ANEMIA DEFISIENSI BESI.docx

36
ANEMIA DEFISIENSI BESI BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005 PENDAHULUAN Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar: Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal. Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat. Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme

Transcript of ANEMIA DEFISIENSI BESI.docx

ANEMIA DEFISIENSI BESI BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005 PENDAHULUAN Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar: Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal. Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat. Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi. Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan. ZAT BESI (Fe) Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada : Hemoglobin 66 % Mioglobin 3 % Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% Pada transferin 0,1 %. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %. Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi. Kebutuhan Zat Besi Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula. Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi. METABOLISME ZAT BESI Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu : Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan) Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh. Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan) Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas. Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron Ferro lebih mudah diserap daripada ferri Asam lambung akan membantu penyerapan besi Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan Absorbsi akan diperbesar oleh protein Asam askorbat dan asam organik tertentu Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat. Gambar Sintesis Hemoglobin Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. ETIOLOGI Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kebutuhan besi dapat disebabkan : Kebutuhan yang meningkat fisiologis Pertumbuhan Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat. Menstruasi Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi. Kurangnya besi yang diserap Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi. Malabsorpsi besi Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. 3. Perdarahan Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin). 4. Kehamilan Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi. 5. Transfusi feto-maternal Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus. 6. Hemoglobinuri Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari. 7. Iatrogenic blood loss Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan laboratorium. 8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam. 9. Latihan yang berlebihan Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari 10 ug/dl. PATOFISIOLOGI Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu : Iron depletion Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat. Iron deficiency anemia Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti: Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus. Penurunan aktivitas kerja. Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh normal saat udara dingin. Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada penderita anemia defisiensi Fe dapat ditemukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : 1. Apus darah tepi Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan keadaan hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis 2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis dapat ditemukan granulositopenia ringan 3. Trombosit : meningkat 2 - 4 kali dari nilai normal 4. Apus sumsum tulang : hiperplasia sistem eritropoietik dan berkurangnya hemosiderin. 5. MCV, MCH, MCHC menurun 6. Kadar Fe serum 7. TIBC meningkat ( > 410 ug/dl) 8. Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) > 100 ug/dl eritrosit 9. Kadar feritin 10. Saturasi transferin Morfologi Hopokrom Mikrositer DIAGNOSIS Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe : 1. Menurut WHO Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata Kadar Fe serum Saturasi transferin , 15 % (N : 20-50 %) 2. Menurut Cook dan Monsen Anemia hipokrom mikrositer Saturasi transferin Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit Kadar feritin serum Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi. 3. Menurut Lankowsky Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun FEP meningkat Feritin serum menurun Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST Respon terhadap pemberian preparat besi o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi. o Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari Sumsum tulang o Tertundanya maturasi sitoplasma o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. 1. Terapi Oral Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. 2. Terapi parental Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral. Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5 3. Terapi Transfusi Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb PENCEGAHAN Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut : Meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun. Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah). Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan. Pemakaian PASI yang mengandung besi. PROGNOSIS Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. DAFTAR PUSTAKA 1. Bruce M. Camitta. Nelson Textbook of Pediatric,Anemia. 17th edition. United State of America;Saunders;2004 2. Sylvia A.P. PatofisiologiSel Darah Merah. Edisi 4. EGC;1994 3. Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Anemia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005 4. Supandiman.I. Hematologi Klinik. Anemia Edisi 2. Alumni 1997

Make Money at :http://bit.ly/copy_winANEMIA MEGALOBLASTIKDefenisiAnemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA. Sel terutama yang terkena adalah sel yang pertukarannya (turn over) cepat, terutama sel prekursor hematopoetik dan sel epitel gastro-intestinal.

EtiologiSebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi kobalamin (Vit B12) dan/atau asam folat.

