ADB

Skrining yang paling sensitif, mudah dan dianjurkan yaitu zinc erythrocyte

protoporphyrin (ZEP).

Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan sebaiknya

dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera memberi terapi.

Suplementasi besi. Merupakan cara paling tepat untuk mencegah terjadinya ADB di

daerah dengan prevalens tinggi. Dosis besi elemental yang dianjurkan:

Page 15: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1 mg/kg BB/hari

Bayi 1,5-2,0 kg: 2 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu

Bayi 1,0-1,5 kg: 3 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu

Bayi <1 kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu

Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk bayi dan makanan

pendamping ASI seperti sereal.

Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat (DKPD) dengan Perdarahan Intrakranial

Dahulu penyakit ini disebut sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN). Dengan

ditemukannya vitamin K pada tahun 1929 maka penyakit ini diduga akibat dari defisiensi

vitamin K, sehingga pada tahun 1999 berubah menjadi Vitamin K Deficiency Bleeding

(VKDB). Defisiensi kompleks protrombin didapat (DKPD) atau Acquired Prothrombine

Complex Deficiency (APCD) adalah bentuk lanjut dari VKDB dan disebut juga sebagai

defisiensi kompleks protrombin sekunder. Etiologi penyakit ini adalah defisiensi vitamin K

yang dialami oleh bayi karena: (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam plasma dan cadangan

di hati, (2) Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin K1

pada saat baru lahir. Vitamin K ini berperan dalam kaskade pembekuan darah.

Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis memiliki kadar faktor

koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) yang rendah, yang akan

berangsur normal pada usia 7-10 hari. Keadaan ini disebabkan oleh kurangnya vitamin K

pada ibu dan tidak adanya flora normal usus yang mensintesis vitamin K. Defisiensi faktor

koagulasi tersebut dapat menyebabkan perdarahan spontan.

Perdarahan intrakranial merupakan 80-90% manifestasi klinis dari DKPD dan menyebabkan

mortalitas (10-25%) dan kecacatan yang cukup tinggi (40-65%). APCD terjadi mulai usia 8

hari–6 bulan, dengan insiden tertinggi usia 3-8 minggu.

Diagnosis

Anamnesis

• Bayi kecil (usia 1-6 bulan) yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas minum,

lemah, banyak tidur.

Page 16: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

• Minum ASI, tidak mendapat vitamin K1 saat lahir.

• Kejang fokal

Pemeriksaan fisis

• Pucat tanpa perdarahan yang nyata.

• Peningkatan tekanan intrakranial: UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema.

• Defisit neurologi: kejang fokal, hemiparesis, paresis nervus kranialis

Pemeriksaan penunjang

• Darah perifer lengkap: anemia berat dengan jumlah trombosit normal

• Pemeriksaan PT memanjang dan APTT dapat normal atau memanjang

• USG kepala/CTScan kepala: perdarahan intrakranial

Pada bayi bila dijumpai gejala: kejang fokal, pucat disertai ubun-ubun besar yang

membonjol perlu dipikirkan pertama kali adalah APCD. Berikan tata laksana pasien seperti

APCD sampai terbukti bukan.

Tata Laksana

Medikamentosa

• Tata laksana perdarahan :

o Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut.

o Transfusi Fresh Frozen Plasma 10-15 ml/kgBB

o Transfusi Packed Red Cel sesuai kadar hemoglobin.

o Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol 0,5–1

gram/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk menurunkan

tekanan intrakranial. Perlu pemantauan yang ketat untuk terjadinya syok atau

perdarahan yang bertambah.

• Konsultasi ke bedah syaraf untuk tindakan operatif tergantung seberapa besar perdarahan

yang terjadi dan defisit neurologis yang timbul. Kriteria PDVK yang memerlukan tindakan

operatif yaitu volume perdarahan yang luas, menekan struktur penting otak (batang

otak), dan adanya sumbatan aliran liquor serebrospinalis akibat perdarahan.

Pemantauan

• Evaluasi Skala Koma Glasgow, refleks okulosefalik (Doll’s eye movement), pola napas,

ubun-ubun besar, dan kejang

Page 17: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

• Monitor balans cairan dan elektrolit

• Konsultasi ke departemen rehabilitasi medis jika pasien sudah stabil untuk mobilisasi

bertahap, mencegah spastisitas, dan kontraktur

• Monitor tumbuh kembang

Pencegahan

Injeksi vitamin K1 dengan dosis 1 mg IM pada semua bayi baru lahir.

Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter. Hemofilia A

disebabkan

Hiperleukositosis

Hiperleukositosis merupakan kedaruratan onkologi yang terjadi bila hitung leukosit

>100.000/μL, tetapi demi kepentingan klinis maka hitung jenis leukosit >50.000/μL sudah

ditata laksana sebagai hiperleukositosis. Keadaan ini ditemukan pada 9-13% anak dengan

leukemia limfoblastik akut (LLA) dan 5-22% pada leukemia non-limfoblastik akut (LNLA).

Hiperleukositosis dapat menyebabkan leukostasis dan sindrom tumor lisis (komplikasi

metabolik) yang menyebabkan mortalitas.

Diagnosis

Anamnesis

Gejala leukemia : pucat, perdarahan, demam, BB turun, nyeri sendi.--

Gejala leukostasis seperti pusing, sakit kepala, muntah, sesak nafas, hemoptisis, --

penglihatan kabur, ataksia dan kesadaran menurun.

Oliguria atau anuria.--

Pemeriksaan fisis

Tanda-tanda leukemia : pucat, perdarahan, organomegali, pembesaran kelenjar getah --

bening,

Hipotensi, gangguan sirkulasi perifer--

Leukostasis di otak : papiledema, gangguan visus, agitasi, kesadaran menurun--

Leukostasis di paru : takipnoe, --dyspnoe, sianosis

Priapismus

Page 18: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Laboratorium

Leukosit >50.000/μL dengan hitung jenis limfositer dan blast (+).

Bila dalam darah tepi terdapat lekosit > 50.000/ul maka harus dilakukan pemeriksaan :

Asam urat, elektrolit (dapat ditemukan hiperuricemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, --

hipokalsemia)

Analisa gas darah untuk melihat adanya asidosis metabolic dan hipoksemia

Fungsi ginjal : ureum , kreatinin

Urin rutin untuk mengethui pH urin

Foto toraks, mencari perdarahan paru dan pembesaran mediastinum

CT---scan kepala (bila ditemukan tanda-tanda perdarahan intrakranial).

Tata laksana

Tatalaksana hiperleukositosis (leukostasis) dan tumor lysis syndrome (gambar 1) :

Hidrasi dengan cairan NaCl 0,9%: D5% dengan perbandingan dengan 3:1 dengan --

kecepatan 3000 mL/m2 atau 1½ kali kebutuhan rumatan.

Alkalinisasi dengan pemberian natrium bikarbonat 35-45 mEq/m--2/24 jam atau 25-50

mEq/500 mL yang bertujuan untuk mempertahankan pH urin 7.5.

Alopurinol 10 mg/kg/hari dibagi 3 per oral--

Lakukan pemeriksaan: darah tepi lengkap, analisis gas darah, elektrolit (natrium, --kalium,

klorida, kalsium, fosfat, magnesium), fungsi ginjal, dan urinalisis (pH dan berat jenis urin)

Transfusi trombosit diberikan bila trombosit <20.000/μL--

Pemberian transfusi PRC dapat meningkatkan viskositas darah sehingga transfusi --dapat

diberikan bila terjadi gangguan oksigenisasi jaringan atau bila Hb <6.0 g/dL dengan target

Hb 8.0 g/dL.

Perlu dilakukan pemantauan secara ketat:--

Tanda vital--

Balans diuresis ketat (diuresis dipertahankan minimal 100 ml/m--2/jam

Pemeriksaan darah tepi lengkap, analisis gas darah, elektrolit (K--+, Na+, Mg, Ca), asam

urat, pH urin dan urinalisis, dilakukan tiap 6 jam bila memungkinkan.

Page 19: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Bila terdapat tanda-tanda DIC maka pemeriksaan PT, aPTT, fibrinogen perlu dilakukan --(PT

dan aPTT memanjang, kadar fibrinogen menurun).

Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune thrombocytopenic

purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan kelainan perdarahan

(bleeding disorder), akibat destruksi prematur trombosit yang meningkat akibat

autoantibodi yang mengikat antigen trombosit. Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun,

dengan insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. ITP terjadi akut dan biasanya sembuh

sendiri dalam 6 bulan, bila dalam waktu 6 bulan tidak sembuh maka diagnosis menjadi ITP

Kronis.

Diagnosis

Anamnesis

Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau bakteri --(infeksi

saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella, rubeola,

varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.

Page 20: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit didalam darah. Diawali dengan --

perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam. Perdarahan ini biasanya dilaporkan

terjadi mendadak.

Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu --

terjadinya kekambuhan. Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko

timbulnya perdarahan.

Pemeriksaan fisis

Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit dan mukosa (hidung, --gusi,

saluran cerna dan traktus urogenital).

Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus. --

Pemeriksaan penunjang

Darah tepi :--

Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal. --

Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bisa terjadi bila --ada

perdarahan spontan yang banyak

Trpmbositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui --bentuk

trombosit yang lebih besar (giant plalets),

Masa perdarahan memanjang (--Bleeding Time)

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang--: Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris

klasik. Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi selama 3-6 bulan,

atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hepar/lien/kelenjar getah

bening dan pada laboratorium ditemukan bisitopenia.

Tabel 1. Intervensi penanganan ITP berdasarkan jumlah trombosit dan manifestasi klinis

Trombosit ( x109/L) Gejala dan

pemeriksaan fisis

Rekomendasi

>50-150 Tidak ada Tidak ada

>20 Tidak ada Pengobatan individual

(terapi/preventif)

>20 dan/atau Perdarahan mukosa Dirawat di RS dan

<10 Perdarahan minor IVIG atau kortikosteroid

Page 21: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

Tata laksana

Indikasi rawat inap

Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila:

Jumlah hitung trombosit <20.000/μL--

Perdarahan berat--

Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial--

Umur <3 tahun--

Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk tidak/menghindari obat anti agregasi

(seperti salisilat dan lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).

ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10% menjadi kronis karena itu

keputusan apakah perlu diberi pengobatan masih diperdebatkan.

Medikamentosa

1. Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:

Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ μL--

Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ μL--

Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi --setelah

pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahan-lahan sampai kadar

trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 - 50.000/μL. Prednison dapat juga

diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari. Bila tidak respons,

pengobatan yang diberikan hanya suportif.

--minggu dan paling lama 6 bulan. Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/μL dan

tidak memiliki keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.

2. Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :

Jumlah trombosit <20.000/ μL dengan perdarahan mukosa berulang (epistaksis)--

Perdarahan retina--

Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan tampon, hematuria, perdarahan --organ

dalam)

Jumlah trombosit < 50.000/ul**--

Kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial--

Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit <150.000/ μL.--

Page 22: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat

** Bila trombosit > 50.000/ul disamping pemberian trombosit pikirkan penyebab lain

(koagulasi).

Beberapa kemungkinan pengobatan ITP pada anak dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Beberapa kemungkinan pengobatan ITP pada anak

Imunoglobulin intravena Dosis inisial 0,8 g/kg BB, 1 kali

pemberian diulang dengandosis

yang sama jika jumlah trombosit

<30.000/μL pada hari ke-3 (72 jam

setelah infus pertama).

Pada perdarahan:

Emergensi: 0,8 g/kg BB, 1-2 kali

pemberian, bersama-sama dengan

kortikosteroid dan transfusi

trombosit.

Pada ITP kronik

0,4 g/kg BB/x, setiap 2 – 8 minggu.

Antibodi anti-R(D) 10-25 lg/kg BB/hari selama 2-5 hari,

intravena dalam 50mL NaCl 0,9%

dan habis dalam 30 menit.

α –interferon 3 x 106 unit subkutan, 3 kali per

minggu selama 4 minggu

Siklosporin 3 – 8 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 –

3 dosis

Azatioprin 50-300 mg/m2 per os/hari, selama ≥

4 bulan

Faktor risiko

Jika ITP terjadi pada usia <1tahun atau >10 tahun, kelainan ini cenderung menjadi kronik

dan dihubungkan dengan kelainan imun yang umum.

Page 23: Defisiensi Kompleks Protrombin Didapat