PatofisiologiBeberapa bentuk anemia dapat terjadi akibat gangguan Absobsi atau metabolism folat atau kobalamin (Vit. B12). Akibatnya sintesis DNA akan dihambat dan siklus sel jadi diperlambat selama eritropoesis. Namun sintesis ,hemoglobin di sitoplasma berlangsung terus dan tidak mengalami perubahan sehingga ukuran eritroblast membesar (megaloblast) serta menjadi terlalu besar, dan eritrosit yang oval akan masuk kedalam darah (Megalosit : MCV > 100fL). Pembentukan granulosit dan megakariosit juga terganggu. Di samping penundaan proloferasi, anemia juga dicetuskanoleh kerusakan dini megaloblast di sumsum tulang (peningkatan eritropoesis yang tidak efisien) dan juga karena pemendekan masa hidup megalosit yang masuk dalam darah.Folat, metabolit folat N5, N10metil-tetra-hidrofolat diperlukan untuk sintesis deoksitimidilat, merupakan satu-satunya sumber timin, yang selanjutnya diperlukan untuk sintesis DNA. Jadi, defisiensi folat akan menghambat sintesis DNA. Defisiensi folat terutama mempengaruhi kecepatan pembentukan pada sel yang berproliferasi cepat, Misalnya pada eritropoesis pada pembentukan tumor. Kebutuhan folat selama 2-4 bulan di simpan di Hati. Folat banyak di temukan di dalam makanan dalam bentuk pteroilpoliglutamat; residu glutamate yang berlebihan harus terlebih dahulu dipecahkan sebelum dapat diserap usus halus bagian atas dalam bentuk pteroilmonoglutamat.N5metiltetrahidrofolat merupakan substrat untuk pembentukan tetrahidrofolat yang selanjutnya di bentuk mukosa usus halus.Pada tahap ini, metal-kobalamin sangat diperlukan. Dari tetraidrofolat akan terbentuk N5,N10-metilidrofolat,akan bersama dengan dengan deoksiuridilat akan dimetabolisme melalui kerja timidilat-sintase menjadi deoksitimidilat dan 7,8-dihidrofolat akhirnya, tetraidrofolat yang digunakan akan terbentuk kembali dari 7,8-dihidrofolat.Gangguan Absorbsi atau metabolism folatBerikut akan menghambat sintesis DNA, dan juga Eritropoesis :Asupan Folat yang sedikit dari makanan (< 50g/hari, pemasakan yang lama merusak folat)Kebutuhan yang meningkat (kehamilan)Malabsorbsi, misalnya penyakit usus halus atau penghambatan pembawa folat oleh metatotreksat.Atau penghambatan pembawa folat oleh metatokresatDedisiensi kobalaminPenghambatan timidilat sintase oleh metabolit flurourasil, yaitu flourdeoksiuridilat.Penghambatan dihidrofolat reduktase oleh aminopterin atau metotreksat, yang afinitasnya terhadap enzim 100 kali lebih tinggi daripada substrat alami 7,8-dihidrofolat.Karena penghambatan metabolism folat juga menghentikan pertumbuhan tumor, obat-obatan flourourasil, metotreksat, dan aminopterin digunakan sebagai kemotrapi sitostatik. Efek sampingnya teradap eritropoesis biasanya tidak diharapkan sehingga sering kali dibatasi.Kobalamin (Vitamin B12) pada manusia harus diambil dari makanan (kebutuhan 3-5 g/hari). Sekitar seribu kali dari jumlah tersebut disimpan di dalam hati. Kobalamin terikat oleh protein yang berbeda dan diangkut kedalam tubuh dari makanan ke tempat kerjanya, dalam bentuk metilkobalamin yang berperan sebagai koenzim dimetilisasi N5-metiltetraidrofolatPenyebab defisiensi Kobalamin yang mungkin adalah :Asupan yang sangat kurang (diet vegetarian yang ketat)Defisiensi factor intrinsic (IF) (pada gastritis atrofi) diperlukan untuk pengikatan dan absorbsi kobalamin.IF dilumen usus halus akan dilepaskan dari ikatannya dengan protein saliva.Persaingan untuk kobalamin dan pemecahan IF oleh bakteri (blind-loop Syndrome). Atau cacing pita yang besar di usus.Kehilangan(congenital, setelah reseksi) atau peradangan ileum terminalis, yaitu tempat penyerapan kobalamin.Kelainan Transkobalamin II (TC II), yang berperan untuk transport kobalamin di plasma dan pengambilannya dalam sel.Oleh karena besarnya cadangan kobalamin didalam hati, munculnya gejala defisiensi kobalamin (anemia pernisiosa, gangguan neurologis) hanya terjadi setelah penghentian asupan yang berlangsung selama bertahun-tahun.

Gejala Klinis Pada Defisiensi Kobalami :Gangguan Neurologis Pada gangguan gastrointestinal dapat timul gejala : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, mual dan sembelit Pasien Mungkin diikuti sariawan dan sakit pada lidah Tanda-Tanda Anemia Gangguan Neurologis : parastesi tangan dan kaki, kehilangan memori selanjutnya jika keadaan memberat dapat mempengaruhi gaya berjalan, kebutaan akibat atropi N.Optikus dan Gangguan Kejiwaan

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah Rutin Pemeriksaan Defisiensi As. Folat Pemeriksaan Defisiensi Kobalamin Pemeriksaan Serum Besi LDH dan Bilirubin Indirect Histopatologi

DiagnosisTemuan makrositosis yang bermakna (volume korpuskula rerata (MCV) > 110 fL) mengisyaratkan adanya anemia megaloblastik. Penyebab lain makrositosis adalah hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotiroidisme dan anemia aplastik. Apusan darah memperlihatkan anisitosis mencolok dan poikilositosis, disertai makrovalosit, yaitu, eritrosit yang mengalami hemoglobinisasi penuh, besar, oval dan khas untuk anemia megaloblastik. Beberapa stippling basofilik ditemui, dan kadang kadang ditemukan pula sel darah merah yang berinti. Pada turunan sel darah putih, neutrofil memperlihatkan hipersegmentasi nucleus. Temuan ini sangat khas sehingga ditemukan sebuah sel dengan nucleus enam lobus atau lebih mengharuskan kita harus mencurigai adanya anemia megaloblastik. Sumsum tulang tampak hiperseluler dengan penurunan rasio myeloid/ertitroid dan peningkatan besi. Anemia megaloblastik ditandai oleh eritropoesis yang tidak efektif.Pada evaluasi pasien anemia megaloblastik, perlu ditentukan apakah terdapat defidiensi vitamin spesifik dengan mengukur kadar kobalamin dan folat serum. Rentang normal kobalamin dalam serum adalah 200 sampai 900 pg/mL, nilai yang lebih rendah dari pada 100 pg/mL mengindikasikan defisiensi bermakna klinis.Bila defisiensi kobalamin telah dipastikan, maka patogenesisnya dapat diketahui dengan melakukan uji schheling

Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi Makrositosis Anemia Penyakit Kronis

Terapi Kobalamin 1000 mcg parenteral selama 2 Minggu, dengan gangguan neurologis 1000 mcg setiap hari selama 2 minggu, kemudian selama 2 minggu sampai 6 bulan dan 1000 mcg kobalamin untuk pasien dengan hemoflia. As. Folat (1-5 mg) secara oral dan diberikan secara paerenteral dengan dosis yang sama Terapi Folat 1 mg/hari harus diberikan selama periode kehhamilan Sindroma Blind-loop ditangani dengan antibiotik

ReferensiSilbernagl, Stefan.,Lang, Florian. 2007.Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCSudoyo, Aru W, Setiyohhadi, Bambang, dkk. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Volume II. Jakrata : Penerbit Buku Kedokteran FK UIIsselbacher, Braunwald, dkk.2000.Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCPaul Schick, MD,Emeritus Professor, Department of Internal Medicine, Thomas Jefferson University Medical College; Research Professor, Department of Internal Medicine, Drexel University College of Medicine; Adjunct Professor of Medicine, Lankenau Hospital, Wynnewood, PA@http://emedicine.medscape.com/article/204066-overview

AIHA(Autoimmune Hemolytic Anemia) atau anemia hemolitik autoimun merupakan anemia yang disebabkan oleh penghancuran eritrosit oleh autoantibodi. Disebut autoantibodi karena tubuh pasien yang memproduksi antibodi melawan eritrositnya sendiri. Penyebabnya adalah adanya kelainan pada saat pembentukan limfosit, sehingga limfosit yang reaktif terhadap antigen eritrosit tetap terbentuk. Terdapat dua macam tipe dari AIHA ini, yaitu tipewarmdancold, dengan sekitar 70% kasus merupakan tipewarm. Dalam diagnosis AIHA ini diperlukan temuan klinis atau laboratoris adanya hemolisis (pemecahan eritrosit) dan pemeriksaan serologi autoantibodi.Gejala yang dirasakan oleh penderita AIHA adalah gejala umum anemia (lemah, letih, lesu), seringkali disertai demam danjaundice(sakit kuning). Urin berwarna gelap sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tandajaundice, pembesaran limpa, pembesaran hati, dan pembesaran kelenjar getah bening.Selain gejala dan tanda tersebut, terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang dalam diagnosis AIHA. Yang pertama perlu diperiksa adalah DL (darah lengkap) dan hapusan darah. Dari DL bisa dilihat adanya penurunan Hb (anemia) dan hematokrit. Penurunan Hb biasanya berat dengan kadar kurang dari 7 g/dl. Kadar trombosit dan leukosit biasanya masih normal. Bisa juga didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Pada hapusan darah dapat ditemukan bentukan eritrosit yang bervariasi (poikilositosis), sferosit, polikromasi dan kadang autoaglutinasi. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan bilirubin indirek dan peningkatan kadar LDH. Sedangkan pada urinalisis bisa ditemukan hemoglobinuria.

Hapusan darah pada penderita AIHA

Autoaglutinasi pada hapusan darah tepiTerdapat beberapa pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya autoantibodi pada AIHA, diantaranya adalahDirect Antiglobulin Test(DAT,Direct Coombs Test) danIndirect Antiglobulin Test(IAT,Indirect Coombs Test). Yang biasa dikerjakan adalah DAT yang mendeteksi adanya autoantibodi (IgG) yang menyelubungi eritrosit. Pemeriksaan DAT pada penderita AIHA menunjukkan hasil yang positif, dimana ditemukan aglutinasi eritrosit.

Direct Coombs Test

Hasil DAT positifYang perlu diperhatikan, tidak semua penderita AIHA menunjukkan semua gambaran laboratorium tersebut. Bisa saja tidak didapatkan peningkatan bilirubin indirek, tidak ditemukan hemoglobinuria, atau malah pemeriksaan DAT menunjukkan hasil yang negatif. Sehingga penentuan diagnosisnya tetap melihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang lain apakah terdapat tanda-tanda hemolisis, juga menyingkirkan penyebab anemia hemolitik yang lain.Semoga bermanfaatSumber:Wintrobes Clinical Hematology 12th Edition;Manual of Clinical Hematology

BAB IPENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.

B.RUMUSAN MASALAH1.Bagaimana penjelasan mengenai anemia hemolitika?2.Bagaimana ASKEP pada anemia hemolitika?

C.TUJUAN1.Untuk mengetahui penjelasan anemia hemolitika.2.Untuk mengetahui asuhan keperawatan anemia hemolitika.

BAB IPEMBAHASAN

A.DEFINISIAnemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.

B.ETIOLOGI1.Faktor Intrinsik :Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrositKelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a). Gangguan struktur dinding eritrositSferositosisPenyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisi aplastik.Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.Ovalositosis (eliptositosis).Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.A-beta lipropoteinemiaPada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

b)Gangguan pembentukan nukleotidaKelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)Defisiensi Glutation reduktaseDefisiensi GlutationDefisiensi PiruvatkinaseDefisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)Defisiensi difosfogliserat mutaseDefisiensi HeksokinaseDefisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase

c).HemoglobinopatiaPada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:1).Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain .2).Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

2.Faktor Ekstrinsik :a.Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.b.Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obatc.Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.d.Infeksi, plasmodium, boriellaC.PATOFISIOLOGIHemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism.Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.

a.Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskularterjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air seni).b.Mekanisme pemecahan eritrosit intravaskularTerjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis.Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan polikromasia.

D.MANIFESTASI KLINISKadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:1.Demam2.Mengigil3.Nyeri punggung dan lambung4.Perasaan melayang5.Penurunan tekana darah yang berartiSecara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:1.Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasilpemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.2.2.Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidakada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.3.Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih4.4.Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB